konteks ini, agroforest yang menjadi sumber pasokan kayu bakar yang berlimpah dan tetap, bagi petani dapat lebih bermanfaat dibanding perkebunan monokultur
Foresta dkk, 2000. Jika dibandingkan dengan perkebunan monokultur, dan sistem tata guna
lahan lainnya, wanatani berbasis karet, seperti kebun karet rakyat, adalah kurang produktif dan saat ini kurang menguntungkan serta sedang menghadapi tantangan
dari berbagai pilihan usaha tani. Karena tidak tersedianya insentif, petani bahkan sering memilih sistem usaha yang memberikan jasa lingkungan yang rendah yang
berdampak negatif bagi pemangku kepentingan stakeholders luar yang sering atau bahkan jauh dari batas desa, kabupaten, propinsi dan nasional
Joshi dkk, 2001.
C. Aneka Praktek Agroforest di Indonesia
Di dataran tinggi Minangkabau Sumatera Barat, hutan primer terdesak ke lereng-lereng puncak gunung. Areal khusus ini dilindungi dengan ketat oleh
masyarakat setempat. Sejak lama orang Minang sudah mengenal cara bersawah, sementara cara peladangan berputar dapat dikatakan tidak ada lagi. Di daerah
Maninjau kebun campuran meliputi dari 50 sampai dengan 80 persen tanah garapan, dan menjadi sebuah sabuk penyangga yang tak terputus antara desa dan
persawahan dengan hutan alam yang masih dilindungi di bagian atas lereng. Berbagai tanaman, seperti kulit manis, pala, kopi, durian dan buah-buahan yang
lain serta pohon kayu bermanfaat, mendominasi agroforest di sini. Seperti di Pesisir Krui, tanaman utama dipadukan dengan berbagai tanaman lain, baik liar
maupun rawatan, berupa aneka buah dan kayu, bambu dan berbagai jenis palem.
Universitas Sumatera Utara
Kebun campuran di sini memberikan penghasilan yang besar yang berasal dari penjualan rempah-rempah, kopi dan durian. Sebagaimana halnya di Pesisir Krui,
agroforest di Maninjau juga memasok bahan pangan pelengkap serta berbagai bahan lain, terutama produksi kayu untuk pertukangan. Agroforest ’parak’ di
Maninjau mewujudkan sintesis fungsional antara pertanian dan kehutanan Foresta dkk, 2000.
Kebun pekarangan di Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Semakin banyak campur tangan manusia
membuat kebun itu menjadi semakin artifisial sistem buatan yang tidak alami. Kekhasan vegetasi hutan seringkali masih bisa ditemukan, misalnya dapat
dijumpai berbagai jenis tumbuhan bawah seperti berbagai macam pakis fern, atau epiphyte misalnya anggrek liar. Kekayaaan jenisnya bervariasi, beberapa
pekarangan yang tidak terlalu banyak campur tangan pemiliknya memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi, yang dapat mencapai lebih dari 50 jenis
tanaman pada lahan seluas 400 m². Bila diperhatikan dari struktur kanopi tajuknya, kebun-kebun itu memiliki lapisanstrata tajuk bertingkat multi strata
mirip dengan yang dijumpai di hutan. Kemiripan dengan kanopi hutan ini menyebabkan estimasi luasan hutan berdasarkan foto udara menjadi kurang dapat
dipercaya Hairiah dkk, 2002. Kebun-kebun agroforest juga ditemukan di daerah-daerah lain di
Indonesia. Di wilayah Batak, Sumatera Utara terdapat agroforest berbasis kemenyan. Hampir dimana-mana baik di Sumatera maupun di Kalimantan
terdapat agroforest yang didominasi durian, seperti di wilayah Dayak, Kalimantan Barat. Di kawasan Kerinci Seblat, Jambi terdapat agroforest berbasis kayu manis,
Universitas Sumatera Utara
dan di dataran rendah bagian timur Sumatera terdapat agroforest berbasis karet yang dipadukan dengan berbagai ratusan pohon lain yang mencakup luas sekitar
dua juta hektar. Di Kalimantan Barat, agroforest terbentang di antara ladang dan hutan alam, yakni sistem ’tembawang’ yang memadukan pohon tengkawang
Shorea spp dengan pohon-pohon buah dan kayu. Di Kalimantan Timur, ada juga sistem ’lembo’ yakni agroforest buah-buahan, serta hamparan luas agroforest
berbasis rotan yang tengah terancam oleh kehadiran proyek-proyek perkebunan kelapa sawit dan HTI. Di Pulau Lombok dan Sulawesi Utara ditemukan agroforest
yang didominasi oleh pohon aren yang menghasilkan gula merah. Di Pulau Seram dan Maluku terdapat agroforest yang memadukan pohon kenari dan buah-buahan
lain dengan pala dan cengkeh Foresta dkk, 2000.
D. Interaksi Pohon-Tanah-Tanaman Semusim