a. Tanggung jawab kepada pelanggan
1. Menciptakan program menerima dan memecahkan keluhan
2. Melakukan survei untuk mengetahui kepuasan karyawan
3. Gugatan hukum oleh pelanggan
b. Tanggung jawab kepada karyawan
1. Menciptakan program menerima dan memecahkan keluhan
2. Melakukan survei untuk mengetahui kepuasan karyawan
3. Gugatan hukum oleh karyawan karena diskriminasi atau tuduhan tanpa
bukti c.
Tanggung jawab kepada pemegang saham 1.
Mengumumkan informasi keuangan secara periodik 2.
Gugatan hukum oleh pemegang saham atas dasar tuduhan bahwa manajer perusahan tidak memenuhi tanggung jawabnya kepada para
pemegang saham d.
Tanggung jawab kepada lingkungan 1.
Memnuhi regulasi pemerintah akan lingkungan 2.
Memenuhi janji akan petunjuk lingkunagn yang dibuat perusahaan
E. Defenisi Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah
s
ebuah visi yang pada dasarnya berhubungan erat dengan cita-cita masyarakat, yaitu tentang hal-hal yang akan digapai di masa depan.
Visi masyarakat terdiri atas sejumlah tujuan dari sebuah cita-cita masyarakat yang ingin dicapai. Akan tetapi cita-cita yang terdapat dalam sebuah visi tidak akan pernah
benar-benar dapat direalisasikan secara menyeluruh dan sempurna. Namun demikian, visi dapat terus menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berjuang mewujudkan cita-
Universitas Sumatera Utara
cita mereka dengan keyakinan penuh bahwa masa depan yang cerah akan dapat diraih.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota masyarakat yang diteliti sebagai responden dimana terdiri dari pedagang tingkat UKM, pegawai kantor,
mahasiswa, wartawan, pendidik, pengusaha, ibu rumah tangga, supir, satpam, dan ulama, diketahui bahwa visi yang diinginkan oleh masyarakat sebagai bagian dalam
sebuah pembangunan ternyata satu dengan yang lain berbeda sesuai dengan latar belakang mereka, namun masih tetap ada sebuah kesamaan dimensi yang dimiliki
oleh semuanya, yakni tujuan untuk mewujudkan “kesejahteraan” dalam kehidupan mereka secara pribadi maupun di dalam masyarakat.
http:www.google.co.id
Terminologi “kesejahteraan” memiliki banyak pengertian dalam literatur ekonomi. Defenisi “kesejahteraan” dalam sistem ekonomi kapitalis-konvensional
merupakan konsep materilialis murni yang menafikan keterkaitan ruhaniah. Akan tetapi, sebagian masyarakat menginginkan kesejahteraan lahir batin, yang berarti
bahwa kesejahteraan yang diinginkan adalah tidak menafikan dan mempunyai ketersinggungan dengan aspek ruhaniah.
Konsep kesejahteraan lahir bathin dapat dikatakan telah direalisasikan apabila unsur-unsur berikut telah terpenuhi, yaitu:
1. Kebutuhan dasar bagi semua masyarakat terpenuhi
2. Tingkat perbedaan sosial-ekonomi tidak terlalu mencolok
3. Full employment tidak adanya pengangguran usia produktif
4. Keadilan dalam distribusi pendapatandan kekayaan
5. Stabilitas ekonomi dicapai tanpa beban hutang luar negeri yang berat
6. Tingkat inflasi tidak tinggi
7. Penyusutan sumber daya ekonomi yang tidak dapat diperbaharui tidak tinggi
Universitas Sumatera Utara
8. Kerusakan ekosistem yang dapat membahayakan kehidupan tidak terjadi.
Di samping hal-hal di atas, harus terpenuhi pula hal-hal sebagai berikut, yakni telah terwujudnya tingkat solidaritas keluarga dan sosial yang tinggi terhadap
tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah terhadap anak-anak, usia lanjut, orang sakit, orang-orang lemah, fakir miskin, keluarga bermasalah, janda-
janda, penanggulangan kenakalan remaja, kriminalitas, dan kekacauan sosial serta pertikaian menyangkut SARA.
http:mail.yahoo.com
Untuk mencapai konsep kesejahteraan tersebut, setiap orang baik sebagai anggota masyarakat atau dunia usaha, maupun sebagai bagian dari organisasi
pemerintahan diharuskan mengorbankan kepentingan pribadi demi memenuhi kemaslahatan sosial di lingkungan keluarga, dalam dunia usaha, hidup bermasyarakat,
atau di dalam bidang pemerintahan. Selama maksimalisasi kekayaan dan konsumsi adalah satu-satunya tujuan, maka pengorbanan tidak akan ada artinya.
Paradigma Baru Pembangunan Kesejahteraan Sosial Menurut Soetarso 2000 : 3 – 5 adalah sebagai berikut:
a. Dari pelayanan yang berorientasi masalah menjadi pelayanan yang
berorientasi pada HAM yang berkeadilan sosial. b.
Dari pelayanan berskala kecil atau klinis menjadi pelayanan berskala besar atau struktural sesuai dengan hakekat masalah sosial di Indonesia.
c. Dari pelayanan residual yang diarahkan pada sisa – sisa persoalan
kemasyarakatan dan bersifat reaktif jangka pendek menjadi pelayanan pemberdayaan yang bersifat proaktif – antisipatif jangka panjang.
d. Dari pelayanan sentralistik yang kurang memperhatikan keunikan daerah
dengan nilai sosial budaya yang beragam, menjadi pelayanan desentralis
Universitas Sumatera Utara
otonomi daerah yang mengedepankan potensi dan sistem sumber komunitas setempat.
e. Dari pelayanan dengan pendekatan birokratis, mejadi pelayanan yang
berorientasi ke masyarakat dengan pendekatan holistic integrative. f.
Dari pelayanan yang berorientasi target, menjadi pelayanan yang berorientasi pencapaian fungsional berdasarkan pendekatan profesional.
g. Dari pelayanan yang berdasarkan mobilisasi yang sifatnya instruktif otoritas
menjadi pelayanan yang berdasarkan partisipatif yang mengedapankan tanggung jawab sosial masyarakat.
h. Dari pelayanan yang berlandaskan pembinaanperan pemerintah, menjadi
pelayanan berlandaskan kemitraan dengan mengedepankan kemampuan dan peran aktif masyarakat.
i. Dari pelayanan yang berorientasikan modal ekonomi berupa kucuran dana dari
pemerintah, menjadi pelayanan yang berorientasi modal sosial yang mengedepankan mekanisme jaminan sosial masyarakat.
j. Dari pelayanan yang berintikan orientasi reaktif penyelamatan dan
pemulihan, menjadi pengembangan jaringan hubungan sosial masyarakat yang responsive – antisipatif dan berkemampuan dalam menghadapi berbagai
perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
29
29
BAB III HASIL PENELITIAN
PADA PT. INALUM BATU BARA
A. Sejarah Singkat Perusahaan
Gagasan untuk mengolah tenaga air sungai Asahan sebagai pembangkit listrik telah dimulai sejak tahun 1908. pada tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda mengadakan
studi kelaikan proyek dan pada tahun 1939 perusahaan Belanda, MEWA memulai pembanguna PLTA Siguragura, namun dengan pecahnya Perang Dunia II proyek ini
tidak dapat diteruskan. Tahun 1962, pemerintah Indonesia dan Rusia USSR menandatangani perjanjian
kerjasama untuk mengadakan studi kelaikan tentang pembangunan proyek Asahan, tetapi kondisi politik dan ekonomi tahun 1966 telah menyebabkan proyek ini gagal. Tahun
1968, Nippon Koei, perusahaan konsultan Jepang menyerahkan laporan kelaikan interim proyek Aluminium Asahan, disusul dengan laporan mengenai Power Development
Project. Pada tahun 1970, dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian antara
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik PUTL dengan Nippon Koei tentang perencanaan dan penelitian. Laporan akhir diserahkan pada tahun 1972 yang menyatakan
bahwa PLTA Asahan, laik dibangun dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama listrik yang dihasilkan. Tahun 1972, pemerintah Indonesia
menyelenggarakan pelelangan untuk membangun pabrik peleburan aluminium dan PLTA sebagai satu paket Penanaman Modal Asing. Tetapi hingga pelelangan ditutup pada tahun
1973, tidak satu pun yang menyerahkan penawarannya karena proyek ini membutuhkan investasi yang sangat besar.
Universitas Sumatera Utara
30
30 Tanggal 7 juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan yang
panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan aluminium Asahan. Dan
pada bulan November 1975, dua belas perusahaan penanam modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co.,Ltd. NAA
Co.,Ltd yang 50 sahamnya dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah jepang. Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium PT
Inalum di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan pengawasan atas
pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI mengeluarkan KEPPRES No. 51976 tentang Pembentukan Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan
Proyek Asahan. Pada tanggal 20 januari 1982, Presiden Soeharto yang datang bersama pejabat tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama pabrik peleburan
aluminium PT Inalum di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai ”Impian yang menjadi kenyataan.”
Pada tanggal 14 oktober 1982 dilakukan ekspor perdana produksi PT Inalum ke Jepang dan Indonesia pun menjadi salah satu pengekspor batangan aluminium di dunia.
B. Organisasi Perusahaan 1. Bentuk organisasi