Serum Transferrin receptor sTfR

7

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Serum Transferrin receptor sTfR

Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua monomer yang identik, berat molekul sekitar 90 kDa, dimana tiap monomer dihubungkan oleh ikatan 2 sulfida pada Cys89 dan Cys98. Reseptor ini memiliki region sitoplasmik NH2-terminal residu 1- 67, single transmembrant pass residu 68-88 dan bagian ektraseluler yang besar ektodomain, residu 89-760. 19,20,21 Ektodomain larut dan mengandung satu site yang sensitif trypsin, dan mengandung s ite untuk berikatan dengan transferin. sTfR disintesa di retikulum endoplasma. 19 Domain ekstraseluler memiliki tiga posisi N-linked glycosilation pada Asn251, Asn317 dan Asn727 dan posisi O-linked glycosilation pada Thr104. Posisi ini sangat penting untuk fungsi sTfR. 19 Ektodomain merupakan homodimer yang berbentuk seperti kupu- kupu. Tiap monomer terdiri dari tiga domain globular yang berbeda, yaitu protease-like , apical dan helical domain , membentuk cleft lateral sehingga dapat berikatan dengan molekul transferin. 19,20,22 Ektodomain dipisahkan dari membran oleh sebuah tangkai. Transferrin receptor berikatan dengan dua molekul transferin dengan affinitas yang bervariasi. Protein dalam bentuk diferik memiliki affinitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk monoferik dan bentuk apo. 19 Universitas Sumatera Utara 8 Transferin receptor diekspresikan pada semua sel yang berinti seperti sel erytroid, hepatosit, sel intestinal, monosit makrofag, otak , blood brain barrier , tetapi dalam jumlah yang berbeda. Pada sel yang membelah dengan cepat dapat dijumpai 10.000 sampai 100.000 molekul per sel, sebaliknya ekspresi TfR pada sel yang tidak berproliferasi sagat rendah bahkan sering tidak dapat dideteksi. 19 Jumlah TfR berbeda selama maturasi seri erytroid, mencapai puncaknya pada normoblast polikromatofilik. Jumlah paling sedikit dijumpai pada burst-forming unit-erythroid cells , dan sedikit meningkat pada colony- forming unit-erythroid cells . Pada setiap sel normoblast basofilik dijumpai 300.000 reseptor dam meningkat mencapai 800.000 pada tiap sel normoblast polikromatofilik. Tingkat uptake besi secara langsung berhubungan dengan jumlah reseptor. Jumlah TfR berkurang pada retikulosit, dimana sel erythroid melepaskan sisa TfR melalui eksosotosis dan proteolisis. Jumlah reseptor yang lepas dapat dijumpai pada plasma dalam konsentrasi tertentu yang berhubungan dengan laju erythropoesis. Peningkatan sTfR merupakan indikator yang sensitif untuk massa erytroid dan defisiensi besi jaringan. 6 Kadar sTfR berubah selama ontogenesis, meningkat pada umur 20-42 minggu kehidupan fetal. Pada saat lahir kadar sTfR dua kali lebih tinggi dari pada usia dewasa. 23 Anak usia satu tahun memiliki nilai sTfR sedikit lebih tinggi dibandingkan usia dewasa. 23,24 Nilai sTfR tidak ada Universitas Sumatera Utara 9 korelasi dengan usia 19-79 tahun dan tidak ada perbedaan antara laki- laki dan perempuan atau perempuan pre dan post menopause. 23,24 Pada anemia defisiensi besi nilai sTfR meningkat 3-5 kali lipat dibandingkan orang normal. Kandungan besi tubuh pada orang yang dilakukan phlebotomy secara kuantitatif menjadi berkurangnya, tetapi sTfR masih relatif stabil dalam batas normal sampai cadangan menjadi kosong. Pada saat kompartemen besi semakin deplesi, nilai sTfR meningkat secara progresif berbanding terbalik dengan tingkat defisit besi. Keadan ini mencerminkan peningkatan besar reseptor yang diekspresikan tiap sel pada defisiensi besi. 25 Feritin serum mempunyai keterbatasan dalam menilai status besi pada anak-anak, masa pertumbuhan, kehamilan dan atlet, karena cadangan besi biasanya berkurang pada masa ini. Karena faktor-faktor lain yang mempengaruhi dapat terjadi peningkatan palsu kadar feritin, sehingga konsentrasi sTfR merupakan penilaian yg baik. Kerusakan lever akut dan inflamasi tidak mempunyai efek terhadap pengukuran kadar sTfR. Maka sTfR dapat membedakan anemia karena penyakit kronis dan inflamasi. Sebelum pemeriksaan sTfR dikembangkan hanya evaluasi sumsum tulang untuk pewarnaan besi merupakan pemeriksaan yang reliabel untuk membedakannya ADB dan APK. Pada keadaan dijumpai kombinasi ADB dan APK, dengan pemeriksaan sTfR diketahui defisit besi fungsional. 19 Universitas Sumatera Utara 10 Serum transferrin receptor meningkat pada keadaan aktivitas erytripoesis sumsum tulang yang meningkat meskipun tidak dijumpai deplesi besi fungsional yaitu anemia hemolitik atau inefektif eritropoesis seperti pada anemia megaloblastik, myelodisplasia, dan talasemia mayor. Pada keadaan yang disebut di atas nilai feritin serum normal atau meningkat. Pada anemia hemolitik dijumpai retikulositosis dan nilai MCV normal atau meningkat. Anemia megaloblastik dan myelodisplasia pada umumnya terjadi peningkatan MCV. 19 Konsentrasi sTfR tetap normal pada APK. Ratio sTfR terhadap feritin merupakan perkiraan kuantitatif jumlah besi di tubuh, dan indeks sTfR-F secara langsung berbanding dengan jumlah cadangan besi. Dengan menggunakan indeks sTfR-F, pemeriksaan pewarnaan sumsum tulang dengan prussian blue besidapat berkurang pada pasien inflamasi kronik untuk mengetahui apakah terdapat defisiensi. 20 Dengan pemeriksaan feritin dan sTfR dapat dihasilkan nilai indeks sTfR-F yaitu rasio sTfRlog feritin. Rasio ini sangat baik untuk mengestimasi cadangan besi. Cut-off untuk indeks sTfR–F adalah 1,5. Pada ADB indeks sTfR–F lebih besar dari 1,5, dan pada APK lebih kecil dari 1,5. 6

2.2. Anemia defisiensi besi