Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan
B. Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan
1. Kewajiban perawat sebagai tenaga kesehatan
a. Perawat wajib memiliki :
1) Sertifikat Kompetensi (SK) ; sebagai bukti memiliki kompetensi standar sesuai level pendidikannya, sebagai dasar memperoleh STR
2) Surat Tanda Registrasi (STR) ; sebagai bukti telah teregistrasi secara hukum sebagai dasar pengajuan SIP
3) Surat Ijin Perawat (SIP) ; sebagai bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh wilayah Indonesia.
4) Surat Ijin Kerja (SIK) ; sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktek keperawatan di sarana kesehatan
5) Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP) ; sebagai bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek perawat perorangan atau kelompok
b. Perawat wajib menghormati hak-hak pasien.
c. Perawat wajib merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Perawat wajib memberikan informasi kepada pasien keluarga yang sesuai batas kewenangan perawat.
f. Perawat wajib meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh perawat sesuai dengan kondisi pasien baik secara tertulis maupun secara lisan.
g. Perawat wajib mencatat semua tindakan keperawatan (dokumentasi asuhan keperawatan) secara akurat sesuai peraturan dan SOP yang berlaku.
h. Mematuhi standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik profesi keperawatan
i. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan dan kesehatan secara terus menerus.
j. Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa pasien sesuai
batas kewenangan dan SOP. k. Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat l. Mentaati semua peraturan perundang-undangan m. Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun
dengan anggota tim kesehatan lain. n. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk
berhubungan dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan dan standar profesi yang ada.
o. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk
menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu klien yang lainnya.
p. Perawat didalam melakukan praktik mandiri dan atau berkelompok di
wajibkan untuk membantu program pemerintah.
2. Peraturan yang mengatur kewajiban perawat
a. Permenkes 148 Tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, pasal 8, 9, 10, 12
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 32
c. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, pasal
37 dan 38
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, pasal 26, pasal 58, 59, 60, 61, 62, pasal 66, pasal 70, pasal 73.
3. Sanksi jika perawat tidak memenuhi kewajiban
kewajibannya sebagai
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan tiga (3) bentuk pembidangan hukum yakni :
a. Pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH-Perdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan ketentuan Pasal 1239 KUH-Perdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat) prinsip sebagai berikut:
1) Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi independennya yang mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggungjawabnya secara mandiri.
2) Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious liability atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi dalam menjalankan fungsi interdependen perawat akan melahirkan bentuk pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah perintah dokterrumah sakit, maka perawat akan bersama-sama bertanggungjawab atas kerugian yang menimpa pasien.
3) Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming (perbuatan mengurus kepentingan orang lain dengan tidak diminta oleh orang itu untuk mengurusi kepentingannya) berdasarkan Pasal 1354 BW.
4) Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus 4) Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus
Perlindungan hukum dalam tindakan zaakwarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No. 148 Tahun 2010. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum apabila tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal 10 tersebut. Gugatan berdasarkan wanprestasi seorang perawat akan dimintai pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi yaitu:
1) Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas dan kewenangan sesuai dengan fungsi, peran, maupun tindakan keperawatan.
2) Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian pada pasien. Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu sampai penuh. Sehingga dari tindakan tersebut mengakibatkan pasien mengalami infeksi saluran kencing (ISK) dari kuman yang berasal dari urine yang tidak dibuang.
3) Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari, tidak siap tanggap menjaga pasien rawat inap yang dalam penjagaan dan tanggungjawabnya di malam hari hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.
4) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, menyuntik pasien tanpa kehati-hatian asal obat masuk saja, tanpa mempertimbangkan efek pemberian yang terlalu cepat 4) Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, menyuntik pasien tanpa kehati-hatian asal obat masuk saja, tanpa mempertimbangkan efek pemberian yang terlalu cepat
Apabila seorang perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka pertanggungjawaban itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan sesuai personal liability.
b. Hukum pidana Pertanggungjawaban secara hukum pidana seorang perawat baru dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut;
1) Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum ; dalam hal ini apabila perawat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasal 8 Permenkes No. 1482010,
2) Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien,
3) Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan (culpa),
4) Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar.
c. Hukum administrasi Secara prinsip, pertanggungjawaban hukum administrasi lahir karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi terhadap penyelenggaraan praktik perawat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Permenkes No. 1482010 telah memberikan ketentuan administrasi yang wajib ditaati perawat yakni:
1) Surat Izin Praktik Perawat bagi perawat yang melakukan praktik mandiri.
2) Penyelengaraan pelayanan kesehatan berdasarkan kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dengan pengecualian Pasal 10.
3) Kewajiban untuk bekerja sesuai standar profesi. Ketiadaan persyaratan administrasi di atas akan membuat perawat rentan terhadap gugatan malpraktik. Ketiadaan SIPP dalam menjalankan penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan sebuah administrative malpractice yang dapat dikenai sanksi hukum. Ada dua ketentuan tentang kewajiban izin tersebut untuk perawat yang bekerja di sebuah RS :
1) Pada UU Kesehatan dan UU RS disebutkan bahwa RS dilarang mempekerjakan karyawantenaga profesi yang tidak mempunyai surat izin praktik.
2) Sementara dalam Permenkes No. 1482010 SIPP bagi perawat yang bekerja di RS (disebutkan dengan istilah fasilitas yankes di luar praktik mandiri) tidak diperlukan.
Bentuk sanksi administrasi yang diancamkan pada pelanggaran hukum administrasi ini adalah teguran lisan, teguran tertulis, dan pencabutan izin.