ANALISA KEBIJAKAN KESEHATAN DALAM PELAYA

PELAYANAN KEPERAWATAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah MANAJEMEN STRATEGI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN

  Dosen : Dr. UNTUNG SUJIANTO, S.Kp., M.Kes.

Oleh :

  1. Kusnadi Jaya

  NIM. 22020114410044

  2. Wiwin Nur Aeni

  NIM. 22020114410050

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Sistem kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan pembangunan kesehatan. Sistem kesehatan memiliki tujuan untuk dapat menilai dan fokus memberikan kemanfaatan kepada mayarakat. Manfaat yang diberikan didistribusikan dengan adil. Sektor kesehatan memiliki peran yang sangat penting karena mampu menyerap banyak sumber daya dan pembangkit perekonomian melalui inovasi dan investasi di bidang teknologi medis atau produksi dan penjualan obat-obatan, atau dengan menjamin populasi yang sehat dan produktif secara ekonomi.

  Keperawatan adalah bagian integral dari kesehatan. Keperawatan sebagai sebuah profesi telah mengalami berbagai perkembangan ketika profesi ini berusaha untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan mencoba menyetarakan diri pada MEA mendatang. Keperawatan dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi perlu melakukan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dilakukan agar eksistensi dan profesionalitas organisasi keperawatan beserta administrasi dan pendukungnya dapat berjalan terus dengan lancar.

  Perawat sebagai salah satu jenis tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung .

  Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasienklien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasienklien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan

  Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya.

  Sebagai bagioan integral dari pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan berfokus pada bio, psiko, sosial dan spiritual yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sasaran pelayanan keperawatan adalah manusia, maka dalam memberikan pelayanan perawat harus benar-benar memperhatikan faktor etika dan hukum karena sejalan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat semakin faham akan hak-hak individu, kebebbasan dalam memberikan dan mengemukakan pendapat dan tanggung jawab dalam melindungi hak yang dimiliki. Kemajuan dan teknologi serta dampaknya terhadap kehidupan sosial, politik dan ekonomi membuat semakin tingginya perhatian pada dimensi etika praktik asuhan keperawatan (Gold, Chambers dan Dovrak, 1995)

  Etika dan aturan hukum bagi perawat merupakan pedoman untuk perawat yang digunakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan etis baikdalam area praktik, pendidikan, administrasi maupun penelitian. Etika Keperawatan menghasilkan informasi tentang moral, perawat yang peka terhadap masalah yang dihadapi, perawat yang bertanggung gugat dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan etis dalam praktik Etika dan aturan hukum bagi perawat merupakan pedoman untuk perawat yang digunakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan etis baikdalam area praktik, pendidikan, administrasi maupun penelitian. Etika Keperawatan menghasilkan informasi tentang moral, perawat yang peka terhadap masalah yang dihadapi, perawat yang bertanggung gugat dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan etis dalam praktik

  Pengambilan keputusan merupakan suatu hasil atau keluaran dari proses mental yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final baik itu berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan. Pengambilan keputusan dilakukan oleh seorang manajer termasuk juga perawat dalam konteks pengelolaan asuhan keperawatan kepada pasien. Kegiatan pembuatan keputusan meliputi pengindentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi terhadap alternatif-alternatif tersebut, dan pemilihan alternatif keputusan yang terbaik. Kemampuan seorang perawat dalam membuat keputusan dapat ditingkatkan apabila ia mengetahui dan menguasai teori dan teknik pembuatan keputusan. Peningkatan kemampuan perawat dalam pembuatan keputusan diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuatnya, sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi profesi keperawatan. Untuk dapat mengambil keputusan dengan etis dan legal maka seorang perawat harus memahami kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi praktek profesionalnya.

  Kebijakan merupakan pilihan yang didasari pemikiran akal budi untuk kepentingan tertentu. Hal ini menjelaskan bahwa kebijakan bukanlah suatu keputusan melainkan bahan dalam pengambilan keputusan. Berbeda halnya dengan kebijaksanaan dimana kebijaksanaan diartikan sebagai kepandaian menggunakan akal budi. Pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan kematian dan keselamatan, sehingga kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial lainnya. Kesehatan juga dipengaruhi sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan layanan kesehatan, seperti kemiskinan yang mempengaruhi kesehatan, sama halnya dengan polusi, atau sanitasi yang buruk. Kesehatan pula diperngaruhi oleh Kebijakan merupakan pilihan yang didasari pemikiran akal budi untuk kepentingan tertentu. Hal ini menjelaskan bahwa kebijakan bukanlah suatu keputusan melainkan bahan dalam pengambilan keputusan. Berbeda halnya dengan kebijaksanaan dimana kebijaksanaan diartikan sebagai kepandaian menggunakan akal budi. Pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan kematian dan keselamatan, sehingga kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial lainnya. Kesehatan juga dipengaruhi sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan layanan kesehatan, seperti kemiskinan yang mempengaruhi kesehatan, sama halnya dengan polusi, atau sanitasi yang buruk. Kesehatan pula diperngaruhi oleh

  Hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan sangat penting dan memiliki korelasi yang sangat erat. Kebijakan kesehatan memungkinkan untuk penyelesaian masalah kesehatan terutama yang terjadi pada saat ini, sekaligus memahami bagaimana perekonomian dan kebijakan lain berimplikasi pada kesehatan. Kebijakan kesehatan dapat memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan dikembangan dan digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis obat yang dapat dibeli secara bebas. Pemimpin keperawatan perlu menganalisa kebijakan kesehatan sebagai sehingga memunculkan berbagai saran, sedalam dan seluas apapun analisa kebijakan dimaksudkan untuk menghasilkan beberapa pilihan keputusan. Analisa kebijakan bertujuan untuk menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan yang berdasar pada pemecahan masalah kepada para pembuat keputusan dalam hal keperawatan. Karena itulah dalam makalah ini kami tertarik untuk membahas tentang “Kebijakan

  Kesehatan Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Keperawatan”

B. Tujuan Penulisan

  1. Tujuan umum Memahami salah satu kebijakan keperawatan dalam pelayanan kesehatan.

  2. Tujuan khusus

  a. Mendeskripsikan konsep teori kebijakan kesehatan

  b. Mengidentifikasi produk-produk kebijakan kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan

  c. Mengidentifikasi implikasi dari produk-produk kebijakan kesehatan terhadap praktik keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sistem Kesehatan

  Sistem Kesehatan menurut WHO adalah semua kegiatan yang tujuan utamanya untuk meningkatkan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Cakupannya meliputi Formal Health services yang mencakup pula promosi kesehatan, pelayanan kesehatan oleh tenaga medik profesional, pengobat tradisional, pengobatan alternatif. Pendekatan Sistemik yang biasa digunakan ada dua cara yaitu identifikasi komponen pembentuk sistem dan menganalisis interconnection, saling keterkaitan antar komponen dalam pola tertentu. Fungsi dalam sistem kesehatan (WHO 2000) meliputi regulasistewardship, pembiayaan, pelaksanaan kegiatan kesehatan, dan pengembangan SDM dan sumber daya lain

  Tujuan dan indikator sistem kesehatan menurut Roberts dkk (2007), antara lain status kesehatan, perlindungan resiko, dan kepuasan publik, sebagai berikut penjelasannya:

1. Status kesehatan

  a. Secara tradisional ukuran status kesehatan: AKB, AKI, dan AKBA

  b. Akhir ‐akhir ini: berkaitan dengan beban penyakit (misalnya DALY) mencakup morbiditas maupun mortalitas

  c. Penyakit kronis yang semakin meningkat menjadi beban baru bagi sistem pelayanan kesehatan.

  d. Kelayakan juga penting—apa yang bisa dilakukan (nilai tolok ukur)

2. Kepuasan masyarakat

  a. Dapat diukur melalui survei penduduk yang dirancang baik

  b. Secara tipikal dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, akses dan pembayaran tunai

  c. Bisa sesuai atau tidak sesuai dengan pelayanan yang costeffective misalnya, pasien meminta resep yang tidak cocok)

  d. Juga terkait dengan pertimbangan pemerataan

3. Perlindungan terhadap risiko

  a. Setiap tahunnya, ada sebagian penduduk yang mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi

  b. Tanpa perlindungan, bisa jatuh miskin atau mendapat pelayanan yang kurang

  c. Masalahnya menjadi lebih buruk bagi mereka yang berpenghasilan rendah

  d. Dapat dihindari melalui asuransi atau sektor publik yang efektif dan hampir bebas biaya.

B. Pengertian Kebijakan Kesehatan

  Kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan (Policy) diartikan juga sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu. Kebijakan Publik (Public Policy) merupakan kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau Negara. Kebijakan Kesehatan (Health Policy) ialah segala sesuatu untuk mempengaruhi faktor – faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang kesehatan. Kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala arah tindakan (dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan.

  Kebijakan kesehatan mencakup sektor publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Para pengkaji kebijakan kesehatan juga menaruh perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari organisasi di luar sistem kesehatan yang memiliki dampak pada kesehatan karena kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor penentu diluar system kesehatan. Sama halnya dengan beragam definisi kebijakan kesehatan, ada banyak gagasan mengenai pengkajian kebijakan kesehatan beserta penekanannya: seorang ahli ekonomi mungkin berpendapat bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang Kebijakan kesehatan mencakup sektor publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Para pengkaji kebijakan kesehatan juga menaruh perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari organisasi di luar sistem kesehatan yang memiliki dampak pada kesehatan karena kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor penentu diluar system kesehatan. Sama halnya dengan beragam definisi kebijakan kesehatan, ada banyak gagasan mengenai pengkajian kebijakan kesehatan beserta penekanannya: seorang ahli ekonomi mungkin berpendapat bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu tentang

  a. Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara

  b. Kesehatan mempunyai posisi yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya

  c. Kesehatan dapat dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan (misal: kemiskinan, polusi)

  d. Memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan

C. Pengertian Analisis Kebijakan Kesehatan

  Analisa adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya. Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternative yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternative yang bermuara kepada keputusan tentang alternative terbaik. Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: Kebijakan Kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya.

  Konsep dari analisis kebijakan kesehatan adalah “What The Goverment Do Or Not To Do”, artinya segala keputusan yang pemerintah lakukan atau tidak dilakukan dalam bidang kesehatan berdasarkan atas kemanfaatan masyarakat di bidang kesehatan (Anne,2012).

D. Berbagai Produk Kebijakan Kesehatan Terkait Pelayanan Keperawatan

1. Kebijakan Tingkat UUD 1945

  UUD 1945 pasal 28H ayat 1 : setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Kebijakan pada tatanan undang-undang

  a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 Tentang Tenaga Kesehatan UU ini sebenarnya memisahkan bidan dna perawat sebagai nakes yang berbeda. Fisioterapi masih menjadi bagian dari keperawatan. Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan pekerjaannya dibawah pengawasan dokterdokter-gigiapotekersarjana lain (pasal 8).

  b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Tidak mengatur secara spesifik tentang kriteria tenaga kesehatan, sebab akan diturunkan dalam Peraturan Pemerintah. UU ini terkesan tidak fokus dan hanya menyebutkan pokok-pokoknya saja. Namun demikian, UU ini memberikan penegasan tentang sanksi pidana terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan tanpa ijin, baik ijin sebagai tenaga kesehatan maupun ijin operasional. Selain itu UU ini juga lebih banyak berfokus pada masalah tranplantasi organ dalam praktik kedokteran. Khusus tentang tenaga kesehatan diuraikan dalam PP Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. UU hanya mengatur tentang syarat-syarat menjadi tenaga kesehatan.

  c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Penjelasan tentang tenaga kesehatan sudah dibuat lebih spesifik. Pelayanan kesehatan sudah dikategorikan pada level pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian dapat

  diidentifikasi area kewenangan perawat dalam konteks upaya kesehatan. UU ini juga secara spesifik sudah menjabarkan hak-hak masyarakat terhadap kesehatan dan tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat atas kesehatan. terkait dengan tenaga kesehatan, UU ini sudah memberikan kualifikasi minimum seorang tenaga kesehatan dan bagaimana mekanisme pengelolaan tenaga kesehatan (pasal 21-29). Kriteria pelayanan kesehatan juga sudah dibahas dengan jelas dalam pasal 30-35, termasuk area kerja dari masing-masing sarana pelayanan kesehatan. Cakupan upaya kesehatan juga sudah diperluas dengan menambahkan masalah keluarga berencana, kesehatan bencana, pelayanan darah, pengamanan zat aditif serta bedah mayat. Terkait dengan penjaminan mutu, UU ini mewajibkan pemerintah menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan untuk memastikan praktek pelayanan yang aman dan menjamin keselamatan pasien (pasal 52-55). UU ini juga membahas tentang persetujuan maupun penolakan tindakan medis dan kewajiban menjaga rahasia kedokteran bagi tenaga kesehatan. Konsekwensinya bagi perawat adalah pasien juga berhak memberikan persetujuan ataupun penolakan terhadap tindakan keperawatan. Tetapi dalam kenyataannya hal ini tidak pernah dibahas secara spesifik tentang bagaimana mekanisme persetujuan dan penolakan tindakan keperawatan. Selain itu perawat yang melakukan praktek asuhan keperawatan di sarana kesehatan manapun juga memiliki konsekwensi untuk menjaga rahasia kedokteran. Secara khusus dalam BAB XVII dijelaskan bahwa harus dibentuk Badan Pertimbangan Kesehatan (pasal 175-177). Tetapi dalam kenyataannya sampai sekarang badan independen ini belum terbentuk. Ketentuan pidana telah dispesifikkan pemberian sanksi bagi lembaga danatau tenaga kesehatan yang tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien gawat darurat (pasal 190), sanksi bagi

  penyelenggara pelayanan tradisional tanpa ijin (pasal 191), memperjualbelikan organ tubuh (pasal 192), bedah plastik dan rekonstruksi untuk merubah identitas (pasal 193), aborsi tidak sesuai ketentuan (pasal 194), memperjualbelikan darah (pasal 195), memproduksimengedarkan sediaan farmasi danatau al-kes tidak sesuai standar dan tidak memiliki ijin edar (pasal 196-197), praktik kefarmasian tanpa kewenangan (pasal 198), peringatan bahaya kesehatan pada kemasan rokok (pasal 199), dan sanksi bagi pihak- pihak yang menghalangi pemberian ASI (pasal 200). Khusus pasal 198 tentang praktek kefarmasian, pernah digunakan sebagai pasal pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman pada perawat Misran (Kalimantan Timur) karena melakukan pemberian obat tanpa ijin, meskipun pada tingkat banding di MA pasal ini dianulir oleh klausul bahwa hal tersebut dilakukan karena pertimbangan kegawatdaruratan dan tidak ada tenaga kesehatan yang berwenang di wilayah tersebut.

  d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Memberikan arah kebijakan pelaksanaan pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2025 termasuk bidang kesehatan. Hal ini memberikan panduan dalam pengembangan keperawatan secara umum sebagai bagain integral dari sistem kesehatan. Selain itu Puskesmas wajib melaksanakan promosi kesehatan, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Hal ini juga berlaku bagi tenaga keperawatan.

  e. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit UU ini termasuk UU yang mengecilkan arti penting keperawatan dalam rumah sakit sebab dalam UU ini Komite Keperawatan tidak lagi dijadikan sebagai organ yang menjadi persyaratan pendirian Rumah Sakit (pasal 33) padahal Komite Keperawatan sudah diatur sebelumnya dengan Kepmendagri Nomor 1 Tahun 2000. Termasuk e. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit UU ini termasuk UU yang mengecilkan arti penting keperawatan dalam rumah sakit sebab dalam UU ini Komite Keperawatan tidak lagi dijadikan sebagai organ yang menjadi persyaratan pendirian Rumah Sakit (pasal 33) padahal Komite Keperawatan sudah diatur sebelumnya dengan Kepmendagri Nomor 1 Tahun 2000. Termasuk

  f. Undang –Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Undang-undang ini secara khusus mengatur tentang tenaga kesehatan. Pada pasal 8 disebutkan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari nakes dan asisten nakes. Selain itu, tenaga fisioterapi sudah dipisahkan dari keperawatan. Dalam pasal 9 disebutkan bahwa kualifikasi minimum pendidikan tenaga kesehatan adalah Diploma III kecuali Tenaga Medis. Sedangkan asisten tenaga kesehatan memiliki kualifikasi pendidikan setingkat SMK (pasal 10). Selanjutnya dalam pasal 11 diuraikan tentang kategorisasi masing-masing tenaga kesehatan. UU ini juga menuntut adanya Konsil Tenaga Kesehatan untuk peningkatan mutu dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (pasal 34). Dalam pasal 37, dijelaskan bahwa penjaminan mutu oleh Konsil dilaksanakan melalui kegiatan : a) registrasi tenaga kesehatan; b) pembinaan praktik; c) menyusun standar pendidikan tinggi tenaga kesehatan; d) Standar Praktik dan Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan; dan e) penegakan disiplin praktek tenaga kesehatan. Hingga saat ini Konsil Keperawatan belum terbentuk dan masalah registrasi untuk saat ini ditangani oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). Dalam UU ini juga diatur tentang praktik mandiri dan tata caranya. Termasuk kewajiban memasang papan nama bagi tenaga kesehatan yang praktik mandiri, termasuk perawat. Tetapi ada pembatasan tempat praktek bahwa SIP hanya berlaku pada 1 tempat (pasal 48). Juga diatur hak dan kewajiban tenaga kesehatan, mekanisme pelimpahan wewenang, dan standar-standar yang f. Undang –Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Undang-undang ini secara khusus mengatur tentang tenaga kesehatan. Pada pasal 8 disebutkan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari nakes dan asisten nakes. Selain itu, tenaga fisioterapi sudah dipisahkan dari keperawatan. Dalam pasal 9 disebutkan bahwa kualifikasi minimum pendidikan tenaga kesehatan adalah Diploma III kecuali Tenaga Medis. Sedangkan asisten tenaga kesehatan memiliki kualifikasi pendidikan setingkat SMK (pasal 10). Selanjutnya dalam pasal 11 diuraikan tentang kategorisasi masing-masing tenaga kesehatan. UU ini juga menuntut adanya Konsil Tenaga Kesehatan untuk peningkatan mutu dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (pasal 34). Dalam pasal 37, dijelaskan bahwa penjaminan mutu oleh Konsil dilaksanakan melalui kegiatan : a) registrasi tenaga kesehatan; b) pembinaan praktik; c) menyusun standar pendidikan tinggi tenaga kesehatan; d) Standar Praktik dan Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan; dan e) penegakan disiplin praktek tenaga kesehatan. Hingga saat ini Konsil Keperawatan belum terbentuk dan masalah registrasi untuk saat ini ditangani oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). Dalam UU ini juga diatur tentang praktik mandiri dan tata caranya. Termasuk kewajiban memasang papan nama bagi tenaga kesehatan yang praktik mandiri, termasuk perawat. Tetapi ada pembatasan tempat praktek bahwa SIP hanya berlaku pada 1 tempat (pasal 48). Juga diatur hak dan kewajiban tenaga kesehatan, mekanisme pelimpahan wewenang, dan standar-standar yang

  g. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan UU ini secara khusus mengatur tentang keperawatan, perawat, praktek perawat, pendidikan keperawatan, serta penjaminan mutu keperawatan. UU Keperawatan tidak menyebutkan adanya asisten perawat. UU ini mewajibkan dilaksanakannya uji kompetensi bagi mahasiswa keperawatan yang akan lulus, untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang mengacu pada standar kompetensi kerja. Terkait masalah praktek juga sudah diatur syarat dan mekanisme pengajuan dan perpanjangan STR dan ijin praktek perawat, termasuk perawat lulusan luar negeri yang akan praktek di Indonesia. Secara khusus, UU juga sudah mengatur kewajiban dan wewenang perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan. Termasuk mekanisme pelimpahan wewenang secara delegasi dan mandat serta organisasi profesi. Terkait pengembangan cabang ilmu disiplin keperawatan dan standar pendidikan tinggi keperawatan maka harus dibentuk Kolegium Keperawatan, dan untuk penjaminan mutu praktik keperawatan serta memberikan kepastian hukum bagi perawat yang melaksanakan praktik maka dibentuk Konsil Keperawatan (tahun 2016). Perawat lulusan SPK diberikan kesempatan meningkatkan jenjang pendidikan menjadi D-III hingga 6 tahun setelah UU diundangkan (tahun 2020).

3. Kebijakan pada tatanan Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden

  a. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan Merupakan peraturan turunan dari UU 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. dalam PP ini tenaga kesehatan terdiri dari : tenaga medis; tenaga keperawatan; tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; tenaga gizi; tenaga keterapian fisik; dan tenaga keteknisian medis. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun dalam UU 362014 Bidan sudah dipisahkan sebagai kategori nakes tersendiri. Masalah perlindungan hukum dan pembinaan tenaga kesehatan juga telah dimasukkan dalam UU Nakes.

  b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Peraturan ini mewajibkan semua tenaga kesehatan wajib menyimpan rahasia yang berkaitan dengan pasien dan penyakitnya sebagai bagian dari rahasia jabatan. Membocorkan rahasia medis dapat dikenakan sanksi pidana meskipun tidak diadukan. Kewajiban ini juga berlaku terhadap para mahasiswa pendidikan kesehatan.

  c. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungional. Perawat sebagai jabatan fungsional bagi PNS berhak mendapatkan tunjangan jabatan fungsional yang disebut tunjangan perawat. Dan diberikan setiap bulan. Besarnya tunjangan untuk perawat adalah sebagai berikut :

  1 Perawat Ahli

  Perawat Madya

  Rp. 715.000,-

  Perawat Muda

  Rp. 495.000,-

  Perawat Pertama

  Rp. 253.000,-

  2 Perawat

  Perawat Penyelia

  Rp. 440.000,-

  Terampil

  Perawat Pelaksana Lanjutan

  Rp. 242.000,-

  Perawat Pelaksana

  Rp. 197.000,-

  Perawat Pelaksana Pemula

  Rp. 183.000,- Rp. 183.000,-

  e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai amanat Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, diperlukan dukungan dana untuk operasional pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan. Fasilitas kesehatan disebut sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, danatau masyarakat. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, danatau pelayanan kesehatan lainnya. Pengelolaan Dana Kapitasi BPJS merupakan tata cara penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan. Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai amanat Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, diperlukan dukungan dana untuk operasional pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan. Fasilitas kesehatan disebut sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, danatau masyarakat. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, danatau pelayanan kesehatan lainnya. Pengelolaan Dana Kapitasi BPJS merupakan tata cara penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan. Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang

4. Kebijakan pada tatanan Peraturan Menteri

  a. Peraturan Menteri PAN Nomor 94 Tahun 2001 Tentang Jabatan Fungsional Perawat Dan Angka Kreditnya Perawat termasuk dalma rumpun kesehatan (pasal 2). Perawat berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan, merupakan jabatan karir dan hanya diduduki oleh PNS (pasal 3). Kegiatan perawat yang dinilai angka kreditnya meliputi : a) pendidikan; b) pelayanan keperawatan; c) pengabdian pada masyarakat; d) pengembangan profesi; e) penunjang pelayanan keperawatan (pasal 5).

  b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045 Tahun 2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan Dalam Permenkes ini diatur masalah Komite sebagai salah satu persyaratan dalam organisasi RS, tetapi belum menyinggung Komite Keperawatan. Yang wajib ada hanya Komite Medik dan Komite Etik dan Hukum.

  c. Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis Setiap penyelenggara pelayanan kesehatan wajib membuat rekam medis secara tertulis (pasal 2). Rekam medis dilengkapi segera setelah pasien pulang dan dibubuhi nama lengkap dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung. Rekam medis boleh direvisi dengan cara dicoret dan diberi paraf (pasal 5). Pihak yang berwenang menjelaskan isi rekam medis adalah tenaga medis (pasal 11). Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien. Isi rekam c. Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis Setiap penyelenggara pelayanan kesehatan wajib membuat rekam medis secara tertulis (pasal 2). Rekam medis dilengkapi segera setelah pasien pulang dan dibubuhi nama lengkap dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung. Rekam medis boleh direvisi dengan cara dicoret dan diberi paraf (pasal 5). Pihak yang berwenang menjelaskan isi rekam medis adalah tenaga medis (pasal 11). Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien. Isi rekam

  d. Permenkes Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Kedokteran Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran danatau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal dunia. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus dengan persetujuan pasien. Jika dibuka untuk kepentingan tertentu (misalnya pembelajaran) tidak boleh menyebutkan nama. Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran dilakukan oleh penanggung jawab pelayanan pasien. Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah meninggal dunia yang menuntut tenaga kesehatan danatau fasilitas pelayanan kesehatan serta menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan

  kepada umum.

  Penginformasian melalui media massa memberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan danatau fasillitas pelayanan kesehatan untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteran yang bersangkutan sebagai hak jawab. Dalam hal pihak pasien menggugat tenaga kesehatan danatau fasilitas pelayanan kesehatan maka tenaga kesehatan danatau fasilitas pelayanan kesehatan yang digugat berhak membuka rahasia kedokteran dalam rangka pembelaannya di dalam sidang pengadilan.

  e. Permenkes Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Diminati Tenaga kesehatan tertentu yang bertugas di faskes tersebut boleh diberikan tambahan kewenangan.

  f. Permenkes Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02MENKES148I2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Perawat dapat melaksanakan prakti di fasilitas pelayanan kesehatan diluar praktik mandiri, dengan latar belakang pendidikan minimal D-

  III (pasal 2). Praktek di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKP dan praktek mandiri wajib memiliki SIPP (pasal 3). Untuk memperoleh ijin tersebut dipersyaratkan :

  1) fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;

  2) surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;

  3) surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri;

  4) pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;

  5) rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupatenkota atau pejabat yang ditunjuk; dan

  6) rekomendasi dari organisasi profesi (pasal 5). Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1 (satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri (pasal 5A). masa berlaku SIPP dan SIKP sama dengan masa berlaku STR (pasal 5B). Pelanggaran terhadap ketentuan perijinan ini dikenakan sanksi berupa :

  a) teguran lisan; b) teguran tertulis; atau c) pencabutan SIKP atau SIPP.

  g. Permenkes Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi Petugas yang berwenang memberikan immunisasi adalah dokter dan dokter spesialis. Untuk immunisasi dasar, Bidan diberikan kewenangan khusus. Dokter di Puskesmas dapat mendelegasikan kewenangan pelayanan immunisais kepada Bidan dan Perawat. Jika tidak ada Dokter maka Bidan dan Perawat dapat langsung memberikan pelayanan immunisasi dengan syarat harus terlatih (pasal 27). Pemberian imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan, standar prosedur operasional dan standar profesi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 28). Proses pemberian imunisasi harus memperhatikan keamanan vaksin dan penyuntikan agar tidak terjadi penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan pelaksana pelayanan imunisasi dan masyarakat serta menghindari terjadinya kejadian ikutan pemberian immunisasi (pasal 29). Sebelum pelaksanaan imunisasi, pelaksana pelayanan imunisasi harus memberikan informasi lengkap tentang imunisasi meliputi vaksin, cara pemberian, manfaat dan kemungkinan terjadinya kejadian ikutan pemberian immunisasiKIPI (pasal 30). Jika ada kejadian ikutan maka harus dilaporkan kepada pelaksana pelayaan immunisasi, Puskesmas atau Dinas Kesehatan untuk dilakukan investigasi. Jika terjadi kesakitan akibat KIPI maka pasien berhak diberikan pengobatan dan perawatan.

  h. Permenkes Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik danatau pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki izin dari Pemerintah. Untuk memperoleh izin dari Pemerintah tersebut diperlukan STR yang dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional. Untuk memiliki STR harus memiliki sertifikat kompetensi (pasal 2).

  Sertifikat Kompetensi diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus Uji Kompetensi oleh perguruan tinggi bidang kesehatan yang memiliki izin penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Uji Kompetensi dimaksud diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan MTKI (pasal 3). STR berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang dengan syarat yang bersangkutan sudah melaksanakan : a) pengabdian diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidang kesehatan; dan b) pemenuhan kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, danatau kegiatan ilmiah lainnya. Jumlah satuan kredit profesi untuk setiap kegiatan ditetapkan oleh MTKI atas usulan dari organisasi profesi (pasal 4). Pengabdian diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidang kesehatan tadi dibuktikan dengan: a) keterangan kinerja dari institusi tempat bekerja, atau keterangan praktik dari kepala dinas kesehatan kabupatenkota; b) Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja; dan c) rekomendasi dari organisasi profesi. Pemenuhan kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, danatau kegiatan ilmiah lainnya dibuktikan dengan pemenuhan syarat satuan kredit profesi yang diperoleh selama 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh organisasi profesi (pasal 5). Dalam hal Tenaga Kesehatan tidak dapat memenuhi ketentuan persyaratan perpanjangan STR, maka Tenaga Kesehatan tersebut harus mengikuti evaluasi kemampuan yang dilaksanakan oleh organisasi profesi bekerja sama dengan MTKI (pasal 6). STR tidak berlaku apabila: a) masa berlaku habis; b) dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan; c) atas permintaan yang bersangkutan; atau d) yang bersangkutan meninggal dunia (pasal 9). Untuk memperoleh STR, Tenaga Kesehatan mengajukan permohonan kepada MTKI melalui MTKP; atau Tenaga Kesehatan yang baru lulus Uji Kompetensi mengajukan permohonan secara kolektif oleh

  Perguruan tinggi yang ditujukan kepada MTKI melalui MTKP. Permohonan sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan fotokopi Sertifikat Kompetensi yang dilegalisasi dan pas foto 4x6 dengan latar belakang merah. Permohonan dimaksud dilengkapi dengan : a) daftar lulusan Uji Kompetensi dari perguruan tinggi yang bersangkutan; b) pas foto 4x6 dengan latar belakang merah; dan c) surat keterangan dari perguruan tinggi tentang kebenaran seluruh data yang diusulkan. Kelengkapan berkas permohonan tadi diproses oleh MTKP dan dikirimkan ke MTKI dalam bentuk elektronik sesuai dengan format yang ditetapkan oleh MTKI. STR dikirimkan kepada pemohon melalui MTKP (pasal 10).

  i. Permenkes Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit Penyelenggaraan Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi (pasal 2). Tenaga keperawatan dalam Permenkes ini terdiri dari perawat dan bidan (pasal 3). Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik sebagaimana dimaksud, semua asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan yang dilakukan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah Sakit dilakukan atas Penugasan Klinis dari kepaladirektur Rumah Sakit. Penugasan Klinis tersebut berupa pemberian Kewenangan Klinis tenaga keperawatan oleh kepaladirektur Rumah Sakit melalui penerbitan surat Penugasan Klinis kepada tenaga keperawatan yang bersangkutan. Surat Penugasan Klinis diterbitkan oleh kepaladirektur Rumah Sakit berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan. Dalam keadaan darurat kepaladirektur Rumah Sakit dapat memberikan surat Penugasan Klinis secara langsung tidak berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan.

  Rekomendasi Komite Keperawatan diberikan setelah dilakukan Kredensial dengan ketentuan bahwa Rumah Sakit merupakan tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga (pasal 4).

  j. Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik

  Permenkes ini merupakan penyempurnaan dari Permenkes Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Klinik. Penanggung jawab klinik harus seorang tenaga medis yang memiliki SIP di klinik tersebut. Perawat yang bekerja di klinik juga harus memiliki STR, SIKSIP di klinik tersebut. Setiap tenaga kesehatan (termasuk perawat) yang bekerja di Klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. Klinik dilakukan akreditasi setiap 3 tahun sekali dan wajib melakukan audit medis.

  k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 Tentang

  Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah Alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar Dana Kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Besaran alokasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan KabupatenKota dengan mempertimbangkan: a) kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; b) kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang upaya kesehatan perorangan; dan c) besar tunjangan yang telah diterima dari Pemerintah Daerah. Pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan dengan Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah Alokasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar selisih dari besar Dana Kapitasi dikurangi dengan besar alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan. Besaran alokasi ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan KabupatenKota dengan mempertimbangkan: a) kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; b) kegiatan operasional pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai target kinerja di bidang upaya kesehatan perorangan; dan c) besar tunjangan yang telah diterima dari Pemerintah Daerah. Pembagian jasa pelayanan kesehatan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan ditetapkan dengan

  

  d) bahan cetak atau alat tulis kantor; danatau e) administrasi keuangan dan sistem informasi. Dalam Permenkes ini tidak disebutkan alokasi untuk kegiatan keperawatan secara spesifik.

  l. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat

  Kesehatan Masyarakat Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Ada dua macam upaya kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas, yakni Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM dan Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP. UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat, sedangkan UKP adalah suatu kegiatan danatau serangkaian kegiatan

  pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: 1) memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; 2) mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; 3) hidup dalam lingkungan sehat; dan 4) memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas tersebut mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dengan demikian, promosi kesehatan merupakan salah satu upaya kesehatan esensial Puskesmas untuk mencapai level kemandirian setinggi-tingginya. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan. Jika direfleksikan dengan kondisi sekarang, maka akreditasi Puskesmas akan sangat bergantung pada kinerja tenaga keperawatan sebab sebagian besar tenaga kesehatan di Puskesmas saat ini adalah perawat.

BAB III PEMBAHASAN

  Dalam bab ini Penulis akan melakukan ekstraksi dan sintesis tentang implikasi dari kebijakan-kebijakan yang telah disebutkan dalam BAB II sebelumnya terhadap pelaksanaan praktik keperawatan. Hasil ekstraksi dan sintesis tersebut mencakup konsekwensi yang harus dipenuhi oleh perawat dan dasar hukum yang melatarbelakanginya.

A. Hak-Hak Pasien Yang Harus Dihormati

  1. Pada UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

  a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.

  b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

  c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

  d. Menolak tindakan medis.

  e. Mendapatkan isi rekam medis.

  2. Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis pasal 12 menyebutkan: Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan. Isi rekam medis merupakan milik pasien. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.