Putusan Pengadilan Mesir tentang Pencatatan Identitas Agama

Putusan Pengadilan Mesir tentang Pencatatan Identitas Agama

Pada 4 April 2006, Administrative Court (Pengadilan Tata Usaha) Mesir memberikan putusan atas kasus tersebut dan mengabulkan permohonan Hosam dan Rania. Put usan tersebut mengacu pada put usa n s er upa oleh Supreme Administrative Court (SAC) yang lebih tinggi pada 1983 mengenai kasus serupa. Pengadilan tersebut juga memerintahkan CSD untuk memberikan

dokumen-dokumen yang diminta oleh pemohon. Berikut ini adalah kutipan p e r t i m b a n ga n p e n ga d i l a n d a l a m memberikan putusan:

It is not inconsistent with Islamic tenets to mention the religion on this card even though it may be a religion whose rites are not recognized for open practice, such as Baha’i faith and the like. On the contrary, these [religions] must be indicated so that the status of its bearer is known and thus he does not enjoy a legal status to which his belief does not entitle him in a Muslim society. (Tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam untuk menyebutkan agama dalam kartu [identitas] ini meskipun ajaran agama tersebut tidak diakui p ela k sanaannya s ecara terbuka, seperti Baha’i dan sebagainya. Akan tetapi, [agama-agama] tersebut harus disebutkan agar status penganutnya diketahui dan ia tidak menikmati status hukum yang tidak diperuntukkan baginya oleh kepercayaannya dalam sebuah masyarakat Muslim.)

A ka n t et a pi, pad a Mei 20 0 6,

A pp ea l s I n s p e ct io n Cha m b er p a d a Supreme Administrative Court (SAC) mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Pada Desember 2006, SAC memutuskan bahwa negara tidak wajib mengeluarkan kartu identitas atau akta kelahiran yang mengakui kepercayaan Ba ha’i, s ehingga menga nulir put usa n Administrative Court sebelumnya.

Identitas Kependudukan bagi Penghayat Kepercayaan di Indonesia

Kasus serupa baru saja diputuskan oleh Ma hka ma h Konstit usi Republik Indonesia (MKRI) pada 7 November 2017 dalam putusan No. 97/PUU-XIV/2016. MKRI memutuskan bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kep ercayaan”. Terkait agama dalam identitas kependudukan bagi penghayat kepercayaan, Mahkamah berpendapat:

“…agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kep endudukan dapat ter w ujud

serta mengingat jumlah penghayat kep ercayaan dalam masyarakat

I ndonesia s a ngat ba nya k da n

b eraga m, ma ka p enca nt uma n el em en d at a kep en d u d u ka n tentang agama bagi p enghayat k e p e r c a y a a n h a n y a d e n ga n mencatatkan yang bersangkutan sebagai ‘penghayat kepercayaan’ tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK maupun KTP- el, begitu juga dengan penganut agama lain.”

Pada akhirnya, putusan Administrative Court Mesir dan MKRI, yang memb olehkan p enganut aga ma di luar agama yang diakui pemerintah m en c at at ka n a ga m a m er eka p a d a dokumen identitas, menjunjung tinggi hak dan kebebasan beragama warga negara. Konstitusi Mesir dan Indonesia sama-sama menyebutkan bahwa hak dan kebebasan beragama warga negara dilindungi oleh negara. Dengan memberikan putusan yang mengakui keb eradaan p enganut Baha’i, Administrative Court Mesir telah melaksanakan Ayat (53) Konstitusi Mesir yang berbunyi:

“All citizens are equal before the Law. They are equal in rights, freedoms and general

duties, without discrimination

based on religion, belief, sex, origin, race, color, language, disability, social class, political or geographic afiliation or any other reason. ” (Semua warga negara b erkedudukan sama di

d a la m hu k u m. S emua wa rga negara memiliki hak, kebebasan, dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan agama, kepercayaan, jenis kelamin, asal- usul, ras, war na kulit, bahasa, kecacatan, kelas sosial, afiliasi politis atau geografis, atau alasan lainnya.)

YUNIAR WIDIASTUTI

Sumber: Bahgat, Hossam & Stork, Joe. (November 2007). Prohibited Identities: State Interference with Religious Freedom (Vol. 19, No. 7E). Kairo, New York: Egyptian Initiative for Personal Rights (EIPR), Human Rights Watch (HRW)

J ejak Konstitusi

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157