A gama merupakan identitas
A gama merupakan identitas
individu yang penting bagi warga negara. Oleh karena itu, kebebasan beragama m er u p a ka n s a la h s at u hak asasi yang dilindungi
oleh negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) mengakui pentingnya kebebasan beragama, seperti tercantum dalam Deklarasi HAM Universal 1948 Pasal 18 yang berbunyi, “Everyone shall have the right to freedom of thought, conscience and religion. ” (Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama).
Kebebasan Beragama di Mesir
Mesir adalah negara yang sekitar
9 0% p enduduk nya b eraga ma Isla m. Pemerintahan Mesir pun dilaksanakan berdasarkan syariah Islam, sesuai dengan
Ayat (2) Konstitusi Mesir yang berbunyi,
“Islam is the religion of the State and Arabic is its official language. The principles of Islamic Sharia are the main source of legislation” (Islam adalah agama negara dan Arab adalah bahasa resmi negara. Prinsip Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang).
Selain Islam, p emerinta h Mesir hanya mengakui dua agama lainnya yaitu, Kristen (Katolik dan Protestan) dan Yahudi, yang dianggap tidak bertentangan dengan syariah Islam. Pada dokumen identitas, warga negara Mesir hanya dapat menuliskan satu di antara ketiga agama tersebut sebagai agama yang mereka anut. Akan tetapi, meskipun pemerintah hanya mengakui tiga agama tersebut, di Mesir terdapat kepercayaan lainnya, misalnya Baha’i, yang penganutnya telah ada di Mesir selama lebih dari satu abad. Selain itu, ada pula warga negara Mesir yang tidak menganut kepercayaan/agama tertentu. Akan tetapi, para penganut Baha’i sering menerima perlakuan diskriminatif dari pemerintah karena Baha’i dianggap mengganggu ketertiban umum.
Penulisan Agama dalam Dokumen Identitas Warga Mesir
Di Mesir, Civil Status Department (CSD) bertugas mengurus kartu identitas penduduk, akta kelahiran, surat kematian,
a kta nika h, dan lain-lain. Dokumen- dokumen tersebut mencatat identitas warga negara, termasuk identitas agama. Dokumen terpenting yang menjadi identitas warga negara adalah kartu identitas, yang wajib dimiliki warga Mesir sejak usia 16 tahun. Kartu tersebut juga memiliki kolom agama yang harus diisi oleh warga negara.
Pada tahun 1990-an, pemerintah Mesir mulai memproses kartu identitas penduduk secara digital. Sebelumnya, jika warga negara Mesir yang tidak menganut sat u dari ket iga aga ma ya ng dia k ui p emerintah ingin membuat dokumen identitas, petugas kependudukan sering mencatatkan agama mereka sebagai Islam, agar mereka tetap bisa mendapatkan hak- hak yang dinikmati oleh penganut ketiga agama tersebut. Namun, setelah dokumen identitas diproses secara digital, mereka hanya dapat memilih Islam, Kristen, atau Yahudi sebagai agama mereka dalam pencatatan dokumen.
Pemerintah membatasi pencatatan identita s aga ma warga negara unt uk menent ukan hal-hal sep erti m isalnya pelajaran agama yang perlu diberikan kepada anak (yang diwajibkan di sekolah). Namun, ada pendapat bahwa pembatasan tersebut melanggar hak asasi warga negara untuk menganut agama dan beribadah menur u t aga ma mereka. Sela in it u, misalnya ketika seseorang ditemukan meninggal dan tidak ada kerabat yang dapat dihubungi, negara dapat melakukan pemakaman sesuai agama orang tersebut jika agamanya tercantum dalam kartu identit a s. Dala m hal ini, p encat at a n identitas agama oleh negara dipandang tidak menjadi masalah, tetapi tidak sama halnya dengan p ewajiban p encatatan agama pada dokumen identitas. Pencatatan agama pada dokumen identitas dianggap dapat menimbulkan diskriminasi kepada warga negara yang bersangkutan.