Unsur Sosiologi Dinamika Kelompok

5.2. Unsur Sosiologi Dinamika Kelompok

5.2.1. Tujuan Kelompok

Dinamika kelompok pada dasarnya memiliki tujuan yang akan di capai. Leilani dan Hasan (2006), mengemukakan untuk mengetahui kelompok tersebut dikatakan baik atau tidak dapat dilakukan dengan menganalisis anggota kelompok melalui perilaku para anggota dan pimpinannya. Tika (2010) mengemukakan bahwa tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari misi utama kelompok. Tujuan utama tidak secara otomatis bahwa anggota – anggota kelompok akan mempunyai tujuan yang sama, sehingga untuk mencapai tahap mengenai tujuan, kelompok memerlukan bahasa dan share asumsi yang sama menyangkut pelaksanaan logika dasar dari suatu yang abstrak menjadi tujuan konkret menyangkut perancangan, manufaktur dan penjualan produk atau pelayanan. Asumsi – asumsi harus terdapat petunjuk – petunjuk yang harus dipatuhi kelompok menyangkut perilaku nyata, termasuk menjelaskan kepada anggota kelompok bagaimana merasakan, memikirkan segala sesuatu menyangkut masalah budaya kelompok dan solusinya yang berdasarkan lima kategori dasar antara lain : (1) Hubungan dengan lingkungan; (2) Hakikat realitas, ruang, dan waktu; (3) Hakikat sifat manusia; (4) Hakikat aktivitas manusia; (5) Hakikat hubungan manusia.

Kelompok yang dinamis harus mempunyai sejumlah tujuan perubahan yang direncanakan. Tujuan tersebut harus memuat dua tipe umum hasil yaitu tipe pertama dan tipe kedua. Tipe pertama, ditujukan ke arah guna memperbaiki kemampuan organisasi yang bersangkutan, guna menghadapi perubahan – perubahan yang tidak direncanakan yang dihadapi oleh kelompok dengan cara meningkatkan efektifitas, fleksibilitas dan sistem peramalan secara tepat dan tepat waktu. Tipe kedua, perubahan yang direncanakan ditujukan ke arah upaya mengubah perilaku para anggota, agar mereka menjadi kontributor lebih efektif bagi tujuan – tujuan organisasi mereka dengan cara menimbulkan beberapa sikap dan nilai baru, cara memvisualisasikan organisasi dan meningkatkan peranan para anggota di dalamnya (Winardi, 2005).

Penetapan tujuan dalam suatu merupakan hal penting bagi kelompok. Penetapan tujuan tersebut harus ditetapkan dengan benar di awal agar resolusi (pemecahan) atau hasil yang dicapai jelas dan realistis. Hughes dkk (2012) menyarankan untuk dapat menetapkan tujuan dengan benar, berikut ini beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penetapan tujuan antara lain:

1. Tujuan harus spesifik dan dapat diamati Tujuan yang spesifik akan menghasilkan usaha dan kinerja yang lebih baik

daripada tujuan yang sifatnya umum. Tujuan yang spesifik berkaitan erat dengan tujuan yang diamati sehingga dengan menetapkan tujuan secara spesifik penyuluh maupun kelompok akan lebih mudah untuk memantau kemajuan.

2. Tujuan harus dapat tercapai, tetapi menantang Tujuan yang ditetapkan harus menantang sehingga pencapaiannya sudah

pasti karena dengan pencapaian tujuan yang menantang maka kelompok akan di tuntut menghasilkan kinerja yang tinggi sebab kinerja yang lebih tinggi muncul saat tujuan yang ditetapkan cukup tinggi (menantang).

3. Tujuan memerlukan komitmen Sebuah tujuan harus di dukung komitmen untuk menjamin kesuksesan

penetapan tujuan. Komitmen tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota kelompok dalam penetapan tujuan dan menyediakan sumber daya yang di perlukan oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuan.

4. Tujuan memerlukan umpan balik Umpan balik perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja anggota

kelompok ketika memenuhi kriteria suatu tujuan. Umpan balik itu sendiri dapat berupa imbalan (reward) dan atau hukuman (punishment).

Winardi (2005) menguatkan, bahwa dalam penetapan tujuan yang spesifik kelompok harus memusatkan perhatian pada target – target spesifik yang memerlukan perubahan dalam rangka menutup celah – celah kinerja dan untuk mencapai sasaran – sasaran yang diinginkan. Tika (2010) menambahkan bahwa tujuan berkaitan dengan asumsi dasar dimana akan berpengaruh terhadap keyakinan dan nilai – nilai budaya kelompok.

5.2.2. Pembagian Tugas dan Hak serta Kewajiban Kelompok

1. Jenjang Sosial (Social Rank) Jenjang atau pelapisan anggota – anggota kelompok yang menunjukkan

perbedaan nilai tertentu yang akan membedakan penghargaan, kehormatan dan hak / wewenang anggota – anggotanya. Winardi (2005) menguatkan bahwa jenjang sosial berkaitan erat dengan perubahan nilai – nilai sosial. Perubahan nilai – nilai sosial dapat berubah melalui banyak cara termasuk didalamnya antara lain: dari organisasi menuju individu; dari konformitas menuju orisinalitas; dari independensi menuju interdependensi; dari materialisme menuju kualitas kehidupan; dari kondisi status quo menuju perubahan; dari masa mendatang menuju masa kini; dari kegiatan bekerja menuju waktu luang; dari ototritas menuju partisipasi; dari sentralisasi menuju desentralisasi; dari ideologi menuju desentralisasi; dari ideologi menuju pragmatisasi; dari ekonomi menuju kearah keadilan sosial; dari alat – alat menuju ke tujuan – tujuan; dari moralitas mutlak menuju arah keadilan sosial.

2. Peran Kedudukan (Status Role) Yakni peran yang harus di lakukan / ditunjukkan oleh anggota kelompok

sesuai dengan kedudukan yang diperolehnya dalam struktur sistem sosial (kelompok) yang bersangkutan. Adanya perbedaan peran – kedudukan akan membuat setiap anggota melaksanakan tugas / kewajiban sesuai dengan hak yang diperoleh dari kedudukannya. Tika (2010) menambahkan bahwa setiap peran kedudukan menuntut pola pekerjaan – pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan kelompok.

3. Kekuasaan (Power) Hughes dkk (2012) menjelaskan bahwa dari sudut pandang kelompok,

kekuasaan adalah fungsi dari pemimpin, pengikut dan situasinya, berdasarkan pernyataan diatas maka dapat dianalisis bahwa kelompok dipengaruhi oleh lima kekuasaan sosial yaitu (1) kekuasaan kepakaran, (2) kekuasaan rujukan, (3) kekuasaan sah, (4) kekuasaan penghargaan, dan (5) kekuasaan paksa.

5.2.3. Aturan atau Kebiasaan Kelompok

1. Kepercayaan (Belief) Merupakan segala sesuatu yang secara akal atau perasaan anggota kelompok

dinilai dan diterima sebagai kebenaran, yang digunakan sebagai landasan kegiatan kelompok dan masing – masing anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok yang diinginkan. Menurut Tika (2010) kepercayaan merupakan salah satu unsur budaya kelompok dimana mengandung nilai – nilai kelompok, dengan kata lain keyakinan merupakan sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam kelompok. Hughes dkk (2012) menyatakan bahwa nilai adalah konstruk yang mewakili perilaku atau keadaan umum yang dianggap penting oleh individu dimana nilai tersebut di pelajari dari proses sosialisasi, lalu di internalisasi dan bagi anggota nilai – nilai tersebut merupakan komponen tak terpisahkan dari diri, sehingga nilai memainkan peran penting dalam karakter psikologis seseorang dan dapat memengaruhi perilaku dalam berbagai situasi. Berdasarkan pernyataan tersebut penting bagi penyuluh maupun pemimpin kelompok untuk menyadari bahwa individu (anggota) dalam unit kerja yang sama dapat memercayai nilai – nilai yang berbeda, terutama karena kita tidak dapat melihat nilai – nilai secara langsung. Kita hanya dapat menarik kesimpulan mengenai nilai – nilai yang dipercayai anggota lain dari perilaku mereka.

2. Sanksi (Sanction) Merupakan perlakuan yang diberikan kepada setiap anggota kelompok yang

berupa imbalan (reward) bagi yang menaati dan hukuman (punishment) bagi yang melanggar aturan – aturan kelompoknya. Winardi (2005), menyatakan bahwa sanksi dapat di pergunakan sebagai cara untuk melakukan manajemen perubahan terhadap kelompok dengan tujuan agar tiap anggota menyesuaikan diri dengan perubahan atau tuntutan perubahan dari lingkungan (faktor eksternal). Perubahan tersebut dapat terjadi baik evolusioner maupun revolusioner, namun perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, hingga dalam hal demikian perlu di upayakan agar bila dimungkinkan perubahan diarahkan ke hal yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.

3. Norma (Norm) Norma adalah aturan – aturan informal yang diadopsi oleh kelompok untuk

mengatur dan membuat perilaku anggota – anggota kelompok menjadi tertata, meskipun norma jarang sekali ditulis atau didiskusikan secara terbuka, namun memiliki pengaruh yang kuat dan konsisten terhadap perilaku. Hal tersebut karena kebanyakan orang memiliki kemampuan yang baik untuk membaca isyarat – isyarat sosial yang memberitahu mereka tentang norma yang berlaku (Hughes, 2012). Winardi (2005) menambahkan bahwa kelompok pada umumnya mengembangkan norma – norma mereka sendiri guna membantu pengembangan perilaku yang dianggap baik (oleh mereka) akibatnya kebanyakan anggota kelompok mengikuti norma – norma tersebut, terutama pada kelompok yang bersifat kohesif maka, setiap perubahan yang menyebabkan rusaknya norma – norma kelompok yang cenderung ditentang sehingga salah satu tugas pokok yang dihadapi para penyuluh atau pemimpin, umumnya adalah meneliti dan memahami alasan – alasan yang melatarbelakangi tantangan para karyawan mereka terhadap perubahan yang sedang dilaksanakan. Tantangannya adalah berupa mencari cara dan jalan untuk mengurangi atau mengantisipasi sikap menentang tersebut.

4. Perasaan – Perasaan (Sentiment) Merupakan tanggapan emosional yang diberikan / ditujukan oleh setiap

anggota terhadap kelompoknya. Perasaan tersebut dapat berwujud kesenangan, kesetiaan, kekecewaan dan lain – lain. Adanya perasaan – perasaan tertentu dikalangan anggota kelompok, sebenarnya dapat dijadikan ukuran untuk melihat apakah kelompok tersebut telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan semua anggotanya ataukah tidak. Tika (2010) menambahkan bahwa perasaan dapat dijadikan tolak ukur apakah para anggota berhasil atau gagal mengatasi dua masalah pokok kelompok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah adaptasi integrasi internal sehingga peran pimpinan ataupun penyuluh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut anggota kelompok.

5.2.4. Kemudahan dan Tegangan Kelompok

1. Kemudahan (Facility) Kemudahan merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai yang diperlukan

kelompok untuk dapat melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok, seingga yang perlu diperhatikan bukanlah sekadar penyediaan kemudahan saja tetapi bagaimana kemudahan dapat tersedia tepat waktu, mudah diperoleh / didapat dan memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat digunakan dengan memperoleh hasil yang baik maka disini anggota harus memanfaatnya semaksimal mungkin demi tercapainya tujuan kelompok. Winardi (2005) menambahkan bahwa kemudahan dapat digunakan untuk mencapai tujuan apabila pemimpin kelompok mengapresiasi sepenuhnya dinamika – peluang – serta ancaman – ancaman dalam lingkungan kompetitif mereka dan memberikan cukup perhatian terhadap isu kemasyarakatan yang lebih luas sehingga kelompok yang bersangkutan perlu mengupayakan agar sumber – sumber daya kemudahannya (inputnya dimanage secara strategik dengan memperhitungkan kekuatan dan kelemahannya) dan bahwa kelompok tersebut memanfaatkan peluang – peluang yang ada.

2. Tegangan dan Himpitan (Stress and Strain) Yaitu adanya berbagai tegangan (tekanan) dapat memperkuat persatuan dan

kesatuan antar sesama anggota kelompok yang bersangkutan demi tercapainya tujuan kelompok. Leilani dan Hasan (2006) menyatakan bahwa elemen yang memengaruhi ketegangan kelompok yaitu ketegangan internal dan eksternal. Ketegangan internal merupakan ketegangan yang berasal dari dalam kelompok yang berkaitan dengan tercapainya tujuan sedangkan ketegangan eksternal merupakan ketegangan diluar kelompok yang berkaitan dengan kesatuan dan kelangsungan hidup kelompok. Tika (2010), menyatakan ketegangan terjadi karena adanya konflik dimana konflik tersebut disebabkan oleh tujuh hal yaitu (1) perbedaan pendapatl (2) salam paham; (3) salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan; (4) perasaan yang terlalu sensitif; (5) konflik yang disebabkan struktur; (6) perilaku yang tidak menyenangkan; (7) konflik yang disebabkan faktor luar kelompok.

5.2.5. Kegiatan Sosial Kelompok

1. Komunikasi (Communication) Merupakan interaksi antar sesama anggota dalam pelaksanaan kegiatan

demi tercapainya tujuan kelompok. komunikasi di dalam kelompok harus diupayakan untuk menembus setiap isolasi sosial (perbedaan status, umur, pendidikan dll) yang ada di dalam kelompok sehingga semua pihak dapat mau berinteraksi untuk mencapai tujuan kelompok yang sudah disepakati. Winardi (2005) menambahkan komunikasi (penyampaian pesan) secara luas perlu di upayakan agar pihak – pihak yang terlibat memahami apa saja alasan dibalik komunikasi tersebut, bagaimana bentuknya dan bagaimana dampak – dampak yang dapat di duga akan timbul, guna mengurangi perasaan tidak tenang.

2. Pemeliharaan Batas (Boundary Maintenance) Yaitu pemeliharaan batas – batas sistem sosial (kelompok) dengan

lingkungannya. Pemeliharaan batas tersebut dimaksudkan agara ada perbedaan yang jelas antara sesama anggota kelompok dengan yang bukan anggota kelompoknya sehingga terpupuk rasa kesetiakawanan dalam mewujudkan identitas kelompok maupun untuk menghadapi tekanan dari luar. Tika (2010) menambahkan bahwa yang dimaksud identitas kelompok disini adalah sejauh mana para anggota suatu kelompok dapat mengidentifikasi dirinya sebagai satu kesatuan dalam kelompok. identitas kelompok sebagai satu kesatuan sangat membantu dalam mencapai tujuan dan sasaran kelompok.

3. Kaitan Sistemik (Systemic Linkage) Yaitu proses terjadinya jalinan atau keterkaitan antar sistem – sistem sosial

atau antar kelompok satu dengan kelompok lainnya karena tercapainya tujuan kelompoknya selalu dipengaruhi dan tidak mungkin terlepas dari keterkaitannya dengan kelompok lain. Hughes dkk (2012), semakin banyak jumlah sistem – sisitm sosial yang terkait maka akan semakin banyak melibatkan kecakapan, nilai, persepsi dan kemampuan diantara anggota – anggota dari setiap kelompok yangg terkait sehingga akan lebih banyak “daya manusia” yang tersedia.

4. Kelembagaan (Institutionalization) Merupakan proses pengembangan fungsi – fungsi sosial atau hubungan –

hubungan sosial. Konsep ini memberikan arahan bahwa, untuk tercapainya tujuan – tujuan kelompok, perlu dikembangkan lembaga – lembaga atau sub – kelompok yang harus menjalankan fungsi masing – masing, serta saling keterkaitannya dengan sub – kelompok yang jelas. Winardi (2005) menguatkan bahwa kelembagaan mempunyai manfaat untuk mengembangkan budaya kelompok. Budaya kelompok tersebut terbentuk dua pokok permasalahan yaitu (1) adaptasi eksternal dan ketahanan yang berkaitan dengan bagaimana kelompok yang bersangkutan akan mencapai suatu “relung” (niche) menghadapi lingkungan eksternal yang secara terus – menerus mengalami perubahan dimana mencakup visi dan strategi, tujuan – tujuan, alat – alat, dan pengukuran; (2) integrasi internal yang berkaitan dengan penetapan dan pemeliharaan hubungan – hubungan kerja efektif antara para anggota suatu organisasi yang mencakup bahasa dan konsep, batas – batas kelompok dan tim, kekuasaan dan status, imbalan dan hukuman.

5. Sosialisasi (Socialization) Merupakan proses pembelajaran atau pewarisan nilai – nilai kelompok

dalam rangka menyiapkan setiap anggota kelompok untuk dapat melaksanakan perannya sesuai dengan kedudukannya dalam kelompok , sehingga berprilaku dan dapat melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok. Leilani dan Hasan (2006) menambahkan bahwa sosialisasi dapat dikatakan baik apabila anggota memiliki kesamaan mata pencaharian dan didukung oleh sistem komunikasi yang baik.

6. Kontrol Sosial (Social Control) Merupakan proses pengawasan terhadap perilaku atau kegiatan – kegiatan

setiap anggota kelompok agar tidak menyimpang dari aturan – aturan yang telah disepakati, demi tercapainya tujuan seperti yang diharapkan. Tika (2010) menambahkan pengawasan perlu di lakukan secara berkala untuk mengetahui perilaku anggota – anggota organisasi. Hasil dari pengawasan tersebut dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk memperkuat budaya kelompok.

Dokumen yang terkait

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Pengaruh Proce To Book Value,Likuiditas Saham dan Inflasi Terhadap Return Saham syariah Pada Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014

7 68 100

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Pengaruh Dukungan Venezuela Kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries De Colombia (FARC) Terhadap Hubungan Bilateral Venezuela-Kolombia

5 236 136

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46