237413242 Paper Penyuluhan Adopsi Difusi Inovasi Pod Terhadap Dk

PAPER PENYULUHAN ADOPSI, DIFUS USI, INOVASI DAN PENDIDIKAN ORANG NG DEWASA TE TERHADAP DINAMIKA KELOMPOK MOHAMMAD RIFKY F D1E011090 KELAS A KEMENT NTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYA YAAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIV NIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya paper ini terselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dosen – dosen pengampu mata kuliah penyuluhan atas bimbingannya dan teman – teman kuliah atas dukungannya dalam penyusunan dan penyelesaian paper ini

Munculnya berbagai permasalahan penyuluhan yang di hadapi oleh masyarakat Indonesia merupakan suatu yang fenomenal. Masalah-masalah tersebut sering di jumpai dalam kehidupan terutama dalam bidang peternakan, sehingga atas dasar permasalahan tersebut penyusun membuat paper penyuluhan berdasarkan kumpulan – kumpulan karya hasil penelitian dimana karya tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk pemecahan masalah penyuluhan di bidang peternakan.

Paper tersebut di susun agar pembaca dapat mengetahui dan memahami Penyuluhan. Semoga dengan makalah yang berjudul “Adopsi, Difusi, Inovasi dan Pendidikan Orang Dewasa terhadap Dinamika Kelompok” menjadi acuan dan perhatian para pembaca.

Penyusunan paper ini, masih terdapat kekurangan dan kekeliruan. Berdasarkan hal tersebut, selaku penyusun, meminta maaf sebesar-besarnya serta senantiasa terbuka menerima kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dan membangun masyarakat Indonesia yang di cintai ke arah perbaikan dan kemajuan di masa mendatang .

Purwokerto, 6 Juni 2014

Penyusun

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Pembangunan ekonomi akan tetap berbasis peternakan secara luas, dengan kata lain kegiatan agribisnis peternakan akan menjadi salah satu kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas. Penyuluhan peternakan sebagai bagian integral pembangunan peternakan merupakan salah satu upaya pemberdayaan peternak-peternak dan pelaku usaha peternakan lain untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka kegiatan penyuluhan peternakan harus mengakomodasikan aspirasi dan peran aktif peternak-peternak dan pelaku usaha peternakan lainnya melalui pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif dalam praktiknya memerlukan pemahaman terhadap adopsi, difusi dan inovasi, pendidikan orang dewasa dan faktor yang memengaruhinya serta dinamika kelompok. Pemahaman tersebut diperlukan oleh seorang penyuluh karena diperlukan untuk pengembangan pembangunan peternakan di masa mendatang, sebab melalui pemberian pemahaman tersebut, peternak-peternak ditingkatkan kemampuannya baik secara afektif, kognitif dan psikomotor agar dapat mengelola usaha ternaknya dengan produktif, efisien dan menguntungkan, sehingga peternak-peternak

dapat meningkatkan kesejahteraannya. Meningkatnya kesejahteraan peternak – peternak dan keluarganya adalah tujuan strategis utama dari pembangunan peternakan.

1. Mengkaji adopsi, inovasi dan difusi melalui pendekatan psikologi

2. Mengkaji pendidikan orang dewasa melalui pendekatan psikologi

3. Mengkaji prinsip dan faktor yang berpengaruh dalam pendidikan orang dewasa melalui pendekatan psikologi

4. Mengkaji dinamika kelompok

II. ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI PETERNAKAN MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGI

2.1 Adopsi Inovasi

2.1.1 Pengertian Adopsi Inovasi

Adopsi merupakan proses keluarnya ide (inovasi) sampai diterima dan dilaksanakan masyarakat maupun peternak sehingga menjadi perilaku. Perilaku dalam hal ini adalah perpaduan antara pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Menurut Suprapto dan Fahrianoor, (2004), adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya.

Ibrahim dkk (2004) menyebutkan adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsinya. Peternak sasaran mengambil keputusan setelah melalui beberapa tahapan dalam proses adopsi. Beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu tingkat adopsi sangat dipengaruhi tipe keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Tipe keputusan adopsi inovasi, proses adopsi dapat melalui empat tahap yaitu: tahap mengetahui (knowledge), persuasi (persuasion), pengambilan keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) dimana konfirmasi merupakan bagian dari perefleksian dan pengembangan adopsi secara berkelanjutan (Hughes dkk, 2012).

Penyuluh dalam melakukan adopsi dan inovasi ke masyarakat harus memperhatikan tiga pokok falsafah penyuluhan antara lain:

1. penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat,

2. penyuluh tidak menciptakan ketergantungan, tetapi menciptakan kemadirian sehingga tercapai kesejahteraan,

3. penyuluh harus terampil dan membuat masyakarat menjadi terampil

1. Perubahan Kognitif Terjadi melalui penyampaian info inovasi sehingga masyarakat menjadi

tahu. Teknik penyampaian pengetahuan ada dua macam yaitu pertama adalah penyampaian secara massal dan kedua adalah penyampaian secara individual. Menurut Ban dan Hawkins (2010) perubahan kognitif seseorang menyebabkan perbedaan persepsi seseorang walaupun dalam situasi yang sama, sehingga dalam tahap ini harus dilakukan redundancy (pengulangan pesan) yaitu menentukan suatu strategi yang dapat mewakili suatu gagasan yang mengacu pada sebagian besar gaya kognitif.

2. Perubahan Afektif Terjadi ketika masyarakat tahu dan memahami informasi inovasi yang

diberikan dimana pemahaman tersebut diperoleh dengan belajar secara lebih mendalam terhadap informasi inovasi yang disampaikan. Perubahan ini terjadi berkenaan dengan sikap, kemampuan, dan penguasaan segi – segi emosional yaitu perasaan dan nilai. Menurut Tika (2010) nilai yang dimaksud adalah asumsi dasar mengenai hal – hal yang ideal diinginkan atau berguna antara lain : hakikat dengan lingkungan, hakikat orientasi waktu, hakikat sifat manusia, hakikat aktivitas manusia, hakikat hubungan manusia, hakikat kebenaran dan hakikat universalisme / partikularisme.

3. Perubahan Psikomotorik Perubahan ini berkenaan dengan suatu keterampilan atau gerakan – gerakan

fisik (tindakan). Hughes dkk (2012) berpendapat bahwa tindakan dipengaruhi oleh persepsi (afektif). Variabel persepsi yang mempengaruhi tindakan tersebut salah satunya adalah ramalan pemenuhan diri (self – fullfiling prophecy), yang terjadi ketika ekspektasi atau prediksi sasaran memainkan peran yang berhubungan dengan kejadian yang di ramalkan misal, fenomena sosial atau fenomena hal baru yang terjadi dan ekspetasi masyarakat terhadap orang lain terutama orang asing. Berdasarkan hal tersebut penting bagi penyuluh untuk memahami ekspetasi masyarakat terhadap orang lain (terutama penyuluh itu sendiri).

2.1.2 Tahapan Adopsi Inovasi

1. Kesadaran (Awareness) Merupakan kesadaran terhadap permasalahannya, sehingga masyarakat akan

terpacu berfikir kreatif dimana terfokus pada unsur pribadi dengan segala keunikannya (Rivai dan Arifin, 2009). Menurut Hughes dkk (2012) unsur pribadi (kepribadian) merupakan struktur tak terlihat dan proses yang mendasari di dalam diri seseorang yang menjelaskan alasan berperilaku yang cenderung relatif sama di situasi yang berbeda dan ataupun berbeda dari perilaku orang lain. Unsur pribadi tersebut biasanya terjadi karena kekuatan sifat – sifat yang mereka miliki. Sifat – sifat ini biasanya akan berinteraksi dengan faktor eksternal terutama pada berbagai faktor situasional. Tika (2010) menguatkan bahwa emosi memainkan peranan utama dalam membentuk persepsi. Misalnya emosi negatif dijumpai menghasilkan penyederhanaan berlebihan terhadap isu – isu inovasi, mengurangi kepercayaan dan penafsiran yang negatif terhadap perilaku pihak lain. Sebaliknya, emosi positif dapat meningkatkan hubungan yang potensial di antara unsur – unsur suatu masalah, mengambil pandangan yang luas di antara unsur – unsur suatu masalah dan mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif. Berdasarkan hal tersebut hendaknya penyuluh memahami konsep ini karena masyarakat (sasaran adopsi) memiliki emosi yang berbeda ketika hendak diberdayakan melalui adopsi inovasi, sehingga bukan sesuatu yang mengherankan apabila terdapat persepsi yang berbeda – beda.

2. Minat (Interest) Keinginan untuk mengetahui lebih lanjut inovasi yang ditawarkan dengan

cara memancing rasa ingin tahu nya (Ban dan Hawkins, 2010). Minat tersebut merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan bila orang tersebut diberi kebebasan untuk memilih. Pada suatu masyarakat pedesaan, umumnya motivasi yang sering muncul adalah motivasi sosial. Menurut Gross (2014), motivasi sosial merupakan proses aktifitas yang meliputi inisiasi, pengarahan, energisasi, terhadap tingkah laku individu berdasarkan situasinya yaitu pada saat orang lain berada dekat dengan individu yang bersangkutan.

3. Evaluasi (Evaluation) Menimbang manfaat dan kekurangan penggunaan inovasi. Tahap ini

merupakan titik kritis karena merupakan faktor yang paling menentukan dalam menimbulkan semangat akan suatu program inovasi yang di jalankan (Musyafak dan Ibrahim, 2005). Hughes dkk (2012) menerangkan, selain manfaat dan kekurangan penggunaan inovasi, salah satu yang menjadi pertimbangan lain dalam melakukan adopsi adalah keahlian masyarakat, sifat pribadi masyarakat akan perkembangan serta hierarki kebutuhan masyarakat. Sifat pribadi masyarakat akan perkembangan yang perlu di pertimbangkan lebih dalam adalah kemampuan dalam menerima dan menerapkan inovasi serta mencurahkan waktu dan usaha yang diperlukan untuk menerima dan menerapkannya. Pada hierarki kebutuhan masyarakat hal – hal yang harus dipertimbangkan lebih dalam ialah kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Menurut Feist dan Feist (2010), aktualisasi diri merujuk pada manusia secara keseluruhan – kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif. Aktualisasi diri tersebut salah satunya adalah konsep diri. Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Bagian – bagian dari diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut, sehingga, saat manusia (masyarakat sasaran) sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan / inovasi dan pembelajaran yang penting, karena pengalaman yang tidak konsisten dengan diri mereka, biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah. Berdasarkan hal tersebut penyuluh hendaknya manyadari bahwa dalam praktiknya ada beberapa masyarakat yang belum dapat beradaptasi terhadap suatu inovasi walaupun pertimbangan (evaluasi) telah dilakukan dengan matang, hal tersebut karena setiap masyarakat mempunyai konsep diri yang sudah terbangun dimana jika sudah terbangun akan terasa sulit membuat perubahan karena konsep diri tersebut seringkali memunculkan kecemasan dan ancaman.

4. Percobaan/Demplot/Percontohan (Trial) Melakukan percobaan untuk menguji sendiri inovasi dalam skala kecil. Pada

tahap ini, penyuluh harus membuat miniatur/model inovasi terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk meyakinkan penilaian inovasinya sehingga ketika penyuluh melakukan demplot pada peternak, maka peternak merasa ingin menerapkan dalam usaha peternakannya. Sederhananya, penyuluh berperan untuk menuntun peternak agar secara teknis dapat mempraktekan inovasi secara mandiri. Penyuluh harus aktif melakukan supervisi, karena apabila mengalami kegagalan maka kepercayaan peternak akan inovasi yang diberikan akan sirna seketika. Hilangnya kepercayaan akan menyulitkan untuk mengadopsi kembali inovasi yang telah disuluhkan (trauma) (Baba, 2008).

5. Menerima dan Menerapkan (Adopsi) : Menerima dan menerapkan inovasi dengan penuh keyakinan berdasarkan

penilaian dan uji coba yang telah dilakukan atau di amatinya sendiri sehingga tercapai ketepatan umpan balik. Hal tersebut karena umpan balik berkaitan dengan kecepatan pelaksanaan dimana pada akhirnya akan memengaruhi ketepatan pengambilan keputusan (Ban dan Hawkins, 2010). Menurut King (2010) adanya kecepatan pelaksanaan kemungkinan dipengaruhi oleh tujuan dan minat. Tujuan dan minat tersebut dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi tersebut merupakan kekuatan yang menggerakkan sasaran untuk berperilaku, berpikir dan merasa seperti yang mereka lakukan. Motivasi ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain. 

Dorongan (drive) Adalah keadaan tergugah yang terjadi karena adanya kebutuhan fisiologis

 Kebutuhan (need) Adalah keadaan kekurangan sesuatu yang memberikan energi untuk

menghilangkan atau mengurangi keadaan kekurangan tersebut 

Homeostasis (homeostasis) Adalah kcenderungan tubuh mempertahankan keadaan seimbang atau

tenang.

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Kecepatan Adopsi Inovasi

1. Sifat Inovasinya Sendiri Menurut Musyafak dan Ibrahim, (2005) inovasi memiliki sifat “baru”. Sifat

“baru” tersebut kemudian dapat di introduksi oleh masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu inovasi harus dilihat dari sudut pandang atau persepsi masyarakat tani (calon adopter), bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Ia juga menegaskan bahwa inovasi akan menjadi kebutuhan peternak apabila apabila inovasi tersebut dapat memecahkan masalah yang sering dihadapi peternak, sehingga identitikasi masalah secara benar menjadi sangat penting, paling tidak dua alasan yaitu sesuatu yang dihadapi oleh peternak dan jika masalah tersebut ternyata benar merupakan masalah peternak belum tentu pemecahannya sesuai dengan kondisi peternak. Ban dan Hawkins (2010) menambahkan, sejumlah studi telah menganalisis hubungan antara ciri – ciri suatu inovasi dan tingkat adopsinya. Sebagian besar studi tersebut menggunakan pertimbangan objektif, atau menganggap bahwa semua peternak mempunyai persepsi sama. Hal tersebut menyebabkan hasil studi tidak dapat mencapai kesimpulan sama.

Menurut Rivai dan Arifin (2009) Inovasi merupakan sesuatu yang baru yang berasal dari potensi terpendam yang dimiliki oleh manusia untuk dipakai dalam menempuh kehidupan yang disebut kreativitas, bentuk kreativitas dapat berupa ide – ide baru atau hasil penyempurnaan yang muncul dari hasil imajinasi yang kemudian diberi sentuhan teknologi sehingga menjadi terobosan baru dalam memecahkan masalah yang timbul. Selanjutnya imajinasi merupakan kemampuan dalam menciptakan gagasan atau gambaran mental dalam pikiran kita atau visualisasi untuk menciptakan citra yang jelas tentang suatu yang kita inginkan bisa tercapai. dan memiliki manfaat atau nilai yang lebih baik. King (2010), menambahkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk memikirkan sesuatu dalam cara yang baru dan tidak biasa untuk menghasilkan pemecahan masalah yang tidak biasa karena cara berpikir ini lebih cenderung kearah yang divergen (menyebar) atau satu pertanyaan menghasilkan banyak jawaban.

Ban dan Hawkins (2010) menjelaskan terdapat lima sifat inovasi antara lain: 

Keuntungan relatif, maksudnya adalah apakah inovasi tersebut memungkinkan peternak mencapai tujuannya dengan lebih baik, atau dengan biaya yang lebih rendah daripada yang telah dilakukan sebelumnya

 Kompabilitas (kemudahan untuk dipahami), berkaitan dengan nilai sosial budaya dan kepercayaan dengan gagasan yang diperkenalkan sebelumnya atau dengan keperluan yang dirasakan oleh peternak.

 Komplesitas (kerumitan), yaitu inovasi tersebut memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dan sangat terkait dengan displin ilmu.

 Triabilitas (dapat dicoba), yaitu kecenderungan peternak untuk mengadopsi inovasi dalam skala kecil dan terbukti lebih baik.

 Observalibitas (dapat diamati dan dipahami), sehingga terdapat proses pembelajaran dan diskusi dari peternak yang bersangkutan.

King (2010) menambahkan bahwa untuk memunculkan lima sifat inovasi tersebut penyuluh harus memunculkan solusi kreatif terhadap suatu masalah. Memunculkan solusi kreatif pada suatu masalah dapat dideskripsikan sebagai sebuah 5 tahap proses yang berurutan yaitu : 

Persiapan : Tahap dimana seseorang terlibat dalam suatu situasi masalah yang menarik dan membangkitkan kengintahuan

 Inkubasi :tahap dimana seseorang membuar beragam hubungan yang tidak biasa dalam proses berpikir

 Pencerahan :tahap dimana semua potongan informasi tentang masalah tampak saling melengkapi dan cocok

 Evaluasi :tahap dimana untuk menentukan apakah gagasan tersebut baru atau apakah tampak jelas

 Elaborasi : tahap klimaks proses kreatif dimana membutuhkan banyak kerja keras. Feldman (2012) menyarankan bahwa pada tahap elaborasi diperlukan pendekatan arousal terhadap motivasi dengan cara mempertahankan atau meningkatkan rangsangan sampai pada level tertentu. Hal tersebut karena tahap ini menyebabkan motivasi seseorang menurun.

2. Sifat Sasarannya Penyuluh juga disamping memperhatikan tahap – tahap inovasi, juga harus

memperhatikan pengadopsi yaitu masyarakat itu sendiri. Berdasarkan kategori dan ciri – cirinya, pengadopsi dibedakan menjadi lima antara lain: 

Perintis / Inovator : Cepat menerima sesuatu hal yang baru, banyak membaca, kaya,

berpengaruh dan terpandang, hubunngan dengan kaum atas lebih banyak dari pada dengan peternak, pergaulan peternak baik tetapi sangat terbatas (Sinaga, 2004). Feldman (2012) mengemukakan bahwa inovator cenderung memiliki kreativitas tinggi yaitu merupakan kemampuan untuk membangun ide – ide orisinil atau mengatasi masalah dengan cara – cara baru. Pengadopsi ini biasanya memiliki cara berpikir yang divergen, kemampuan untuk mengembangkan respon yang tidak biasa, namun sesuai terhadap masalah atau pernyataan. Aspek lain yang menyebabkan pengadopsi ini memiliki kreativitas adalah komplesitas kognitif atau pilihan terhadap stimulus dan pola berpikir yang rumit sehingga mereka seringkali memiliki ketertarikan yang sangat luas dan lebih mandiri serta lebih tertarik dengan masalah – masalah abstrak. 

Pengerap Dini / Early adopter : Daya penerimaannya cepat, mudah diyakini, pendidikannya tinggi, rata –

rata umur muda, keadaan ekonomi baik, aktif dalam masyarakat pergaulan dengan peternak baik. Pengadopsi ini cenderung memiliki motivasi yang tinggi., terutama pada motivasi yang memberi atribusi pada dorongan yang dinamis untuk proses kognitif (berpikir). Pengadopsi ini biasanya memiliki rencana dan intensi yang kuat dan konsisten dimasa depan (Fiest dan Fiest, 2010). 

Pengetrap Awal / The Early Majority : Daya penerimaannya cukup, pendidikan cukup tinggi, rata – rata umur

pertengahan/setengah umur, cukup aktif dalam masyarakat, pergaulan dengan peternak sangat baik. King (2010) mengatakan bahwa pengadopsi ini sebagian besar berusia 20 – 30 an. Pengadopsi biasanya memiliki kemampuan fisik kesehatan dan berpikir yang optimal karena pada usia ini manusia mencapai perkembangan fisik tepatnya berada pada titik puncak.

 Pengetrap Akhir / The Late Majority : Daya penerimaannya sangat lambat, apa yang dilakukannya selalu melihat

orang lain dulu, rata – rata umur sudah tua, tidak aktif dalam masyarakat dan kurang bergaul karena ekonominya kurang cukup. Feldman (2012) mengemukakan bahwa pengetrap ini mengalami penuaan fisik karena rata – rata sudah berumur 40 tahunan (masa dewasa akhir). Pada masa dewasa akhir ini seseorang cnderung menerima orang lain dan kehidupan mereka sendiri serta tidak terlalu memedulikan mengenai masalah – masalah yang mengganggu mereka. Disisi lain sebagian mereka juga mengalami krisis paruh baya. King (2010) menambahkan pada usia ini manusia cenderung lebih buruk pada wilayah ingatan dibandingkan dengan yang lebih muda. Pada usia ini mereka jarang mengingat dimana dan kapan peristiwa – peristiwa penting dalam kehidupannya terjadi lebih baik dibandingkan mereka yang lebih muda dan biasanya mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengingatnya. Akan tetapi beberapa aspek yang membaik seiring pada usia ini adalah kebijaksanaan. Berdasarkan hal tersebut maka penyuluh disarankan melakukan pelatihan dengan tujuan meningkatkan kemampuan kognitif mereka. 

Penolak / laggards : Acuh tak acuh dan selalu menolak inovasi dan ukuran pemerintah,

berpandangan agresif (paranoid), rata – rata sudah tua dan bersifat pasif. Fiest dan Fiest (2010) menyatakan sifat – sifat tersebut muncul sebab individu model ini sudah membentuk konsep dirinya. Konsep diri yang sudah terbangun tidak mungkin membuat perubahan sama sekali, apabila bisa di rubah itu pun akan terasa sulit bagi individu yang bersangkutan. Perubahan ini biasanya lebih mudah terjadi ketika adanya penerimaan dari orang lain, yang membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan yang menyebabkan kesadaran atas perubahan komprehensif yang terjadi dalam dirinya dan ancaman yang menyebabkan kesadaran seseorang yang dihadapkan pada sesuatu yang berada diluar jangakauan praktis dari sistem konstruk orang tersebut, serta mengakui dan menerima pengalaman – pengalaman yang sebelumnya di tolak.

3. Cara Pengambilan Keputusan Terlepas dari ragam karateristik individu dan masyarakat. Cara pengambilan

keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi sesuatu inovasi juga akan memengaruhi kecepatan adopsi. Tentang hal tersebut, apabila keputusan adopsi dapat dilakukan secara pribadi (individu) relatif lebih cepat dibanding pengambilan keputusan berdasarkan keputusan bersama (kolektif) warga masyarakat lain, bahkan jika harus menunggu peraturan – peraturan tertentu (seperti rekomendasi pemerintah / penguasa).Musyafak dan Ibrahim (2005) menyarankan keputusan secara individu dapat dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain : konsultasi, diagnosa resep dan partisipastif.

Teknik konsultasi, dilakukan dengan membuat peternak memposisikan dirinya sebagai klien yang menyampaikan permasalahan dirinya kepada penyuluh atau peneliti dengan tujuan untuk memperoleh solusi yang dihadapi. Pada teknik ini diperlukan keterampilan untuk mendengarkan klien agar penyuluh mendapatkan afeksi dari sasaran (Giblin, 2004). King (2010) juga menambahkan teknik ini dapat dikombinasikan dengan mewawancarai mereka langsung sehingga informasi didapatkan dengan cepat. Pertanyaan pada wawancara tersebut dapat berisfat tidak terstruktur, terbuka dan menggali pokok bahasan yang luas mulai dari keyakinan agama sampai kebiasaan atau kegiatan yang dilakukan oleh mereka. Salah satu masalah pada wawancara adalah kecenderungan sasaran untuk menjawab pertanyaan dengan cara yang mereka pikir diterima atau diinginkan secara sosial daripada dengan cara mengomunikasikan apa yang benar – benar mereka pikirkan atau rasakan. Cervone dan Pervin (2012) berpendapat masalah tersebut terjadi diakibatkan setiap individu memiliki tingkat stress psikologi yang berbeda – beda yang akhirnya berpengaruh terhadap coping (kemampuan untuk mengantisipasi stress). Cara coping individu pada berbagai situasi – situasi tertentu ini berbeda. Perbedaan kuncinya adalah perbedaan antara coping yang berfokus pada masalah yang mengacu pada upaya coping dengan mengubah situasi yang penuh stress dan coping yang berfokus pada emosi yang mengacu coping pada individu untuk berjuang meningkatkan kondisi internal dirinya.

Teknik diagnosa resep dilakukan dengan prosedur penyuluh/peneliti mengambil inisiatif mengajukan pertanyaan yang mungkin peternak tidak memahami kenapa hal tersebut ditanyakan, selanjutnya penyuluh/peneliti mendiagnosis penyebab masalah atas dasar jawaban peternak dan memberikan resep sebagai pemecahan masalah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat di analisis bahwa teknik ini mengacu pada pendekatan psikodinamika terhadap kepribadian. Feldman (2012) menjelaskan psikodinamika kepribadian didasarkan pada ide bahwa kepribadian dimotivasi oleh kekuatan dan konflik dalam diri yang tidak terlalu disadari oleh individu dan tidak dapat mereka kontrol, dengan kata lain teknik ini dibuat dengan berdasarkan pada teori psikoanalisis yaitu teori dimana banyak perilaku individu di motivasi oleh ketidaksadaran. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan Feist dan Feist (2010), melalui teori Skinner bahwa ketidaksadaran terjadi karena manusia jarang mengobservasi hubungan antara variabel genetik dan lingkungan dan perilaku mereka sendiri sehingga hampir semua perilaku individu yang bersangkutan termotivasi secara tidak sadar.

Prosedur teknik partisipasi dilakukan dengan oleh penyuluh / peneliti dengan meminta peternak secara aktif memberikan informasi faktual tentang masalah yang dihadapi, sedangkan peneliti / penyuluh melengkapi informasi tersebut sesuai dengan keahliannya. Diupayakan peternak dapat melihat alternative pemecahan dan hasil yang diperkirakan dari setiap alternatif. Pilihan – pilihan solusi masalah datang dari peternak itu sendiri, sedangkan penyuluh hanya menyumbangkan keahliannya. Musyafak dan Ibrahim (2005) menjelaskan bahwa kelebihan ketiga teknik tersebut adalah adanya partisipasi dari individu, umpan balik dapat diperoleh secara langsung dari peternak, topik pembahasan langsung ke permasalahan spesifik yang dihadapi individu peternak, hasil akhir merupakan integrasi informasi dari peternak dan penyuluh, peternak akan merasa diperhatikan lebih sehingga mempunyai motivasi tinggi. Kelemahannya sasaran target sempit, biaya perkapita penyuluhan tinggi, memungkinkan adanya rasa kecemburuan dari peternak lain, umpan balik dari peternak kurang lengkap,

4. Saluran Komunikasi yang digunakan Adopsi inovasi dapat mudah dan jelas disampaikannya melalui saluran

komunikasi yang relevan dengan melihat ukuran populasi dari sasaran. Saluran komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penyuluh/peneliti dalam mengomunikasikan secara langsung dan tidak langsung, harus bersikap persuasif. Menurut Feldman (2012) persuasi adalah proses mengubah sikap, salah satu konsep sentral dari psikologi sosial. Sikap adalah evaluasi tentang seseorang, perilaku, kepercayaan, atau konsep tertentu. Kemudahan dimana kita dapat mengubah sikap sasaran bergantung pada sejumlah faktor diantaranya sebagai berikut. 

Sumber pesan. 

Karakteristik pesan 

Karakteristik target Sumber pesan. Karakteristik dari seseorang yang menyampaikan persuasif,

dikenal sebagai sikap komunikator, memiliki pengaruh besar dalam efektivitas pesan tersebut. Komunikator yang secara fisik dan sosial menarik akan menghasilkan perubahan sikap yang lebih besar dibandingkan mereka yang kurang menarik. Terlebih lagi, keahlian dan tingkat kepercayaan komunikator terkait dengan pengaruh pesan – kecuali dalam situasi – situasi ketika audensi (sasaran) percaya bahwa sang komunikator memiliki motif tertentu. King (2010) menambahkan bahwa salah satu yang menentukan komunikator secara fisik dan sosial menarik adalah bahasa. Bahasa merupakan bentuk komunikasi baik itu lisan, tertulis maupun isyarat yang didasarkan pada sebuah sistem simbol dengan kata lain, bahasa berperan sebagai sistem simbol yang amat kaya, karena mampu mengekspresikan sebagian besar pikiran. Sederhananya bahasa berperan dalam serangkaian proses kognitif yang dianggap penting. Fiest dan Fiest (2010) mengemukakan bahwa bahasa berperan sebagai strategi encoding yaitu mengategorisasikan informasi yang diterima dari stimulus eksternal menjadi konstruk personal, termasuk konsep diri, pandangan mereka terhadap orang lain dan cara mereka melihat dunia.

Karakteristik pesan. Setiap pesan mempunyai karakteristik yang berbeda dan karakteristik tersebut akan menghasilkan respon sikap yang berbeda baik itu mempunyai pengaruh maupun tidak. Umumnya pesan memiliki dua sisi yang menyebutkan posisi sebagai komunikator dan posisi dari lawan mereka (sasaran) dipandang lebih efektif dibandingkan pesan yang memiliki satu sisi. Dengan asumsi bahwa argumentasi bagi sisi yang lain dapat dimentahkan secara efektif dan audensi mengetahui mengenai topik tersebut (Feldman, 2012). Adanya dua sisi tersebut disebabkan adanya atribusi. Menurut King (2010) atribusi merupakan suatu motivasi untuk menemukan penyebab dasar perilaku individu sebagai bagian dari upaya mereka untuk memahami perilaku. Dengan demikian, atribusi adalah mengenai mengapa orang – orang berprilaku seperti yang mereka lakukan.

Karakteristik target. Fiest dan Fiest, (2010), menyatakan setelah seorang komunikator menyampaikan pesan, karakteristik target pesan dapat menentukan apakah pesan tersebut akan diterima atau tidak.misalnya orang – orang yang pandai lebih tahan terhadap persuasi dibandingkan mereka yang kurang pandai. Perbedaan gender dalam keterbujukan sepertinya juga ada. Dalam lingkup publik, wanita relatif mudah dipaksa daripada pria, terutama ketika mereka kurang memiliki pengetahuan mengenai topik dari pesan tersebut. Meskipun demikian, mereka sama dengan pria yang terkait dengan perubahan sikap pribadi mereka. Pada kenyataannya, kedalaman dari perbedaan resistensi terhadap persuasi antara pria dengan wanita tidak terlalu besar. Perbedaan resistensi tersebut, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor kognitif sosial terutama pada proses belajar sosial dimana proses belajar tersebut berasal dari kepribadian yang mempunyai kesatuan mendasar, yang berarti kepribadian manusia mempunyai stabilitas yang relatif. Hal tersebut karena manusia (individu) belajar untuk mengevaluasi pengalaman baru atas dasar penguatan terdahulu. Evaluasi yang relatif konsisten ini akan membawa pada stabilitas yang lebih besar dan kesatuan dari kepribadian serta akan memberikan sifat responsif terhadap perubahan melalui pengalaman baru atau dapat dimodifikasi dan diubah selama manusia mampu untuk belajar.

5. Keadaan Penyuluh Berdasarkan keadaannya terdapat lima dimensi pelayanan penyuluhan

antara lain: 

Tangible (Pelayanan Fisik) Kemampuan penyuluh peternakan dalam menunjukkan tingkat kualitas

pelayanan kepada para peternak yang meliputi ketersediaan fasilitas fisik, keadaan fasilitas dan kelengkapan fasilitas yang merupakan bukti nyata dari pelayanan penyuluh peternakan dalam pemberian jasa kepada peternak. 

Reliability (Kendala) Kemampuan penyuluh peternakan untuk memberikan pelayanan sesuai

dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya (Abubakar dan Siregar, 2010). 

Responsiveness (Ketanggapan) Ketanggapan penyuluh peternakan terhadap permasalahan yang diperoleh

peternak dan cara penyuluh peternakan memecahkan masalah bersama peternak dalam kelompok tani-ternak. Feldman (2012) menguatkan dalam pengambilan keputusan ini diperlukan unsur kreativitas dan cara berpikir yang kovergen (mengarah pada logika dan pengalaman). 

Insurance (Jaminan) Meliputi kredibilitas (sifat jujur dan dipercaya), kompetensi (penguasaan

keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar penyampaian materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan peternak. 

Empaty (Empati) Atribut yang menggambarkan dimensi yang menekankan pada pelayanan

dalam melayani peternak dengan memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi dengan berupaya memahami keinginan peternak. Fiest dan Fiest (2010) menambahkan bahwa empati ini merupakan suatu bentuk penghargaan positif dan akan menciptakan perasaan percaya diri dan berharga bagi sasaran.

6. Ragam Sumber Informasi Ragam informasi diperlukan untuk mendukung proses adopsi inovasi

informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti informasi interpersonal, media cetak, media elektronik, publikasi ilmiah, dan pertemuan ilmiah/teknis. Kebutuhan informasi dan motivasi kognitif dapat mempengaruhi penggunaan sumber informasi. Feldman (2012) menerangkan bahwa yang dimaksud motivasi kognitif adalah produk dari pikiran, harapan dan tujuan manusia. Misalnya tingkat ketika orang termotivasi dalam belajar untuk menghadapi tes berdasarkan harapan mereka mengenai seberapa baik belajar dapat menghasilkan dalam bentuk nilai yang baik.

Cervone dan Pervin (2012) menambahkan melalui teori kognitif sosialnya bahwa motivasi kognitif menunjukkan motivasi mendasar manusia terhadap pemikiran dihubungkan dengan diri, atau pemikiran rujukan – diri dimana hal tersebut diperoleh dan dicapai melalui pembelajaran observasional. Ide umumnya adalah bahwa orang umumnya mengarahkan dan memotivasi tindakan mereka sendiri melalui proses berpikir. Proses berpikir utama sering melibatkan diri. pertimbangan proses motivasi yang individu miliki berhubungan dengan hal ini dalam psikologi kepribadian. Fiest dan Fiest (2010) menjelaskan melalui teori kepribadian Allport bahwa psikologi kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan karateristik perilaku dan pikirannya untuk menyesuaikan, melakukan refleksi atas hal tersebut dan berinteraksi dalam cara – cara yang menyebabkan lingkungan beradaptasi dengan mereka. Definisi komprehensif Allport atas psikologi kepribadian memberikan gagasan bahwa manusia adalah produk dan proses; manusia mempunyai struktur terorganisasi, sementara pada saat yang bersamaan, mereka memproses kemampuan untuk berubah. Sederhananya, kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis; meliputi perilaku yang terlihat dan pikiran yang tidak terlihat; serta tidak hanya merupakan sesuatu tetapi melakukan sesuatu. Psikologi kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan proses, serta struktur dan perkembangan.

2.2 Difusi Inovasi

Difusi inovasi merupakan perembesan atau penyebaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran yang sama. Berlangsungnya proses difusi inovasi sebenarnya tidak berbeda dengan proses adopsi inovasi. Bedanya adalah jika dalam proses adopsi pembawa inovasinya berasal dari “luar” sistem sosial masyarakat sasaran. Sedang dalam proses difusi, sumber informasi berasal dari sistem sosial masyarakat sasaran itu sendiri. Kecepatan difusi juga tergantung kepada aktivitas yang dilakukan oleh penyuluhnya sendiri. Berdasarkan hal tersebut setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses difusi inovasi, melalui:

1. Melakukan diagnosa terhadap masalah – masalah masyarakatnya serta kebutuhan – kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya. Menurut Musyafak dan Ibrahim (2005) diagnosa kebutuhan – kebutuhan nyata tersebut dapat dilihat dari banyaknya kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di peternak. Sumarno (2010) menambahkan bahwa faktor ekonomi dan faktor non ekonomi sasaran perlu diperhatikan pada saat melakukan difusi inovasi, karena difusi inovasi merupakan suatu kegiatan yang mengandung resiko, berorientasi ke masa depan, dan memerlukan pertimbangan yang matang sehingga disarankan untuk penyuluh harus mendidik sasaran agar terbentuk keterampilan yang dapat mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu. King (2010) menguatkan bahwa keterampilan dapat memunculkan self efficacy. Self efficacy merupakan kepercayaan individu bahwa ia dapat menguasai sebuah situasi dan menghasilkan keluaran yang positif. Self efficacy memengaruhi apakah individu mencoba untuk membangun kebiasaan yang sehat, sebanyak apakah usaha mereka dalam mengatasi stress, berapa lama mereka dapat bertahan menghadapi rintangan dan berapa banyak stress yang dialami. Penelitian telah menunjukkan bahwa Self efficacy berhubungan dengan keberhasilan berbagai perubahan yang positif.

2. Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya, dengan cara menunjukkan kelemahan – kelemahan mereka, masalah – masalah mereka, adanya kebutuhan – kebutuhan baru yang memacu mereka untuk siap melakukan perubahan – perubahan; sedemikian rupa hingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubahan – perubahan. Menurut Musyafak dan Ibrahim (2005), agar mereka termotivasi melakukan inovasi, penyuluh harus menyampaikan inovasinya dengan cara yang bermutu. Giblin (2004) menambahkan bahwa untuk memotivasi sasaran mendifusi inovasi, langkah yang harus dilakukan adalah mengetahui apa yang akan membuat sasaran melakukannya (apa yang mereka inginkan, apa yang mereka cari, apa yang mereka suka) karena apabila penyuluh mengetahui apa yang menggerakkan sasaran, penyuluh akan mengetahui bagaimana caranya menggerakkan sasaran. Langkah selanjutnya adalah penyuluh hanya menunjukkan bagaimana sasaran bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan melakukan apa yang anda (penyuluh) ingin mereka (sasaran) lakukan.Tentu saja dalam proses nya anda harus bertanya, melihat dan mendengarkan serta ditambah usaha penyuluh untuk mengetahui. Berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Giblin dapat di analisis bahwa cara secara tidak langsung berhubungan dengan psikoterapi menggunakan teknik kongruensi. Fiest dan Fiest (2010) menjelaskan bahwa teknik kongruensi adalah teknik terapi dengan memanfaatkan pengalaman organismik seseorang (sasaran) sejalan dengan kesadaran atas pengalaman tersebut, serta dengan kemampuan dan keinginan untuk secara terbuka mengekspresikan perasaan – perasaan tersebut. Individu yang mengalami kogruen biasanya menjadi nyata dan jujur secara utuh atau terintegrasi menjadi apa adanya, sehingga teknik ini memerlukan persyaratan khusus yaitu penyuluh harus bersikap baik hati dan ramah, namun juga seorang manusia yang utuh, dengan perasaan bahagia, marah, frustasi, kebingungan dan lainnya atau dengan kata lain penyuluh harus berjiwa besar dan memiliki hati yang kuat, sebab teknik ini bersifat dinamis, menyendiri, dan tidak “tak berarah”.

3. Menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat sasaran dan bersamaan dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya untuk membantu mereka serta membuat mereka yakin bahwa dia mampu membantu mereka untuk memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan baru tadi. Abubakar dan Siregar (2010) menyatakan bahwa untuk menjalin hubungan yang erat dengan sasaran salah satu cara yang tepat adalah dengan menekankan perlakuan penyuluh terhadap para peternak sebagai individu – individu. Penekanan perlakuan tersebut bertujuan agar sasaran mempunyai kesadaran terhadap dirinya. Menurut King (2010), kesadaran yang dimaksud disini adalah merujuk pada kawasan kejadian eksternal dan sensasi internal, termasuk keawasan terhadap diri dan berbagai pikiran tentang pengalaman sendiri; kawasan ini terjadi dalam suatu kondisi tergugah (arousal), keadaan fisiologis saat seseorang sedang terlibat dengan lingkungan. Dengan demikian, seseorang yang dalam keadaan tidur tidak sama kesadarannya dengan ketika ia sedang dalam keadaan terjaga, hal tersebut karena arus kesadaran dari pikiran seperti sensasai, citra, pikiran dan perasaan akan terus berubah.

Cara lain yang di lakukan agar membuat sasaran yakin bahwa dia (penyuluh) dapat membantu mereka (sasaran) adalah anda berbicara lewat orang ketiga , maksudnya adalah anda tidak membuat pernyataan itu langsung, melainkan mengutip seseorang. Biarkan orang lain membuat pernyataan itu untuk anda sekalipun orang lain itu tidak hadir, memang hal ini kelihatannya aneh tetapi orang tidak meragukan sedikit pun (yakin) bahwa apa yang anda katakan pada mereka secara tidak langsung itu benar. Teknik ini dilakukan karena manusia pada kodratnya bersikap skeptis (ragu – ragu) pada anda (penyuluh) dan apa yang anda katakan bila anda mengatakan hal – hal yang sifatnya menguntungkan diri anda (penyuluh) Bila dimungkinkan kaitkanlah cara ini dengan mengutip kisah – kisah sukses dan atau sesuatu yang beracu pada fakta dan data statistik. (Giblin, 2004).

4. Mendukung dan membantu masyarakat sasaran, agar keinginan – keinginan untuk melakukan perubahan tadi dapat benar – benar menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan. Menurut Sumarno (2010) agar masyarakat dapat melakukan tindakan nyata untuk melakukan perubahan, penyuluh harus memilih stimuli yang akan atau telah disampaikannya. Stimuli harus memiliki pengaruh nyata. Stimuli yang memiliki pengaruh nyata dalam difusi inovasi adalah informasi inovasi yang telah diterima oleh sasaran, karena informasi ini berperan untuk mengurangi dan menghilangkan ketidakpastian atau jumlah yang kemungkinan alternatif, dengan kata lain, informasi sangat berperan dalam mempengaruhi pembentukan atau perubahan sikap seseorang terhadap suatu objek, sehingga makin banyak (berulang) informasi yang diperoleh seseorang maka semakin mantap sikap orang terhadap suatu pilihan dan akan menghilangkan ketidakpastian. Feldman (2012) menyatakan bahwa metode pengulangan informasi berfungsi sebagai penguat. Penguat ini, merupakan stimulus yang berfungsi meningkatkan kemungkinan akan kembalinya terjadinya perilaku yaitu keyakinan (hilangnya keraguan / ketidakpastian). Biasanya dalam praktiknya penguat ini bersifat sekunder sehingga harus berasosiasi dengan penguat primer (kebutuhan biologis dan psikis). King (2010) menguatkan bahwa dalam melakukan pengulangan informasi, adalah pertama penyuluh harus memastikan bahwa informasi yang dipelajari akurat dan teratur. Penyuluh harus meninjau kembali catatan secara rutin dan mencari kemungkinan kesalahan dan kebingungan dari awal, karena tidak ada gunanya mengingat dan mempelajari informasi yang tidak lengkap dan tidak akurat. Kedua, atur materi dengan cara yang memungkinkan penyuluh memungkinkan menyimpannya di ingatan dengan efektif lalu atur informasi, susun ulang materi dan berikan struktur yang memudahkan untuk mengingatnya. Salah satu teknik yang memudahkan untuk mengingat adalah membuat peta konsep atau membuat analogi dari ingatan jangka panjang yang bisa memanfaatkan skema (peta konsep) yang sudah ada (sudah dibuat).

5. Memantapkan hubungan dengan masyarakat dan pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan – perubahan tanpa harus selalu menggantungkan bantuan guna melaksanakan perubahan – perubahan yang dapat mereka prakarsai dan dilaksanakan sendiri. Menurut Abubakar dan Siregar (2010), untuk memantapkan hubungan dengan masyarakat yang pertama harus di lakukan adalah penyuluh harus memberikan jaminan (insurance) kepada sasaran dengan tujuan untuk menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat, karena kepercayaan ini merupakan pondasi utama yang paling kuat untuk membangun suatu hubungan dan langkah selanjutnya adalah penyuluh harus menetapkan suatu standar kinerja yang spesifik dalam melakukan difusi inovasi, tujuannya adalah agar masyarakat mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan sehingga sasaran mampu beradaptasi dan langkah terakhir adalah bersikap empati. Giblin (2004) menambahkan bahwa untuk membangun suatu kepercayaan yang pertama harus dilakukan adalah penyuluh harus memahami kodrat manusia, kedua adalah menciptakan kesan baik, dan terakhir adalah meyakinkannya. Menciptakan kesan baik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu bersikap tulus, tunjukan

antusiasme, jangan terlalu cemas, jangan berusaha membangun diri anda dengan menghambat orang lain, jangan memukul siapa pun atau

apa pun . King (2010) juga menyarankan untuk membangun kepercayaan penyuluh harus melakukan atribusi yaitu memahami perilaku sasaran dengan cara menemukan penyebab dasar mengapa sasaran termotivasi untuk berperilaku demikian dengan mempertimbangkan dimensi sebab akibat. Dimensi sebab akibat yaitu penyebab internal / eksternal; penyebab yang stabil / sementara; penyebab yang dapat dikendalikan / tidak dapat dikendalikan. Tujuan dari mempertimbangkan dimensi sebab akibat tersebut adalah karena setiap individu (sasaran) memiliki beragam perilaku. Beragam perilaku tersebut muncul karena faktor lingkungan dan juga bahwa tindakan manusia di atur oleh pikirannya sendiri atau kepentingan dirinya, dan sifat ini sangat kuat dalam diri manusia.

III. PENDIDIKAN ORANG DEWASA MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGI

3.1 Konsep Dasar Pendidikan Orang Dewasa

3.1.1. Definisi Pendidikan Orang Dewasa

Pendidikan Orang Dewasa (POD) merupakan proses pendidikan yang di organisasikan melalui pesan atau isi, metode dan pelaksanaan yang ditujukan pada orang dewasa dengan rentang usia antara 17 – 45 tahun. Eryanto dan Rika (2013) manyatakan pendidikan merupakan kegiatan yang mengatur perkembangan manusia secara terarah untuk menjadi manusia yang baik dan berguna. Pendidikan tersebut berdasarkan komponenya terdiri atas tujuh poin yaitu:

1. Masukan Sarana (Instrumental Input) Keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi kelompok

masyarakat dapat melakukan kegiatan belajar, dalam masukan ini termasuk tujuan program, kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelola program, sumber belajar, media, fasilitas, biaya, dan pengelolaan program (Sudjana, 2004).

2. Masukan Mentah (Raw Input) Komponen yang dimaksud disini adalah peserta didik (warga belajar)

dengan berbagai karateristik yang dimilikinya, termasuk ciri – ciri yang berhubungan dengan faktor internal yang meliputi struktur kognitif (seperti skema organisasi informasi dalam memori individu) dan faktor eksternal yaitu meliputi seluruh penyebab eksternal seperti tekanan sosial, aspek situasi sosial, uang, cuaca, atau keberuntungan (Feldman, 2012; King, 2010), pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar, aspirasi dan serta ciri –ciri yang berhubungan dengan faktor internal seperti keadaan keluarga dalam segi pendidikan ekonomi, status sosial, biaya, dan sarana belajar serta cara dan kebiasaan belajar dimana kandungan karakteristik tersebut memengaruhi kecepatan belajar peserta didik.

3. Masukan Lingkungan (Environmental Input) Merupakan faktor lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya

program pendidikan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial seperti teman bergaul atau teman bekerja serta modal budaya dimana dapat memberikan pengetahuan baru (Eryanto dan Rika, 2013), lapangan kerja, kelompok sosial dan sebagainya, serta lingkungan alam seperti iklim, lokasi, tempat tinggal. Masukan tersebut meliputi lingkungan wilayah atau daerah, lingkungan nasional dan lingkungan internasional. Lingkungan wilayah atau daerah mencakup kebijakan dan perkembangan pendidikan, sosial ekonomi dan budaya, lapangan kerja / usaha dan potensi lain yaitu minat / kecenderungan yang menyebabkan sesorang berusaha untuk mencari ataupun mencoba aktifitas – aktifitas dalam bidang tertentu (Yetti, 2009).

4. Proses yang Menyangkut Interaksi antara Masukan Sarana terutama Pendidik dengan Masukan Mentah Proses ini menyangkut interaksi antara masukan saran, terutama pendidik

Dokumen yang terkait

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Pengaruh Proce To Book Value,Likuiditas Saham dan Inflasi Terhadap Return Saham syariah Pada Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014

7 68 100

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Pengaruh Dukungan Venezuela Kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries De Colombia (FARC) Terhadap Hubungan Bilateral Venezuela-Kolombia

5 236 136

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46