Hambatan Pendidikan Orang Dewasa

3.2 Hambatan Pendidikan Orang Dewasa

3.2.1 Hambatan Fisiologik

Fisiologik berasal dari kata fisio yaitu fungsi atau faal organ tubuh dan logik yaitu ilmu, sehingga fisiologik merupakan ilmu yang mempelajari fungsi faal organ - organ tubuh. Pada orang dewasa secara fisiologik terjadi penurunan fungsi organ dimana menjadi salah satu kendala penghambat pendidikan. Penurunan fungsi tersebut antara lain:

1. Titik penglihatan Kendala ini berkaitan dengan gangguan pada titik penglihatan orang

dewasa. Gangguan titik penglihatan tersebut menyebabkan gangguan persepsi penglihatan. Pada saat penglihatan terganggu atau hilang akan mempengaruhi perilaku belajar seseorang. Menurut Feldman (2012) beberapa gangguan persepsi penglihatan pada orang dewasa diantaranya adalah gangguan akomodasi (yaitu kemampuan lensa mata untuk memfokuskan cahaya dengan mengubah ketebalannya) pada lensa mata seseorang yang menyebabkan bayangan tidak atau kurang terfokus pada bagian tepian mata. King (2010) menambahkan gangguan penglihatan lain pada orang dewasa adalah synasethesia perception yaitu merupakan suatu kasus gangguan penglihatan dimana individu mengalami kebingungan pada indra persepsinya (indra penglihatan) akibat induksi dengan indra lainnya. Sebagai contoh, beberapa individu “melihat” music atau “mengecap” warna. Seorang wanita yang dapat mengecap suara. Bentuk paling umum adalah grapheme synaesthesia, dimana huruf atau angka memiliki tingkatan warna tertentu sehingga seorang individu dapat merasakan bahwa huruf “A” memiliki warna kuning bunga matahari dan angka 2 memilki warna abu – abu semen. Hal tersebut diakibatkan karena gangguan bagian korteks parietal posterior yang terkait dengan integrasi normal. Fiest dan Fiest (2010) menguatkan bahwa gangguan persepsi tersebut akan berpengaruh terhadap pembelajaran individu secara observasi terutama terjadi gangguan perhatian individu terhadap materi yang dipelajari secara observasi dan pada akhirnya akan terjadi produksi perilaku yang berbeda pada individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut maka penyuluh / pendidik disarankan untuk melakukan representasi verbal.

2. Kemampuan mendengar Penurunan kemampuan mendengar merupakan salah satu kendala dalam

pendidikan orang dewasa, terutama pada lansia. Penurunan pendengaran tersebut ditandai dengan kurang mampu membedakan bunyi. Menurut King (2010) kurangnya kemampuan untuk membedakan bunyi disebabkan oleh penurunan sistim fisiologi auditori (pendengaran) saat memproses getaran pada udara. Penurunan pemrosesan getaran udara tersebut meliputi dua macam yaitu penurunan frekuensi (tinggi bunyi) dan amplitudo (intensitas bunyi). Penurunan tersebut fisiologi auditori tersebut biasanya seringkali terjadi pada telinga bagian dalam. Menurut Feldman (2012) telinga bagian merupakan bagian dari telinga yang mengubah getaran suara menjadi bentuk yang dapat disalurkan ke otak. Bentuk ini juga mengandung organ yang membuat manusia dapat mengalokasikan posisi dan menentukan bagaimana bergerak dalam ruang. Ketika suara memasuki telinga dalam melalui jendela oval, suara ini kemudian bergerak menuju koklea atau rumah siput, suatu bentuk lengkung yang terlihat seperti seekor siput dan dipenuhi dengan cairan yang bergetar sebagai respon terhadap suara. Di dalam koklea tersebut terdapat membran basilar, suatu struktur yang terletak menuju pusat koklea, membagi koklea tersebut menjadi ruang atas dan ruang bawah. Membrane basilar ini dilingkupi oleh sel rambut. Ketika sel rambut ini digerakkan oleh getaran yang memasuki koklea tersebut, maka sel – sel yang ada didalamnya akan mengirimkan suatu pesan neural ke otak dalam bentuk informasi auditori yaitu korteks serebrum tepatnya pada lobus temporal (dibawah dahi). Fiest dan Fiest (2010) menambahkan bahwa penurunan pendengaran tersebut berpengaruh terhadap penurunan senstivitas reaksi, yaitu perbedaan sensivitas aktivitas otak sebagai hasil pemberian stimulus yang mendukung (suara) dimana berpengaruh terhadap kepribadian dalam bentuk perilaku. Dengan kata lain kepribadian tersebut berhubungan dengan perbedaan dalam proses biologis atau bagaimana individu akan berespon terhadap suatu stimulus dalam hal ini adalah bunyi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi potensi perilaku individu terutama pada perhatian individu terhadap materi yang diterangkan saat proses pendidikan.

King (2010) dalam penelitiannya menerangkan bahwa penurunan kemampuan bunyi secara fisiologis di tandai dengan beberapa gejala. Beberapa gejala tersebut adalah penurunan kemampuan pada kedua telinga untuk menentukan lokasi suara, hal tersebut karena setiap telinga menerima rangsangan yang agak berbeda dari sumber bunyi. Akibat dari hal tersebut, maka individu seringkali menemui kesulitan menentukan arah bunyi yang datang tepat dari depan mereka, karena suara tersebut sampai ke telinga mereka pada waktu yang bersamaan. Hal tersebut juga terjadi pada suara yang datang tepat dari atas dan dari belakang individu.

Feldman (2012) menambahkan bahwa penurunan fisiologi pendengaran disebabkan penurunan kepekaan terhadap frekuensi yang berbeda seiring dengan pertambahan usia terutama rentang frekuensi yang didengar. Ia pun juga menguatkan melalui teori frekuensi tentang pendengaran bahwa area yang berbeda dari membran basilar merespon frekuensi yang berbeda pula, hal tersebut karena keseluruhan membrane basilar bertindak sebagai microphone, bergetar sebagai suatu keseluruhan respon terhadap suatu suara. Menurut penjelasan ini, saraf reseptor mengirimkan sinyal - sinyal yang terkait langsung dengan frekuensi (jumlah gelombang per detik) dari suara yang di tampilkan pada individu, dengan jumlah impuls saraf menjadi suatu fungsi langsung dari frekuensi suara tersebut. Setelah suatu pesan auditori meninggalkan telinga, pesan tersebut dialirkan ke korteks auditori di otak melalui suatu rangkaian koneksi neural yang rumit. Di dalam korteks auditori sendiri, terdapat neuron –neuron yang memberikan respon secara selektif terhadap suara yang sangat spesifik.

Cervone dan Pervin (2012) menyatakan bahwa setelah stimulus auditori mencapai korteks auditori, stimulus ini akan melewati hemisfer – hemisfer (bagian – bagian) otak. Hemisfer ini terdiri dari dua bagian yaitu kiri dan kanan dimana masing terlibat dalam aktivasi emosi negatif dan positif atau disebut dengan dominansi hemisfer. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa pengukuran aktivitas hemisfer dilakukan sebelum dan pada saat penayangan klip film yang didesain untuk mengurangi emosi positif dan negatif.

3. Penurunan Merespon Warna, yaitu merasa pusing atau tidak nyaman jika melihat warna kontras, seperti

merah, kuning. ketidaknyaman dalam merespon warna kontras disebabkan oleh penurunan fungsi atau degenerasi dua macam sel reseptor dalam retina yang peka terhadap cahaya. Menurut Feldman (2012) nama yang diberikan kepada mereka mencerminkan bentuknya : batang dan kerucut. Sel batang adalah reseptor yang tipis dan berbentuk silinder yang sangat sensitif terhadap cahaya. Sel kerucut adalah reseptor yang berbentuk kerucut dan peka terhadap cahaya, serta bertanggung jawab untuk fokus yang jelas dan persepsi warna, terutama pada cahaya yang terang. Sel batang dan kerucut ini tersebar secara tidak merata di seluruh bagian retina. Sel kerucut terkonsentrasi pada bagian tertentu yang disebut fovea. Fovea adaah bagian yang sangat sensitif dari retina. Sel batang dan kerucut bukan hanya tidak sama secara struktural, namun mereka juga memainkan peran yang sangat berbeda dalam penglihatan. Sel kerucut terutama bertanggung jawab untuk memfokuskan persepsi warna secara lebih jelas, terutama dalam situasi cahaya yang terang dan mampu melakukan adaptasi terang atau proses menyesuaikan dengan cahaya terang setelah berada pada cahaya gelap lebih cepat yaitu hanya dalam waktu kurang lebih dari satu menit. Sedangkan sel batang memerlukan waktu 20 – 30 menit untuk melakukan adaptasi gelap atau proses menyesuaikan diri dengan kondisi gelap. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat di analisis bahwa peserta didik mengalami ketidaknyamanan dalam melihat warna kontras disebabkan oleh penurunan fungsi atau degenerasi sel kerucut. King (2010) menambahkan bahwa penurunan fungsi pada kedua sel reseptor tersebut mengakibatkan penurunan atensi dan set persepsi peserta didik. Atensi yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk memfokuskan pada aspek spesifik sebuah pengalaman dan mengabaikan aspek yang lain dan set persepsi yang dimaksud adalah kemampuan filter psikologis dalam pemrosesan infomasi mengenai lingkungan. Fiest dan Fiest (2010) menguatkan bahwa adanya penurunan atensi dan set persepsi tersebut menyebabkan penurunan peserta pendidik dalam belajar terutama belajar melalui observasi yaitu merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan model sebagai bahan belajar.

4. Penurunan Konsentrasi Penurunan konsentrasi belajar adalah penurunan pemusatan perhatian dalam

proses tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi. Konsentrasi belajar yang menjadi salah satu aspek penting bagi penerima dalam memahami dan mengerti suatu pembelajaran, tercermin melalui setiap tingkah laku (behavior) yang dilakukan. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa konsentrasi seseorang di dalam belajar merupakan bagian dari kognitif manusia yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manusia secara psikologis hal tersebut karena setiap peserta didik mempunyai tiga kualitas psikologis yang penting bagi manusia antara lain, (1) manusia adalah suatu entitas yang dapat memberikan penalaran mengenai dunia menggunakan bahasa (2) manusia dapat membuat penalaran bukan hanya tentang keadaan saat ini, tetapi juga kejadian – kejadian di masa lalu dan hipotesis kejadian – kejadian di masa depan, (3) kemampuan penalaran ini umumnya melibatkan refleksi terhadap diri – entitas yang menggunakan bahasa untuk penalaran – dalam bentuk masa lampau, masa kini dan masa depan mengenai diri mereka dan dunia sehingga ketiga aspek tersebut akan berpengaruh terhadap proses kognitif sosial pada peserta didik (Cervone dan Pervin (2012). Feldman (2012) menambahkan, bahwa penurunan konsentrasi dalam belajar menyebabkan penurunan pengopresasian konsep, yaitu proses pengelompokan mental untuk benda – benda, kejadian, atau orang yang sama. Konsep membuat kita dapat mengorganisasi fenomena yang kompleks menjadi kategori kognitif yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah untuk digunakan. Fiest dan Fiest (2010) menambahkan penurunan kemampuan proses penilaian menyebabkan penurunan kemampuan untuk meregulasi perilaku individu melalui proses mediasi kognitif akibatnya peserta didik tidak / kurang mampu menyadari diri secara reflektif dan juga seberapa berharga tindakannya berdasarkan tujuan yang telah dibuat untuk dirinya. Lebih spesifiknya lagi, proses penilaian bergantung pada standar pribadi, performa rujukan, pemberian nilai pada kegiatan dan atribusi terhadap performa.

3.2.2 Hambatan Psikologik

Psikiologik secara harfiah berasal dari kata psiko yaitu mental / jiwa dan logik yaitu ilmu, sehingga psikologi merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia atau hal – hal yang berhubungan dengan sifat kejiwaan seseorang. Pada orang dewasa hambatan psikologik yang sering terjadi antara lain,

1. Tidak suka digurui Program pendidikan orang dewasa, pesertanya adalah orang dewasa yang

mempunyai (merasa mempunyai) keahliannya sendiri, pengalamannya dan seringkali memimpin dalam lingkungannya. Sikap atau tingkah menggurui dapat dirasakan peserta sebagai peremehan terhadap dirinya. Hal tersebut karena setiap peserta didik mempunyai emosi yang berbeda – beda. King (2010) menyatakan bahwa emosi adalah persaan atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan fisiologis (seperti denyut jantung yang cepat), pengalaman sadar, dan ekspresi perilaku (sebuah senyuman atau raut muka cemberut)

Menurut Feldman (2012), emosi tersebut dilakukan oleh seseorang karena beberapa hal antara lain

a. mempersiapkan kita untuk bertindak sebagai tautan antara kejadian di lingkungan dan respon yang kita keluarkan

b. membentuk perilaku orang dimasa depan yaitu emosi memfasilitasi pembelajaran yang akan membantu seseorang membuat respons yang sesuai di masa depan

c. membantu seseorang berinteraksi secara lebih efektif dengan orang lain. Seseorang mengomunikasikan emosi yang dirasakan melalui perilaku verbal dan non verbal sehingga emosi kita dapat dilihat oleh pengamat disekeliling kita.

Giblin (2004) menyarankan pendidik / penyuluh untuk membuat peserta didik merasa penting, karena setiap orang yang mempunyai (merasa mempunyai keahlian) seringkali merasa ingin dipentingkan. Hal tersebut karena sifat yang paling umum pada setiap orang dimana sifat ini begitu kuat pada dirinya adalah hasrat ingin dipentingkan / hasrat ingin diakui.

2. Lebih suka di motivasi Orang dewasa dalam proses pembelajaran cenderung lebih suka motivasi

ketimbang di gurui, karena dengan motivasi akan menumbuhkan minat belajar atau mempunyai keinginan untuk melaksanakan kegiatan belajar (Eryanto dan Rika, 2013). Menurut Lepper et al., (2005) melalui pendekatan kognisi menyatakan bahwa motivasi adalah produk pikiran, harapan dan tujuan manusia – kognisi mereka. Teori kognitif dari motivasi tersebut menggambarkan kunci perbedaan antara motivasi intrinsik menyebabkan kita untuk berpartisipasi dalam aktivitas bagi kesenangan kita bukan untuk imbalan konkrit dan nyata apa pun yang dapat kita terima. dan ekstrinsik motivasi ekstrinsik menyebabkan kita melakukan sesuatu demi uang, nilai dan imbalan lainnya yang konkret dan nyata.

Feldman (2012) menyatakan bahwa motivasi merupakan faktor yang mengarahkan dan memberikan energi pada tingkah laku manusia dan organisme lainnya karena memiliki aspek biologis, kognitif dan sosial, serta kompleksitas. Melalui model Maslow kebutuhan terkait motivasi dalam hierarki bahwa kebutuhan primer harus dipuaskan atau dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih baik atau lebih tinggi tingkatannya. Urutan kebutuhan tersebut dari level dasar sampai level tertinggi antara lain, pertama kebutuhan dasar (fisiologis) yang merupakan kebutuhan primer seperti kebutuhan akan air, makanan, tidur, seks dan sebagainya; kedua adalah kebutuhan terhadap rasa aman dan mendapatkan perlindungan dengan kata lain, bahwa orang membutuhkan lingkungan yang aman dan telindungi agar dapat berfungsi secara efektif; ketiga adalah rasa cinta dan rasa memilki meliputi kebutuhan untuk mendapatkan dan memberikan afeksi serta untuk memberikan kontribusi pada anggota dari beberapa kelompok atau lingkungan sosial setelah memenuhi kebutuhan tahap ini maka orang akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan penghargaan; keempat kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan untuk mengembangkan rasa harga diri dengan mengetahui jika orang tersebut mengetahui dan menghargai kompetensinya; dan kelima aktualisasi diri yaitu keadaan pemenuhan diri ketika orang menyadari potensi tertinggi mereka dalam cara unik mereka sendiri.

3. Lebih Suka Memakai Kebiasaan dan Cara Berpikir Lama King (2010) menyatakan bahwa berpikir (thinking) melibatkan proses

memanipulasi informasi secara mental, seperti membentuk konsep – konsep abstrak, menyelesaikan masalah, mengambil keputusan dan melakukan refleksi kritis atau menghasilkan gagasan kreatif. Ia juga menambahkan bahwa cara berpikir akan menentukan proses kognitif yang terjadi dalam pemecahan sebuah masalah, penalaran, dan pengambilan keputusan yang akhirnya berpengaruh pada konsep berpikir dari peserta didik yang bersangkutan. Konsep berpikir tersebut adalah kategori – kategori mental yang digunakan untuk mengelompokkan objek – objek, kejadian – kejadian, dan beragam sifat, hal tersebut karena manusia memiliki kemampuan khusus untuk menciptakan kategori – kategori makna terhadap informasi yang ada di dunia (Fiest dan Fiest, 2010).

Solusi untuk mengatasi kendala ini adalah pada proses belajar perlu dilakukan remediasi (pengulangan pesan) yang dilakukan secara bertahap. Hal tersebut karena belajar merupakan suatu proses yang memerlukan intelektual / pikiran (akal) dan emosi / perasaan (budi). Feldman (2012) menyatakan bahwa pengulangan dalam pendidikan tersebut dapat dilakukan melalui latihan, dimana proses ini cara ini dilakukan untuk mentransfer memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Transfer yang dibuat dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang ini sepertinya sangat tergantung pada jenis latihan yang di lakukan. Ia menyarankan agar informasi tersebut dapat masuk ke memori jangka panjang perlu di lakukan latihan elaboratif. Latihan ini terjadi ketika informasi diperhatikan dan diorganisasi dalam beberapa cara. Organisasi ini mungkin melibatkan perluasan informasi untuk membuatnya sesuai dengan kerangka berpikir logis tertentu, mangaitkan informasi tersebut dengan memori lain, mengubahnya menjadi gambar sebuah gambar, atau mengubahnya dalam beberapa cara lain. Salah satu strategi yang digunakan untuk latihan ini adalah dengan menggunakan mnemonics, yaitu teknik formal untuk mengorganisasi informasi dalam sebuah cara untuk membuat informasi tersebut lebih dapat diingat.

4. Lebih Suka pada Hal yang Bersifat Pengalaman King (2010) menyatakan bahwa orang dewasa cenderung menyukai pada

hal yang bersifat pengalaman karena beberapa aspek kognisi (pikiran) yang membaik seiring dengan bertambahnya usia salah satunya adalah kebijaksanaan ( wisdom). Kebijaksanaan ini meliputi pengetahuan peserta didik mengenaik aspek praktis dalam hidup. Kebijaksanaan ini mungkin meningkat seiring bertambahnya usia karena bertambahnya pengalaman hidup. Dengan kata lain orang dewasa cenderung dapat mengembangkan dirinya melalui pengalaman dan kesulitan hidup yang dilaluinya akibatnya pengalaman dari peserta didik akan bertentangan dengan struktur pemikiran dari pendidik. Ia juga menyarankan bahwa untuk mendidik pada situasi semacam ini pendidik / penyuluh perlu melakukan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi dilakukan dengan menjelaskan keadaan lingkungan yang bersangkutan melalui struktur pemikiran dari si pendidik dan akomodasi dilakukan dengan memodifikasi struktur pemikiran pendidik (dengan kata lain mengubah cara berpikir dari peserta didik).

Cervone dan Pervin (2012) menyatakan orang dewasa lebih suka pada hal yang bersifat pengalaman karena mereka memliki ketahanan psikologis. Ketahanan psikologis tersebut disebabkan karena meningkatnya kebijaksanaan pribadi walaupun mungkin terjadi penurunan kognitif. Hal tersebut terjadi karena orang dewasa memilih domain tertentu dalam kehidupan di mana mereka memfokuskan energi dan pengetahuan mereka, sehingga dapat dimungkkinan mereka sangat mampu mempertahankan tingkat dari fungsi dan kesejahteraan dalam domain kehidupan yang dipilih dimana hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan mereka. Berdasarkan hal tersebut apabila dikaitkan dengan teori Carl Gustav Jung dapat di analisis bahwa kemungkinan besar orang dewasa mampu memfokuskan energi dan pengetahuan mereka disebabkan oleh dominansi tipe kecerdasan pada salah satu bagian otak yang ada di dalam diri sejak mereka lahir dimana ini akan menjadi naluri berpikir seumur hidup mereka dan dominansi ini bersifat genetik (merupakan karpet merah (anugrah) yang di berikan oleh Yang Maha Kuasa) (Poniman, 2011).

5. Perlu bukti konkrit Pendidik / penyuluh dalam mendidik perlu memberikan bukti konkrit ke

peserta didik. Pemberian bukti konkrit tersebut dapat berupa demonstrasi ataupun memberi contoh fakta kepada peserta didik dalam bentuk media visual, audio maupun kinestetik kepada peserta didik. King (2010) melalui penelitian longitudinal K.Warner Schaie tentang kemampuan intelektual orang dewasa, menyatakan bahwa orang dewasa perlu di berikan bukti konkrit karena pada masa dewasa mengalami penurunan dua dari keenam kemampuan intelektual yaitu kemampuan numerik (kemampuan untuk mengenali dan mengingat unit bahasa, seperti daftar kata – kata) dan kecepatan penginderaan (kemampuan untuk secara cepat dan tepat membuat pembedaan dari rangsang visual) terutama pada masa dewasa tengah. Kecepatan pengideraan menunjukan penurunan terlebih dahulu, yaitu dimulai pada masa dewasa awal.

Cervone dan Pervin (2012) menambahkan melalui teori Bandura bahwa orang dewasa cenderung melakukan pembelajaran secara observasional (pemodelan / demosntrasi) kemampuan untuk mempelajari bentuk kompleks pada perilaku hanya dengan mengamati sebuah model tampilan perilaku. Proses pemodelan dapat lebih kompleks dibandingkan imitasi sederhana atau mimikri. Proses tersebut melibatkan pada bagaimana orang akan mempelajari aturan secara umum mengenai perilaku dengan mengamati orang lain, sehingga orang dewasa dengan cara yang demikian dapat mempelajari respon kognitif dan respon emosional tertentu dengan merasakan menjadi model, seolah – olah mengalaminya dengan mengamati model. Feldman (2012) lebih jauh lagi menambahkan bahwa dalam informasi yang didapatkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara demonstrasi secara obervasional, akan masuk ke dalam memori jangka panjang, terutama memori prosedural dan memori episodik. Memori prosedural merupakan memori tentang kecakapan dan kebiasaan atau menyimpan informasi tentang bagaimana cara melakukan sesuatu sedangkan memori episodik adalah memori tentang kejadian – kejadian yang terjadi pada waktu, tempat atau konteks tertentu (kapan dan bagaimana).

6. Harus sesuai dengan kebutuhan Kegiatan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari orang dewasa

yang bersangkutan. Feldman (2012) menyatakan melalui teori self-determination (teori determinasi diri) bahwa kebutuhan pendidikan berkaitan dengan tiga kebutuhan dasar yaitu kompetensi, otonomi dan keterikatan. Kebutuhan – kebutuhan ini bersifat bawaaan dan ada dalam setiap orang. Kebutuhan ini mendasar untuk pertumbuhan dan fungsi manusia, seperti air, tanah, dan sinar matahari yang penting untuk pertumbuhan tumbuhan. Serupa dengan itu, teori determinasi diri menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk tumbuh dan memenuhi diri, dan siap untuk muncul ketika diberikan konteks yang tepat. King (2010) secara rinci menjelaskan tiga kebutuhan dasar tersebut antara lain 

Kompetensi . Kebutuhan organismik pertama yang sebutkan dalam teori determinasi diri. Kebutuhan ini dapat dipenuhi ketika individu merasa mampu untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan.

 Keterhubungan . Kebutuhan organismik kedua yang sebutkan dalam teori determinasi diri sebagai kebutuhan untuk terlibat dalam hubungan yang hangat dengan orang lain.

 Otonomi . Merupakan kebutuhan terakhir yang disebutkan dalam teori determinasi. Kebutuhan ini dideskripsikan sebagai perasaan bahwa individu dapat mengendalikan kehidupan kita. Otonomi berarti menjadi mandiri dan data mengandalkan diri. otonomi merupakan aspek penting dalam perasaan bahwa perilaku seseorang termotivasi oleh diri sendiri dan muncul dari murni minat.

Fiest dan Fiest (2010) menambahkan bahwa tiga unsur tersebut harus dilengkapi dengan kecederungan untuk aktualisasi diri (self-actualization) sebagaimana dirasakan oleh kesadaran sehingga pengalaman peserta didik selaras dengan pandangan mereka terhadap diri. Tujuannya adalah supaya pendidikan yang di lakukan tersebut berhasil, karena orang dewasa mempunyai sifat dasar seperti manusia pada umumnya yaitu mereka lebih tertarik pada diri mereka.

3.2.3 Hambatan perilaku

1. Harapan Penyelenggara Sehubungan dengan hal tersebut perlu dipertimbangkan pendidik

diantaranya adalah keselarasannya (harapan penyelenggara), dengan harapan peserta didik. Menurut Feldman (2012) dalam mempertimbangkan harapan pada peserta didik, pendidik harus memperhatikan tiga kebutuhan yang menyebabkan seseorang mempunyai harapan antara lain 

Kebutuhan berprestasi adalah karakteristik yang stabil dan dipelajari ketika seseorang mendapatkan kepuasan dengan berjuang untuk dan mencapai tingkat kesempurnaan.

 Kebutuhan berafiliasi adalah ketertarikan untuk membangun dan mempertahankan hubungan dengan orang lain (berusaha menjalin pertemanan). Para individu dengan tingkat kebutuhan berafiliasi yang tinggi biasanya sensitif terhadap hubungan dengan orang lain. Mereka ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman – teman mereka dan lebih sedikit waktu untuk menyendiri.

 Kebutuhan berkuasa adalah tendensi untuk mencari pengaruh, kontrol atau pengaruh terhadap orang lain dan untuk dilihat sebagai seorang individu yang berkuasa (berusaha memberikan pengaruh pada orang lain). Individu tipe ini biasanya lebih cenderung terlibat dalam organisasi. Mereka juga cenderung bekerja dalam profesi yang kebutuhan berkuasa mereka akan mendapat pemenuhan seperti manajemen bisnis

King (2010) menambahkan bahwa dengan memperhatikan tiga kebutuhan tersebut. Pendidik dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang optimisme. Optimisme yang dimaksud disini adalah pengharapan bahwa hal – hal lebih baik mungkin terjadi dan hal – hal buruk kecil kemungkinannya terjadi di masa depan. Fiest dan Fiest (2010) menguatkan bahwa optimisme hampir serupa dengan efikasi diri, yaitu keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan.

2. Harapan Peserta Jarang sekali orang dewasa menghadiri suatu program pendidikan dengan

harapan tertentu. Makin tinggi harapan peserta didik, akan menjadi semakin sulit pendidik untuk dapat memenuhi harapan tersebut. Menurut Fiest dan Fiest (2010) harapan memiliki keterkaitan erat dengan efikasi diri. Efikasi diri pada setiap orang bervariasi dari satu situasi ke situasi lain, tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan untuk kegiatan yang berbeda; ada atau tidaknya orang lain; kompetensi yang dipersepsikan dari orang lain tersebut, terutama apabila mereka adalah kompetitor; predisposisi dari orang tersebut yang lebih condong terhadap kegagalan atas performa daripada keberhasilan; kondisi psikologis yang mendampinginya, terutama adanya rasa kelelahan, kecemasan, apatis dan ketidakberdayaan.

Cervone dan Pervin (2012) menambahkan bahwa efikasi diri yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk menghasilkan empat variabel prediktif. Ketika efikasi diri tinggi dan lingkungan responsif, hasilnya kemungkinan besar akan tercapai. Saat efikasi rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, peserta didik mungkin akan merasa depresi karena mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. Saat seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang tidak responsif, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan. Orang tersebut dapat melakukan protes – protes, kegiatan aktivis sosial, atau bahkan kekuatan untuk memulai perubahan; namun saat semua usaha tersebut gagal maka orang tersebut akan menyerah dan mencari lingkungan baru yang lebih responsif. Berdasarkan hal tersebut dapat di analisis bahwa penyelenggara / penyuluh harus menciptakan lingkungan yang responsif bagi peserta didik. King (2010) menguatkan bahwa hal – hal lain yang mampu memberikan harapan pada peserta didik adalah keyakinan religius. Partisipasi religius juga dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan melalui hubungannya dengan dukungan sosial. Pikiran yang religius dapat berperan menjaga harapan dan menstimulasi perubahan hidup yang positif.

3. Ragu Apakah dapat diterapkan / Tidak Ketidakselarasan antara harapan peserta didik dengan harapan

penyelenggara menimbulkan keraguan. Keraguan (skeptis) tersebut biasanya sering di alami oleh penyelenggara / pendidik / penyuluh apakah materi yang di ajarkan pada peserta sesuai atau tidak dengan harapan peserta didik, hal tersebut keraguan muncul karena diawali dari kecemasan. Menurut Fiest dan Fiest (2010), kecemasan (anxiety) didefinisikan sebagai kesadaran bahwa kejadian yang dihadapkan pada seseorang berada di luar jangkauan praktis dari sistem konstruk orang tersebut. Cervone dan Pervin (2012) menambahkan seseorang akan merasa cemas jika tidak memiliki konstruk, ketika seseorang telah “kehilangan pegangan strukturalnya pada peristiwa, ketika seseorang terjebak dalam konstruk yang buruk”. Orang melindungi dirinya dari kecemasan dalam berbagai cara diantaranya individu mungkin memperluas suatu konstruk dan memudahkannya untuk bisa diaplikasikan pada berbagai jenis peristiwa, atau mereka mungkin membatasi konstruk mereka dan berfokus pada detail tertentu.

Giblin (2004) menyarankan untuk menghindari terjadinya skeptis tersebut maka antar penyuluh perlu memahami dan menerapkan cara terampil meyakinkan orang. Caranya adalah anda tidak membuat pernyataan itu secara langsung, melainkan mengutip seseorang. Ia juga menambahkan bahwa agar pendidik tidak merasa ragu apakah materi yang diajarkan sesuai maka perlu melakukan regulasi diri yaitu dengan cara memotivasi diri untuk menyusun tujuan – tujuan pribadi, merencanakan strategi serta mengevaluasi dan memodifikasi perilaku yang akan mereka lakukan, tetapi juga menghindari lingkungan dan impuls emosional yang akan mengganggu perkembangan seseorang. King (2010) juga menambahkan bahwa untuk melakukan regulasi diri tersebut perlu membuat tujuan – tujuan yang spesifik, berjangka pendek dan menantang, karena sebuah tujuan yang tidak jelas dan rancu akan menyebabkan kegiatan yang dilakukan pendidik dalam mengajar menjadi tidak pasti. Ia juga menyarankan untuk merencanakan bagaimana mencapai tujuan dan mengawasi serta secara sistematis mengevaluasi pencapaian tujuan secara konsisten.

4. Sulit Menerima Perubahan Pendidik tidak jarang menghadapi peserta didik yang sulit menerima

perubahan. Berdasarkan hal tersebut maka pendidik perlu mengubah jenis sasaran peserta didik ke pengetrap awal. Menurut King (2010) pengetrap awal yang di jadikan sasaran pendidikan adalah mereka yang mengalami perubahan fisik pada masa dewasa awal dan mereka yang mengalami perubahan fisik pada dewasa tengah.

Peserta didik dewasa awal biasanya berumur sekitar 20 – 30 tahun dimana pada masa ini kondisi fisik mereka mengalami puncak produktivitas baik fisik, mental dan kognitifnya, ia juga menambahkan bahwa pada masa dewasa awal mereka memiliki pemikiran yang lebih realistis dan pragmatis, berpikir secara relatif dan reflektif, mampu mengenali sudut pandang dunia yang bersifat subjektif dan memahami perbedaan – perbedaan sudut pandang dunia yang harus diakui (dengan kata lain, kemampuan intelektual mereka sangat kuat pada masa dewasa awal). Peserta didik dewasa tengah biasanya berumur sekitar 30 – 50 tahun. pada masa ini peserta didik sudah mengalami penurunan pada penampilan fisik diantaranya adalah kulit yang keriput dan kendur karena hilangnya sejumlah lemak dan kolagen, performa reproduksi yang menurun. Sedangkan pada aspek kognitif terjadi penurunan fluid intelligence (yang melibatkan kecerdasan pemrosesan informasi, seperti memori, kalkulasi dan pemecahan analogi) namun di sisi lain terjadi kestabilan dan peningkatan crystallized intelligence (kecerdasan berdasarkan akumulasi informasi, kecakapan dan strategi yang dipelajari melalui pengalaman) (Feldman, 2012).

Cervone dan Pervin (2012) menguatkan bahwa pada masa dewasa awal dan tengah mereka cenderung memiliki ketahanan psikologis. Mereka umumnya mampu menahan kesulitan yang menyertai di kemudian tahun dan mempertahankan rasa diri dan kesejahteraan pribadi. Berdasarkan hal tersebut maka penyuluh atau pendidik hendaknya memfokuskan sistem pengajarannya pada pengetrap awal kemudian setelah itu baru pada pengetrap akhir dan jika dimungkinkan diterapkan kepada laggard.

Dokumen yang terkait

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Pengaruh Proce To Book Value,Likuiditas Saham dan Inflasi Terhadap Return Saham syariah Pada Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014

7 68 100

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Pengaruh Dukungan Venezuela Kepada Fuerzas Armadas Revolucionaries De Colombia (FARC) Terhadap Hubungan Bilateral Venezuela-Kolombia

5 236 136

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46