Jenis Tanah di Lokasi Penelitian
C. Jenis Tanah di Lokasi Penelitian
Untuk menentukan jenis tanah pada suatu wilayah tidaklah mudah, diperlukan banyak sumber dan referensi serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan. Tak lupa pengamatan dan analisis yang mendalam terhadap temuan di lapangan juga perlu diperhatikan. Setelah dilakukannya analisis terhadap sifat-sifat tanah hasil temuan, dibandingkan dengan berbagai referensi dan hasil penelitian penulis menemukan kesamaan dan kecenderungan- kecenderungan yang terjadi, sehingga penulis memiliki kesimpulan kasar bahwa di lokasi penelitian umumnya berjenis tanah Andosol serta Entisol/Inceptisol. Untuk sampai ke sana banyak yang menjadi pertimbangan, yang menjadi alasan-alasan dalam pertimbangan tersebut di antaranya adalah:
1. Topografi Dan Betuk Wilayah Andosol
Menurut Sukarman dan Ai Dariah (2014: 30 – 34) di Pulau Jawa, tanah Andosol hampir merata terdapat di daerah pegunungan mulai dari Jawa Barat (Gunung Salak) sampai ke ujung timur di Jawa Timur
(Pegunungan Ijen). Salah satu pernyataan dalam sistem klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957, 1961) adalah bahwa tanah Andosol umumnya dijumpai di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 750 sampai 3.000 m dpl. Bentuk wilayah atau topografi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah dan pengelolaannya. Dilihat dari sisi bentuk wilayahnya tanah Andosol menyebar pada daerah berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung. Lebih lanjut diterangkan bahwa tanah Andosol di Indonesia sebagian besar (61,99%) menempati daerah dengan bentuk wilayah bergunung, urutan kedua di daerah berbukit (16,38%) dan yang paling sedikit menempati daerah datar sampai berombak (8,69%). Namun demikian, sebagian besar dari tanah tersebut terletak pada daerah berbukit sampai bergunung.
Gunung Tangkuban Parahu dan wilayah di sekitarnya termasuk Jayagiri dan Gunung Putri memiliki bentuk wilayah yang beragam. Di puncaknya tentu memiliki bentuk wilayah yang bergunung, di daerah Jayagiri rata-rata memiliki bentuk wilayah bergelombang/berombak, dan di sekitar Gunung Putri sebagian besar berbukit. Sedangkan di atas dikatakan bahwa tanah Andosol di Indonesia sebagian besar (61,99%) menempati daerah dengan bentuk wilayah bergunung, urutan kedua di daerah berbukit (16,38%) dan yang paling sedikit menempati daerah datar sampai berombak (8,69%). Selain itu ketinggian Gunung Tangkuban Parahu diketahui sekitar 2.084 m dpl. Di daerah Jayagiri saja berdasarkan data lapangan diketahui memiliki ketinggian mulai dari 1.300 m dpl sedangkan di Gunung Putri memiliki ketinggian mulai dari 1.500 m dpl. Ini artinya bentuk wilayah dan topografi di lokasi penelitian telah memenuhi syarat sebagai tempat terbentuknya tanah andosol.
2. Fisiografi Dan Bahan Induk Andosol
Tanah Andosol ternyata sebagian besar terdapat pada fisiografi kerucut vulkanik (51,45%), yang kedua pada dataran vulkanik (21,62%), dan yang paling sedikit pada perbukitan vulkanik (16,38%). Menurut Prasetyo (2005) bahan induk yang membentuk tanah Andosol di Indonesia Tanah Andosol ternyata sebagian besar terdapat pada fisiografi kerucut vulkanik (51,45%), yang kedua pada dataran vulkanik (21,62%), dan yang paling sedikit pada perbukitan vulkanik (16,38%). Menurut Prasetyo (2005) bahan induk yang membentuk tanah Andosol di Indonesia
Berdasarkan paparan sebelumnya dikatakan bahwa bahan induk tanah di daerah Tangkuban Parahu berupa bahan vulkanik andesitik berumur holosen, bahkan secara eksplisit Sukarman dan Ai Dariah menyebutkan kembali hal tersebut di atas. Selain itu observasi lapangan yang dilakukan juga berdasarkan ketinggian pada masing-masiing jalur. Hal itu dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik tanah pada ketinggian yang berbeda. Sehingga plot pengambilan sampel tersebar mulai dari puncak kawah Gunung Tangkuban Parahu sampai daerah perbukitan tinggi di Gunung Putri dan Jayagiri. Dimana dikatakan bahwa tanah Andosol sebagian besar terdapat pada fisiografi kerucut vulkanik (51,45%), yang kedua pada dataran vulkanik (21,62%), dan yang paling sedikit pada perbukitan vulkanik (16,38%).
3. Iklim Andosol
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia ternyata tidak hanya berkembang di daerah beriklim basah, tetapi dijumpai di daerah dengan curah hujan rata-rata tahunan yang lebih rendah, yaitu kurang dari 2.000 mm/tahun dengan rejim kelembaban tergolong ustik, seperti di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. Demikian halnya dengan suhu udara, ternyata tanah Andosol juga terdapat di daerah dengan suhu yang relatif panas (isohipertermik) seperti halnya di dataran rendah Sumatera Utara dan di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.( Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 37).
Dikatakan di uraian sebelumnya bahwa Kecamatan Lembang mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu rata-rata 20,04°C, persentase kelembaban rata-rata 84, 63% dan curah hujan bulanan rata-rata 160,58 mm selama sepuluh tahun terakhir. Sedangkan menurut Fakta dan Analisis Detail Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Lembang (2002) menyebutkan bahwa Kecamatan Lembang memiliki suhu terendah 16° C dan tertinggi 28° C dengan curah hujan yang turun berkisar antara 1500 – 3000 mm per tahun dan termasuk ke dalam curah hujan yang tinggi.
4. Penggunaan Lahan Andosol
Tanah Andosol merupakan tanah subur yang berada pada berbagai kondisi iklim, ketinggian dan pada berbagai bentuk wilayah. Tanah Andosol yang terletak pada kawasan budidaya pertanian sebagian besar sudah digunakan untuk:(1) tanaman perkebunan terutama teh, kopi, dan tebu/tembakau, (2) tanaman pangan lahan kering terutama padi gogo dan jagung, (3) tanaman hortikultura antara lain kentang, kol, tomat, cabai, tanaman hortikultura tahunan antara lain jeruk, alpokat, apel, (4) tanaman pangan lahan basah (sawah). Sedangkan tanah Andosol pada kawasan hutan sebagian besar merupakan hutan produksi terbatas, hutan lindung, taman nasional, hutan suaka alam dan hutan yang dapat dikonversi.( Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 38).
Seperti yang diketahui bahwa daerah lembang merupakan daerah hinterland salah satunya bagi kota Bandung. Diamana berbagai macam jenis sayuran Kota Bandung dikirim dari daerah Lembang seperti kentang, kol, cabai, tomat, buncis, terong, dan lain macam sebagainya. Data menurut Kecamatan Lembang dalam angka 2013 menyebutkan bahwa luas daerah lahan pertanian bukan sawah terhitung sebesar 5.731, 68 Ha. Itu artinya tanah andosol di daerah Lembang sebagian besar telah digunakan sebagai lahan untuk tanaman holtikultura. Selain itu fakta ini juga didukung dengan pernyataan bahwa tanah Andosol pada kawasan hutan sebagian besar salah duanya adalah hutan lindung serta hutan yang dapat dikonversi. Hutan yang berada di daerah Gunung Tangkuban Parahu merupakan hutan lindung, Seperti yang diketahui bahwa daerah lembang merupakan daerah hinterland salah satunya bagi kota Bandung. Diamana berbagai macam jenis sayuran Kota Bandung dikirim dari daerah Lembang seperti kentang, kol, cabai, tomat, buncis, terong, dan lain macam sebagainya. Data menurut Kecamatan Lembang dalam angka 2013 menyebutkan bahwa luas daerah lahan pertanian bukan sawah terhitung sebesar 5.731, 68 Ha. Itu artinya tanah andosol di daerah Lembang sebagian besar telah digunakan sebagai lahan untuk tanaman holtikultura. Selain itu fakta ini juga didukung dengan pernyataan bahwa tanah Andosol pada kawasan hutan sebagian besar salah duanya adalah hutan lindung serta hutan yang dapat dikonversi. Hutan yang berada di daerah Gunung Tangkuban Parahu merupakan hutan lindung,
5. Horizon Tanah Andosol
Dalam klasifikasi tanah Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian atau BBSDLP (2014), Andosol adalah tanah-tanah yang mempunyai sifat andik, umumnya sudah mulai menunjukkan perkembangan profil ditandai dengan susunan horison A-Bw-C, sebagian bersusunan horison AC. (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 42). Hasil analisis sebelumnya dikatakan bahwa tanah di daerah lokasi penelitian berbahan induk andesit berumur holosen (10.000 tahun yang lalu) yang berasal dari erupsi Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Mindano. Sehingga tanah nya merupakan tanah dewasa dengan proses lanjut pembentukan horizon B muda (Bw). Sedangkan menurut Hardjowigeno (2010: 34 – 35) bahwa horizon Bw terbentuk sebagai hasil dari proses alterasi bahan induk (terbentuk struktur tanah, warna lebih merah dari bahan induk) atau ada penambahan-penambahan bahan tertentu seperti liat. Jenis tanah yang termasuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol, Andosol, Vertisol, Mollisol dan sebagainya.
6. Warna Tanah Andosol
Bahan organik tanah mempengaruhi berbagai sifat kimia dan fisik serta meningkatkan aktivitas biologi tanah dan produktivitas. Warna gelap humus horison permukaan (hitam atau coklat tua) dengan struktur remah, konsistensi gembur, kadar bahan organik tinggi, licin ( smeary ) adalah salah satu sifat yang paling penting dalam menentukan konsep tanah Andosol dalam Sistem Klasifikasi Tanah Dudal dan Soepraptohardjo (1957 dan 1961).( Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 43). Hasil analisis laboraturium menunjukan bahwa tanah di lokasi penelitian berstruktur granuler dan remah dengan warna warna mulai dari cokelat kekuningan gelap, cokelat pekat, cokelat sangat pekat, cokelat kemerahan gelap, cokelat kemerahan, merah kekuningan, merah gelap, cokelat, hitam, cokelat terang, merah Bahan organik tanah mempengaruhi berbagai sifat kimia dan fisik serta meningkatkan aktivitas biologi tanah dan produktivitas. Warna gelap humus horison permukaan (hitam atau coklat tua) dengan struktur remah, konsistensi gembur, kadar bahan organik tinggi, licin ( smeary ) adalah salah satu sifat yang paling penting dalam menentukan konsep tanah Andosol dalam Sistem Klasifikasi Tanah Dudal dan Soepraptohardjo (1957 dan 1961).( Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 43). Hasil analisis laboraturium menunjukan bahwa tanah di lokasi penelitian berstruktur granuler dan remah dengan warna warna mulai dari cokelat kekuningan gelap, cokelat pekat, cokelat sangat pekat, cokelat kemerahan gelap, cokelat kemerahan, merah kekuningan, merah gelap, cokelat, hitam, cokelat terang, merah
7. Tekstur Tanah Andosol
Tanah Andosol mempunyai tekstur yang sangat bervariasi dari lempung berpasir sampai liat berpasir, hal ini tergantung dari jenis dan ukuran partikel tephra yang dikeluarkan saat terjadinya erupsi dan tingkat pelapukan. Sering terjadi adanya perbedaan tekstur antara hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisis di laboratorium. Hal ini terjadi karena bahan tanah yang berasal dari tanah non kristalin seringkali tidak mengalami dispersi secara sempurna menjadi butiran tanah primer (liat, debu atau pasir) pada saat analisis tanah. Oleh karena itu tekstur tanah atau ukuran besar butir tidak digunakan sebagai kriteria dalam klasifikasi tanah pada kategori famili. Sebagai penggantinya digunakan kombinasi ukuran partikel dan mineralogi yang disebut sebagai kelas besar butir pengganti. (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 46-47). Sedangkan hasil analisis tanah ditemukan bahwa tanah di lokasi penelitian diantaranya memiliki tekstur pasir, debu, lempung, pasir berlempung, lempung berdebu, lempung liat berpasir, lempung berpasir, lempung berliat, dan lempung liat berdebu.
8. Konsistensi Tanah Andosol
Konsistensi tanah Andosol secara nyata dipengaruhi oleh kadar air. Konsistensi basah, ditentukan pada kondisi kadar air lebih tinggi dari kapasitas lapang yang ditandai dengan lekat dan plastis. Tanah Andosol yang mempunyai kandungan humus tinggi biasanya kurang lekat dan kurang plastis. Sebaliknya, tanah Andosol dengan kandungan C rendah organik disertai dengan peningkatan kandungan liat, konsistensinya tergolong lekat dan plastis. Konsistensi lembab, diukur pada saat kadar air antara kering (titik layu permanen) dan kapasitas lapangan. Kondisi ini sangat penting terutama untuk horison lapisan atas tanah Andosol. Konsistensi lembab biasanya sangat gembur sampai remah, yang mencerminkan perkembangan agregat sangat berpori, struktur berbutir atau Konsistensi tanah Andosol secara nyata dipengaruhi oleh kadar air. Konsistensi basah, ditentukan pada kondisi kadar air lebih tinggi dari kapasitas lapang yang ditandai dengan lekat dan plastis. Tanah Andosol yang mempunyai kandungan humus tinggi biasanya kurang lekat dan kurang plastis. Sebaliknya, tanah Andosol dengan kandungan C rendah organik disertai dengan peningkatan kandungan liat, konsistensinya tergolong lekat dan plastis. Konsistensi lembab, diukur pada saat kadar air antara kering (titik layu permanen) dan kapasitas lapangan. Kondisi ini sangat penting terutama untuk horison lapisan atas tanah Andosol. Konsistensi lembab biasanya sangat gembur sampai remah, yang mencerminkan perkembangan agregat sangat berpori, struktur berbutir atau
9. Struktur Tanah Andosol
Tanah Andosol memiliki struktur tanah yang mencerminkan tingginya bahan tanah berbentuk mineral non kristalin dan tingginya bahan organik tanah. Kedua bahan tersebut sangat berperan dalam menentukan rendahnya berat isi ( bulk density ). Horison permukaan dari tanah Andosol umumnya mempunyai struktur berbutir (granular) dan struktur gumpal ( blocky ) atau kadang-kadang membulat (subangular). Ukuran dan kelas struktur tanah Andosol cukup bervariasi, hal tersebut mencerminkan pengaruh dari jenis material tanah, budidaya, dan iklim (pengeringan dan pembasahan). Budidaya pertanian pada tanah Andosol cenderung menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari struktur butir (granular) menjadi struktur agak membulat (subangular) bahkan menjadi gumpal agak bersudut ( subangular blocky ). (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 47). Sedangkan hasil analisis ditemukan tanah dengan kondisi struktur umumnya granuler dan remah dengan perkembangan lemah sampai sedang dan ukurannya yang sangat halus, halus, dan sedang.
10. pH Tanah Andosol Tanah Andosol di Indonesia memiliki kisaran pH yang cukup lebar
yaitu antara 3,4 sampai 6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5 sampai 5,5 merupakan kisaran pH yang paling banyak sedangkan yang kedua terbanyak adalah pada kisaran pH antara 5,5 sampai 6,5. Banyaknya contoh pada kisaran pH 4,5 sampai 5,5 dan 5,5 sampai 6,5 menunjukkan bahwa tanah Andosol di Indonesia didominasi oleh mineral-mineral liat amorf. Tanah Andosol ini berasal dari daerah yang mempunyai curah hujan tinggi dengan bahan induk yang bersifat andesitik, atau andesitik- basaltik. (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 67). Hasil pengukuran terhadap pH tanah yaitu antara 3,4 sampai 6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5 sampai 5,5 merupakan kisaran pH yang paling banyak sedangkan yang kedua terbanyak adalah pada kisaran pH antara 5,5 sampai 6,5. Banyaknya contoh pada kisaran pH 4,5 sampai 5,5 dan 5,5 sampai 6,5 menunjukkan bahwa tanah Andosol di Indonesia didominasi oleh mineral-mineral liat amorf. Tanah Andosol ini berasal dari daerah yang mempunyai curah hujan tinggi dengan bahan induk yang bersifat andesitik, atau andesitik- basaltik. (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 67). Hasil pengukuran terhadap pH tanah
11. Fauna Activity Tanah Andosol Di dalam tanah Andosol, terdapat populasi makrofauna maupun
mikrofauna, diantaranya cacing tanah dan mikroorganisme tanah (protozoa dan nematoda). Cacing tanah ini berperan dalam menyuburkan dan menggemburkan tanah. Cacing tanah melakukan pencampuran tanah dan memperbaiki tata udara tanah sehingga infiltrasi air menjadi lebih baik, dan lebih mudah ditembus oleh akar. Dalam suatu ekosistem tanah, berbagai mikroba hidup, bertahan hidup, dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara dan kebutuhan hidup lainnya, baik secara simbiotik maupun non simbiotik sehingga menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar mikrobia ini. (Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 71). Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan ditemukan bahwa fauna yang terdapat di dalam tanah pada lokasi penelitian sebagian besar berupa makrofauna, yaitu hewan-hewan tanah besar yang dapat dilihat secara kasat mata, di antaranya adalah cacing tanah berjenis Helodrilus caliginosus (cacing kebun) dan Helodrilus foetidus (cacing merah). Selain itu ditemukan pula Arthropoda dengan famili Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu, dan Insek seperti semut dan rayap.
Kesimpulannya bahwa tanah di lokasi penelitian secara umum berjenis tanah andosol. Tanah andosol dalam USDA Soil Taxonomy disebut sebagai Andisol, yaitu tanah yang mempunyai lapisan < 36 cm dengan sifat andik. Lalu menurut FAO/UNESCO Andosol adalah tanah dengan epipedon mollik atau umbrik atau ochrik dan horizon kambik, serta mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari bahan volkanik vitrik, cinder, atau pyroklastik vitrik yang lain. Sedangkan menurut Sistem Pusat Penelitian Tanah Andosol adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam dengan Kesimpulannya bahwa tanah di lokasi penelitian secara umum berjenis tanah andosol. Tanah andosol dalam USDA Soil Taxonomy disebut sebagai Andisol, yaitu tanah yang mempunyai lapisan < 36 cm dengan sifat andik. Lalu menurut FAO/UNESCO Andosol adalah tanah dengan epipedon mollik atau umbrik atau ochrik dan horizon kambik, serta mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari bahan volkanik vitrik, cinder, atau pyroklastik vitrik yang lain. Sedangkan menurut Sistem Pusat Penelitian Tanah Andosol adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam dengan
Kemungkinan kedua jenis tanah di lokasi penelitian adalah Entisol atau Inceptisol. Entisol dalam USDA Soil Taxonomy merupakan tanah yang masih muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik, atau histik bila tanah sangat lembek. Sedangkan inceptisol merupakan tanah muda tetapi lebih berkembang daripada entisol (inceptum = permulaan). Umumnya mempunyai horizon kambik. Karena tanah belum berkembang lanjut kebanyakan tanah ini cukup subur. (Hardjowigeno, 2010: 222). Di dalam klasifikasi FAO/UNESCO Entisol ini bernama Fluvisol, yaitu tanah-tanah yang berasal dari endapan baru, hanya mempunyai horizon penciri ochrik, umbrik, histik, atau sulfurik. Sedangkan dalam klasifikasi Sistem Pusat Penelitian Tanah, Entisol ini dinamakan Aluvial, yaitu tanah berasal dari endpan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik,histik, atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %. Kemungkinan ini didasarkan pada asumsi bahwa tanah di sekitar kawah Gunung Tangkuban Parahu adalah tanah yang masih baru terbentuk. Hal ini terjadi karena tanah tersebut berasal dari endapan baru material gunung api. Ciri-ciri tanah pada plot 6 yaitu berupa lempung berpasir dan liat berpasir dengan kandungan pasir yang cukup banyak. Memiliki tekstur yang sedang sampai kasar, karena terdapat kandungan pasir yang cukup tinggi. Konsistensi gembur pada horizon O dan lepas pada horizon A yang berada di bawahnya. Warna tanah cokelat pekat pada horizon O dengan sisa-sisa tanaman yang masih terlihat jelas, sedangkan pada horizon di bawahnya relatif berwarna cokelat pudar, abu-abu terang, bahkan ada yang masih berwarna putih. Tanah yang demikian mencirikan belum terjadinya percampuran antara bahan organik, sisa-sisa tanaman dengan bahan material mineral tanah. Sehingga tanah pada plot ini masih pemulaan dalam proses pembentukan tanah.