IDENTIFIKASI POTENSI TERJADINYA KEBAKARAN BERDASARKAN FAKTOR PEMICU KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA
A. IDENTIFIKASI POTENSI TERJADINYA KEBAKARAN BERDASARKAN FAKTOR PEMICU KEBAKARAN DI KOTA SURAKARTA
Dalam mengetahui potensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta didasarkan pada faktor pemicu terjadinya kebakaran. Faktor pemicu kebakaran sesuai yang telah dirumuskan yaitu Fire History, Penggunaan Lahan, Kepadatan Bangunan, Kepadatan Penduduk, Proteksi Terpasang, dan Kesiapan Masyarakat.
Identifikasi terhadap faktor pemicu terjadinya kebakaran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor pemicu yang muncul dalam memicu kebakaran di Kota Surakarta. Secara sederhana, semakin banyak kelurahan yang memiliki penilaian terhadap faktor pemicu terhadap indikatornya, maka wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar terhadap terjadinya kebakaran dari faktor pemicu yang ada. Dalam kata lain dapat dikatakan bahwa faktor pemicu tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam memicu terjadinya kebakaran. Sehingga didapatkan hasil berupa identifikasi faktor pemicu yang paling berperan dalam memicu kebakaran berdasarkan analisis deskriptif.
1. Kejadian Kebakaran
Kota Surakarta merupakan Kota yang rawan terjadi Kebakaran, dimana berdasarkan Indeks Rawan Bencana Nasional tahun 2011 berada pada rangking 26 nasional. Kejadian Kebakaran atau fire history merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran. dalam faktor ini semakin sering atau semakin tingi kejadian dalam suatu kelurahan, maka semakin tingi pula terjadinya kebakaran dimasa yang akan datang. Sehingga kelurahan yang sering terjadi kebakaran, dapat dikatakan sebagai kelurahan yang rawan berdasarkan faktor pemicu kejadian kebakaran atau fire history.
Berdasarkan data kejadian kebakaran di Kota Surakarta dalam 3 (tiga) tahun terakhir terjadi 111 kejadian kebakaran. Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres, merupakan kelurahan yang paling sering terjadi kebakaran. Kelurahan Jebres terjadi kebakaran dengan jumlah kejadian mencapai 9 kejadian dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun. Jumlah kejadian kebakaran yang dimiliki oleh Kelurahan Jebres mencapai angka 8% dari total kejadian Kebakaran di Kota Surakarta.
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari merupakan kelurahan dengan kejadian terbesar kedua dengan 7 kejadian kebakaran dengan presentasi kejadian kebakaran 6%. Sedangkan Kelurahan Pajang, Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan, Kelurahan
commit to user
Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Mangkubumen, dan Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari memiliki presentasi kejadian masing β masing 5% kejadian. Sedangkan Kelurahan lain yag tidak disebutkan memiliki presentasi kejadian yang kecil dengan nilai presentasi dibawah 5%.
Berdasarkan PerKa BNPB Nomor 2 tahun 2012 yang merupakan indikator terhadap jumlah kejadian, menetapkan klasifikasi kejadian kebakaran dalam 3 (tiga) kelas yaitu rendah (<2%), sedang (2-5%), tinggi (>5%).
Jadi presentasi kejadian kebakaran yang terjadi di Kota Surakarta dapat dikatakan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran dengan variabel frekuensi kejadian di Kota Surakarta berdasarkan analisis deskriptif. Hal ini dikarenakan terdapat total 2 kelurahan yang memiliki tingkat bahaya tinggi (2 kelurahan) dan sedang (25 kelurahan) dari total 51 kelurahan.
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia yang diterbitkan oleh BNPB kejadian kebakaran memiliki angka potensi bahaya (3). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 25
Analisis Kejadian Kebakaran di Kota Surakarta
No Kecamatan
1 1 3 Pasar Kliwon
1. Joyosuran
2. Semanggi
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
8. Kedung Lumbu
9. Sangkrah
commit to user
No Kecamatan
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
2 2 2 KOTA SURAKARTA
28 37 46 111
100
Sumber : hasil analisis, 2012
commit to user
PETA KEJADIAN KEBAKARAN
commit to user
2. Pengunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan faktor pemicu terjadinya kebakaran. Hal ini dikarenakan setiap penggunaan lahan memiliki klasifikasi resiko terhadap potensi terjadinya kebakaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan, setiap penggunaan lahan memiliki klasifikasi angka potensi kebakaran. Penggunaan lahan dan angka klasifikasi yang dimaksud dalam penggunaan lahan dengan fungsi berupa Permukiman (3), Perkantoran (4), Jasa (5), Perdagangan (6), dan Industri (7).
Berdasarkan teori sturgess, dalam mengklasifikasikan penilaian berdasasrkan kategori rendah, sedang, dan tinggi dalam 3 kelas dilakukan dengan formula Sturgess yaitu :
a. Menghitung ambang interval dengan cara mengurangkan Nilai tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil penilaian dengan nilai terendah (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian untuk kemudian dibagi 3 (tiga) sesuai dengan interval kelas yag diinginkan.
b. Nilai ambang interval yang telah didapat dari hasil perhitungan sebelumnya (a), digunakan sebagai pengurang dari nilai tertinggi, sehingga akan menghasilkan batas nilai paling bawah dari kategori tertinggi.
c. Selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah, sehingga
akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang, dan seterusnya.
πππππ π πππ‘πππ (ππ ) =
(Nilai Tertinggi β Nilai Terendah)
Kelas
a. Permukiman
Penggunaan lahan di Kota Surakarta didominasi oleh penggunaan lahan berupa Permukiman dengan 3.140,61 ha dari luas wilayah Kota Surakarta sebesar 4.404,06 ha atau sebesar 71% luas wilayah. Penggunaan Lahan permukiman paling tinggi berada pada Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 92% dari luas wilayah kelurahan. Hal ini berarti pada kelurahan tersebut memiliki penggunaan lahan sebagai permukiman yang tinggi. Sedangkan penggunaan lahan permukiman paling rendah yaitu Kelurahan Kepatihan Wetan dengan 45% penggunan lahan untuk permukiman.
Akan tetapi berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan permukiman rendah (<59%), sedang (59% - 75%), dan tinggi (>75%). Sehingga, penggunaan lahan untuk permukiman didapatkan kelurahan yang berada pada kriteria penggunaan permukiman rendah sejumlah 5 (lima) kelurahan diantaranya 4 (empat) kelurahan di
commit to user
kecamatan Jebres dan 1 (satu) kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kedung Lumbu Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Sudiroprajan, dan Kecamatan Pucangsawit Kecamatan Jebres. Hal ini berarti 46 kelurahan selain kelurahan yang memiliki kriteria pengunaan lahan rendah, merupakan Kelurahan dengan penggunaan lahan sedang dan tinggi.
Kelurahan dengan penggunaan lahan permukiman tinggi di Kota Surakarta sebanyak
14 kelurahan dari 51 kelurahan. Atau kurang dari sepertiga dari jumlah kelurahan. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan permukiman dapat dikatakan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedang berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan permukiman
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (3).
b. Perkantoran
Penggunaan lahan perkantoran di Kota Surakarta sebesar 143,33 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perkantoran paling tinggi berada pada Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 28% dari luas wilayah kelurahan. Hal ini dikarenakan Kelurahan Kampung Baru merupakan letak dari lokasi pusat pemerintahan Kota Surakarta, sehingga kelurahan ini memiliki pernggunaan lahan perkantoran paling besar diantara 51 kelurahan lainnya.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perkantoran rendah (<9%), sedang (9% - 18%), dan tinggi (>18%). Penggunaan lahan perkantoran sedang terdapat pada kelurahan Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan Kecamatan Jebres, Kelurahan Mangkubumen, Kelurahan timuran, dan Kelurahan Ketelan Kecamatan Banjarsari. Sedangkan kelurahan selain yang telah disebutkan memiliki penggunaan lahan perkantoran rendah.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan perkantoran bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan perkantoran
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (4).
commit to user
c. Jasa
Penggunaan lahan Jasa di Kota Surakarta sebesar 146,23 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan Jasa paling tinggi berada pada Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari sebesar 11% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan jasa paling rendah berada pada Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Pasar Kliwon sebesar 0% dari luas wilayah atau hanya sebesar 0,03 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan Jasa rendah (<2%), sedang (2% - 6%), dan tinggi (>6%). Penggunaan lahan Jasa sedang terdapat pada kelurahan 32 Kelurahan yang tersebar di masing β masing Kecamatan. Sedangkan untuk penggunaan lahan jasa rendah sejumlah 10 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan jasa bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 9 Kelurahan dari 51 kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan jasa
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5).
d. Perdagangan
Penggunaan lahan perdagangan di Kota Surakarta sebesar 224,96 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan perdagangan paling tinggi berada pada Kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres sebesar 41% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan perdagangan paling rendah berada pada Kelurahan Jajar dan Karangasem Kecamatan Laweyan dengan masing β masing 0% terhadap luas wilayahnya atau sebesar 0,04 ha dan 0,15 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan perdagangan rendah (<12%), sedang (12% - 26%), dan tinggi (>26%). Penggunaan lahan perdagangan sedang terdapat pada kelurahan 11 Kelurahan yang tersebar di masing β masing Kecamatan. Sedangkan untuk penggunaan lahan Perdagangan rendah sejumlah 38 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan Perdagangan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Perdagangan
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (6).
commit to user
e. Industri
Penggunaan lahan industri di Kota Surakarta sebesar 121,90 ha dari total luas wilayah 4.404,06 ha Kota Surakarta. Penggunaan lahan industri paling tinggi berada pada Kelurahan Kerten Kecamatan Laweyan sebesar 9% dari luas wilayah kelurahan. Sedangkan penggunaan lahan industri paling rendah terdapat di 14 Kelurahan yang tersebar pada masing β masing Kecamatan kecuali Kecamatan Serengan yang tidak memiliki kelurahan dengan penggunaan lahan industri 0 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan formula Sturgess, penggunaan lahan industri rendah (<2%), sedang (2% - 5%), dan tinggi (>5%). Penggunaan lahan industri dengan kategori rendah sejumlah 28 kelurahan dan kategori sedang terdapat pada 16 Kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor penggunaan lahan dengan variabel penggunaan lahan Industri bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 7 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan Permen Nomor 20 tahun 2009 penggunaan lahan Industri
memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (7).
Tabel 26 Analisis Penggunaan Lahan Terbangun Kota Surakarta
No Kec Kelurahan
Luas Penggu naan Lahan
Luas Wilay ah
1 Law eyan
1.Pajang
130,65 84 3,34
2 3,19
2 9,11
6 1,48 1 147,77 155,20 2. Laweyan
15,88 64 0,11
0 0,99
4 1,86
7 0,61 2 19,45 24,83 3. Bumi
28,14 75 0,27
1 1,88
5 1,61
4 0,21 1 32,11 37,30 4. Panularan
45,35 83 2,11
4 1,17
2 2,05
4 1,52 3 52,20 54,40 5. Sriwedari
38,44 75 3,14
6 1,93
4 6,15
12 1,45 3 51,11 51,30 6. Penumping
41,18 82 0,97
2 2,77
6 2,08
4 0,76 2 47,76 50,33 7. Purwosari
69,84 83 0,71
1 4,67
6 0,75
1 0,32 0 76,29 84,40 8. Sondakan
68,52 87 1,53
2 1,29
2 1,27
2 0,52 1 73,13 78,50 9. Kerten
64,75 70 6,70
7 3,45
4 1,11
1 8,52 9 84,53 92,10 10. Jajar
87,77 83 6,16
6 5,66
5 0,04
0 3,59 3 103,22 105,50 11. Karangasem
98,13 75 2,53
2 0,75
1 0,15
0 4,12 3 105,68 130,00 2 Sere
ngan
1. Joyotakan
31,27 68 0,18
0 0,43
1 2,89
6 1,05 2 35,82 45,90 2. Danukusuman
34,02 67 0,8
2 1,15
2 3,37
7 1,35 3 40,69 50,80 3. Serengan
56,57 88 0,82
1 0,97
2 3,26
5 0,79 1 62,41 64,00 4. Tipes
46,12 72 0,59
1 1,75
3 6,98
11 1,43 2 56,87 64,00 5. Kratonan
24,62 76 0,22
1 1,96
6 4,89
15 0,44 1 32,13 32,40 6. Jayengan
18,48 63 0,7
2 1,39
5 6,71
23 2,11 7 29,39 29,30 7. Kemlayan
21,22 64 0,63
2 1,78
5 8,59
26 0,18 1 32,40 33,00
commit to user
No Kec Kelurahan
Luas Penggu naan Lahan
Luas Wilay ah
3 Pasar Kliw
6 3,54 2 144,41 166,82 3. Pasar Kliwon
13 0,24 1 18,59 19,20 7. Kampung Baru
5 0 0 30,61 30,60 8. Kampung Lumbu
1. Kepatihan Kulon
14 0 0 14,62 17,50 2. Kepatihan Wetan
6 3,55 7 41,05 48,50 6. Pucang Sawit
arsar i
Kota Surakarta
Sumber : Hasil analisis, 2012
commit to user
PETA PENGGUNAAN LAHAN
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
3. Penduduk
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk Kota Surakarta dapat menggambarkan akan adanya kecenderungan akan kerentanan terhadap pemicu terjadinya kebakaran. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin tinggi pula kerentanan terjadinya kebakaran di Kota Surakarta.
Tingginya kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dapat menjadikan suatu indikasi akan tingginya aktivitas yang ada didalamnya. Tingginya aktivitas penduduk akan suatu wilayah akan berpotensi dalam pemicu terjadinya kebakaran yang semakin tinggi pula. Dapat dikatakan bahwa kepadatan penduduk menimbulkan kecenderungan yang berbanding lurus dengan munculnya kejadian kebakaran dimana kejadian kebakaran dapat disebabkan oleh kelalaian manusia.
Standar Nasional Indonesia nomor 3 tahun 2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perkotaan memberikan gambaran standar pedoman akan kepadatan penduduk. Baik penduduk kepadatan rendah (<150), penduduk kepadatan sedang (150-200), dan penduduk kepadatan tinggi (>200).
Kota Surakarta memiliki total kepadatan penduduk sebesar 7940 jiwa/ha. Kepadatan penduduk tinggi di Kota Surakarta mencapai 8 (delapan). Kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Tipes Kecamatan Serengan, kelurahan Joyosuran, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Sudiroprajan, dan Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres.
Kelurahan dengan kepadatan penduduk rendah masih banyak tersebar di Kota Surakarta mencapai 24 (dua puluh empat) kelurahan dari total 51 kelurahan di kota Surakarta. Sedangkan kelurahan sisanya memiliki kepadatan penduduk sedang yaitu sebanyak 19 (sembilan belas) kelurahan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan Penduduk dengan variabel Kepadatan Penduduk bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 8 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
commit to user
Tabel 27
Analisis Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2010
No Kecamatan
Kelurahan
Luas (ha)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha)
76 1 RENDAH 2 Serengan
148 2 RENDAH 3 Pasar Kliwon
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
8. Kedung Lumbu
257 3 TINGGI 4 Jebres
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
87 1 RENDAH 5 Banjarsari
95 1 RENDAH KOTA SURAKARTA
Sumber : Hasil analisis, 2012
commit to user
PETA ANALISIS KEPADATAN PENDUDUK
commit to user
b. Penduduk Usia Rentan
Penduduk Usia rentan merupakan penduduk dengan kelompok usia 0-14 tahun dan usia 60+ tahun. Penduduk dengan kelompok ini dikatakan sebagai penduduk usia rentan dikarenakan penduduk dalam kelompok ini merupakan penduduk yang paling rentan dalam menghadapi suatu ancaman yaitu kebakaran.
Kerentanan yang dimiliki oleh penduduk usia rentan ini disebabkan dari kurangnya kemampuan atau daya tahan yang dimiliki oleh penduduk dalam kelompok usia ini didalam menghadapi kebakaran. dan keberadaan kelompok usia rentan ini bisa menggambarkan akan adanya jumlah korban ataupun sulitnya upaya evakuasi jika terjadi kebakaran.
Sama halnya dengan keberadaan jumlah penduduk, semakin besar jumlah penduduk usia rentan, maka semakin besar pula kerentanan yang dimiliki oleh suatu wilayah yakni Kota Surakarta. Sehingga keberadaan penduduk usia rentan dapat juga dijadikan sebagai ukuran dalam menganalisis wilayah terhadap adanya bahaya kebakaran.
Badan statistik memberikan arahan terhadap tingkatan usia rentan pada suatu wilayah, dimana tingkatan usia rentan terbagi dalam 3 tingkatan yaitu usia rentan rendah (β€50), sedang (51- 69), dan tinggi (β₯70).
Perhitungan terhadap dependency ratio yang seterusnya disebut usia rentan didasarkan pada arahan dari badan statistik dengan rumus :
ππππππππππ¦ πππ‘ππ =
jumlah kelompok usia ππππππππ’ππ‘ππ (0 β 14 &60 +)
jumlah usia produktif (15 β 60)
x100%
Penduduk usia rentan di Kota Surakarta berjumlah 206.660 jiwa yang terdiri dari 169.385 jiwa penduduk usia 0-14 tahun dan 37.275 jiwa penduduk usia >60 tahun. Jumlah penduduk rentan di Kota Surakarta ini memiliki rata β rata 54 yang artinya pada setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung beban 54 jiwa penduduk yang tidak produktif dan termasuk dalam tingkat sedang.
Kelurahan Kemlayan Kecamatan Serengan merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk dengan ratio usia rentan yang paling besar yaitu mencapai 125%. Hal ini berati dalam 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 125 jiwa penduduk rentan. Sedangkan Kelurahan Stabelan merupakan kelurahan dengan ratio ketergantungan akan usia rentan paling rendah yaitu 26%.
Tingkatan usia rentan tinggi terdapat pada 11 Kelurahan, tingkatan sedang pada 16 Kelurahan, dan 24 kelurahan dengan tingkat rendah.
commit to user
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Kepadatan penduduk dengan variabel penduduk usia rentan bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 11 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
Tabel 28 Analisis Penduduk Usia Rentan 2010
Kecamatan
Kelurahan
Usia 0-4 th
Usia
5 β9 th
Usia 10-14 th
Usia >60 th
Jumlah Penduduk
Ratio
1 Laweyan 1.Pajang
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
8. Kampung Lumbu
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
2745
1356
1386
461
13.903 75
7. Jagalan
1388
1521
1528
290
12.382 62
8. Purwodiningratan
742
679
507
449
5.453 77
9. Tegalharjo
442
657
653
532
6.078 60
10. Jebres
2045
2382
2530
3031
32.112 45
11. Mojosongo
9950
4366
3922
2281
46.256 80
commit to user
Kecamatan
Kelurahan
Usia 0-4 th
Usia
5 β9 th
Usia 10-14 th
Usia >60 th
Jumlah Penduduk
Ratio 5 Banjarsari
KOTA SURAKARTA
Sumber : Hasil analisis, 2012
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB faktor penduduk dengan variabel kepadatan penduduk dan penduduk usia rentan memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (5).
commit to user
PETA PENDUDUK USIA RENTAN
commit to user
4. Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan pada suatu wilayah dapat menggambarkan bagaimana kerentanan suatu wilayah didalam memicu terjadinya suatu bencana kebakaran. Semakin tinggi atau semakin padat bangunan maka akan semakin besar pula potensi terjadinya kebakaran. Sebaliknya, semakin rendah kepadatan bangunan pada suatu wilayah, maka semakin rendah pula potensi terjadinya kebakaran.
Penetapan kepadatan bangunan didasarkan pada PP Nomor 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksanan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dalam pasal 20 ayat 2 menetapkan Kepadatan Bangunan dalam tingkatan rendah (kurang dari 30%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan tinggi (lebih dari 60%).
Perhitungan mengenai kepadatan bangunan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui rumus :
πΎππππππ‘ππ π΅ππππ’πππ =
ππ’ππ π€ππππ¦πβ π‘πππππππ’π ππ’ππ π€ππππ¦πβ πππ πππ’ππ’βππ π₯ 100%
Berdasarkan rumus diatas, dilakukan analisis terhadap faktor bangunan dengan variabel kepadatan bangunan. Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan rata β rata 71%. Ini mengandung arti bahwa Kota Surakarta memiliki kepadatan bangunan tinggi. Sedangkan berdasarkan kelurahan, Kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan paling tinggi adalah Kelurahan Kratonan dan Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan dengan masing β masing memiliki kepadatan bangunan 95% dan 93%.
Kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi mencapai 41 kelurahan. Sedangkan kelurahan yang lain memiliki kepadatan bangunan sedang mencapai 10 kelurahan. Dalam kata lain, berarti Kota Surakarta memiliki Kepadatan Bangunan yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak terdapat 1 (satu) pun kelurahan yang memiliki kepadatan bangunan rendah.
Kondisi yang demikian dapat menjelaskan bahwa kepadatan bengunan di Kota Surakarta, khusunya pada setiap kelurahan memiliki kepadatan bangunan yang padat. Kepadatan bangunan ini dapat memicu terjadinya bencana kebakaran pada kota Surakarta khusunya pada masing β masing kelurahan yang padat oleh bangunan.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor Bangunan dengan variabel kepadatan bangunan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 41 Kelurahan dengan kriteria resiko tinggi dari
51 kelurahan yang ada. Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB faktor Bangunan dengan variabel kepadatan bangunan memiliki klasifikasi angka potensi bahaya (6).
commit to user
Tabel 29
Analisis Kepadatan Bangunan di Kota Surakarta
No Kecamatan
Luas Wilayah
90 3 Pasar Kliwon
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
8. Kedung Lumbu
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
58 KOTA SURAKARTA
Sumber : hasil analisis, 2012
commit to user
PETA KEPADATAN BANGUNAN
commit to user
5. Proteksi Terpasang
a. Keberadaan Sarana Proteksi
Proteksi terpasang merupakan usaha atau potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah didalam upaya mencegah terjadinya suatu bencana kebakaran. Potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu wilayah didalam upaya meredam kejadian kebakaran.
Didalam melakukan analisis deskriptif pada proteksi terpasang ini melihat pada tiga variabel yaitu variabel keberadaan proteksi, variabel jumlah proteksi, serta variabel jangkauan sarana pos pemadam kebakaran.
Variabel keberadaan sarana dan prasarana proteksi dilakukan dengan melihat pada keberadaan sarana dan prasarana tersebut pada masing β masing kelurahan. Dimana kelurahan yang memiliki atau terdapat dari keseluruhan sarana prasarana proteksi dapat dikatakan sebagai kelurahan yang memiliki kemampuan dalam proteksi wilayahnya terhadap potensi bencana kebakaran. sarana dan prasarana proteksi tersebut diantaranya adalah hidran, pos pemadam kebakaran, sarana evakuasi, dan jalur evakuasi. Untuk memudahkan dalam menganalisis, setiap item yang dimiliki berapapun jumlahnya dianggap 1, sedang jika tidak terdapat dianggap 0.
Sedangkan berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan oleh BNPB Proteksi terpasang memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini didasarkan pada asumsi yang ada bahwa keberadaan masing β masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa pengaruh langsung terhadap dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada.
Berdasarkan keberadaannya, kelurahan yang memiliki keberadaan paling tinggi dari proteksi yang terpasang yaitu Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dan Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari. Kelurahan tersebut masing-masing memiliki 75% proteksi terpasang yang terdapat dalam kelurahan. Sebaliknya, Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Tegalharjo, Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres, dan Kelurahan Ketelan Kecamatan Banjarsari dapat dikatakan tidak memiliki sama sekali atau 0% dalam proteksi terpasang. Sedangkan kelurahan lain berada pada angka 25% dan 50%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan variabel keberadaan sarana proteksi rendah (<34), sedang (34-67), dan tinggi (>67).
commit to user
Tabel 30
Analisis Keberadaan Proteksi Terpasang di Kota Surakarta
No Kecamatan
Sarana Evakuasi
Jalur Evakuasi
1 1 25 3 Pasar Kliwon
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
- 1 25
8. Kedung Lumbu
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
1 1 25 Sumber : Hasil analisis, 2012
commit to user
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel keberadaan sarana proteksi merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 2 Kelurahan dengan kriteria keberadaan sarana proteksi tinggi dari 51 kelurahan yang ada.
b. Jumlah Sarana Proteksi
Jumlah proteksi merupakan variabel yang melihat kemampuan suatu wilayah berdasarkan jumlah proteksi yang terdapat dalam wilayah penelitian dalam hal ini yaitu wilayah kelurahan di Kota Surakarta. Sarana hidran, pos pemadam kebakaran, dan evakuasi dilihat berdasarkan presentase terhadap jumlah yang dimiliki oleh masing β masing kelurahan. Sedangkan untuk jalur evakuasi didasarkan pada berapa banyak jalur evakuasi yang melintas pada setiap kelurahan di Kota Surakarta.
Dengan melakukan perhitungan menggunakan rumus sturgess, didapatkan tingkatan variabel jumlah sarana proteksi rendah (<2%), sedang (2%-4%), dan tinggi (>4%). Berdasarkan hasil analisis didapatkan 4 (empat) kelurahan yang memiliki jumlah sarana proteksi paling banyak dari jumlah sarana proteksi yang terdapat di Kota Surakarta, yaitu Kelurahan Manahan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari dan Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres memiliki jumlah sarana proteksi paling tinggi di Kota Surakarta dengan 5% dari jumlah sarana proteksi yang dimiliki oleh Kota Surakarta yang masing β masing memiliki jumlah 6 (enam) sarana untuk Kelurahan Manahan dan Kelurahan Nusukan. Serta 5 (lima) sarana untuk Kelurahan Sumber dan Kelurahan Jebres.
17 Kelurahan di Kota Surakarta memiliki jumlah sarana proteksi terpasang rendah, sedangkan lainnya memiliki jumlah sarana proteksi sedang. Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel jumlah sarana proteksi terpasang merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan hanya terdapat 4 Kelurahan dengan kriteria jumlah sarana proteksi terpasang tinggi dari 51 Kelurahan yang ada
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
commit to user
Tabel 31
Analisis Jumlah Proteksi Terpasang di Kota Surakarta
No Kecamatan Kelurahan
Hidran
Pos PMK
Sarana Evakuasi
Jalur Evakuasi
Jumlah %
1 Laweyan 1. Pajang
1 1 1 3 Pasar Kliwon
1. Joyosuran
2 3 3 2. Semanggi
1 1 3. Pasar Kliwon
1 2 2 7. Kampung Baru
1 1 8. Kedung Lumbu
1 3 3 9. Sangkrah
0 0 4 Jebres
1. Kepatihan Kulon
0 0 2. Kepatihan Wetan
1 1 6. Pucang Sawit
KOTA SURAKARTA
57 3 0 51 Sumber : Hasil analisi, 2012
commit to user
c. Keterjangkauan Pos Pemadam
Pos Pemadam Kebakaran merupakan sarana proteksi terhadap kejadian kebakaran pada suatu wilayah. Keberadaan pos pemadam ini berkaitan dengan jangkauan atau radius pelayanan yang dapat dijangkau oleh setiap pos pemadam kebakaran.
Peraturan Menteri Pekerjaan umum nomor 20 tahun 2009 tentang Pedoman teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan terdapat ketentuan akan jangkauan atau radius pelayanan pos pemadam kebakaran. Radius pos pemadam kebakaran memiliki jangkauan radius sejauh maksimal 2,5 km didalam menangani daerah pelayanannya ketika terjadi bencana kebakaran.
Kota Surakarta memiliki 3 (tiga) lokasi pos pemadam kebakaran di dalam menangani kejadian kebakaran di wilayahnya. Ketiga lokasi tersebut tersebar di lokasi yang berbeda, yaitu pada Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres dan Kelurahan Mangkubumen Kecamatan Banjarsari.
Pos pemadam kebakaran yang dimiliki oleh Kota Surakarta dengan radius pelayanannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh Kelurahan di Kota Surakarta. Sehingga dari 51 kelurahan yang telah terjangkau seluruhnya telah terjangkau oleh radius pelayanan pos pemadam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif faktor proteksi terpasang dengan variabel jangkauan pos pemadam bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta dapat masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran.
Tabel 32
Analisis Kelas Jangkauan Pos Pemadam Kebakaran di Kota Surakarta
No Kecamatan
Kelurahan
Kelas jangkauan
I II III 1 Laweyan
1. Pajang
2. Laweyan
3. Bumi
4. Panularan
5. Sriwedari
6. Penumping
7. Purwosari
8. Sondakan
9. Kerten
10. Jajar
11. Karangasem
β 2 Serengan
1. Joyotakan
2. Danukusuman
3. Serengan
4. Tipes
5. Kratonan
6. Jayengan
7. Kemlayan
commit to user
No Kecamatan
Kelurahan
Kelas jangkauan
I II III 3 Pasar Kliwon
1. Joyosuran
2. Semanggi
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
8. Kedung Lumbu
9. Sangkrah
β 4 Jebres
1. Kepatihan Kulon
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
β Sumber : Hasil analisis, 2012 Ket :
I = jangkauan pertama II = jangkauan kedua
III
= jangkauan ketiga
commit to user
commit to user
commit to user
PETA JANGKAUAN POS PEMADAM
commit to user
6. Kesiapan Masyarakat
Kesiapan Masyarakat adalah bagaimana suatu masyarakat pada suatu wilayah
didalam upaya mencegah terjadinya kebakaran, mengatasi terjadinya kebakaran, serta tanggap terhadap situasi kebakaran. kesiapan masyarakat ini didasarkan pada fungsi penyelamatan (rescue) pada suatu wilayah.
Untuk memudahkan dalam menganalisis tentang variabel keberadaan Satlakar dan Program pencegahan Kebakaran dilakukan dengan mengasumsikan setiap keberadaan dari setiap variabel dianggap 1, sedang jika tidak terdapat dianggap 0. Hal ini dikarenakan berdasarkan Undang β Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana secara tersirat mengatakan suatu kemampuan merupakan kegiatan yang dapat mencegah atau mengurangi resiko terhadap suatu bencana, sehingga keberadaan akan kekuatan oleh suatu pihak β pihak serta program yang ada didalamnya mutlak merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu daerah yang dapat menjadi alat dalam mengurangi resiko bencana.
Begitu halnya dengan BNPB dimana berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia 2011 yang dikeluarkan kesiapan masyarakat memiliki angka klasifikasi (5). Hal ini didasarkan pada asumsi yang ada bahwa keberadaan masing β masing variabel membawa dampak langsung terhadap manusia. Dengan kata lain keberadaan faktor ini membawa pengaruh langsung terhadap dampak yang lebih besar jika keberadaannya tidak ada, Sehingga dengan asumsi tersebut, maka keberadaan terkait satlakar dan program pencegahan bencana dilihat berdasarkan keberadaannya.
Jadi berdasarkan analisis deskriptif terhadap hasil survey faktor kesiapan masyarakat dengan variabel keberadaan SATLAKAR bukan merupakan faktor pemicu yang berpotensi terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta dapat masih terjangkau radius pelayanan pos pemadam kebakaran.
Sedangkan sebaliknya, berdasarkan analisis deskriptif hasil survey terhadap variabel keberadaan program pencegah kebakaran merupakan faktor pemicu terhadap terjadinya kebakaran di Kota Surakarta hal ini dikarenakan seluruh Kelurahan di Kota Surakarta tidak terdapat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 33 dibawah ini.
Tabel 33
Analisis Keberadaan Faktor Kesiapan Masyarakat
No Kecamatan
Kelurahan
Keberadaan SATLAKAR
Keberadaan Program Pencegahan Bencana
1 Laweyan
1.Pajang
ADA
2. Laweyan
ADA
3. Bumi
ADA
4. Panularan
ADA
5. Sriwedari
ADA
commit to user
3 Pasar Kliwon
3. Pasar Kliwon
7. Kampung Baru
ADA
8. Kedung Lumbu
1. Kepatihan Kulon
ADA
2. Kepatihan Wetan
6. Pucang Sawit
8. Purwodiningratan ADA
Sumber : Hasil Survey, 2012 Ket : 1 = Ada; 0 = tidak ada
Jadi berdasarkan analisis deskriptif didapatkan hasil bahwa faktor yang menjadi pemicu yang berpotensi terjadinya kebakaran di Kota Surakarta adalah Faktor Bangunan, Faktor Proteksi Terpasang dengan variabel Keberadaan sarana proteksi dan variabel jumlah sarana proteksi, dan Faktor Kesiapan Masyarakat denagn variabel Program Pencegahan Kebakaran.
commit to user