Model Implementasi Kebijakan
d. Model Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup:
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.
b. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups.
c. Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
d. Apakah letak sebuah program sudah tepat.
Struktur Birokrasi
Implementasi
rinci.
f. Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup:
a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
b. KarAktaristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa.
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Gambar II.4
Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle
Sumber : Grindle, Merile S (1980:11 dalam Subarsono, 2009:94). Dengan memahami model-model Implementasi pada dasarnya dapat dibuat pemetaan model-model Implementasi dalam dua jenis pemilahan (Riant
Tujuan yang dicapai
Tujuan Kebijakan
Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai
Implementasi Kebijakan Dipengaruhi oleh A. Isi Kebijakan
1. Kepentingan kepentingan sasaran 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksaan program 6. Sumberdaya yang dilibatkan
B. Lingkungan Implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. KarAktaristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil Kebijakan a. Dampak pada masyarakat individu dan kelompok
b. Perubahan dan penerimaan masyarakat
Program yang dilaksanakan sesuai
rencana
Mengukur keberhasilan
pemilahan implementasi yang berpola paksa (command and control) dan mekanisme pasar (economic incentives). Model mekanisme paksa adalah model yang mengedepankan arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dalam Negara. Sebaliknya “bottom up“ bermakna meskipun kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Diantara dua kutub ini ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dan masyarakat. Dari pemetaan tersebut tampak bahwa sebagian besar implementasi kebijakan berada pada model Top Down ( Van Meter Van horn, Grindle, C Edwards, Mazmanian dan Paul Sabatier).
Salah satu contoh kebijakan yang bersifat Top Down adalah kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Kebijakan konversi minyak tanah ke gas pada dasarnya adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan subsidi minyak tanah yang semakin memberatkan dengan mengganti minyak tanah dengan gas. Proses implementasi kebijakan konversi minyak tanah ke gas ini bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah karena kebijakan ini merubah kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan minyak tanah untuk memasak dengan gas. Sehingga dalam implementasinya kebijakan ini dapat dilihat dengan beberapa model seperti model implementasi Van Meter dan Van Horn, Grindle, Edwards, Mazmanian dan Paul Sabatier, dan lain-lainnya untuk melihat proses implemetasi dari kebijakan konversi minyak tanah ke gas serta keberhasilan atau kegagalan dan juga hambatan-hambatan yang dihadapi selama proses
Kebijakan Administrasi Kependudukan, dikatakan sama karena dua kebijakan ini bersifat Top Down dan juga di maksudkan untuk mengatur masyarakat agar mau melakukan apa yang dikehendaki oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan agar menjadikan lebih baik dari sebelumnya. Kebijakan konversi minyak tanah ke gas dimaksudkan agar masyarakat beralih ke gas untuk memasak karena kuota gas di Indonesia sangat melimpah sehingga subsidi minyak tanah yang selama ini membebani APBN dapat berkurang. Begitu juga dengan Kebijakan Administrasi Kependudukan ini dimaksudkan agar pendataan kependudukan lebih dapat tertata dan tidak lagi terjadi data ganda yang dapat dimanfaatkan ketika Pemilu data daftar calon pemilih tidak smrawut lagi dengan adanya KTP ganda atau data Ganda.
Sementara model “Bottom Up” yaitu (Adam Smith, Richard Elmore dkk, model jaringan), serta ada model yang berada di tengah-tengah yaitu model Goggin ( dalam Nugroho, 2009). Kebijakan Bottom Up merupakan kebijakan yang berasal dari aspirasi rakyat dan juga rakyat dapat ikut dala suatu proses kebijakan. Pada intinya sebuah kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang melibatkan peran serta masyarakat. Misalnya kebijakan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dewasa ini banyak Pemda yang memasang pengumuman di media untuk meminta masukan dari masyarakat mengenai penetapan RTRW. Dengan demikian masyarakat tidak akan melanggar RTRW yang telah ditetapkan. Yang jadi masalah, seringkali setelah menerima input dari Sementara model “Bottom Up” yaitu (Adam Smith, Richard Elmore dkk, model jaringan), serta ada model yang berada di tengah-tengah yaitu model Goggin ( dalam Nugroho, 2009). Kebijakan Bottom Up merupakan kebijakan yang berasal dari aspirasi rakyat dan juga rakyat dapat ikut dala suatu proses kebijakan. Pada intinya sebuah kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang melibatkan peran serta masyarakat. Misalnya kebijakan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dewasa ini banyak Pemda yang memasang pengumuman di media untuk meminta masukan dari masyarakat mengenai penetapan RTRW. Dengan demikian masyarakat tidak akan melanggar RTRW yang telah ditetapkan. Yang jadi masalah, seringkali setelah menerima input dari