DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA TAHUN 1985-1995

DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA TAHUN 1985-1995 SKRIPSI

Digunakan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : NOVITA WISMA SAPUTRI

C0508038

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

PERNYATAAN

Nama : Novita Wisma Saputri NIM : C0508038

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 10 Juli 2012 Yang membuat pernyataan

Novita Wisma Saputri

MOTTO

When haters were busy talking, I was busy making it happen When they were busy mocking, I was busy walking When they were busy laughing, I was busy running

And they’re STILL wondering, Why they’re left behind........ Dream, Believe, and Make it happen

( AGNES MONICA )

Seorang Pemimpin adalah mereka yang berani bermimpi, bekerja keras, dan bijak dalam mengambil suatu langkah

untuk masa depan yang lebih baik

( PENULIS )

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada mereka yang banyak berjasa dalam penulisan ini: Mama dan (Alm) Papaku tercinta Kakak dan adikku tersayang Teman-teman seperjuangan Sejarah ‘08 Mas Aditku

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan

Surakarta tahun 1985-1995.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, juga sebagi Ketua Tim Penguji yang berkenan memberikan waktunya untuk menguji.

3. Drs. Soedarmono, SU, selaku Pembimbing skripsi, yang memberikan banyak dorongan, masukan, dan kritikan yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Drs. Sri Agus, M.Pd, selaku Penguji dua yang berkenan memberikan waktunya untuk menguji

5. Drs. Isnaini Wijaya Wardani, M.Pd, selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Ibu Insiwi Febriary S, S S.MA, selaku dosen yang selalu memberikan

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

8. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Jurusan, dan Perpustakaan Monumen Pers.

9. Koh Sie Tyun Tai dan Koh Andy Ong , selaku pemilik toko emas Menjangan dan Gajah yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis.

10. Bapak Abdul Somad, selaku pemilik Box dasaran emas yang berkenan memberikan waktu untuk penulis wawancarai.

11. K.G.P.H Puger, selaku Kepala Museum Keraton Kasunanan Surakarta yang juga banyak memberikan informasi kepada penulis.

12. Orang Tua yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

13. Teman-temanku angkatan 2008 yang selalu memotivasi untuk cepat lulus.

14. Aditya Wahyu Prabowo, yang telah banyak memberikan semangat dan selalu setia menemani penulis dalam penulisan skripsi ini.

15. Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, 10 Juli 2012

dominasi Orang Cina …………………………………………. 34

C. Wilayah Hunian Orang Cina di Surakarta……………………….. 38

1. Kampung Ketandan…………………………………………... 40

2. Kampung Coyudan…………………………………………… 42

D. Dominasi etnis China dalam perekonomian di Surakarta………… 44 BAB III DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS

KAWASAN COYUDAN SURAKARTA……………………….. 51

A. Sistem Marga dan Kekerabatan Cina Pedagang emas di Coyudan Surakarta …………………………………………….. 52

1. Kekerabatan Cina Pemilik Toko Emas di Coyudan…………. 53

2. Sistem Marga Etnis Cina Pedagang Emas di Coyudan……… 64

3. Peraturan Pergantian Nama Cina ……………………………. 67

B. Etos Kerja Cina Pedagang Emas di Coyudan……………….…… 68

C. Sistem Kaderisasi Pemilik Toko Emas di Coyudan……………… 76

D. Pengaruh Fluktuasi Harga Emas terhadap Perdagangan Emas di Coyudan………………………..………………………………. 78

1. PT Antam Sebagai distributor emas di Coyudan………. ……. 83

2. Harga emas, Kontrak berjangka emas, Pembelian

dan Penjualan emas………………………………..…………. 85

3. Sistem distribusi atau kulaan emas dari PT Antam oleh pedagang Cina di Coyudan …………………………..….. 88

BAB IV HUBUNGAN SOSIAL ANTARA KOMUNITAS PEDAGANG EMAS DAN MASYARAKATSEKITAR TOKO EMAS COYUDAN ……… ……………………………………………….. 90

A. Struktur Sosial Masyarakat Cina Pedagang Emas di Coyudan ……………………………………….. 91

Masyarakat Sekitar……………………………………………. 100

2. Perkawinan Campur etnis Cina-Jawa di Coyudan….………… 104

3. Hubungan bisnis etnis Cina Pedagang Emas dengan nilai

Budaya Cina di Coyudan…………………………………….. 107

C. Kepercayaan dan Jaringan Pribadi Etnis Cina Pedagang Emas di Coyudan ………………………………………………………….. 111

D. Bisnis Keluarga Cina Pedagang Emas di Coyudan………………. 114

BAB V PENUTUP………………………………………………………… 118 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 123 DAFTAR NARASUMBER……………………………………………….. 128 LA MPIRAN……………………………………………………………….. 130

Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta Tahun 1995……………………… 21 Tabel. 2 Nama Hokkian Komunitas C ina Pedagang Emas Coyudan…….. 66

Tabel. 3 Klasifikasi Penduduk Cina Peranakan dan Totok di Karesidenan Surakarta tahun 1930………………………………………… 93

Genocide kultural

Pembunuhan Peradaban

Totok Orang yang mempunyai garis keturunan Tionghoa murni

Petty borjuasi

Kelas menengah kebawah Matrilineal. Sistem kekerabatan menurut garis ibu Confucius Seorang filosof dunia yang mengajarkan

nilai-nilai kebajikan dan moralitas Unprofitability

Kemapuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.

Bearish

Menurun

Ali Baba Persekutuan antara pengusaha Cina dan warga pribumi pemegang izin.

Residentie Soerakarta Karesidenan Surakarta

De Overvaartplaatsen Pemindahan tempat pada sungai Solo Abad aan de Solo river in middleleeuwen Pertengahan

Gate

Gerbang

Tosan Aji Istilah bahasa dalam Jawa untuk yang menyangkut segala senjata tradisional yang terbuat dari besi yang dianggap sebagai pusaka.

Wijkenstelsel Wilayah tempat tinggal Passenstelsel Surat jalan Abadtoar Lembaga pemerintah tentang pengawasan

Hoakiau/ Hokkian Cina Perantauan

Interest dan pressure groups Kelompok penekan dan yang berkepentingan

Indonesian sounding

Bercirikan Indonesia

Maskulin Tindakan yang lebih rasional Vreemde Oosterlingen Orang asing local genius Lokal Jenius Fang Cabang

Cukong

Tuan ( pemilik modal )

BUMN

Badan Usaha Milik Negara

PMDN Perusahaan Modal Dalam Negeri OJO

Oud-Javaansche Oorkonde

PKL

Pedagang Kaki Lima

BTA

Bawarasa Tosan Aji

PMA

Perusahaan Modal Asing

PDBI Pusat Data Bisnis Indonesia BAPERKI

Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia

SBKRI Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia

NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak

ONH

Ongkos Naik Haji

LM

Logam Mulia

Antam

Aneka Tambang

PT

Perseroan Terbatas

VOC

Vereeniging Oost-Indische Compagnie

Gambar. 1 Potret Wilayah Ketandan ……………………………………. 41 Gambar. 2 Potret Wilayah Coyudan tahun 1937………………………… 43

Gambar. 3 Foto Perhiasan Emas Putih Milik Toko Emas Gajah…………. 55 Gambar. 4 Foto Toko Emas Menjangan dan Pemilik Toko………………. 58 Gambar. 5 Foto Box Dasaran Emas Milik Pak Abdul Soma d……………. 62 Gambar. 6 Foto Etnis Cina Marga Hokkian tahun 1930………………….. 65 Gambar. 7 Perhiasan Emas Kuning di Toko Emas Coyudan……………... 80 Gambar. 8 Foto PT. Aneka Tambang Tbk………………………………… 84 Gambar. 9 Foto Perkawinan Campur Etnis Jawa- Cina di Coyudan………. 106

1. Koran Kompas 28 November 1985 tentang Pasar Uang- Efek- Emas …………………………………………………………………. 131

2. Koran Kompas November 1985 tentang Gejolak Pasaran Uang Dunia…………………………………………………………………. 132

3. Koran Berita Nasional 2 November 1985 tentang Harga Emas tahun 1985…………………………………………………………………… 133

4. Koran Kompas 29 Januari 1993 tentang Valuta Asing- Emas tahun 1993………………………………………………………………….. 134

5. Koran Wawasan 2 April 1986 tentang Perkawinan Campuran di Indonesia…………………………………………………………….. 135

6. Koran Dharma Nyata September 1987 tentang Mozaik Suku-Suku di Sala…………………………………………………………………… 136

7. Koran Wawasan April 1986 tentang kawin Campur orang Cina………………………………………………………………….... 137

8. Peranturan Perundang-undangan Kewarganegaraan Indonesia Pada Masa Orde Baru………………………………………………… 138

9. Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966……………… 141

10. Peta Kota Surakarta tahun 1945……………………………………… 144

Novita Wisma Saputri. C0508038. 2012. Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta tahun 1985-1995. Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana kondisi umum perdagangan di Surakarta? (2) Bagaimana dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 ? (3) Bagaimana interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian historie, sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, studi pustaka dan wawancara. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologinya. Untuk menganalisa data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial, ekonomi dan budaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Cina di Coyudan masa itu mengalami kejayaan karena perdagangan emas yang dijalaninya. Karena pada masa itulah emas menjadi salah satu transaksi yang paling menguntungkan untuk aset bagi masyarakat di Surakarta. Interaksi sosial yang terjalin antara etnis Cina dan etnis Jawa di Coyudan terjalin cukup baik, sehingga terjadi pembaruan antar kedua etnis tersebut. Adanya etnis Cina yang datang ke Surakarta sejak awalnya adalah untuk membina hubungan yang saling menguntungkan. Setelah mereka hidup di Surakarta dari generasi ke generasi dan berinteraksi dengan masyarakat Surakarta, terjalin hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.

Pada tahun 1930-an Coyudan merupakan satu-satunya pusat perdagangan emas di kota Solo dengan kompleks bangunan yang cukup panjang. Perdagangan emas oleh etnis Cina di Coyudan ini mayoritas merupakan warisan turun temurun dari generasi sebelumnya. Keberhasilan bisnis etnis Cina khususnya pada awal tahun 1985 dalam perdagangan emas di Coyudan memberikan gambaran atas perkembangan budaya mereka. Gambaran tentang ketekunana, keuletan, dan tahan menderita merupakan cerminan dari masyarakat etnis Cina perantauan di Coyudan. Masyarakat Cina di Coyudan dijumpai etnis Cina dan pribumi yang telah berasimilasi melalui kawin campur dan akulturasi budaya sejak masa silam. Interaksi sosial Jawa-Cina di kampung Coyudan berbeda dengan wilayah lain dikota Surakarta yang cenderung menampakkan fenomena yang tidak menentu. Artinya, diluar kampung Coyudan terkadang interaksi itu menunjukkan adanya hubungan harmonis diantara etnis Jawa-Cina. Bahwa hubungan Jawa-Cina

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-

7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah sekitar 350 tahun penjajahan Belanda, Indonesia menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang

pesat. 1

Struktur ekonomi di Jawa masa lampau ( khususnya sejak Majapahit Abad XIV-XV ) terdiri dari sistem ekonomi sawah dan perdagangan. Pada masa itu aktivitas ekonomi dibedakan menurut wilayah. Ekonomi sawah banyak dilakukan didaerah pedalaman, sementara perdagangan terjadi di daerah pantai. Pada pertengahan XVII Jawa dipandang memiliki kekayaaan alam yang luar biasa. Pada tahun 1648 Batavia telah mengimpor 9600 metrik ton beras dari Pesisir

Jawa. Rijcklof van Goens adalah utusan kompeni belanda pertama secara resmi ke Kraton Mataram. Dia mengadakan perjalanan menuju Kraton antara tahun 1648 dan 1654. Dapat dikatakan bahwa Van Goens adalah utusan resmi Belanda yang datang setelah peperangan VOC versus Mataram dan yang mengunjungi Mataram secara resmi pasca Sultan Agung. Kunjungan Van Goens memiliki misi penting yakni mencairkan hubungan tegang yang tidak pernah diperbaiki kembali antara Mataram dan VOC serta untuk menjalin hubungan lebih lanjut antara kedua pihak. Dari laporan yang ditulis oleh Van Goens dapat ditemukan informasi

penting mengenai kondisi Mataram pada pertengahan abad XVII ini. 2

Perkembangan ekonomi di Surakarta telah menampakkan pola bervariasi dari bentuk perdagangan tepi sungai, terutama Bengawan Solo ke pusat kota dengan pusat aktivitas ekonomi di pasar. Sejak dominasi Belanda semakin kuat sistem perkebunan menjadi aktivitas bisnis yang menonjol. Dinamika kota Surakarta juga mendorong tumbuhnya ekonomi yang cukup penting melalui perdagangan batik maupun emas. Surakarta sebagai kota dagang terkonsep dari kota pra industri. Kota pra industri sekilas tidak banyak menampakkan warna

modern tetapi sebaliknya lebih kental dengan ciri ke “desaan”nya. Sekalipun ciri khas ini terkesan sederhana seperti halnya masyarakat feodal yang mengutamakan kesakralan dan lamban dalam hal perubahan, tetapi masyarakat

semacam ini justru menampakkan organisasi sosial yang sangat kompleks dan cenderung rumit. Dalam organisasi ekologi kota pra industri yang semacam ini justru menampakkan organisasi sosial yang sangat kompleks dan cenderung rumit. Dalam organisasi ekologi kota pra industri yang

maupun agama. 3 Struktur ekonomi kota Surakarta pada banyak hal juga masih

menampakkan nasionalitas yang kecil. Dalam banyak hal kota pra industri menunjukkan eratnya hubungan antara faktor ekonomi dan sosial. Selain itu ketatnya segregasi sosial mewarnai situasi tempat tinggal dan wilayah kota. Di Surakarta nama kampung Arab, Pecinan, Kebalen, Sampangan, menunjukkan ciri khas itu. Suasana tempat tinggal penduduk juga menggambarkan tajamnya pembagian sosial tersebut. Hal ini seperti ditunjukkan oleh nama-nama wilayah Keraton, Baluwarti, Serengan, Patehan, dan sebagainya.

Aktivitas perdagangan di Surakarta telah dibangun sejak lama, tepatnya sejak Majapahit. Sistem ekonomi liberal yang dimulai tepat setelah diumumkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 oleh pemerintah Hindia Belanda telah mendorong pula pertumbuhan industri dan perusahaan di berbagai wilayah. Di Surakarta iklim liberalisme ekonomi ternyata dapat dimanfaatkan dengan baik terutama oleh penguasa Istana Mangkunegaran. Dalam kaitan ini Mangkunegaran

IV mampu mengembangkan beberapa pabrik dan perusahaan perkebunan. 4 Dalam

kaitan penerapan Sistem Ekonomi Liberal oleh Pemerintah Belanda, di Surakarta telah berkembang tidak hanya perusahaan perkebunan dan pabrik-pabrik, tetapi juga perdagangan emas. Perdagangan emas di Surakarta sudah ada sejak tahun

1930 ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia. Dapat dikatakan yang cukup berkuasa dalam perdagangan emas adalah orang-orang Cina.

Pada tahun 1930 etnis Cina di Indonesia secara ekonomis kuat termasuk di wilayah Surakarta, walaupun adalah berlebihan untuk mengatakan mereka menguasai ekonomi negara. Status orang Cina yang kuat dalam bidang ekonomi dapat dijelaskan dari sudut perkembangan sejarah dan kebijakan kolonial Belanda. Etnis Cina secara khusus kuat dalam bisnis dan berbagai sektor finansial disamping dalam perdagangan distributif negara tersebut. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan politik, pemerintah mempribumikan segalanya dalam sektor ekonomi dengan tujuan membantu pengusaha pribumi. Sistem Banteng yang tersohor pada tahun 1950-an dan larangan perdagangan eceran tahun 1959 merupakan contoh mencolok tentang upaya pemribumian itu. Tetapi perlindungan terhadap pengusaha pribumi dan pengusiran terhadap para pedagang Cina dari kawasan pedesaan akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an tidak berhasil dalam membatasi partisipasi ekonomi orang Cina di Indonesia. Hal ini

menimbulkan fenomena baru yang dikenal dengan sebutan perusahaan “Ali Baba ”, yaitu persekutuan antara pengusaha Cina dan warga pribumi pemegang

izin. 5 Etnis Cina mengoperasikan bisnisnya dan membagi keuntungannya dengan pribumi pemegang izin. Kerja sama seperti ini kemudian berkembang menjadi

persekongkolan baru yang disebut “Sistem Cukong”. Cukong adalah istilah Cina yang berarti “Tuan”, tetapi dalam konteks Indonesia kata ini digunakan untuk persekongkolan baru yang disebut “Sistem Cukong”. Cukong adalah istilah Cina yang berarti “Tuan”, tetapi dalam konteks Indonesia kata ini digunakan untuk

Di Surakarta orang-orang Cina banyak memainkan peranan ekonomi yang sangat penting dalam berbagai bidang seperti industri batik, pemborong candu, pengelola rumah candu, serta banyak diantara mereka yang bekerja di Pabrik Gula. Termasuk dalam perdagangan emas di wilayah Coyudan. Mereka memiliki kemampuan yang cukup handal dalam memainkan perekonomian di Surakarta. Hampir di seluruh wilayah kampung Coyudan penuh ditempati oleh orang Cina untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam perdagangan emas baik yang emas muda, berlian, emas tua, mutiara bahkan permata. Dari sejak munculnya toko emas di Coyudan sekitar tahun 1930, ada beberapa toko emas yang berdomisili cukup lama sampai sekarang sejak perdagangan emas di Surakarta di mulai,

antara lain Toko Emas Gajah, Toko Emas Doro, dan Toko Emas Menjangan. 6

Proses perdagangan emas yang dilakukan oleh para pemilik Toko emas tersebut adalah turun temurun dari orang tua terdahulu yang kemudian diteruskan oleh Proses perdagangan emas yang dilakukan oleh para pemilik Toko emas tersebut adalah turun temurun dari orang tua terdahulu yang kemudian diteruskan oleh

Tema mengenai Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan tahun 1985-1995 dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, wilayah Coyudan merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah orang-orang Cina yang berdagang emas, perak, dan berlian. Coyudan juga merupakan pusat perdagangan emas pertama di Surakarta. Kedua, dalam kurun waktu 1985-1995 merupakan tahun dimana penjualan emas sedang ramainya dipasaran termasuk diwilayah Coyudan dibawah pemerintahan Orde Baru. Oleh karena itu dalam kurun waktu tersebut dapat dijadikan tolak ukur seberapa besar kontribusi etnis Cina dalam perdagangan Emas di Coyudan Surakarta. Berdasarkan latarbelakang yang telah

diuraikan diatas, maka penulis memilih tema “ Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan Solo tahun 1985- 1995”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan permasalahannya, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi perekonomian khususnya perdagangan di Surakarta?

2. Bagaimana dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 ?

3. Bagaimana interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kondisi perekonomian khususnya perdagangan di Surakarta.

2. Untuk mengetahui dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995.

3. Untuk mengetahui interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam penulisan sejarah, dengan inti pokok permasalahan mengenai tema Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan Solo pada tahun 1985-1995. Penulisan ini merupakan formulasi dari tiga aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek budaya. Aspek sosial terlihat pada interaksi dan komunitas kaum Cina terhadap buruh, pedagang emas eceran, pembeli atau pelanggan maupun sesama pedagang (pemilik) toko emas di Coyudan Solo. Aspek ekonomi terlihat pada pengaruh orang-orang Cina dalam menjalankan perekonomian yg banyak didominasi oleh orang Cina sebagai pemilik modal usaha. Sedangkan aspek budaya terlihat pada perkawinan campur yang terjadi pada etnis Cina pedagang emas serta proses managemen turun-temurun dari generasi ke generasi. Dengan demikian dapatlah kiranya memahami kedudukan orang Cina diatas orang pribumi dalam bidang perekonomian.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini,penulis menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan untuk menunjang pengkajian tema. Literatur tersebut akan penulis gunakan sebagai bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Beberapa literatur tersebut diantaranya Buku karangan Leo Suryadinata yang berjudul Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia (2010) . Buku ini berisi tentang Pembangunan bangsa Indonesia yang merupakan proses

Indonesia yang berdasarkan model penduduk asli. Secara konseptual, bangsa merupakan konsep yang relatif baru dan berbeda dengan negara. Bangsa bersifat sosial-budaya-politik, sementara negara pada umumnya bersifat hukum. Konsep bangsa tersebut untuk pertama kalinya muncul di dunia Barat pada akhir abad ke-

18, akan tetapi di Asia Tenggara konsep ini merupakan fenomena abad ke-20.

Bangsa Indonesia baru muncul melalui tumbuhnya gerakan nasionalis Indonesia pada abad lalu. Gerakan tersebut bertujuan untuk menghapuskan kekuasaan penjajah Belanda dan untuk mendirikan negara-bangsa Indonesia yang modern. Meskipun demikian, mengingat bahwa nasionalisme Tionghoa muncul sebelum nasionalisme Indonesia, selama penjajahan orang-orang Tionghoa di Indonesia cenderung tidak dilibatkan dalam gerakan nasionalis penduduk asli Indonesia. Para nasionalis penduduk asli Indonesia cenderung memandang etnis Tionghoa sebagai bangsa lain. Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia pun sependapat dengan itu. oleh karena itu, sebelum kemerdekaan Indonesia, konsep bangsa Indonesia cenderung mengecualikan orang-orang Tionghoa. Meskipun demikian, beberapa perorangan Tionghoa tertentu mencoba untuk mengidentifikasikan diri mereka dengan para nasionalis Indonesia.

Dalam buku karangan Rustopo, yang berjudul Menjadi Jawa (Orang- orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta, 1889-1998) . Buku ini pada dasarnya bercerita tentang interaksi sosial dan kultural antara orang-orang Dalam buku karangan Rustopo, yang berjudul Menjadi Jawa (Orang- orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta, 1889-1998) . Buku ini pada dasarnya bercerita tentang interaksi sosial dan kultural antara orang-orang

Buku ini membahas mengenai keinginan komunitas Tionghoa yang tidak hanya sekedar untuk menjadi Jawa agar dapat diterima masyarakat Jawa, malinkan mereka sebenarnya adalah orang Jawa itu sendiri, terlepas dari ada atau tidaknya warisan biologis Jawa pada diri mereka sebagai individu. Buku ini menjelaskan bagaimana interaksi sosial budaya antara orang-orang Tionghoa dan Jawa. Dalam interaksi timbul masalah kesenjangan yang bersifat laten dan kadang-kadang menjadi penyulut timbulnya kerusuhan.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat etnis Tionghoa di Kota Surakarta, yang rumahnya, tokonya, tempat usahanya dirusak, dijarah dan dibakar oleh para perusuh. Nilai kerugian fisik yang sebagian besar disandang oleh orang-orang Tionghoa mencapai milyaran rupiah. Itu belum termasuk trauma jiwa yang diderita oleh orang-orang Tionghoa korban kerusuhan itu hingga kini. Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta merupakan ekspresi ketidaksenangan masyarakat pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Citra orang-orang Tionghoa dalam pandangan masyarakat pribumi adalah negatif.

Buku Charles A Coppel yang berjudul Tionghoa Indonesia dalam Krisis (1994) , karangan buku ini berisi mengenai orang China di Indonesia secara

Nasional yang diproklamasikan oleh elite Indonesia melahirkan krisis identitas berkepanjangan bagi orang China Indonesia. Dalam buku ini penulis mengkaji latar belakang historis “Masalah China” yang berusaha mengakomodasikan diri

dengan pasang surut politik nasional.

Skripsi Cahyo Adi Utomo, berjudul Peran Etnis Cina dalam Perdagangan di Surakarta tahun 1959-1998 berisi tentang Perdagangan Etnis Cina di Surakarta yang pada awalnya hanya mendominasi di suatu tempat pada masa kolonial yaitu daerah Balong dan Pasar Gede, namun kini telah menyebar hampir dibeberapa daerah diwilayah Surakarta. Pada masa tersebut, pemerintah Belanda membuat suatu sistem untuk etnis Cina yaitu sistem wijkstelsel dan passtelsel guna mengawasi gerak etnis Cina tersebut. Hal itu merupakan kelanjutan dari politik etis. Sehingga ruang bagi etnis Cina hanya di daerah Pecinan.

Skripsi Dwi Ari Wibowo, berjudul Akulturasi Budaya Sebagai Upaya Rekonsiliasi Etnis Jawa-Cina di Kampung Balong Sudiroprajan Surakarta (2011) berisi tentang interaksi dan akulturasi budaya yang terjadi di kampung Balong yang merupakan ruang publik di mana masyarakat Cina dan Jawa dapat mewujudkan interaksi secara general tanpa harus ada pemilahan latar belakang ke-etnis-an. Melalui interaksi sosial yang dekat ini timbul suatu perkawinan silang antara orang Cina dan Jawa. Perkawinan silang ini merupakan bentuk keberhasilan pembauran dan asimilasi secara alamiah di kampung Balong. Selain

Buku yang ditulis oleh Tri Wahyuning M. Irsyam Golongan etnis Cina sebagai pedagang perantara di Indonesia (1870-1930). Buku ini menjelaskan mengenai peranan etnis Cina sebagai pedagang perantara antara pedagang Eropa

dengan pedagang Pribumi atau pedagang lain. Golongan etnis Cina seringkali diidentikan sebagai golongan yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terpisah dari bawah mereka merintis usaha-usaha dibidang perekonomian sejak dulu dan keberhasilan mereka ditunjang oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut berasal dari berbagai pihak, baik pihak mereka sendiri, pihak pemerintah Hindia Belanda maupun pihak pribumi Indonesia. Keberhasilan pedagang Cina sebagai pedagang perantara di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh keuletan mereka dalam berusaha saja, melainkan ditunjang oleh berbagai hal antara lain; adanya kesempatan yang dapat mereka manfaatkan dengan sebaik-baiknya dan kesempatan tersebut dapat mereka miliki dengan adanya modal yang cukup.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sejarah. Metode sejarah proses mengumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman peninggalan pada masa lampau dan usaha-usaha melakukan sintesa dari data-data masa lampau yang menandai kajian yang dapat dipercaya. Teknik penelitian ini

adalah penelitian sejarah yang meliputi 4 tahapan, antara lain 7 :

1. Heuristik Adalah proses mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sebagai data

yang relevan dengan masalah yang diteliti. Pencarian dan pengumpulan sumber- sumber yang dilakukan yaitu sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip baik itu arsip lokal atau surat kabar yang sejaman. Teknik pengumpulan data yang dilakukan , antara lain :

a. Studi Dokumen Data dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dokumen berupa

sumber tertulis dan sejaman. Dokumen mempunyai nilai otentik dan dapat

dipercaya. 8 Untuk memantapkan nilai suatu dokumen terhadap penggunaanya dalam ilmu sejarah perlu diadakan langkah-langkah sebagai berikut : pengumpulan objek yang berasal dari jaman itu, pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis misalnya surat kabar terbitan sejaman (Koran Kompas, Wawasan, Berita Nasional, Dharma Nyata), peraturan-peraturan, surat keputusan, laporan-laporan pemerintah, arsip pribadi yang belum diterbitkan, surat-surat keluarga dan catatan perjalanan.

b. Studi Wawancara Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dokumen berupa

wawancara mendalam dilakukan secara bebas dan terbuka terhadap sejumlah wawancara mendalam dilakukan secara bebas dan terbuka terhadap sejumlah

c. Studi Pustaka Studi Pustaka dilakukan di Perpusatakaan Pusat UNS, Perpustakaan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Jurusan, Perpustakaan Daerah, BPS, Perpustakaan Mangkuneraan, dan Perpustakaan Nasional. Dalam studi pustaka ini berhasil dihimpun buku-buku, artikel-artikel serta terbitan-terbitan lain yang secara langsung menulis tentang masalah yang sesuai dengan topik permasalahan.

2. Kritik Sumber, terdiri dari kritik Intern dan ekstern Kritik Intern merupakan kritik yang meliputi tulisan, kata-kata, bahasa, dan analisa verbal serta tentang kalimat yang berguna sebagai validitas sumber atau untuk membuktikan bahwa sumber tersebut dapat dipercaya. Sedangkan kritik ekstern meliputi material yang digunakan guna mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut.

3. Interpretasi/ Penafsiran Menafsirkan keterangan-keterangan yang saling berhubungan dengan fakta-

fakta yang diperoleh. Setelah melakukan kritik baik itu kritik intern maupun ekstern, maka usaha yang dilakukan adalah menjelaskan apa yang telah diperoleh

4. Historigrafi Historigrafi atau penulisan sejarah, yaitu menyampaikan sumber yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah. Kemudian menceritakan apa yang telah ditafsirkan dalam penyusunan kisah sehingga menarik untuk dibaca. Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan tidak membosankan.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Deskriptif analitis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya.

G. Sistematika Skripsi

Skripsi ini disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci. Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang berurutan.

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tentang Surakarta sebagai kota Dagang yang meliputi komplek-komplek perdagangan di Surakarta dimana perdagangan yang didominasi orang-orang Cina berada di wilayah Balong dan Coyudan sebelum tahun 1985. Perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina tidak hanya batik, pemborong candu, tetapi juga dalam bidang jual beli emas. Kepandaian orang Cina dalam mengelola perekonomian di Jawa sudah ada sejak abad XIV khususnya pada masa Kerajaan Majapahit.

Bab III membahas mengenai kondisi dinamika perdagangan emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995. Bisnis perdagangan emas yang dijalankan secara turun-temurun oleh mayoritas pemilik toko emas di Coyudan Surakarta memiliki pasang surut yang cukup dominan. Pemilik toko emas di Coyudan

dengan baik karena setiap harinya mereka harus saling mengetahui harga, jenis emas, pembelian, dan penjualan. Hitungan harga jual-beli emas tergantung pada nilai dolar yang berlaku, dimana pemilik toko emas menggunakan nilai dolar Amerika. Fluktuasi harga emas pada tahun 1985-1995 memiliki harga lonjakan tertentu jika dolar sedang naik ataupun turun. Jika dolar naik maka harga emas juga ikut naik, begitu pula sebaliknya. Pada tahun 1980-an kerusuhan anti-Cina terjadi di Surakarta yang dipicu oleh faktor ketimpangan ekonomi masyarakat dan hubungan antaretnis yang kurang harmonis antara kaum pribumi dengan etnis Cina.

Bab IV akan menguraikan tentang hubungan sosial antara pemilik toko emas dengan masyarakat sekitarnya. Sikap saling menghargai antara pemilik toko dengan pembeli emas ditunjukkan oleh etnis Cina pedagang emas di Coyudan, dengan cara tidak dipungut pajak kepada pembeli emas ketika mereka berjualan didepan emperan pemilik toko emas. Hal ini juga diperkuat dengan adanya kawin campur antara etnis Cina dengan orang Jawa pada masa silam. Pemilik toko emas satu dengan lainnya sangat menjaga tradisi turun-temurun mereka hingga sekarang. Hubungan antara pemilik toko emas dan bisnis antarteman dan keluarga juga akan dibahas dalam bab ini.

Bab V merupakan kesimpulan dari semua isi dan penjelasan dalam penulisan skripsi ini.

SURAKARTA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Pembagian Wilayah di Surakarta

Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º45’15” 110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km² dengan batas-batas sebagai berikut : Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan seluas keseluruhan 44,040 km2. Kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2) sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil yaitu

Kecamatan Serengan. 1 Wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk

tertinggi terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon (915.418 jiwa/km2) dan terendah terdapat pada Kecamatan Laweyan (10.127 jiwa/km2). Dalam periode 10 tahun 1987 dan tahun 1997, pertambahan penduduk Surakarta baik tingkat kelahiran maupun karena jumlah migrasi sebesar 6,1%. Pertumbuhan ini yaitu dari 110.986 KK atau 508.138 jiwa menjadi 120.872 KK atau 539.387 jiwa telah memekarkan atau

1 BPS Surakarta, Monografi Kota Surakarta, ( Surakarta: Badan Pusat Statistik, 2010).

merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan kali/sungai-sungai Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian ±92 dari permukaan air

laut. 2 Kota Surakarta berdiri tahun 1745 yang dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan Mataram, Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran. Kejadian yang memicu pendirian kota ini adalah berkobarnya pemberontakan Sunan Kuning (Geger Pacinan) pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan VOC dan keraton Kartasura dapat direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya beberapa wilayah warisan Mataram sebagai imbalan untuk bantuan yang diberikan

VOC. Bangunan keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar". 3

Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru

20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Pembangunan keraton ini menurut catatanmenggunakan bahan

2 Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik , Kota Surakarta

3 Ann Kumar, Javanese court society and politics in the late eighteenth century: the record of a lady soldier , Part I: The religious, social, and economic life

of the court, Indonesia ,1980, hlm. 1-46.

dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Setelah itu pada tanggal 17 Februari1745 Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran.

Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukowati, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, sedangkan tanggal 16 Juni

diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern. 4

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan

daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom. 5

Pertumbuhan penduduk di Surakarta dari tahun ke tahun jelas bahwa tingkat pertumbuhannya tidaklah besar, antara 1.733 ( 0,3%) sampai 9.272 jiwa atau 1,9%.

4 Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Taman Siswa, 1989, hlm. 30.

5 Imam Samroni, dkk, Daerah Istimewa Surakarta, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2010, hlm. 38.

dari kemunculan dan menjamurnya berbagai institusi modern, seperti telah disebutkan di atas, di setiap pelosok kota. Selain itu, hampir habisnya tanah tegalan dan sawah di daerah pinggiran kota Solo, seperti Banyuanyar, Sumber, Karangasem dan jajar yang dulu dipenuhi oleh sawah dan kebun tebu, menyebabkan Surakarta sekarang harus memasok beras dari Delanggu di selatan Kartosuro, begitu pula dengan sayur-sayuran dan buah-buahan, khususnya pisang, harus didatangkan dari

Tawangmangu yang terletak sekitar 35 km dari Surakarta. 6

Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta

(Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta,

1995)

6 Ibid , hlm. 198-199.

NO

KECAMATAN

LUAS (Km²)

3 Pasar Kliwon

4,82

4 Jebres

12,58

5 Banjarsari

14,81

TOTAL

44,04

Nama-nama kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama- nama bangsawan yang bertempat tinggal disana, seperti : Ngadijayan tempat tinggal Hadiwijaya, Mangkubumen tempat tinggal Mangkubumi, Jayasuman tempat tinggal Jayakusuma, Suryabratan tempat tinggal Suryabrata, Kusumabratan tempat tinggal Kusumabrata, Sumadiningrat tempat tinggal Sumadiningrat, Cakranegaran tempat tinggal Cakranegara, Kalitan tempat tinggal Kanjeng Ratu Alit, Kusumayudan tempat tinggal Kusumayuda, Purwadiningratan tempat tinggal Purwadiningrat. Adapula kampung-kampung yang namanya diambil dari nama abdi dalem , seperti Coyudan tempat tinggal Secoyuda, Derpoyudan tempat tinggal Derpoyuda, Mangkuyudan tempat tinggal Mangkuyuda, dan Kerten tempat tinggal Wirakerti. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari kesatuan prajurit Keraton, seperti: Kasatriyan, Tamtaman, Sorogenen; dan berdasarkan jenis pekerjaan penduduk, seperti : Sayangan, Gemblengan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, (un) Dhagen , Kepunton, dan Jayengan. Ada juga kampung-kampung yang namnya diambil dari jabatan Keraton, seperti : Carikan, Jagalan, Gandhekan, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan, dan Gadhing. Ada juga kampung yang namanya diambil dari folklore, seperti: Sangkrah, Bathangan, Kedung Lembu, Laweyan, dan yang mengikuti nama-nama orang Belanda atau jabatannya, seperti: Petoran,

Jurnasan, Jageran, Beskalan, dan Ngebrusan. 7 Selain itu juga kampung-kampung

7 Nurhadiantomo, Konflik-Konflik Sosial Pri-Nonpri dan Hukum Keadilan Sosial, Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2004, hlm.61

Kemlayan.

Orang-orang Cina dan Arab masing-masing dipimpin oleh orang yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial dan diberi pangkat Mayor, Kapten atau Letnan. Hunian orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah maupun bawah. Semuanya tinggal diperkampungan, dirumah-rumah dengan kebun dan halaman yang ditumbuhi pohon atau tanaman rindang. Diskriminasi ras dan etnik masih sangat ketat, sehingga kontak sosial melalui

jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi. 8

B. Aktivitas Perdagangan di Surakarta

Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kegiatan industri yang beragam, diantaranya berupa kegiatan produksi batik, keris gamelan, dan busana jawa serta aktivitas lainnya yang telah ada sejak dulu. Perjalanan sejarah kegiatan perekonomian tersebut dipengaruhi oleh budaya dari Kerajaan Mataram Islam dan pemerintahan Belanda serta budaya sebagai kota dagang. Dengan demikian,aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat tersebut tentunya menjadi salah satu bagian peninggalan sejarah tersendiri, baik dalam bentuk tangible yang berupa sarana

8 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, Jakarta: PT Gramedia, 1990, hlm. 73-74

dan 111 .

sendiri beserta instrumen dan produknya. 9 Pusaka budaya tersebut atau dapat disebut

dengan pusaka industri mampu memberikan bagian alur cerita sejarah perkembangan kotadari sisi perekonomian dan menjadi bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian masyarakat, dan memberikan sense of identity yang penting. Oleh karena itu, pusaka industri yang dimiliki perlu dilestarikan dalam rangka mampu mempertahankan eksistensi aktivitas ekonomi masyarakat yang telah ada sejak dulu serta mampu mempertahankan bangunan-bangunan sejarah perkembangan ekonomi bagi Kota Surakarta.

1. Perdagangan Surakarta Masa Kerajaan Majapahit (Abad XIV-XV)

Artikel Van Naerssen berjudul De Overvaartplaatsen aan de Solo river in middleleeuwen ( pemindahan tempat pada sungai Solo Abad Pertengahan ) menjelaskan tentang arti penting sungai Bengawan Solo pada abad 14 sebagai jalan lalu lintas perdagangan sungai yang menghubungkan antara pedalaman Jawa dan Pantai utara Jawa Timur. Naerssen menjelaskan lokasi-lokasi Bandar sungai solo, terutama mengoreksi enam pelabuhan yang ditulis oleh J Noordyun. Keenam pelabuhan itu yakni; Rasi, Rewun, Wangkalang, Penah, Wulung, dan Wulayu. Sungai Bengawan Solo di masa lalu berfungsi sebagai urat nadi kehidupan masyarakat.

9 Reni Nurhayati, “Pusaka Industri Kota Surakarta Sebagai Salah Satu Karakteristik I dentitas Kota”,SkripsiUniversitas DiponegoroSemarang, 2009, hlm. I-

II II

10 hampir semua arus barang dan berbagai komoditi pertanian dari pedalaman Jawa hingga pantai utara Gresik dilakukan melalui lalu lintas sungai Bengawan Solo.

Pada tahun 1916 R.Adipati Arya Reksakusuma menulis tentang aliran Bengawan Solo yang dijelaskan mulai dari mata air ( tuk : mata air ) dari residen Surakarta mengalir sampai di utara Madura. Dari mata air mengalir ke barat daya terus ke barat, setelah di Kakap belok ke barat daya, bertemu Kali Dengkeng ( berhulu di Lereng Merapi ), berlanjut ke timur hingga perbatasan Ngawi dan bertemu dengan Kali Kedhungbanteng (berhulu di lereng Gunung Lawu). Lurus ke timur, di Ngawi bertemu Kali Madiun atau Kali Genthong berasal dari Panaraga, Magetan, dan Ngawi. Aliran membesar, belok ke utara dan agak ke Timur di Cepu bertemu Kali Bathokan ( berhulu di lereng Gunung Gamping ). Selanjutnya berkelok ke timur, masuk kota Bojonegara dan ke timur Pandhangan bertemu Kali Gandhongan ( berhulu di lereng gunung Pandhan ). Ke timur lagi bertemu dengan Kali Tudhu yang berkelok-kelok tajam. Sampai di Bojanegara bertemu Kali Kening (berhulu di pegunungan Gamping). Aliran terus menuju timur masuk perbatasan Tuban. Di utara

10 Waskito Widi W, “Perdagangan Sungai Bengawan Solo Tempo Doeloe”, Diakronik . Vol 3,2008, hlm. 5 10 Waskito Widi W, “Perdagangan Sungai Bengawan Solo Tempo Doeloe”, Diakronik . Vol 3,2008, hlm. 5

Mengenai hulu sungai Bengawan Solo, di dalam serat Centhini disebutkan berasal dari tebing tenggara Pegunungan Sewu, yakni sekitar dataran tinggi Dalepih (Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri) yang kakinya dikelilingi hutan Pilangputih. Secara mitos lokasi ini dipercaya sebagai petilasan pertapaan Sutawijaya sekaligus tempat bertemu Sutawijaya dan Kanjeng Ratu Kidul. Dalepih ini dikelilingi oleh Gunung Anak, Gajah, Kuning, Tundha, Rujak, Babal, Putri, Kekep, Brit, Dhandang, dan Gelung. Sumber mata air Bengawan Solo dipercaya oleh masyarakat sekitar lokasi Dalepih dijaga oleh Ratu Widanangga di gua Jatha. Widanangga adalah nama lain dari Andarawati yang dikenal sebagai Nyai Rara Kidul.

Sungai Bengawan Solo merupakan sungai yang bisa digunakan untuk pelayaran dan tambangan. Seperti tertuang dalam prasasti Panambangan tahun 903 M yang dikeluarkan oleh Dyah Balitung, memperlihatkan adanya kebebasan orang melintasi sungai dengan perahu tambang. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan penguasa Mataram terhadap Bengawan Solo. De Graaf menduga jalan perdagangan lama dekat yang memotong sungai itu adalah salah satu jalan penghubung antara Jawa bagian selatan dan daerah sebelah timur yang berbatasan, yaitu yang terletak di daerah Madiun sekarang. Jalan-jalan penghubung antara daerah sepanjang pantai selatan Jawa, yang melewati lereng-lereng selatan gunung besar yang Sungai Bengawan Solo merupakan sungai yang bisa digunakan untuk pelayaran dan tambangan. Seperti tertuang dalam prasasti Panambangan tahun 903 M yang dikeluarkan oleh Dyah Balitung, memperlihatkan adanya kebebasan orang melintasi sungai dengan perahu tambang. Hal ini menunjukkan adanya kekuasaan penguasa Mataram terhadap Bengawan Solo. De Graaf menduga jalan perdagangan lama dekat yang memotong sungai itu adalah salah satu jalan penghubung antara Jawa bagian selatan dan daerah sebelah timur yang berbatasan, yaitu yang terletak di daerah Madiun sekarang. Jalan-jalan penghubung antara daerah sepanjang pantai selatan Jawa, yang melewati lereng-lereng selatan gunung besar yang