Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
177 secara jelas dalam rumusan tindak pidana yang
bersangkutan, sehingga
hakim dapat
mempertimbangkan untuk dikenakan terhadap terpidana”.
Ketentuan Pasal 67 ayat 3; “Pidana tambahan
berupa pemenuhan kewajiban adat setempat danatau kewajiban menurut hukum yang hidup
dalam masyarakat atau pencabutan hak yang
diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana”.
Penjelasan terhadap pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat, hakim bebas untuk
mempertimbangkan apakah akan menjatuhkan pidana tambahan ini, meskipun tidak tercantum
sebagai ancaman dalam rumusan tindak pidana. Pemenuhan kewajiban adat yang dijatuhkan oleh
hakim diharapkan
dapat mengembalikan
keseimbangan dalam masyarakat yang terganggu karena dilakukannya suatu tindak pidana.
b. Ketentuan Pasal 99 1; “Dalam putusan hakim
dapat ditetapkan kewajiban
terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti kerugian kepada
korban atau ahli warisnya. 2 Jika kewajiban
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
178 pembayaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 tidak dilaksanakan, maka berlaku ketentuan pidana penjara pengganti untuk pidana
denda”.
Penjelasan Pasal 99 ayat 1; “bahwa pencantuman
pidana tambahan berupa pembayaran ganti kerugian menunjukkan adanya pengertian akan penderitaan
korban tindak pidana. Ganti kerugian harus dibayarkan kepada korban atau ahli waris korban.
Untuk itu hakim menentukan siapa yang merupakan korban yang perlu mendapat ganti kerugian
tersebut”. Ketentuan Pasal 99 ayat 1 “dalam putusan hakim”
dapat diartikan terhadap seluruh ketentuan Buku II Konsep tentang “Tindak Pidana” sedang kata
“dapat” terkait dengan kewenangan hakim dalam menangani setiap kasus tidak selalu mencantumkan
pidana tambahan tersebut. Penjelasan ketentuan Pasal 67 Ayat 1; “Pidana
tambahan dimaksudkan untuk menambahkan pidana pokok yang dijatuhkan dan pada dasarnya bersifat
fakultatif. Pidana tambahan harus dicantumkan secara jelas dalam rumusan tindak pidana yang
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
179 bersangkutan,
sehingga hakim
dapat mempertimbangkan untuk dikenakan terhadap
terpidana”. Kalimat “pidana tambahan harus dicantumkan secara jelas dalam rumusan tindak
pidana yang bersangkutan” merupakan ketentuan
“yang berlawanan” dengan “dalam putusan hakim
dapat ditetapkan kewajiban
terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti kerugian” Pasal 99
ayat 1. Artinya kalau didasarkan pada ketentuan Pasal 99 ayat 1 hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan “pembayaran ganti kerugian” meskipun pidana tambahan tersebut tidak tercantum secara
eksplisit dalam rumusan pasal, sedang “penjelasan”
ketentuan Pasal 67 ayat 1 juga merupakan landasan bagi hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan “pembayaran ganti kerugian” apabila ketentuan tersebut dicantumkan secara jelas dalam
rumusan tindak pidana yang bersangkutan. Sebenarnya ada ketentuan yang dapat dipakai
sebagai acuan untuk mengatasi sesuatu yang tidak
sinkron tersebut yakni rumusan ketentuan Pasal 67 ayat 3; “Pidana tambahan berupa pemenuhan
kewajiban adat setempat danatau kewajiban
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
180 menurut hukum yang hidup dalam masyarakat atau
pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam
perumusan tindak pidana”. Dalam penjelasan
dikemukakan; begitu pula pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat, hakim bebas untuk
mempertimbangkan apakah akan menjatuhkan pidana tambahan ini, meskipun tidak tercantum
sebagai ancaman dalam rumusan tindak pidana. Pemenuhan kewajiban adat yang dijatuhkan oleh
hakim diharapkan
dapat mengembalikan
keseimbangan dalam masyarakat yang terganggu karena dilakukannya suatu tindak pidana. Jadi
pertimbangan penjatuhannya diserahkan pada hakim. Untuk pidana tambahan jenis ini tidak
ditentukan terhadap tindak pidana apa dapat dijatuhkan.
Status “pembayaran ganti kerugian” dengan “pemenuhan kewajiban adat” adalah sama-sama
sebagai “pidana tambahan”, sehingga sangat mungkin dirumuskan dalam satu 1 ketentuan
“pedoman pemberian pidana” bagi keduanya.
Contoh rumusannya; 1. “Pidana tambahan berupa
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
181 pembayaran
ganti kerugian dan pemenuhan
kewajiban adat setempat danatau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat atau
pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam
perumusan tindak pidana”. 2. “Pidana tambahan
berupa pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat setempat danatau kewajiban
menurut hukum yang hidup dalam masyarakat atau
pencabutan hak yang diperoleh korporasi hanya dapat
dijatuhkan jika
tercantum dalam
perumusan tindak pidana”. c. Ketentuan Pasal 100 ayat 3; “Kewajiban adat
setempat danatau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dianggap sebanding dengan pidana denda Kategori I dan dapat dikenakan pidana
pengganti untuk pidana denda, jika kewajiban adat setempat danatau kewajiban menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana”.
Ketentuan di atas tidak dijumpai penjelasannya, namun menarik untuk dianalisis jika dikembalikan
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
182 kepada ide dasarnya. Ide dasar kebijakan formulasi
“pidana denda pengganti” berorientasi pada pelaku, sedang ide dasar kebijakan formulasi “pemenuhan
kewajiban adat” berorientasi pada korban. Oleh karena itu ketentuan Pasal 100 ayat 4; “Pidana
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat juga berupa pidana ganti kerugian” dapat
dijadikan acuan untuk kebijakan “reformulasi”
ketentuan Pasal 100 ayat 3, sehingga rumusan baru
nanti dapat berbunyi; “Kewajiban adat setempat danatau kewajiban menurut hukum yang hidup
dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dianggap sebanding dengan pidana ganti
kerugian, jika kewajiban adat setempat danatau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam
masyarakat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana”. Kebijakan “reformulasi” terhadap
ketentuan Pasal 100 ayat 3 ini wajar dikemukakan, karena
ada “sinkronisasi
orientasi” antara
“pemenuhan kewajiban adat dengan pengganti kerugian” yaitu “pemenuhan kepentingan korban”.
Dalam Hukum Positif Yang Akan Datang
KEBIJAKAN FORMULASI SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM BIDANG HUKUM PIDANA MATERIIL
183
d. Ketentuan Pasal 101 ayat 2; “Tindakan yang