Studi Potensi Pemanfaatan Energi Gelombang Laut Sebagai Pembangkit Listrik di Perairan Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2016.“Prakiraan Rata-rata Mingguan Tinggi Gelombang Laut di Wilayah Laut Indonesia”

Boyle, Godfrey. 2004. Renewable Energy: Power For A Sustainable Future Second Edition. The Open University: Oxford

Dinas Hidro Oseanografi. Buku Prediksi Arus Pasang Surut Perairan Indonesia Tahun 2014. Dinas Hidro Oseanografi TNI AL: Jakarta

Hadi, S. 2014. Energi Listrik Alternatif Berbasis Arus Laut Indonesia.“Triton Magz” edisi 2014 (Majalah Himpunan Mahasiswa Oseanografi ITB). Surinati, D. 2007. Pasang Surut dan Energinya.Oseana, Volume XXXII,Nomor

1, Tahun 2007: 15-22 (ISSN: 0216-1877).

Sutirto dan Trisnoyuwono, D. 2014. Gelombang dan Arus Laut Lepas. Graha Ilmu: Yogyakarta

Sona, Rico Ary, Sutopo, Purwono Fitri, Cahyono, Beni. 2014. Analisa Kinerja Pneumatic Wave Energy Converter (WEC) Dengan Menggunakan Oscillating Water Column (OWC), Volume III, Nomor 1, Tahun 2014: (ISSN: 2337-3539)

Triatmodjo, Bambang. 2004. Teknik Pantai. Andi: Yogyakarta

Utami, Siti Rahma. 2010. Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Dengan Menggunakan Sistem Oscillating Water Column (OWC) Di Tiga Puluh Wilayah Kelautan Indonesia. Universitas Indonesia: Jakarta


(2)

Internet:

Diakses pada tanggal 24 Maret 2015

Diakses pada tanggal 24 Maret 2015

Diakses pada tanggal 24 Maret 2015

Diakses pada tanggal 24 Maret 2015


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Kegiatan

Secara garis besar, bab ini memberikan gambaran tentang lokasi studi PLTGL beserta tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian“ Studi Potensi Pemanfaatan Energi Gelombang Laut Sebagai Pembangkit Listrik Di Perairan Pantai Timur Pulau Sumatera Bagian Utara”.

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat digambarkan dengan menggunakan diagram alir (Gambar 3.1) yang terdiri dari: tinjauan pustaka, pengumpulan data sekunder, mengolah data menggunakan beberapa metode, mendapatkan hasil energi dan daya listrik.

Gambar 3.1 Diagram Alir Kegiatan Mulai

Pengumpulan Data:

1. Data Tinggi Gelombang Laut 2. Data Kecepatan Angin

Metode:

1. Sistem Kolom Osilasi Air (OWC) 2. Sistem Pelamis

3. Sistem Kanal

Hasil:

1. Energi Gelombang Laut 2. Daya Listrik

Kesimpulan Selesai Tinjauan Pustaka


(4)

3.2. Kondisi Klimatologi di Lokasi Studi PLTGL 3.2.1. Provinsi Aceh

Jumlah penyinaran matahari maksimum di Provinsi Aceh (Gambar 3.1) terjadi antara pukul 10.00 s/d 11.00 WIB yaitu sebesar 8,6% dan minimum terjadi antara pukul 15.00 s/d 16.00 WIB sebesar 4,5%. Suhu tertinggi terjadi pada tanggal 04 September 2010 sebesar 28,4℃ dan terendah terjadi pada tanggal 29 September 2010 sebesar 25,4℃. Rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada tanggal 29 September 2010 sebesar 91% dan terendah terjadi pada tanggal 04 September 2010 sebesar 69% (RPJP Aceh Tahun 2005-2025).

Gambar 3.2. Peta Administrasi Provinsi Aceh

(Sumber :

Sedangkan rata-rata tekanan udara terendah terjadi pada tanggal 18 September 2010 yang bernilai 1.011,0 mb dan tertinggi terjadi pada tanggal 28 September sebesar 1012,9 mb. Untuk jumlah penguapan di Stasiun Klimatologi Indrapuri, tercatat penguapan terendah terjadi pada tanggal 29 September 2010 yang bernilai 0,3 mm dan tertinggi terjadi pada tanggal 10 September 2010 yang bernilai 7,0 mm. Persentase kecepatan angin tertinggi sebesar 57% pada kecepatan Calm (0 kt) dan terendah sebesar 1,3% pada kecepatan 11 s/d 17 kt.


(5)

Persentase arah angin tertinggi pada bulan Agustus 2010 didominasi dari arah barat laut dengan persentase sebesar 8% dan terendah dari arah timur laut dengan persentase sebesar < 1,4% (RPJP Aceh Tahun 2005-2025).

3.2.2. Provinsi Sumatera Utara

Iklim di Provinsi Sumatera Utara (Gambar 3.2) termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin passat dan muson. Sebagaimana provinsi lain di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret. Diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba (Bappeda Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012).

Curah hujan relatif cukup tinggi yaitu berkisar 1.431 – 2.265 mm/tahun atau rata-rata 2.100 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata sebesar 173 – 230 hari/tahun. Pada wilayah kering, curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 1.500 mm yang tercatat di beberapa bagian wilayah Simalungun, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara. Sedangkan curah hujan tinggi berkisar antara 2.000 sampai 4.500 mm berlangsung sepanjang tahun di daerah Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Tapanuli Tengah dan sebagian besar Tapanuli Selatan. Musim kemarau pada umumnya terjadi pada bulan Juni sampai bulan September dan musim penghujan terjadi pada bulan November sampai bulan Maret (Bappeda Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012).

Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi. Sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas dan bisa mencapai suhu 35,8℃. Sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada di daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,4℃. Kelembaban udara rata-rata 78% s/d 91% (Bappeda Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012).


(6)

Gambar 3.3. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Utara

(Sumber :

3.2.3. Provinsi Riau

Secara geografis, Provinsi Riau (Gambar 3.3) terletak pada posisi 01° 05’ 00” LS s/d 02° 25’ 00” LU atau antara 100° 00’ 00” BT s/d 105° 05’ 00” BT yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka. Provinsi Riau memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2.000 s/d 3.000 mm/tahun serta rata-rata hujan/tahun sekitar 160 hari. Dengan luas wilayah mencapai 89.150 km2, Provinsi Riau dialiri oleh 15 sungai diantaranya 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Kampar dan Sungai Indragiri (Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Riau Tahun 2012).


(7)

Gambar 3.4. Peta Administrasi Provinsi Riau

(Sumbe

3.3. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yang akan dilakukan adalah pertama berupa studi literatur yaitu mencari dan mempelajari pustaka yang berhubungan dengan pemanfaatan gelombang laut sebagai energi pembangkit listrik alternatif dari berbagai sumber seperti buku, catatan kuliah, jurnal, majalah, artikel dan data dari internet lalu kemudian pengumpulan data sekunder dengan mengetahui tinggi gelombang laut di beberapa wilayah yang dibutuhkan. Pemanfaatan gelombang laut di dalam penelitian ini menggunakan sistem Oscillating Water Column (OWC), Sistem Pelamis dan Sistem Kanal.

3.4. Perencanaan Penelitian

Perencanaan PLTGL dengan memanfaatkan energi gelombang laut meliputi :

a. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai hasil penelitian, publikasi dan statistik yang akan menunjang penelitian dan digunakan sebagai


(8)

data pendukung pada tahapan proses dan kompilasi data. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

• Data Tinggi Gelombang Laut

Penentuan untuk mengetahui energi gelombang laut yang diperlukan guna membuat pembangkit tenaga listrik, maka data yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berupa tinggi gelombang rata-rata di setiap perairan yang dhitung.

• Data Angin

Karena investasi dan mobilisasi alat yang relatif mahal dan sulit untuk daerah pedalaman pantai, biasanya data angin diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data angin yang diperlukan minimal dalam kurun waktu 10 tahun sehingga prediksi gelombang tahunan bisa didapat dan cukup representatif untuk segala fluktuasi yang berlaku.

b. Analisa Data

Melalui proses analisa dan kompilasi dari pengumpulan data sekunder dan survei lapangan, akan diperoleh informasi utuh dan terpadu tentang karakteristik fisik daerah pengamatan serta interaksinya satu dengan yang lain. Sifat data lapangan yang hanya mencatat waktu sesaat pengukuran akan dilengkapi dengan informasi dari pengumpulan data sekunder untuk jangka waktu panjang sehingga validitas data lebih bisa dipertanggungjawabkan.

c. Contoh Prototipe

Rekayasa konstruksi fisik (Gambar 3.4) yang akan direncanakan adalah berupa prototipe konversi energi, berupa chamber serta turbin gerak dalam sistem Oscillating Water Column (OWC). OWC merupakan salah satu sistem yang dapat mengubah energi gelombang laut menjadi energi listrik dengan menggunakan kolom osilasi. Sistem OWC akan menangkan energi gelombang yang melalui lubang pintu kolom (chamber) OWC sehingga terjadi fluktuasi atau osilasi gerakan air dalam ruang OWC. Kemudian tekanan udara yang dihasilkan dari


(9)

gerakan air dalam kolom ini akan menggerakkan baling-baling turbin yang dihubungkan dengan generator sehingga menghasilkan listrik.

Gambar 3.4. Prototipe sistem Oscillating Water Column (OWC) (Sumber : Murdani, 2008 dalam Utami, 2010)

3.5 Sistem Pelamis dan Kanal

Pengerjaan prototipe untuk sistem Pelamis dan Kanal belum dapat dijabarkan karena di wilayah Indonesia sendiri belum dibuat untuk kedua sistem ini. Untuk Pelamis sendiri, proyek pertama yang dilakukan di dunia adalah di Portugal tepatnya di Laut Agucadoura. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, untuk Sistem Kolom Osilasi Air (Oscillating Water Column) baru dibuat di Pantai Baron, Yogyakarta dengan efisiensi yang kecil pula. Sementara untuk Sistem Kanal, belum dibangun bangunan fisik maupun didapat efisiensinya.


(10)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hidro Oseanografi

Data hidro oseanografi meliputi data gelombang laut di 9 wilayah (Gambar 4.1) yang termasuk perkiraan wilayah pelayanan Stasiun Meteorologi Maritim Belawan yaitu Selat Malaka Bagian Utara, Perairan Lhokseumawe, Perairan Sabang-Banda Aceh, Perairan Barat Aceh, Samudera Hindia Barat Aceh, Selat Malaka Bagian Tengah, Perairan Kepulauan Nias-Sibolga, Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias dan Perairan Riau. Data ini sangat menentukan perkiraan awal besarnya daya listrik yang dapat dihasilkan PLTGL. Perkiraan tinggi gelombang laut di wilayah Indonesia ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tanggal 08 s/d 14 Juni 2016 yang dapat dilihat pada Tabel (4.1) s/d (4.7).

Gambar 4.1. Lokasi studi PLTGL


(11)

Di bawah ini adalah keterangan Gambar (4.1) : A.1 = A.01 = Selat Malaka Bagian Utara

A.2 = A.02 = Perairan Lhokseumawe A.3 = A.03 = Perairan Sabang-Banda Aceh A.4 = A.04 = Perairan Barat Aceh

A.5 = A.05 = Samudera Hindia Barat Aceh A.6 = A.06 = Selat Malaka Bagian Tengah A.7 = A.07 = Perairan Kepulauan Nias-Sibolga A.8 = A.08 = Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias A.9 = A.09 = Perairan Riau

Di bawah ini adalah perkiraan tinggi gelombang laut yang diperoleh dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan tanggal 08 s/d 14 Juni 2016 :

Tabel 4.1. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 08 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)

Tabel 4.2. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 09 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)


(12)

Tabel 4.3. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 10 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)

Tabel 4.4. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 11 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)

Tabel 4.5. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 12 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)


(13)

Tabel 4.6. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 13 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)

Tabel 4.7. Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 14 Juni 2016 (Sumber : BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan)

4.2. Panjang dan Kecepatan Gelombang Laut

Panjang dan kecepatan gelombang laut dipengaruhi oleh periode datangnya gelombang. Periode datangnya gelombang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.1) yang disarankan oleh Nielsen (1986) dalam Utami (2010) yaitu :

T = 3,55∗ √H...(2.1)

Perkiraan tinggi signifikan rata-rata gelombang laut dapat dihitung menggunakan program SPSS v.22 (Statistical Program for Social Science). Untuk menjalankan program SPSS v.22, ikutilah langkah-langkah berikut :

1. Klik tombol Start.


(14)

3. Arahkan pointer mouse ke folder program SPSS v.22 dan klik mouse. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan utama dari program SPSS for Windows seperti Gambar (4.2) berikut :

Gambar 4.2. Tampilan utama program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

4. Klik Variable View  Buat variabel baru.

5. Klik bagian Type  Karena data yang akan diolah berupa angka, maka kita memilih Numeric Pada kotak Decimal Places, isi dengan dengan 2 (dua)  Klik button OK. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.3) berikut :


(15)

Gambar 4.3. Tampilan Variable View program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

6. Klik Data View  Masukan data perkiraan tinggi gelombang laut pada kondisi minimum di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) yang diperoleh dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan tanggal 08 s/d 14 Juni 2016. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.4) berikut :


(16)

Gambar 4.4. Tampilan Data View program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

7. Pastikan data di SPSS v.22 sudah sesuai dengan yang diketahui. Klik Analyze Arahkan kursor ke Descriptive Statistics Klik Frequencies  Pindahkan variabel data ke sebelah kanan  Klik Statistics. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.5) berikut :

Gambar 4.5. Tampilan Frequencies program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)


(17)

8. Centang bagian Mean, Median dan Mode Klik Continue  Klik OK. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.6) dan (4.7) berikut :

Gambar 4.6. Tampilan Frequencies Statistics program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

Gambar 4.7. Tampilan Output program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)


(18)

Pada tampilan Output program SPSS v.22 diperoleh nilai Mean = 0,84 (rata-rata), Median = 0,75 (titik tengah) dan Mode = 0,25 (modus). Maka, tinggi signifikan rata-rata gelombang laut pada kondisi minimum di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) adalah 0,84 m. Sedangkan perkiraan tinggi gelombang laut pada kondisi maksimum di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) dapat dihitung dengan mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Klik Data View  Masukan data perkiraan tinggi gelombang laut pada kondisi maksimum di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) yang diperoleh dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan tanggal 08 s/d 14 Juni 2016. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.8) berikut :

Gambar 4.8. Tampilan Data View program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

2. Pastikan data di SPSS v.22 sudah sesuai dengan yang diketahui. Klik Analyze Arahkan kursor ke Descriptive Statistics Klik Frequencies  Pindahkan variabel data ke sebelah kanan  Klik Statistics. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.9) berikut :


(19)

Gambar 4.9. Tampilan Frequencies program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

3. Centang bagian Mean, Median dan Mode Klik Continue  Klik OK. Maka, pada layar monitor akan didapat tampilan seperti Gambar (4.10) dan (4.11) berikut :

Gambar 4.10. Tampilan Frequencies Statistics program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)


(20)

Gambar 4.11. Tampilan Output program SPSS v.22 (Sumber : Hasil Perhitungan)

Pada tampilan Output program SPSS v.22 diperoleh nilai Mean = 2,50 (rata-rata), Median = 2,50 (titik tengah) dan Mode = 2,00a (modus). Maka, tinggi signifikan rata-rata gelombang laut pada kondisi maksimum di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) adalah 2,50 m. Perkiraan tinggi signifikan rata-rata gelombang laut di 9 wilayah yang termasuk perkiraan wilayah pelayanan Stasiun Meteorologi Maritim Belawan menggunakan program SPSS v.22 diperlihatkan Tabel (4.8).

Dari perkiraan tinggi signifikan rata-rata gelombang laut, kita dapat menghitung periode masing-masing lokasi studi PLTGL. Berikut ini adalah contoh perhitungan periode gelombang datang di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) sistem OWC pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan periode gelombang datang di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.8).

T = 3,55∗ √H

T = 3,55∗ √0,84 = 3,25 s (minimum)

T = 3,55∗ √H


(21)

Tabel 4.8. Hasil perhitungan periode gelombang datang (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Tinggi Signifikan Periode Gelombang Rata-rata (m) Datang (s)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 0,84 2,50 3,25 5,61

A.02 Perairan Lhokseumawe 0,41 0,93 2,27 3,42

A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 0,91 2,43 3,39 5,53

A.04 Perairan Barat Aceh 0,96 2,79 3,48 5,93

A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 2,07 3,07 5,11 6,22 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 0,42 0,99 2,30 3,53 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 0,75 2,64 3,07 5,77 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 2,07 3,07 5,11 6,22

A.09 Perairan Riau 0,39 0,73 2,22 3,03

Dengan mengetahui perkiraan periode datangnya gelombang di lokasi studi PLTGL, kita dapat menghitung panjang dan kecepatan gelombang berdasarkan Persamaan (2.2) yang disarankan oleh Ross (1980) dalam Utami (2010) yaitu :

λ= 5,12∗T2...(2.2)

Berikut ini adalah contoh perhitungan panjang gelombang datang di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) sistem OWC pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan panjang gelombang datang di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.9).

λ= 5,12∗T2

λ= 5,12∗(3,25)2 = 54,20 m (minimum)

λ= 5,12∗T2


(22)

Tabel 4.9. Hasil perhitungan panjang gelombang datang (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Periode Gelombang

Panjang Gelombang Datang (s) Datang (m)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 3,25 5,61 54,20 161,31

A.02 Perairan Lhokseumawe 2,27 3,42 26,46 60,01

A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 3,39 5,53 58,72 156,80

A.04 Perairan Barat Aceh 3,48 5,93 61,94 180,02

A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 5,11 6,22 133,57 198,09 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 2,30 3,53 27,10 63,88 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 3,07 5,77 48,39 170,35 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 5,11 6,22 133,57 198,09

A.09 Perairan Riau 2,22 3,03 25,16 47,10

Maka, kecepatan gelombang datang dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.3) yaitu :

v = λ

T...(2.3) Berikut ini adalah contoh perhitungan kecepatan gelombang datang di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) sistem OWC pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan kecepatan gelombang datang di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.10).

v = λ

T

v = 54,20

3,25 = 16,66 m/s (minimum)

v = λ

T

v = 161,31


(23)

Tabel 4.10. Hasil perhitungan kecepatan gelombang datang (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Panjang Gelombang

Kecepatan Gelombang Datang (m) Datang (m/s)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 54,20 161,31 16,66 28,74 A.02 Perairan Lhokseumawe 26,46 60,01 11,64 17,53 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 58,72 156,80 17,34 28,33 A.04 Perairan Barat Aceh 61,94 180,02 17,81 30,36 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 133,57 198,09 26,15 31,85 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 27,10 63,88 11,78 18,08 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 48,39 170,35 15,74 29,53 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 133,57 198,09 26,15 31,85

A.09 Perairan Riau 25,16 47,10 11,35 15,53

Dimana Persamaan (2.1) s/d (2.3) :

λ = Panjang gelombang (m) v = Kecepatan gelombang (m/s) T = Periode gelombang (s) H = Tinggi gelombang (m)

4.3. Analisa Perhitungan Energi Gelombang Laut Sistem OWC

Untuk menghitung potensi energi gelombang laut dengan lebar chamber 2,40 m (berdasarkan prototipe yang telah ada), kita menggunakan asumsi-asumsi

yaitu ρ air laut = 1.030 kg/m3

dan percepatan gravitasi bumi = 9,81 m/s2. Di dalam perhitungannya, kita cukup menghitung energi potensial saja. Karena dilihat dari prototipe yang ada, pergerakan gelombang laut yang menghasilkan energi listrik pada sistem ini merupakan energi potensial atau naik turunnya gelombang. Sementara itu, kita tidak lagi menggunakan Persamaan (3.3) tetapi menggunakan Persamaan (2.4) karena gerakan gelombang laut yang maju dan mundur tidak menghasilkan energi listrik.

Ew = 1

4∗w∗ρ∗g∗a


(24)

Berikut ini adalah contoh perhitungan potensi energi gelombang laut di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) sistem OWC pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan potensi energi gelombang laut di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.11).

Ew = 1

4∗w∗ρ∗g∗a 2 λ

Ew = 1

4∗2,40∗1.030∗9,81∗(2,50−0,84)

254,20

Ew = 905.481,56 J (minimum)

Ew = 1

4∗w∗ρ∗g∗a 2 λ

Ew = 1

4∗2,40∗1.030∗9,81∗(2,50−0,84)

2161,31

Ew = 2.694.885,60 J (maksimum)

Tabel 4.11. Hasil perhitungan potensi energi gelombang laut (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Panjang Gelombang

Potensi Energi Gelombang Laut

Datang (m) (J)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 54,20 161,31 905.481,56 2.694.885,60 A.02 Perairan Lhokseumawe 26,46 60,01 43.368,53 98.372,52 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 58,72 156,80 822.456,08 2.196.228,88 A.04 Perairan Barat Aceh 61,94 180,02 1.257.643,53 3.655.026,52 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 133,57 198,09 809.756,60 1.200.943,36 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 27,10 63,88 53.380,56 125.825,61 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 48,39 170,35 1.048.018,67 3.689.025,73 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 133,57 198,09 809.756,60 1.200.943,36

A.09 Perairan Riau 25,16 47,10 17.636,26 33.011,47

Daya listrik yang dihasilkan dari energi gelombang laut sistem OWC di lokasi studi dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.5) yaitu :

Pw =η∗ Ew

T

Pw =η∗

1

4∗w∗ρ∗g∗a 2λ


(25)

Berikut ini adalah contoh perhitungan daya listrik sistem OWC (tanpa efisiensi) yang dapat dihasilkan di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan daya listrik yang dapat dihasilkan di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.12).

Pw = Ew

T

Pw =

905.481,56

3,25 = 278.298,98 W (minimum)

Pw = Ew

T

Pw =

2.694.885,60

5,61 = 480.111,35 W (maksimum)

Tabel 4.12. Hasil perhitungan daya listrik (tanpa efisiensi) yang dapat dihasilkan (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Potensi Energi Gelombang Laut

Daya Listrik Tanpa Efisiensi

(J) (W)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 905.481,56 2.694.885,60 278.298,98 480.111,35 A.02 Perairan Lhokseumawe 43.368,53 98.372,52 19.078,95 28.734,52 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 822.456,08 2.196.228,88 242.864,29 396.868,02 A.04 Perairan Barat Aceh 1.257.643,53 3.655.026,52 361.571,00 616.396,38 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 809.756,60 1.200.943,36 158.540,77 193.074,53 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 53.380,56 125.825,61 23.202,25 35.622,39 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 1.048.018,67 3.689.025,73 340.886,68 639.560,11 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 809.756,60 1.200.943,36 158.540,77 193.074,53

A.09 Perairan Riau 17.636,26 33.011,47 7.955,11 10.883,66

Dimana Persamaan (2.4) s/d (2.5) : Ew = Energi gelombang (J)

w = Lebar chamber (m)

ρ = Kerapatan air (kg/m3) a = Amplitudo (m) Pw = Daya listrik (W)


(26)

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa daya listrik terkecil yang dihasilkan adalah sebesar 7.955,11 W pada kondisi minimum yaitu di daerah Perairan Riau. Sementara daya listrik terbesar yang dapat dihasilkan adalah sebesar 361.571,00 W yaitu di daerah Perairan Barat Aceh. Pada kondisi maksimum, daya listrik terkecil yang dapat dihasilkan adalah sebesar 10.883,66 W di Perairan Riau. Sedangkan daya listrik terbesar yang dapat dihasilkan adalah sebesar 639.560,11 W di daerah Perairan Kepulauan Nias-Sibolga. Adapun kondisi sinoptik di lokasi studi PLTGL yang diperoleh dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan tanggal 08 s/d 14 Juni 2016 :

• 08 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Angin di atas wilayah perairan Indonesia, di Utara Khatulistiwa umumnya bertiup dari timur sampai selatan dan di Selatan Khatulistiwa umumnya bertiup dari arah timur laut sampai tenggara dengan kecepatan angin berkisar antara 3 sampai 30 kt.

• 09 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Angin di atas perairan Pulau Sumatera bertiup dari barat daya hingga utara dengan kecepatan 2 sampai 30 kt.

• 10 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Angin di perairan Pulau Sumatera bagian utara umumnya bertiup dari barat daya hingga barat laut dengan kecepatan antara 2 sampai 15 kt. • 11 Juni 2016 pukul 19.00 s/d 12 Juni 2016 pukul 07.00 WIB

Angin di atas perairan Pulau Sumatera pada umumnya bertiup dari selatan hingga barat dengan kecepatan 2 sampai 25 kt.

• 12 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Angin di atas perairan Pulau Sumatera pada umumnya bertiup dari selatan hingga barat dengan kecepatan 2 sampai 25 kt.


(27)

• 13 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Adanya belokan angin di wilayah Sumatera Bagian Selatan hingga Kalimantan Bagian Barat. Angin di Perairan Sumatera Bagian Utara umumnya bertiup dari barat daya hingga barat laut dengan kecepatan angin berkisar antara 2 sampai 15 kt.

• 14 Juni 2016 pukul 07.00 s/d 19.00 WIB

Angin di atas wilayah Perairan Indonesia di Utara Khatulistiwa umumnya bertiup dari tenggara sampai barat daya dan di Selatan Khatulistiwa umumnya bertiup dari arah timur sampai tenggara dengan kecepatan angin berkisar antara 3 sampai 25 kt.

4.4. Kontribusi PLTGL Sistem Oscillating Water Column (OWC) pada Pemukiman Sederhana di Tepi Pantai

Dari hasil perhitungan di atas, daya listrik terkecil (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan oleh sistem Oscillating Water Column (OWC) jika diterapkan di Perairan Riau dengan mengabaikan efisiensi komponen peralatan PLTGL dan efisiensi yang digunakan yaitu 11,917% (efisiensi PLTGL Pantai Baron Yogyakarta) untuk keadaan minimum dan maksimum adalah sebesar :

Pw =η∗ Ew

T

Pw = 11,917%∗7.955,11 = 948,01 W (minimum)

Pw =η∗ Ew

T

Pw = 11,917%∗10.883,66 = 1.297,01 W (maksimum)

Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.13).


(28)

Tabel 4.13. Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Daya Listrik Tanpa Efisiensi

Daya Listrik Dengan Efisiensi

(W) (W)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 278.298,98 480.111,35 33.164,89 57.214,87 A.02 Perairan Lhokseumawe 19.078,95 28.734,52 2.273,64 3.424,29 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 242.864,29 396.868,02 28.942,14 47.294,76 A.04 Perairan Barat Aceh 361.571,00 616.396,38 43.088,42 73.455,96 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 158.540,77 193.074,53 18.893,30 23.008,69 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 23.202,25 35.622,39 2.765,01 4.245,12 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 340.886,68 639.560,11 40.623,47 76.216,38 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 158.540,77 193.074,53 18.893,30 23.008,69

A.09 Perairan Riau 7.955,11 10.883,66 948,01 1.297,01

Kemampuan membangkitkan daya listrik sebesar 948,01 W atau sekitar 950 W dapat digunakan untuk memberi pasokan daya listrik baru bagi penggunaan listrik di sekitar pantai wilayah Perairan Riau. Daya listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk menghidupkan beberapa rumah dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk konsumen Rumah Tangga sebesar 900 VA . Dan dapat disimpulkan bahwa keberadaan PLTGL ini memenuhi syarat untuk dapat menghidupkan satu rumah nelayan sederhana di sekitar pantai wilayah Perairan Riau saat dengan daya listrik maksimum 1.297,01 W.

Selain digunakan untuk menghidupkan listrik rumah nelayan sederhana, potensi daya listrik yang ada dapat juga digunakan untuk menghidupkan lampu mercusuar atau dimanfaatkan penyedia jasa wisata di sekitar pantai. Selain tinggi gelombang datang dan periodenya, lebar chamber PLTGL juga sangat berperan besar dalam menentukan besar daya listrik yang bisa dihasilkan.

4.5. Pelamis Wave Energy Converter

Sistem pelamis merupakan sebuah sistem semi-submerged (mengapung), struktur bersambung yang terdiri dari 4 bagian baja silinder yang dihubungkan oleh 3 engsel sendi. 4 bagiannya bergerak relatif satu dengan yang lain dan sambungannya mengkonversi gerakan ini dengan cara mengontrol sistem konversi


(29)

tenaga hidrolik. Setiap sambungan sistem pelamis memiliki pelepasan tenaga hidrolik sendiri, tersusun oleh 4 hydraulic rams (di setiap pelepasan tenaga) yang menahan gerakan ini, memompa fluida bertekanan tinggi melalui smoothing accumulators menuju mesin hidrolik, yang menggerakkan induksi generator untuk menghasilkan listrik. Beberapa perangkat dapat terhubung bersama dan terkait ke tepi pantai melalui sebuah kabel bawah laut tunggal (Aquatic Renewable Energy Technologies, 2008).

Perangkat ini ditahan posisinya dengan sistem mooring apung dan berat yang mencegah kabel mooring menjadi tegang. Sistem mooring ini cukup bertahan untuk menjaga posisi pelamis, namun memungkinkan perangkat untuk terus berayun maju mendekati gelombang. Uji coba sistem pelamis berskala penuh pertama dilakukan European Marine Energy Centre di Orkney, Skotlandia. Desainnya diverifikasi sendiri oleh konsultan W.S. Atkins sesuai dengan aturan dan standar DNV (Det Norske Veritas) konstruksi lepas pantai (Aquatic Renewable Energy Technologies, 2008).

4.6. Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Aguçadoura

Proyek Aguçadoura memiliki 3 perangkat pelamis terinstal (farm) dan merupakan proyek PLTGL komersial pertama di dunia. 3 perangkat pelamis P-1A masing-masing berkapasitas 750 kW dibeli seharga 8 juta euro oleh pengembang proyek Portugal, Enersis, dan diharapkan dapat mengembalikan investasi karena tarif feed-in di Portugal yang menguntungkan. Perjanjian dimulai pada tahun 2005 ketika Enersis dan Ocean Power Delivery Ltd (sekarang Pelamis Wave Power Ltd) menandatangani perjanjian jual beli. Pada bulan Juli tahun 2006, perjanjian diterbitkan oleh otorisasi hukum CEO (Companhia Energia Oceânica, S.A.) untuk menginstal 3 konstruksi lepas pantai Aguçadoura, Póvoa de Varzim (Aquatic Renewable Energy Technologies, 2008).

Seluruh perangkat pelamis dibuat di Skotlandia untuk mengurangi kendala teknis dan logistik selama pengerjaan, pemasok Skotlandia memiliki rancangan aslinya (Gambar 4.2). Perakitannya dilakukan di galangan kapal Peniche, Portugal, setelah itu perangkat dikirim per bagian ke Portugal. Batas waktu aslinya yaitu tahun 2006, namun beberapa gangguan teknis dan cuaca menghambat pengerjaan hingga musim panas tahun 2008. Proyek PLTGL


(30)

Aguçadoura didukung oleh tarif khusus feed-in, saat ini setara kurang lebih 0,23 euro/kWh (Aquatic Renewable Energy Technologies, 2008).

Gambar 4.2. Lokasi PLTGL Aguçadoura (kiri atas), konstruksi bagian-bagian perangkat pelamis (kanan atas) dan 3 perangkat pelamis masing-masing berkapasitas 750 kW di Pelabuhan Leixões siap diinstal (Sumber : Aquatic

Renewable Energy Technologies, 2008)

4.7. Analisa Perhitungan Daya Listrik Sistem Pelamis

Pada kondisi laut dalam (deep water), di mana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, maka daya listrik yang dihasilkan dari energi gelombang laut sistem pelamis di lokasi studi dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.6) yaitu :

P = ρ∗g2

64∗π∗H


(31)

Dimana Persamaan (2.5) dan (2.6) : P = Daya listrik per satuan panjang (W/m)

ρ = Kerapatan air (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2) T = Periode gelombang (s)

H = Tinggi gelombang (m)

Berikut ini adalah contoh perhitungan daya listrik sistem pelamis (tanpa efisiensi) yang dapat dihasilkan di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan daya listrik yang dapat dihasilkan di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.14).

P = ρ∗g2

64∗π∗H 2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,84

23,25 = 1.132,38 W/m (minimum)

P = ρ∗g2

64∗π∗H 2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,50

25,61 = 17.303,90 W/m (maksimum)

Wave energy yang dihasilkan dari energi gelombang laut sistem pelamis di lokasi studi dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.7) yaitu :

E =1

8∗ ρ ∗g∗H

2...(2.7)

Berikut ini adalah contoh perhitungan potensi energi gelombang laut di Selat Malaka Bagian Utara (A.01) sistem pelamis pada kondisi minimum dan maksimum. Hasil perhitungan potensi energi gelombang laut di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.14).

E =1

8∗ ρ ∗g∗H 2

E =1

8∗1.030∗9,81∗0,84


(32)

E =1

8∗ ρ ∗g∗H 2

E =1

8∗1.030∗9,81∗2,50

2 = 7.893,98 J/m2 (maksimum)

Tabel 4.14. Hasil perhitungan daya listrik (tanpa efisiensi) yang dapat dihasilkan (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Potensi Energi Gelombang Laut

Daya Listrik Tanpa Efisiensi

(J/m2) (W/m)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 891,20 7.893,98 1.132,38 17.303,90 A.02 Perairan Lhokseumawe 212,32 1.092,40 188,47 1.460,50 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 1.045,92 7.458,11 1.383,24 16.117,94 A.04 Perairan Barat Aceh 1.164,02 9.831,61 1.581,15 22.766,93 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 5.411,99 11.904,00 10.794,93 28.916,11 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 222,80 1.237,90 200,18 1.707,58 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 710,46 8.802,87 853,00 19.829,14 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 5.411,99 11.904,00 10.794,93 28.916,11

A.09 Perairan Riau 192,11 673,07 166,32 797,26

4.8. Kontribusi PLTGL Sistem Pelamis pada Pemukiman Sederhana di Tepi Pantai

Dari hasil perhitungan di atas, daya listrik terkecil (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan oleh sistem pelamis jika diterapkan di Selat Malaka Bagian Utara dengan mengabaikan efisiensi komponen peralatan PLTGL dan efisiensi yang digunakan yaitu 34% (efisiensi PLTGL Aguçadoura Portugal antara 25% – 40%) untuk keadaan minimum dan maksimum adalah sebesar :

Pw =η∗P

Pw = 34%∗1.132,38 = 385,01 W/m (minimum)

Pw =η∗P


(33)

Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan di lokasi studi diperlihatkan Tabel (4.15).

Tabel 4.15. Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat dihasilkan (Sumber : Hasil Perhitungan)

Kode Lokasi Studi PLTGL

Daya Listrik Tanpa Efisiensi

Daya Listrik Dengan Efisiensi

(W/m) (W/m)

Min Maks Min Maks

A.01 Selat Malaka Bagian Utara 1.132,38 17.303,90 385,01 5.883,33 A.02 Perairan Lhokseumawe 188,47 1.460,50 64,08 496,57 A.03 Perairan Sabang-Banda Aceh 1.383,24 16.117,94 470,30 5.480,10 A.04 Perairan Barat Aceh 1.581,15 22.766,93 537,59 7.740,76 A.05 Samudera Hindia Barat Aceh 10.794,93 28.916,11 3.670,28 9.831,48 A.06 Selat Malaka Bagian Tengah 200,18 1.707,58 68,06 580,58 A.07 Perairan Kepulauan Nias-Sibolga 853,00 19.829,14 290,02 6.741,91 A.08 Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias 10.794,93 28.916,11 3.670,28 9.831,48

A.09 Perairan Riau 166,32 797,26 56,55 271,07

Kemampuan membangkitkan daya listrik sebesar 385,01 W/m atau sekitar 390 W/m dapat digunakan untuk memberi pasokan daya listrik baru bagi penggunaan listrik di sekitar pantai wilayah Selat Malaka Bagian Utara. Daya listrik yang dihasilkan bisa digunakan untuk penerangan pada rumah masyarakat di sekitar pantai. Jika rumah sederhana membutuhkan pasokan daya listrik 450 VA (W), maka keberadaan PLTGL ini dapat menghidupkan setidaknya beberapa rumah sederhana di sekitar pantai wilayah Selat Malaka Bagian Utara saat daya listrik maksimum 5.883,33,01 W/m.

Selain digunakan untuk menghidupkan listrik atau dimanfaatkan penyedia jasa wisata di sekitar pantai. Selain tinggi gelombang datang dan periodenya, panjang segmen pelamis juga sangat berperan besar dalam menentukan besar daya listrik yang bisa dihasilkan. Kemampuan daya listrik yang dihasilkan sangat kecil dan tidak memenuhi untuk menghidupkan listrik di satu daerah. Hanya beberapa rumah saja yang didekat pembangkit yang dapat pasokan listrik tersebut.


(34)

4.9. Analisa Perhitungan Sistem Kanal (Tapered Channel)

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa tidak ditemukannya rumusan yang dapat menghitung energi dan daya listrik dengan tepat pada sistem Kanal dan sistem ini tidak dapat berfungsi kembali karena rusak diterjang badai musim dingin di Norwegia, maka dapat kita ketahui sistem ini belum memenuhi untuk dirancang sebagai prototipe.

4.10 Penjabaran Potensi 9 Wilayah PLTGL Dan Bangunan Pembangkit 4.10.1 Potensi Daya Listrik

a. Selat Malaka Bagian Utara

Untuk Sistem Kolom Osilasi Air dan Pelamis :

Pw =

Ew

T Pw =

905.481,56

3,25 = 278.298,98 W (minimum)

Pw =Ew T Pw =2.694.885,60

5,61 = 480.111,35 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,84

23,25 = 1.132,38 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,50

25,61 = 17.303,90 W/m (maksimum)

b. Perairan Lhokseumawe


(35)

Pw =

Ew T Pw =

43.368,53

2,27 = 19.078,95 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =

98.372,52

3,42 = 28.374,52 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,41

22,27 = 188,47 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,93

23,42 = 1460,50 W/m (maksimum)

c. Perairan Sabang – Banda Aceh

Pw =

Ew T Pw =

822.456,08

3,39 = 242.864,29 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =2.196.228,88

5,53 = 396.868,02 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,91


(36)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,43

25,53 = 16.117,94 W/m (maksimum)

d. Perairan Barat Aceh

Pw =

Ew

T Pw =

1.257.643,53

3,48 = 361.571 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =

3.655.026,52

5,93 = 616.396,38 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,96

23,48 = 1.581,15 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,79

25,93 = 22.766,93 W/m (maksimum)

e. Samudera Hindia Barat Aceh

Pw =

Ew

T Pw =

809.756,60

5,11 = 158.540,77 W (minimum)

Pw =Ew T Pw =1.200.943,36


(37)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,07

25,11 = 10.794,93 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗3,07

26,22 = 28.916,11 W/m (maksimum)

f. Selat Malaka Bagian Tengah

Pw =Ew T Pw =

53.380,56

2,30 = 23.202,25 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =125.825,60

3,53 = 35.622,39 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,42

22,30 = 200,18 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,99

23,53 = 1.707,58 W/m (maksimum)

g. Perairan Kepulauan Nias – Sibolga

Pw =Ew T


(38)

Pw =1.048.018,56

3,07 = 340.886,68 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =

3.689.025,60

5,77 = 639.560,11 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗0,75

23,07 = 853 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,64

25,77 = 19.829,14 W/m (maksimum)

h. Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias

Pw =

Ew T Pw =

809.756,56

5,11 = 158.540,98 W (minimum)

Pw =

Ew

T Pw =

1.200.943,60

6,22 = 193.074,35 W (maksimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H

2T

P =1.030∗9,812

64∗π ∗2,07

25,11 = 10.794,38 W/m (minimum)

P = ρ ∗g

2

64∗ π ∗H


(39)

P =1.030∗9,812

64∗π ∗3,07

26,22 = 28.916,11 W/m (maksimum)

4.10.2 Bangunan Pembangkit

a. Sistem Kolom Osilasi Air (OWC)

Berdasarkan spesifikasi model Energetech (EPRI,2004) menyatakan bahwa lebar chamber adalah 35 meter dengan berat struktur baja 350 Ton, perangkat tengah pada sistem ini mempunyai lebar sekitar 60 sampai dengan 90 meter dan dengan keluaran daya maksimum 2 MW. Sedangkan power take – off tergantung diameter turbin udara dengan kedalaman air 50 m.

Harga turbin udara yang diambil sebagai asumsi adalah berkisar Rp. 1.196.000.000 tergantung diameter turbin dan lebar perangkat tengahnya. Makin besar lebar perangkatnya maka harga turbin semakin besar.

b. Sistem Pelamis

Bisa disebut juga Sistem Heaving and Pitching Combination Devices ini mempunyai panjang 122 meter dibagi menjadi 4 pipa saluran dengan keseluruhan saluran bernilai 8 juta euro atau setara dengan Rp. 112.000.000.000,-. Estimasi biaya tersebut dapat diganti dengan sistem pembangkit lain seperti sistem kana ataupun buoy, namun dengan memperhatikan investasi maka pembangkit ini belum dapat dibuat di wilayah Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan, dapat disimpulkan :

1. Wilayah perairan pantai di Indonesia memiliki potensi yang bisa digunakan untuk menerapkan PLTGL sistem kolom air berosilasi.

2. Daya listrik terkecil yang dapat dihasilkan adalah sebesar 7.955,11 W di daerah Perairan Riau.

3. Daya listrik terbesar yang dapat dihasilkan adalah sebesar 639.560,11 W di daerah Perairan Kepulauan Nias-Sibolga.

4. Pada sistem pelamis, perairan pantai barat Aceh memiliki daya listrik yang mencukupi untuk sistem namun dengan efisiensi yang kecil yaitu 15 % 5. Potensi energi gelombang laut terbesar (dengan efisiensi) untuk

diterapkannya sistem ini terdapat di daerah Perairan Kepulauan Nias-Sibolga sebesar 76.216,38 W dan Barat Aceh sebesar 73.455,96 W.

6. Penerapan sistem Oscillating Water Column (OWC) di daerah Perairan Riau dapat membantu memberikan kontribusi daya listrik untuk 13 rumah nelayan dengan kondisi pembangkitan maksimum dan efisiensi 11,971%. 7. Pada penerapan Sistem Kanal tidak ditemukan rumusan yang tepat untuk


(41)

5.2. Saran

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mendukung desain dan keberhasilan perencanaan PLTGL sistem kolom air berosilasi antara lain :

1. Perlu adanya pengumpulan data kecepatan angin dalam kurun waktu 10 tahun sehingga prediksi gelombang tahunan bisa didapat dan cukup representatif untuk segala fluktuasi yang berlaku.

2. Perlu adanya kajian nilai ekonomis terhadap penerapan PLTGL sistem kolom air berosilasi ditinjau dari segi nilai investasi, pengembalian modal investasi dan energi listrik yang dihasilkan.

3. Penelitian ini belum melibatkan perhitungan Sipil dan Mekanikal Elektrikal secara detail sehingga perlu perencanaan yang tepat agar dapat menerapkan PLTGL sistem kolom air berosilasi yang ekonomis.

4. Untuk pengembangan sistem pelamis perlu adanya kajian yang lebih mendalam mengenai potensi listrik menggunakan tipe off-shore

5. Penerapan PLTGL sistem kolom air berosilasi merupakan salah satu dari sekian banyak metode yang digunakan untuk memanfaatkan gelombang laut sebagai penghasil energi listrik. Untuk itu, perlu adanya penerapan metode lain agar diperoleh perbandingan output yang dihasilkan.

6. Disarankan kepada pemerintah Indonesia agar memberikan fokus penelitian tentang energi terbarukan (renewable energy) yang nantinya dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan gas.


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gelombang Laut

Gelombang yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tergantung dari daya yang menyebabkannya. Gelombang laut dapat disebabkan oleh angin (gelombang angin), daya tarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang surut), gempa (vulkanik dan tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal. Gelombang/ombak merupakan pergerakan naik turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Angin di atas lautan memindahkan tenaganya ke permukaan perairan,menyebabkan riak-riak, alunan atau bukit dan merubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang atau ombak (Utami, 2010).

Ada dua tipe gelombang bila dipandang dari sisi sifat-sifatnya yaitu gelombang pembangun atau gelombang pantai (constructive wave) dan gelombang yang tidak membentuk pantai (deconstructive wave). Yang termasuk gelombang pembentuk pantai bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan cepat rambat gelombangnya rendah. Saat gelombang pecah di pantai, material yang terangkut akan tertinggal di pantai (deposit) yaitu ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan sedimen akan mengalir kembali ke laut. Sedangkan gelombang yang sifatnya tidak membentuk pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (atau bisa sama tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.

2.1.1. Interaksi Antar Gelombang

Dalam usaha menjelaskan proses tumbuhnya gelombang laut, banyak teori yang dikemukakan para ahli tetapi hanya ada dua teori yang saling melengkapi


(43)

dan dapat menjelaskan pertumbuhan gelombang di lautan. Adapun beberapa teori yang dimaksud :

a. Teori yang pertama dikemukakan oleh Phillips (1957), yang menyatakan bahwa turbulensi dalam angin menyebabkan fluktuasi acak permukaan laut yang menghasilkan gelombang-gelombang kecil-kecil (riak) dengan panjang gelombang beberapa sentimeter. Gelombang-gelombang kecil-kecil ini kemudian tumbuh secara linear melalui proses resonansi dengan fluktuasi tekanan turbulensi.

b. Teori yang kedua dikemukakan oleh Miles (1957) dan yang lebih dikenal sebagai Teori Ketidakstabilan atau Mekanisme Arus Balik (feed-back mechanism) menyatakan bahwa ketika ukuran gelombang-gelombang kecil yang sedang tumbuh mulai mengganggu aliran udara di atasnya, angin yang bertiup memberikan tekanan yang semakin kuat seiring dengan meningkatnya ukuran gelombang, sehingga gelombang tumbuh menjadi besar. Proses pemindahan energi ini berlangsung secara tak stabil, semakin besar ukuran gelombang semakin cepat kecepatan gelombang. Ketidakstabilan menyebabkan gelombang tumbuh secara eksponensial.

c. Kemudian teori yang terakhir yang dikemukakan oleh Hasselmann (1961 ; 1963) dan Hasselmann, et al., dinamakan Teori Interaksi Tak Linear. Seiring dengan proses pertumbuhannya, gelombang-gelombang yang sedang tumbuh yang beragam energi dan frekuensinya saling berinteraksi untuk menghasilkan gelombang yang lebih panjang. Interaksi yang terjadi melibatkan proses pemindahan energi secara tak linear dari gelombang yang berfrekuensi tinggi ke frekuensi lebih rendah. Proses transfer energi ini menyebabkan gelombang-gelombang periode panjang mempunyai energi yang lebih tinggi. Jika periode gelombang cukup panjang, cepat rambat gelombang dapat melebihi kecepatan angin pembentuknya, sehingga gelombang dapat keluar dari daerah pertumbuhannya.


(44)

Gambar 2.1. Ilustrasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang (Weisberg dan Parish n.d. dalam Utami, 2010)

Terlihat bahwa pelampung bergerak dalam satu lingkaran (orbital) ketika gelombang bergerak naik dan turun. Partikel air berada dalam suatu tempat,bergerak di suatu lingkaran, naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari sisi satu ke sisi semula. Gerakan ini memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung di air pindah ke pola yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang dibawa oleh pergerakan air (Utami, 2010).

Di bawah permukaan, gerakan putaran gelombang semakin mengecil. Pergerakan orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga kemudian di dasarnya hanya akan meninggalkan suatu gerakan kecil mendatar dari sisi ke sisi yang disebut “surge” (Utami, 2010).

2.2 Teknik Konversi Energi Gelombang Menjadi Energi Listrik Ada tiga cara membangkitkan listrik dengan tenaga ombak: a. Energi Gelombang Laut

Energi kinetik yang terkandung pada gelombang laut digunakan untuk mengerakkan turbin (Gambar 2.2). Ombak naik ke dalam ruangan generator,lalu air yang naik menekan udara keluar dari ruang generator (Gambar 2.6) dan menyebabkan turbin berputar ketika air turun,udara bertiup dari luar ke dalam ruang generator dan memutar turbin kembali (Utami, 2010).


(45)

Gambar 2.2. Energi kinetik yang terdapat pada gelombang laut digunakan untuk menggerakkan turbin (Leāo, 2005 dalam Utami, 2010) b. Pasang Surut Air Laut

Pasang surut adalah naik turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga kejadian sangat dibutuhkan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terkena sewaktu air pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut dinamakan mintakat pasangs (Wikipedia).

Bentuk lain dari pemanfaatan energi laut dinamakan energi pasang surut. Ketika pasang datang ke pantai, air pasang ditampung di dalam reservoir. Kemudian ketika air surut, air dibelakang reservoir dapat dialirkan seperti pada PLTA biasa. Agar bekerja optimal, kita membutuhkan gelombang pasang yang besar, dibutuhkan perbedaan kira-kira 16 kaki antara gelombang pasang dan gelombang surut. Hanya ada beberapa tempat yang memiliki kriteria tersebut. Beberapa pembangkit listrik telah beroperasi menggunakan sistem ini. Sebuah pembangkit listrik di Prancis sudah beroperasi dan mencukupi kebutuhan listrik untuk 240.000 rumah (Utami, 2010).

c. Pemanfaatan Perbedaan Temperatur Air Laut (Ocean Thermal Energy)

Cara lain untuk membangkitkan listrik dengan ombak adalah dengan memanfaatkan perbedaan suhu di laut. Jika kita berenang dan menyelam di laut


(46)

kita akan merasakan bahwa semakin kita menyelam suhu laut akan semakin rendah (dingin). Suhu yang lebih tinggi pada permukaan laut disebabkan sinar matahari memanasi permukaan laut. Tetapi, di bawah permukaan laut suhunya sangat dingin (Utami, 2010).

Pembangkit listrik bisa dibangun dengan memanfaatkan perbedaan suhu untuk menghasilkan energi. Perbedaan suhu yang diperlukan sekurang-kurangnya 38oFahrenheit antara suhu permukaan dan suhu bawah laut untuk keperluan ini. Cara ini dinamakan Ocean Thermal Energy Conversion atau OTEC. Cara ini telah digunakan di Jepang dan Hawaii dalam beberapa proyek percobaan (Utami, 2010). Adapun mekanisme dasar pada pergerakan gelombang laut akan dijelaskan sebagai berikut :

d. Pergerakan Gelombang

Paramater – paramater yang digunakan dalam menghitung gelombang dua dimensi yang memiliki permukaan bebas dan bergantung pada gravitasi adalah:

λ = Panjang Gelombang (m) ɑ = Amplitudo (m)

T = Periode Gelombang (s) F = frekuensi (s-1)

2.3 Sistem Oscillating Water Column

Sistem ini (Gambar 2.3) membangkitkan listrik dari naik turunnya air laut akibat gelombang laut yang masuk ke dalam sebuah kolom osilasi yang berlubang. Naik turunnya air laut ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas kolom dan tekanan yang dihasilkan dari naik turunnya air laut dalam kolom tersebut akan menggerakan turbin (Utami, 2010).


(47)

Gambar 2.3. Sistem Oscillating Water Column

Tenaga mekanik yang dihasilkan dari sistem-sistem tersebut ada yang akan mengaktifkan generator (Gambar 2.6) secara langsung atau mentransfernya ke dalam fluida udara, yang selanjutnya akan menggerakan turbin atau generator (Utami, 2010).

Sistem Oscillating Water Column (OWC) merupakan sistem dengan konstruksi yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu Ruang Udara (Air Chamber) dan Turbin Udara Generator (Air Turbine Generator). Kesemuanya ini direncanakan untuk membangkitkan energi listrik melalui turbin generator yang dapat berputar karena tekanan udara yang disebabkan oleh gerakan naik turunnya gelombang didalam ruang udara tetap (Utami, 2010).

Gerakan naik turunnya air pada kolom osilasi diasumsikan sebagai piston hidraulik. Piston ini selanjutnya menekan udara yang berfungsi sebagai fluida udara. Udara yang bertekanan tersebut akan menggerakan turbin udara yang selanjutnya menggerakan generator listrik (Utami, 2010).

Proses pengubahan dari energi gerak gelombang kepada energi potensial tekanan udara berlangsung secara isothermis. Pendekatan ini dipilih karena dalam proses kompresi ini dianggap tidak terjadi peningkatan temperatur yang berarti. Besarnya kompresi tergantung kepada panjang langkah piston, sedangkan panjang langkah piston dipengaruhi oleh tinggi gelombang (H) dan efisiensi absorsi gelombang pada kolom osilasi (Utami, 2010).


(48)

2.4 Perhitungan Energi Gelombang Laut Sistem OWC

Energi gelombang yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik tenaga gelombang laut sistem OWC dan Pelamis ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.1) s/d (2.7) berikut :

Ep=

1 4 ��

2��

��...(2.1) Ek = 1

4 �� 2��

��...(2.2) Maka energi total satu periode (Ew) adalah

Ew = Ep + Ek...(2.3) Ew = 1

4�� 2��

��+

1 4 ��

2��

��...(2.4) Ew =

1 2 ��

2...(2.5)

Dengan kerapatan energi per m2 : Ew = 1

2 �� 2 �

��...(2.6) Daya yang dapat dibangkitkan :

P = ��

�...(2.7)

di mana : Ew = Energi Total Satu Periode (J) Ep = Energi Potensial (J)

Ek = Energi Kinetik (J) ρ = Massa Jenis Air (kg/m3) ɑ = Amplitudo (m)

T = Periode Gelombang (s) λ = Panjang Gelombang (m)

L = Perubahan Lebar Gelombang Dua Dimensi, tegak lurus dengan arah rambat gelombang x, dengan satuan (m)

g = Percepatan Gravitasi (m/s2) gc = Faktor Konversi 1.0 kg.m/(N.s2)


(49)

2.5 Penentuan Lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Oscillating Water Column (OWC)

a. Tinggi Gelombang Laut

Tinggi gelombang yang dapat dimanfaatkan untuk PLTGL sistem oscillating water column ini adalah gelombang yang selalu terbentuk sepanjang tahun dengan tinggi minimal satu sampai dua meter. Gelombang yang sesuai dengan kriteria tinggi tersebut adalah gelombang Swell dimana mengandung energi yang besar.

b. Arah Datang Gelombang

Mulut konektor harus sesuai dengan arah datang gelombang, jika tidak searah maka energi gelombang yang masuk akan berkurang sebab banyak yang hilang akibat sifat refleksi, difraksi maupun refraksi pada gelombang.

c. Syarat Gelombang Baik

Gelombang baik adalah gelombang yang tidak pecah akibat pendangkalan. Pada saat gelombang terpecah ada energi yang terbuang dimana masa air akan mengandung gelembung udara sehingga mempengaruhi besar kerapatan massa.

d. Keadaan Topografi Lautan

Optimasi terhadap desain akhir PLTGL sistem owc dan pelamis tergantung topografi kelautan atau barimetri disekitar lokasi. Apabila kondisi dasar lautan atau permukaannya kurang memenuhi persyaratan maka dapat dilakukan pengerukan atau penambalansebuah roda turbin mungkin terdapat satu baris sudu gerak saja yang disebut turbin bertingkat tunggal, dan jika terdapat beberapa baris sudu gerak disebut turbin bertingkat ganda.

2.6 Komponen-komponen Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut a. Turbin

Turbin adalah mesin penggerak awal, yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Dimana energi fluida kerjanya dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin. Pada turbin hanya terdapat gerak rotasi. Bagian turbin yang berputar dinamakan stator atau rumah turbin. Roda turbin terletak dalam


(50)

rumah turbin dan roda turbin memutar poros daya yang menggerakkan atau memutar beban seperti generator listrik.

Gambar 2.4 Turbin (Wells Turbine) (Murdani, 2008)

b. Turbin Angin

Prinsip dasar kerja dari turbin udara (Gambar 2.5) adalah mengubah energi mekanis dari tekanan udara menjadi energi putar pada turbin, lalu putaran turbin digunakan untuk memutar generator, yang akhirnya akan menghasilkan listrik. Umumnya daya efektif yang dapat dipanen oleh sebuah turbin angin hanya sebesar 50% - 70%. Sistem ini terdiri dari sebuah ruangan yang dibangun di tepi pantai. Gerakan laut atau gelombang laut mendorong kantong udara sebuah pemecah gelombang ke atas dan ke bawah. Kemudian udara akan melewati turbin udara. Selanjutnya, ketika gelombang kembali ke laut, udara tadi akan beredar melalui turbin pada arah yang sebaliknya.


(51)

Gambar 2.5 Skema Turbin Angin (Murdani, 2008) c. Generator

Generator (Gambar 2.6) adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengkonversi energi mekanis dari prime mover menjadi energi listrik. Generator yang umum dipergunakan dalam sistem pembangkit adalah generator asinkron. Secara garis besar generator terbagi atas stator dan rotor.


(52)

d. Stator

Stator adalah bagian dari generator (Gambar 2.6) yang tidak bergerak. Stator memiliki kumparan dan inti. Biasanya inti stator terbuat dari lembaran-lembaran besi yang dilaminasi, kemudian diikat satu sama lain membentuk stator. Laminasi dimaksudkan agar rugi akibat arus Eddy kecil. Pada stator terdapat kumparan jangkar.

e. Rotor

Rotor adalah bagian dari generator (Gambar 2.6) yang bergerak atau berputar. Ada dua jenis rotor pada generator asinkron yaitu :

Rotor Dengan Kutub Menonjol (salient pole)

Biasa dipakai pada mesin-mesin dengan putaran rendah atau menengah. Kutub rotornya terbuat dari besi berlaminasi untuk mengurangi arus Eddy. Untuk mesin yang besar, kumparan rotor seringkali dibuat dari kawat persegi.

Rotor Dengan Kutub Silinder

Biasa dipakai pada mesin dengan kecepatan tinggi. Untuk putaran rendah biasanya rotor bulat ini diameternya kecil dan panjang. Kumparan rotor diatur sedemikian rupa sehingga terdapat fluks maksimum pada suatu posisi tertentu. Rotor dengan bentuk ini biasanya lebih seimbang dengan noise yang rendah.Pada rotor terdapat kumparan medan. Arus searah untuk menghasilkan fluks pada kumparan medan dialirkan ke rotor melalui cincin geser.

2.7 Sistem Pelamis

Sistem pelamis (Gambar 2.7) dikembangkan oleh ocean power delivery, pada sistem ini terdapat tabung-tabung yang sekilas terlihat seperti ular yang mengambang di permukaan laut sebagai penghasil listrik.Setiap tabung memiliki panjang sekitar 122 meter dan terbagi menjadi empat segmen.

Setiap ombak yang melalui alat ini akan menyebabkan tabung silinder tersebut bergerak secara vertikal maupun lateral. Gerakan yang ditimbulkan akan mendorong piston diantara tiap sambungan segmen yang selanjutnya memompa cairan hidraulik bertekanan melalui sebuah motor untuk menggerakkan generator listrik.

Supaya tidak ikut terbawa arus, setiap tabung ditahan di dasar laut menggunakan jangkar khusus. Prinsipnya menggunakan gerakan naik turun dari


(53)

ombak untuk menggerakkan piston yang bergerak naik turun pula di dalam sebuah silinder.

Gambar 2.7 Pelamis Wave Energy Converters dari Ocean Power Delivery. Proyek komersial pertama dengan kapasitas 2,25 MW telah

dibangun di tengah laut 4,8 km dari tepi pantai Portugal

Alat ini terdiri dari beberapa bagian berbentuk silinder yang disambung. Bagian-bagiannya, yang sebagian di bawah air digerakkan oleh gelombang. Karena setiap bagian bergerak, mereka memompa minyak melalui motor yang menghasilkan gerakan pada generator. Generator (Gambar 2.6) pada gilirannya menghasilkan listrik. Meskipun perangkat Pelamis beroperasi pada efisiensi 15% saja, 30 bagian pelamis dapat mensuplai listrik untuk sebanyak 20.000 rumah.

Gambar 2.7.1 Bagian Internal Pelamis

Penjelasan mengenai bagian – bagian dari Pelamis adalah sebagai berikut:


(54)

a. Power Module

Ada empat power module, satu untuk tiap sendi. Power module ini bagian yang seperti tubuh ularnya dan berupa tabung warna oranye. Di tabung-tabung tersebut terdapat pembangkit listrik dan komponen pengkonversi energi.

Gambar 2.7.2 Power Module Pelamis b. Universal Joints

Universal Joint (Gambar 2.7.3) adalah bagian yang memungkinkan si ular laut melenggok-lenggok, seperti sendi dalam tubuh manusia. Setiap sendi memiliki dua derajat kebebasan dengan 4 silinder hidrolis.


(55)

c. Machine Connection and Anchoring System

Pembangkit ini memiliki jangkar untuk menahan diri agar tidak terbawa arus laut. Pada bagian ini juga terdapat sistem elektrik yang bertujuan untuk mendistribusikan listrik hasil konversi. Seperti dalam gambar di bawah, bagian ini juga berguna untuk mendistribusi listrik menggunakan kabel bawah laut untuk selanjutnya didistribusikan ke rumah penduduk.

Gambar 2.7.4 Machine Connection dan Anchoring System

2.8 Perhitungan Gelombang Laut

2.8.1 Panjang dan Kecepatan Gelombang Laut

Periode datangnya gelombang dapat dihitung menggunakan persamaan yang disarankan oleh Nielsen (1986) dalam Utami (2010) sebagai berikut:

T = 3,55 * √�...(2.1)

dimana : T = periode gelombang (s) H = tinggi gelombang (m)


(56)

Dengan mengetahui perkiraan periode datangnya gelombang tersebut,selanjutnya kita dapat menghitung panjang dan kecepatan gelombang dengan persamaan menurut Ross (1980) dalam Utami (2010) sebagai berikut:

� = 5,12∗ �2...(2.2)

dimana : � = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (s)

Maka, kecepatan gelombang yang datang dapat dihitung menggunakan persamaan:

V = �

�...(2.3)

dimana : v = kecepatan gelombang (m/s)

� = panjang gelombang (m) T = periode gelombang (s)

2.9. Perhitungan Daya Listrik

2.9.1 Energi Listrik Metode OWC

Untuk menghitung energi listrik kita menggunakan rumus:

Ew = 1

4∗w∗ρ∗g∗a

2 λ...(2.4)

Kemudian,untuk menghitung daya listrik menggunakan rumus:

Pw =η∗Ew

T ...(2.5)

Pw =η∗

1

4∗w∗ρ∗g∗a 2∗λ T


(57)

dimana :

Ew = Energi gelombang (J) w = Lebar chamber (m) ρ = Kerapatan air (kg/m3) a = Amplitudo (m) Pw = Daya listrik (W) η = Efisiensi (%)

2.9.2 Energi Listrik Metode Pelamis

Untuk menghitung energi listrik menggunakan rumus :

E =1

8∗ ρ ∗g∗H

2...(2.7)

Untuk menghitung daya listrik menggunakan rumus :

P = ρ∗g2

64∗π∗H

2T...(2.6)

dimana :

P = Daya listrik per satuan panjang (W/m) ρ = Kerapatan air (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2) T = Periode gelombang (s)

H = Tinggi gelombang (m) 2.10 Sistem Kanal (Tapered Channel)

Sistem Kanal atau Tapered Channel ini adalah sistem dimana gelombang air laut masuk ke dalam bak penampung dengan ketinggian yang disesuaikan yang melewati pintu meruncing dengan elevasi tertentu, kemudian air laut yang telah ditampung dapat menggerakan turbin sehingga menghasilkan energi serta daya listrik yang diperlukan. Sistem ini pertama kali dibuat di Toftestallen, Norwegia (Gambar 2.10.1) pada tahun 1985, tetapi rusak akibat bencana badai


(58)

pada tahun 1988. Seiring perkembangan teknologi, sistem Kanal ini lebih cocok digunakan di perairan Indonesia terutama Pantai Pulau Sumatera dan analisa perhitungan energi dan daya listriknya sama dengan sistem Kolom Osilasi Air yang bersifat on-shore. Tetapi karena efisiensi tidak diketahui akibat pembangkit yang rusak, maka hasil yang didapat tidak seperti dua sistem sebelumnya.

Berikut adalah beberapa gambar untuk dimensi sistem Kanal (Gambar 2.10) :

Gambar 2.10 Model Dimensi Sistem Kanal

Sistem Kanal memiliki prinsip kerja seperti pembangkit listrik tenaga air pada umumnya. Mempunyai tinggi dan elevasi pada dimensinya serta menampung air yang masuk ke dalam bak penampung tertutup sehingga dapat menggerakan generator atau turbin untuk menghasilkan energi dan daya listrik. Sistem ini sekarang banyak digunakan juga sebagai penahan gelombang,karena gelombang yang datang disimpan didalam bak penampung.


(59)

(60)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia di muka bumi, semakin tinggi pula tingkat kebutuhan energi yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Sampai saat ini, dalam upaya memenuhi kebutuhan energi mayoritas masyarakat masih menggunakan sumber energi dari bahan bakar fosil. Namun seiring berkembangnya kehidupan manusia, tingkat ketersediaan sumber energi dari bahan bakar fosil juga semakin sedikit jumlahnya (Sona dkk., 2014).

Berdasarkan pada kebutuhan energi yang semakin meningkat, manusia berlomba-lomba untuk membuat sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber energi konvensional. Sumber energi alternatif dapat berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable energy) seperti tenaga angin, air, sinar matahari dan gelombang laut (Sona dkk., 2014).

Indonesia merupakan negara kelautan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Akan tetapi, belum ada pemanfaatan potensi energi kelautan secara optimum terutama dalam membangkitkan tenaga listrik.Potensi energi laut dan samudera untuk menghasilkan listrik merupakan salah satu yang belum banyak diketahui masyarakat pada umumnya (Utami, 2010).

Pada dasarnya, prinsip kerja teknologi yang mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi gelombang laut untuk memutar turbin generator. Karena itu sangat penting memilih lokasi yang secara topografi memungkinkan akumulasi energi tersebut.Meskipun penelitian untuk mendapatkan teknologi yang optimal dalam mengkonversi energi gelombang laut masih terus dilakukan, saat ini ada beberapa alternatif teknologi yang dapat dipilih. Ada dua tipe teknologi yang digunakan, yaitu tipe tepi pantai (on shore) dan lepas pantai (off shore). Beberapa alternatif teknologi itu adalah dengan menggunakan sistem kolom air berosilasi atau disebut oscillating water


(61)

column (OWC),sistem Pelamis dan sistem Kanal (Tapered Channel) (Utami,2010).

Bertolak dari uraian sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi kemungkinan penerapan pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan menggunakan sistem oscillating water column atau kolom air berosilasi dan sistem pelamis di wilayah perairan pantai Pulau Sumatera bagian Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkan bagi manusia dan lingkungan sekitar, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar daya dan energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga gelombang.

2. Pengaplikasian sistem oscillating water column, pelamis dan sistem kanal pada pembangkit listrik tenaga gelombang laut di perairan pantai Pulau Sumatera bagian Utara.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Batasan masalah yang ditinjau dari penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Dalam skripsi ini, akan difokuskan pada penghitungan daya yang dapat dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan menggunakan sistem Oscillating Water Column, sistem Pelamis dan sistem Kanal di kawasan pesisir pantai Pulau Sumatera bagian Utara. 2. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan data yang diambil pada

tanggal 08 Juni – 14 Juni 2016.

3. Prototipe sistem Oscillating Water Column yang digunakan adalah berdasarkan sistem Oscillating Water Column yang telah diterapkan di Pantai Baron Yogyakarta dengan efisiensi sistem sebesar 11,917 %.


(62)

4. Sistem Pelamis yang digunakan adalah berdasarkan sistem Pelamis yang ada di Portugal di Laut Agucadoura dengan efisiensi sebesar 20-30%.

5. Sistem Kanal yang digunakan di Toftestallen, Norwegia pada tahun 1988 telah rusak diterjang badai musim dingin yang selesai dibangun pada tahun 1985 sehingga keluaran daya listrik dan efisiensinya tidak diketahui.

I.4 Tujuan

Penulisan tugas akhir ini betujuan untuk mengetahui potensi kemungkinan penerapan pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan menggunakan sistem oscillating water column atau kolom air berosilasi, sistem pelamis dan sistem kanal di pesisir pantai Pulau Sumatera Bagian Utara.

1.5 Manfaat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis: Sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang berkaitan dengan Teknik Pantai yang telah didapat dalam proses belajar-mengajar di lingkungan kampus dengan mengaplikasikannya di lapangan. Salah satunya yaitu mahasiswa mengetahui sistem owc pada pemanfaatan energi terbarukan

2. Bagi akademik: Sebagai mutu pembelajaran dan dijadikan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan penelitian ini.

3. Bagi masyarakat: Sebagai pengetahuan mengenai kondisi gelombang laut di Indonesia melalui pengukuran, analisis dan pengkajian data muka air laut untuk berbagai kegiatan yang berkaitan dengan laut atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemaran laut, pengelolaan sumber daya hayati perairan atau pertahanan nasional.


(63)

1.6 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab yang mana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, tujuan, data umum dan ruang lingkup pengerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan dasar pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang temanya sesuai penelitian ini.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa serta pembahasan tentang permasalahan, evaluasi dan perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau penerapan hasil di lapangan.


(64)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kelautan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Akan tetapi belum ada pemanfaatan potensi energi kelautan secara optimum terutama dalam membangkitkan tenaga listrik.

Skripsi ini membahas mengenai studi potensi pemanfaatan daya konversi tenaga gelombang laut dengan menggunakan tiga sistem yaitu oscillating water column (OWC), sistem Pelamis, dan sistem Kanal di Perairan Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara. Sistem - sistem ini dipilih karena memiliki banyak keuntungan dibanding sistem lainnya dan sesuai dengan wilayah kelautan dan pantai di Indonesia. Data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada bulan Juni 2016 bahwa tinggi rata-rata gelombang yang paling tinggi berada di Samudera Hindia bagian Barat sebesar 4 m dan paling rendah berada di Kepulauan Riau dekat selat Malaka sebesar 0,5 m. Untuk mengetahui energi gelombang laut digunakan perhitungan serta analisa data dan kemudian mengetahui daya listrik yang dihasilkan di tiap – tiap wilayah yang diamati.

Dari hasil perhitungan, daya yang terkecil berada di Perairan Riau sebesar 7.955,11 W dan yang terbesar di Kepulauan Nias-Sibolga dengan sebesar 639.560,11 W. Penerapan sistem oscillating water column di wilayah perairan Riau dapat membantu memberikan kontribusi daya listrik untuk kurang lebih 13 rumah nelayan sederhana pada kondisi pembangkitan minimum dan efisiensi sebesar 12%. Dalam sistem pelamis, daya yang terkecil yang didapat sama dengan sistem kolom osilasi sedangkan daya terbesar berada di Samudera Hindia bagian Barat. Untuk sistem kanal, daya yang dihasilkan belum didapat dikarenakan rumusannya belum tepat.

Penerapan pembangkit listrik tenaga gelombang laut di wilayah Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara bisa diterapkan namun perlu adanya studi lebih mendalam lagi. Disarankan kepada pemerintah Indonesia agar memberikan fokus penelitian energi terbarukan (renewable energy) yang nantinya akan menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan gas

Kata kunci : pembangkit listrik, PLTGL, oscilating water column (OWC), sistem pelamis, sistem kanal, energi gelombang laut, daya listrik, tinggi gelombang


(65)

STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU

SUMATERA BAGIAN UTARA

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara

100404062

AHMAD HIMAWAN UMNA

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TENIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016


(66)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ahmad Himawan Umna NIM : 10 0404 062

Departemen : Teknik Sipil, FT USU

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya dengan Judul “Studi Potensi Pemanfaatan Energi Gelombang laut Sebagai Pembangkit Listrik Di Perairan Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara ” bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam Tugas Akhir saya tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian pernyataan ini saya perbuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Desember 2016 Penyusun,

10 0404 062 Ahmad Himawan Umna


(67)

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU

SUMATERA BAGIAN UTARA

Disusun Oleh :

100404062

Ahmad Himawan Umna

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan M.Sc. NIP. 19660417 199303 1 004

Dosen Penguji I Dosen Penguji II Ir. Alferido Malik Ivan Indrawan,S.T.,M.T. NIP. 19530504 198103 1 003 NIP. 19761205 200604 1 001

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(68)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kelautan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia. Akan tetapi belum ada pemanfaatan potensi energi kelautan secara optimum terutama dalam membangkitkan tenaga listrik.

Skripsi ini membahas mengenai studi potensi pemanfaatan daya konversi tenaga gelombang laut dengan menggunakan tiga sistem yaitu oscillating water column (OWC), sistem Pelamis, dan sistem Kanal di Perairan Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara. Sistem - sistem ini dipilih karena memiliki banyak keuntungan dibanding sistem lainnya dan sesuai dengan wilayah kelautan dan pantai di Indonesia. Data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada bulan Juni 2016 bahwa tinggi rata-rata gelombang yang paling tinggi berada di Samudera Hindia bagian Barat sebesar 4 m dan paling rendah berada di Kepulauan Riau dekat selat Malaka sebesar 0,5 m. Untuk mengetahui energi gelombang laut digunakan perhitungan serta analisa data dan kemudian mengetahui daya listrik yang dihasilkan di tiap – tiap wilayah yang diamati.

Dari hasil perhitungan, daya yang terkecil berada di Perairan Riau sebesar 7.955,11 W dan yang terbesar di Kepulauan Nias-Sibolga dengan sebesar 639.560,11 W. Penerapan sistem oscillating water column di wilayah perairan Riau dapat membantu memberikan kontribusi daya listrik untuk kurang lebih 13 rumah nelayan sederhana pada kondisi pembangkitan minimum dan efisiensi sebesar 12%. Dalam sistem pelamis, daya yang terkecil yang didapat sama dengan sistem kolom osilasi sedangkan daya terbesar berada di Samudera Hindia bagian Barat. Untuk sistem kanal, daya yang dihasilkan belum didapat dikarenakan rumusannya belum tepat.

Penerapan pembangkit listrik tenaga gelombang laut di wilayah Pantai Pulau Sumatera Bagian Utara bisa diterapkan namun perlu adanya studi lebih mendalam lagi. Disarankan kepada pemerintah Indonesia agar memberikan fokus penelitian energi terbarukan (renewable energy) yang nantinya akan menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan gas

Kata kunci : pembangkit listrik, PLTGL, oscilating water column (OWC), sistem pelamis, sistem kanal, energi gelombang laut, daya listrik, tinggi gelombang


(69)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan laporan tugas akhir ini yang berjudul “STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA” dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik tingkat sarjana Strata–1 (S-1) di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangannya baik berupa bimbingan, bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah berkenaan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.


(1)

2.9 Perhitungan Daya Listrik 19

2.10 Sistem Kanal (Tapered Channel) 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1Membuat Diagram Alir Kegiatan dan Kondisi Lokasi 23 3.2Kondisi Klimatologi di Lokasi Studi PLTGL 24

3.2.1 Provinsi Aceh 24

3.2.2 Provinsi Sumatera Utara 25

3.2.3 Provinsi Riau 26

3.3Rancangan Penelitian 27

3.4Pelaksanaan Penelitian 27

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1Data Hidro - Oseanografi 32

4.2Panjang dan Kecepatan Gelombang Laut 35

4.3Analisa Perhitungan Energi Gelombang Laut Sistem OWC 45 4.4Kontribusi PLTGL Sistem OWC Pada Pemukiman Sederhana 49

4.5Pelamis Wave Energy 50

4.6Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Agucadoura 51 4.7Analisa Perhitungan Daya Listrik Sistem Pelamis 52 4.8Kontribusi PLTGL Sistem Pelamis Pada Pemukiman Sederhana 54 4.9Analisa Perhitungan Daya Listrik Sistem Kanal (Tapered Channel) 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan 57

5.2Saran 58


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang 7 Gambar 2.2 Energi kinetik yang terdapat pada gelombang laut untuk menggerakkan

turbin 8

Gambar 2.3 Sistem Oscillating Water Column 10

Gambar 2.4 Turbin (Wells Turbine) 13

Gambar 2.5 Skema Turbin Angin 14

Gambar 2.6 Generator 14

Gambar 2.7 Pelamis Wave Energy Converters dari Ocean Power Delivery. Proyek komersial pertama dengan kapasitas 2,25 MW telah dibangun

ditengah laut 4,8 km dari tepi pantai Portugal 16

Gambar 2.7.1 Bagian Internal Pelamis 16

Gambar 2.7.2 Power Module Pelamis 17

Gambar 2.7.3 Universal Joints 17

Gambar 2.10 Sistem Kanal 21

Gambar 3.1 Diagram Alir Kegiatan 23

Gambar 3.2 Peta Administrasi Provinsi Aceh 24

Gambar 3.3 Peta Administrasi Provinsi Sumatera Utara 26

Gambar 3.4 Peta Administrasi Provinsi Riau 27

Gambar 3.5 Prototipe Sistem Oscillating Water Column 30

Gambar 4.1 Lokasi Studi PLTGL 32

Gambar 4.2 Tampilan utama program SPSS v.22 36


(3)

Gambar 4.4 Tampilan Data View program SPSS v.22 38

Gambar 4.5 Tampilan frequencies program SPSS v.22 38

Gambar 4.6 Tampilan Frequencies Statistics program SPSS v.22 39

Gambar 4.7 Tampilan Output 39

Gambar 4.8 Tampilan Data View program SPSS v.22 40

Gambar 4.9 Tampilan Frequencies program SPSS v.22 41

Gambar 4.10 Tampilan Frequencies Statistics program SPSS v.22 41

Gambar 4.11 Tampilan Output program SPSS v.22 42


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 08 Juni 2016 33 Tabel 4.2 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 09 Juni 2016 33 Tabel 4.3 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 10 Juni 2016 34 Tabel 4.4 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 11 Juni 2016 34 Tabel 4.5 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 12 Juni 2016 34 Tabel 4.6 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 13 Juni 2016 35 Tabel 4.7 Perkiraan tinggi gelombang laut tanggal 14 Juni 2016 35 Tabel 4.8 Hasil perhitungan periode gelombang datang 43 Tabel 4.9 Hasil perhitungan panjang gelombang datang 44 Tabel 4.10 Hasil perhitungan kecepatan gelombang datang 45 Tabel 4.11 Hasil perhitungan potensi energi gelombang laut 46 Tabel 4.12 Hasil perhitungan daya listrik (tanpa efisiensi) yang dapat

dihasilkan 47

Tabel 4.13 Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat

dihasilkan 50

Tabel 4.14 Hasil perhitungan daya listrik (tanpa efisiensi) yang dapat

dihasilkan 54

Tabel 4.15 Hasil perhitungan daya listrik (dengan efisiensi) yang dapat


(5)

DAFTAR NOTASI

ɑ = amplitudo

Ew = energi total satuan periode

Ep = energi potensial Ek = energi kinetik

f = frekuensi gelombang ρ = massa jenis atau kerapatan

g = percepatan gravitasi

gc = faktor konversi H = tinggi gelombang λ = panjang gelombang τ = periode gelombang

P = daya listrik

k = angka gelombang

L = panjang gelombang dengan dua dimensi perubahan, tegak lurus arah rambat gelombang x

t = waktu η = efisiensi


(6)

T = periode gelombang W = lebar chamber