Studi Pemanfaatan Gelombang Pasang Surut Sebagai Energi Pembangkit Listrik Alternatif

(1)

STUDI PEMANFAATAN GELOMBANG PASANG SURUT

SEBAGAI ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK ALTERNATIF

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

ADLIN FIRMANSYAH BANGUN 10 0404 093

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. NIP. 19660417 199303 1 004

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Pembangkit listrik tenaga pasang surut memanfaatkan energi pasang surut air laut menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Energi potensial yang terkandung dalam perbedaan pasang surut air laut dimanfaatkan untuk penggerak turbin air dan bila turbin air ini dihubungkan dengan generator dapat menghasilkan listrik. Potensi energi pasang surut di Bagan Siapi-api menurut hasil perhitungan dalam penelitian ini memiliki tinggi maksimum sebesar 6,40 m yang dapat dimanfaatkan untuk merancang pembangkit listrik tenaga pasang surut.

Hasil analisa potensi energi listrik yang dapat dihasilkan di Bagan Siapi-api setiap tahunnya diperkirakan mencapai 34,83 MWh menggunakan sistem daur tunggal (air surut) dan 43,68 MWh menggunakan sistem daur ganda dengan kolam tunggal seluas 1 ha. Energi listrik tersebut cukup untuk digunakan masyarakat di daerah pesisir pantai atau di pulau-pulau terpencil dan pulau-pulau di daerah perbatasan yang belum terjangkau listrik PLN.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan

Tugas Akhir yang berjudul “STUDI PEMANFAATAN GELOMBANG

PASANG SURUT SEBAGAI ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK ALTERNATIF” ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana di bidang Teknik Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala. Tetapi, karena bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc. sebagai Dosen

Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, dukungan, masukan, serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Alferido Malik dan Bapak Ivan Indrawan, S.T., M.T. sebagai

Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc. sebagai koordinator Teknik Sumber Daya Air

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik


(4)

8. Kedua orangtua Ir. H. R. Bangun dan Dra. Hj. Risnawati Nasution yang tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih sayang dan segalanya selama ini. Abang-abang saya, Arih Mulyawan Bangun, S.P. dan Arif Pramuli Bangun, S.P. serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Siti Sarah, S.Hum. yang tidak kenal lelah dalam memberikan dukungan,

semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

10.Seluruh keluarga saya sipil 2010 yang telah sangat banyak membantu saya

mulai dari awal proses pengerjaan Tugas Akhir : Himawan, Fadlyn, Ari, Dede, Titok, Rendy, Haykal, Bilher, Fahmi, Welman, Boby, Freddy, Bhoris, Ricky, Arby, Grandson, Reza, Nugraha, Abdul, Dhaka, Jihadan, Taslim, Nardis, Iqbal, Luthfi, Khairul, Andre, Andry dan semuanya.

11.Semua abang/kakak dan adik-adik angkatan yang telah membantu penulis

selama pengerjaan Tugas Akhir ini: Bang Fadil „08, Bang Azzam ‟09,

Adik-adik 2011, Adik-adik 2013: Arif, Jimmy, Yaskhir, Syawali, Firman, Zarfan, Juanda, Benny, Willy, Idris, Rijal, Fadel, Aby dan lain-lain.

12.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya menerima kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 22 November 2014 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR TABEL...ix DAFTAR NOTASI...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...2

1.3. Pembatasan Masalah...2

1.4. Tujuan...3

1.5. Manfaat...3

1.6. Sistematika Penulisan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1. Pasang Surut...5

2.1.1. Metode Admiralty...10

2.1.2. Metode Least Square...13

2.2. Beberapa Definisi Elevasi Muka Air...14

2.3. Prinsip Dasar Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...14

2.4. Sistem Daur Ganda dengan Kolam Tunggal...18

2.5. Kabel dan Koneksi Jaringan...23

2.6. Jenis-jenis Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...25

2.6.1. Turbin Bulb...25

2.6.2. Turbin Rim...26

2.6.3. Turbin Tubular...27

2.7. Analisa Hidro Ekonomi...28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...32

3.1. Kondisi Umum Lokasi Studi...32

3.1.1. Belawan Deli...32

3.1.2. Bagan Siapi-api...33


(6)

3.1.4. Gunung Sitoli...34

3.1.5. Meulaboh...35

3.1.6. Sibolga...36

3.2. Rancangan Penelitian...36

3.3. Pelaksanaan Penelitian...37

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN...40

4.1. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut La Rance...40

4.1.1. Deskripsi Umum...41

4.1.2. Perawatan dan Pemeliharaan...48

4.1.3. Analisa Dampak Lingkungan...49

4.2. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Jiangxia...49

4.3. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Kislaya...51

4.4. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Annapolis Royal...52

4.5. Analisa Pasang Surut dengan Metode Least Square...53

4.6. Penggunaan Metode Least Square di Beberapa Pantai Pulau Sumatera...57

4.7. Analisa Pasang Surut dengan Metode Admiralty...72

4.8. Metode Perhitungan Potensi Energi Listrik...91

4.9. Simulasi Tenaga Pasang Surut Bagan Siapi-api...94

4.10. Perkiraan Biaya Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...109

5.1. Kesimpulan...109

5.2. Saran...110


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR TABEL...ix DAFTAR NOTASI...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.7. Latar Belakang...1

1.8. Perumusan Masalah...2

1.9. Pembatasan Masalah...2

1.10. Tujuan...3

1.11. Manfaat...3

1.12. Sistematika Penulisan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

4.1. Pasang Surut...5

4.1.1. Metode Admiralty...10

4.1.2. Metode Least Square...13

4.2. Beberapa Definisi Elevasi Muka Air...14

4.3. Prinsip Dasar Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...14

4.4. Sistem Daur Ganda dengan Kolam Tunggal...18

4.5. Kabel dan Koneksi Jaringan...23

4.6. Jenis-jenis Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...25

4.6.1. Turbin Bulb...25

4.6.2. Turbin Rim...26

4.6.3. Turbin Tubular...27

4.7. Analisa Hidro Ekonomi...28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...32

6.1. Kondisi Umum Lokasi Studi...32

6.1.1. Belawan Deli...32

6.1.2. Bagan Siapi-api...33


(8)

6.1.4. Gunung Sitoli...34

6.1.5. Meulaboh...35

6.1.6. Sibolga...36

6.2. Rancangan Penelitian...36

6.3. Pelaksanaan Penelitian...37

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN...40

8.1. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut La Rance...40

8.1.1. Deskripsi Umum...41

8.1.2. Perawatan dan Pemeliharaan...48

8.1.3. Analisa Dampak Lingkungan...49

8.2. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Jiangxia...49

8.3. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Kislaya...51

8.4. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Annapolis Royal...52

8.5. Analisa Pasang Surut dengan Metode Least Square...53

8.6. Penggunaan Metode Least Square di Beberapa Pantai Pulau Sumatera...57

9.7. Analisa Pasang Surut dengan Metode Admiralty...72

9.8. Metode Perhitungan Potensi Energi Listrik...91

9.9. Simulasi Tenaga Pasang Surut Bagan Siapi-api...94

9.10. Perkiraan Biaya Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut...101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...109

10.1. Kesimpulan...109

10.2. Saran...110


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema pasang surut purnama (spring tides)

dan pasang surut perbani (neap tides)...5

Gambar 2.2. Tipe pasang surut...7

Gambar 2.3. Sebaran pasang surut di perairan Indonesia dan sekitarnya...8

Gambar 2.4. Proses pasang...15

Gambar 2.5. Proses surut...15

Gambar 2.6 Turbin helix ganda dengan generator listrik untuk instalasi di bawah permukaan laut...17

Gambar 2.7. Susunan kolam tunggal...19

Gambar 2.8. Susunan kolam ganda...19

Gambar 2.9. Sistem daur ganda...20

Gambar 2.10. Power generation from tides...22

Gambar 2.11. Opsi 1-single system...24

Gambar 2.12. Opsi 2-multiple turbines single system...24

Gambar 2.13. Opsi 3-multiple induction generators...24

Gambar 2.14. Opsi 4-active DC link...24


(10)

Gambar 2.16. Turbin rim dan bagian-bagiannya...26

Gambar 2.17. Turbin tubular dan bagian-bagiannya...27

Gambar 3.1. Belawan Deli hasil pencitraan Google Earth...33

Gambar 3.2. Bagan Siapi-api hasil pencitraan Google Earth...33

Gambar 3.3. Sungai Asahan hasil pencitraan Google Earth...34

Gambar 3.4. Gunung Sitoli hasil pencitraan Google Earth...35

Gambar 3.5. Meulaboh hasil pencitraan Google Earth...35

Gambar 3.6. Sibolga hasil pencitraan Google Earth...36

Gambar 3.7. Bagan alir tahap pengerjaan tugas akhir...39

Gambar 4.1. La Rance hasil pencitraan Google Earth...40

Gambar 4.2. Gambaran struktur pembangkit listrik La Rance...41

Gambar 4.3. Potongan melintang bagian turbin bulb...42

Gambar 4.4. Potongan melintang tanggul berisi batu... ...43

Gambar 4.5. Potongan melintang pintu hidraulik...43

Gambar 4.6. Ebb generation...45

Gambar 4.7.Ebb and flood generation...46


(11)

Gambar4.9. Tahapan konstruksi (lock, barrage and power plant)...48

Gambar 4.10. Tampak samping instalasi listrik Jiangxia...49

Gambar 4.11. Jiangxia hasil pencitraan Google Earth...50

Gambar 4.12. Tampak depan instalasi listrik Kislaya...51

Gambar 4.13. Kislaya hasil pencitraan Google Earth...51

Gambar 4.14. Annapolis Royal hasil pencitraan Google Earth...52

Gambar 4.15. Tampak depan instalasi listrik Annapolis Royal... ...52

Gambar 4.16. Kurva pasang surut Belawan Deli bulan Mei tahun 2013...61

Gambar 4.17. Kurva pasang surut Sungai Asahan bulan April tahun 2013...63

Gambar 4.18. Kurva pasang surut Bagan Siapi-api bulan Maret tahun 2013...65

Gambar 4.19. Kurva pasang surut Meulaboh bulan Agustus tahun 2013...67

Gambar 4.20. Kurva pasang surut Gunung Sitoli bulan Juni tahun 2013... ...69

Gambar 4.21. Kurva pasang surut Sibolga bulan Desember tahun 2013...71

Gambar 4.22. Kurva perencanaan tahapan pembangkit listrik tenaga pasang surut Bagan Siapi-siapi sistem daur tunggal (air surut) dengan kolam tunggal...95

Gambar 4.23. Kurva perencanaan tahapan pembangkit listrik tenaga pasang surut Bagan Siapi-siapi sistem daur ganda dengan kolam tunggal...96


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pengelompokkan tipe pasang surut...9

Tabel 2.2. Unsur utama pembangkit pasang surut...11

Tabel 4.1. Data pasang surut Belawan Deli bulan Mei tahun 2013...58

Tabel 4.2. Nilai komponen bilangan formzhal...60

Tabel 4.3. Belawan Deli bulan Mei tahun 2013...61

Tabel 4.4. Data pasang surut Sungai Asahan bulan April tahun 2013...62

Tabel 4.5. Sungai Asahan bulan April tahun 2013...63

Tabel 4.6. Data pasang surut Bagan Siapi-api bulan Maret tahun 2013...64

Tabel 4.7. Bagan Siapi-api bulan Maret tahun 2013...65

Tabel 4.8. Data pasang surut Meulaboh bulan Agustus tahun 2013...66

Tabel 4.9. Meulaboh bulan Agustus tahun 2013...67

Tabel 4.10. Data pasang surut Gunung Sitoli bulan Juni tahun 2013... ...68

Tabel 4.11. Gunung Sitoli bulan Juni tahun 2013...69

Tabel 4.12. Data pasang surut Sibolga bulan Desember tahun 2013...70


(13)

Tabel 4.14. Data pasang surut di suatu pelabuhan

pada bulan Mei s/d Juni 2012...73

Tabel 4.15. Konstanta pengali untuk menyusun skema II...73

Tabel 4.16. Penyusunan hasil perhitungan dari skema II...74

Tabel 4.17. Penyusunan hasil perhitungan dari skema III...75

Tabel 4.18. Daftar konstanta pengali skema IV... ...76

Tabel 4.19. Hasil penyusunan untuk skema IV...77

Tabel 4.20. Faktor analisa untuk pengamatan 29 hari...78

Tabel 4.21. Hasil penyusunan skema V dan VI... ...79

Tabel 4.22. Struktur data untuk skema VII... ...80

Tabel 4.23. Nilai r menurut kuadrannya...85

Tabel 4.24. Hasil perhitungan skema VII...89

Tabel 4.25. Hasil perhitungan skema VIII... ...90

Tabel 4.26. Hasil perhitungan akhir...90

Tabel 4.27. Beda tinggi pasang surut di lokasi studi menurut pencatatan dinas Hidro-Oseanografi TNI AL 2013...91

Tabel 4.28. Peringkat pasang surut tertinggi...92


(14)

Tabel 4.30. Biaya pra desain...102

Tabel 4.31. Biaya urusan jasa...102

Tabel 4.32. Biaya pemasangan peralatan...102

Tabel 4.33. Biaya pemasangan transformator...102

Tabel 4.34. Biaya jaringan distribusi...102

Tabel 4.35. Pekerjaan pembersihan lapangan...104

Tabel 4.36. Pekerjaan papan nama proyek...104

Tabel 4.37. Pekerjaan kantor kerja dan gudang...105

Tabel 4.38. Pekerjaan galian pondasi...105

Tabel 4.39. Pekerjaan pemancangan tiang...106

Tabel 4.40. Pekerjaan pemasangan bekisting...106

Tabel 4.41. Pekerjaan pengecoran...107

Tabel 4.42. Pekerjaan pembongkaran bekisting...107

Tabel 4.43. Rekapitulasi biaya pekerjaan sipil...108


(15)

DAFTAR NOTASI

A = Luas kolam (m²)

AK = Amplitudo komponen pasang surut tunggal yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan dan matahari (m)

AM = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan (m)

AO = Amplitudo komponen pasang surut tunggal yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan (m)

AS = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik matahari (m)

BCR = Benefit Cost Ratio

= Benefit yang telah didiskon (Rp)

= Jumlah benefit yang telah didiskon sebelum PBP (Rp)

= Keuntungan (benefit) pada tahun k (Rp)

= Jumlah benefit pada PBP (Rp)

= Cost yang telah didiskon (Rp)

= Biaya (cost) pada tahun k (Rp)

E = Energi yang dihasilkan (Wh)

Hmin = Beda tinggi minimal pasang surut untuk memutar turbin (m)

h = Beda tinggi pasang surut (m)

= Jumlah investasi yang telah didiskon (Rp)

k = Tahun ke-n (tahun)

n = Periode proyek (tahun)


(16)

Nf = Bilangan formzhal

NPV = Net Present Value (Rp)

P = Daya yang dihasilkan (W)

PBP = Pay Back Periode (tahun)

= Fase tiap komponen pasang surut (ᵒ )

Q = Debit aliran (m³/detik)

= Duduk tengah permukaan laut (mean sea level) (m)

sso = Perubahan duduk tengah musiman yang disebabkan

oleh efek muson atau angin (faktor meteorologi) (m)

T = Periode pasang surut (detik)

= Waktu (detik)

= Tahun sebelum terdapat PBP (tahun)

= Periode komponen ke- (detik)

V = Volume aliran masuk kolam (m³)

η = Efisiensi (%)

= Elevasi pasang surut yang ditimbulkan oleh faktor astronomi (m)

= Elevasi pasang surut akibat faktor meteorologi, seperti tekanan

udara dan angin yang menimbulkan gelombang dan arus (m) = Elevasi pasang surut yang ditimbulkan oleh efek gesekan dasar

laut atau dasar perairan (m)

= Elevasi pasang surut fungsi dari waktu (m)

= Kecepatan sudut


(17)

ABSTRAK

Pembangkit listrik tenaga pasang surut memanfaatkan energi pasang surut air laut menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Energi potensial yang terkandung dalam perbedaan pasang surut air laut dimanfaatkan untuk penggerak turbin air dan bila turbin air ini dihubungkan dengan generator dapat menghasilkan listrik. Potensi energi pasang surut di Bagan Siapi-api menurut hasil perhitungan dalam penelitian ini memiliki tinggi maksimum sebesar 6,40 m yang dapat dimanfaatkan untuk merancang pembangkit listrik tenaga pasang surut.

Hasil analisa potensi energi listrik yang dapat dihasilkan di Bagan Siapi-api setiap tahunnya diperkirakan mencapai 34,83 MWh menggunakan sistem daur tunggal (air surut) dan 43,68 MWh menggunakan sistem daur ganda dengan kolam tunggal seluas 1 ha. Energi listrik tersebut cukup untuk digunakan masyarakat di daerah pesisir pantai atau di pulau-pulau terpencil dan pulau-pulau di daerah perbatasan yang belum terjangkau listrik PLN.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis energi adalah masalah yang sangat fundamental di Indonesia khususnya masalah energi listrik. Energi listrik merupakan energi yang sangat diperlukan bagi manusia modern. Sumber-sumber energi yang digunakan masih mengacu kepada eksploitasi sumber daya alam dengan cara konvensional yang diyakini akan habis pada suatu waktu tertentu. Sumber-sumber energi lain yang

berasal dari alam yang dapat diperbarui (renewable) dan nyata keuntungannya

serta bisa diprediksi seperti tenaga pasang surut air laut, tenaga panas matahari, tenaga panas bumi, tenaga angin dan medan magnet hidrodinamik tidak begitu berkembang sehingga kontribusi energinya masih sangat kecil.

Pada tahun 1968, Prancis berhasil membangun pembangkit listrik yang

memanfaatkan tenaga pasang surut dan memiliki beda tinggi (tidal range)

mencapai 8,5 m. Dimana, tinggi air pada saat terjadi pasang tertinggi (spring tide)

mencapai 13,5 m sedangkan tinggi air pada saat terjadi pasang terendah (neap

tide) mencapai 3,5 m. Energi yang dibangkitkan dari pembangkit listrik ini cukup besar yaitu mencapai 240 MW. Pembangkit listrik ini berada di Kuala Rance yaitu antara Saint Maro dan Dinard, Brittany, Prancis (Dandekar dan Sherma, 1991 dalam Tantrawati dan Ruzardi, 2007). Lalu diikuti pembangunan pembangkit listrik tenaga pasang surut Kislaya di Rusia berkapasitas 2 MW, Jiangxia di China berkapasitas 3,9 MW dan Annapolis Royal di Kanada berkapasitas 20 MW.

Pembangkit listrik pasang surut memanfaatkan energi lautan menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Potensi energi potensial yang terkandung dalam perbedaan pasang dan surut air laut digunakan untuk menggerakkan turbin dan bila turbin ini dihubungkan dengan generator dapat menghasilkan listrik. Indonesia memiliki laut seluas ± 6 juta km² menurut versi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sehingga harus dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif. Beberapa wilayah pesisir di Indonesia yang memiliki wilayah pantai dan estuaria (muara sungai) yang cukup luas yaitu di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Irian Jaya (Supriadi, 2001 dalam Surinati, 2007).


(19)

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan dari fenomena pasang surut air laut di Indonesia mencapai 240.000 MW, namun belum ada instalasi yang terpasang. Padahal, krisis energi telah melanda dunia hingga akhir tahun 1990 karena kebutuhan akan bahan energi primer dunia 85% disuplai oleh bahan bakar fosil yakni minyak bumi 40%, batu bara 25% dan gas bumi 20% (Pramudji, 2002 dalam Surinati, 2007). Penelitian pemanfaatan tenaga pasang surut untuk pembangkit listrik telah dilakukan oleh beberapa negara sejak tahun 1920 hingga saat ini seperti Prancis, Rusia, Amerika Serikat dan Kanada.

Sejauh ini penelitian yang dilakukan oleh Negara-negara tersebut menghasilkan pembangkit listrik tenaga pasang surut yang cukup besar. Oleh karena itu, tugas akhir ini meneliti pemanfaatan energi pasang surut di Indonesia khususnya di pulau Sumatera seperti Belawan Deli, Meulaboh, Sungai Asahan, Sibolga, Gunung Sitoli dan Bagan Siapi-api karena memiliki perbedaan pasang surut yang cukup signifikan. Selain itu, tugas akhir ini menganalisa kriteria kelayakan sebuah pembangkit listrik tenaga pasang surut agar usulan proyek tersebut dapat dilaksanakan dan kinerjanya sesuai dengan yang direncanakan.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkan bagi manusia dan lingkungan sekitar, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa besarkah potensi energi listrik yang dapat dihasilkan oleh

pembangkit dengan cara memanfaatkan energi pasang surut air laut khususnya di wilayah perairan pelabuhan di Sumatera?

2. Bagaimana mekanisme fisik yang dilakukan dalam memanfaatkan energi

pasang surut air laut untuk dijadikan tenaga listrik?

3. Berapa lama investasi ini dilakukan agar selisih antara ekivalensi

pengeluaran dengan pemasukan saling meniadakan atau sama dengan nol?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Batasan masalah yang ditinjau adalah:


(20)

1. Data pasang surut yang dipakai adalah data pencatatan tahun 2013 di lokasi studi yang dikeluarkan dinas Hidro-Oseanografi TNI AL.

2. Dalam pengolahan data dan analisis pembangkit tenaga listrik tenaga

pasang surut, fluktuasi muka air akibat banjir tidak diperhitungkan.

3. Dalam analisis, data pasang surut selama satu tahun dirata-rata guna

mendapatkan satu gelombang pasang surut rencana yang periodenya tetap.

4. Data sekunder yang digunakan dalam perhitungan energi pasang surut

bertujuan untuk mengasumsikan nilai-nilai parameter yang diperlukan.

5. Dalam memperkirakan biaya investasi pembangkit listrik tenaga pasang

surut digunakan koefisien, harga satuan dan jenis pekerjaan sesuai Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan Umum tahun 2012.

6. Analisa hidro ekonomi pembangkit listrik ditinjau dari sudut pandang

kelistrikan yaitu perkiraan energi yang dijual dan biaya investasi.

1.4 Tujuan

Penulisan tugas akhir ini memiliki beberapa tujuan antara lain:

1. Mengetahui potensi energi listrik yang mampu dihasilkan pembangkit dari

proses terjadinya pasang surut pelabuhan-pelabuhan di Sumatera.

2. Memahami proses dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan dalam

memanfaatkan gelombang pasang surut menjadi energi listrik.

3. Menganalisa kriteria kelayakan pembangkit listrik tenaga pasang surut.

1.5 Manfaat

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :

1. Bagi penulis: Sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah Teknik Pantai

dan Bangunan Tenaga Air yang telah didapat dalam proses belajar-mengajar di lingkungan kampus dengan mengaplikasikannya di lapangan. Salah satunya yaitu mahasiswa mengetahui tipe-tipe pasang surut berdasarkan periode dan keteraturannya, prinsip pemanfaatan tenaga pasang surut dan dapat pula menghitung besarnya energi listrik yang dihasilkan menurut data beda tinggi pasang surut rata-rata.

2. Bagi akademik: Sebagai mutu pembelajaran dan dijadikan sebuah


(21)

3. Bagi masyarakat: Sebagai masukan yang dapat digunakan oleh masyarakat khususnya pemerintah agar lebih mengembangkan pembangkit energi

yang dapat diperbarui (renewable) dibandingkan pemanfaatan dengan cara

konvensional yang diyakini habis pada suatu waktu tertentu ke depan.

1.6 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab yang mana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, tujuan, data umum dan ruang lingkup pengerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan dasar pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang temanya sesuai penelitian ini.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa serta pembahasan tentang permasalahan, evaluasi dan perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau penerapan hasil di lapangan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasang Surut

Pasang surut merupakan salah satu gejala alam yang tampak di laut, yakni suatu gerakan vertikal partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut dipengaruhi gravitasi bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari. Pasang surut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal, yakni dorongan ke arah luar pusat rotasi. Hukum gravitasi Newton menyatakan, semua massa benda tarik menarik satu sama lain dan gaya ini tergantung pada besar massanya, serta jarak di antara massa tersebut. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa, tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meski massa bulan lebih kecil dari massa matahari tetapi jarak bulan ke bumi jauh lebih kecil, sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi pengaruhnya lebih besar dibanding matahari terhadap bumi.

Gambar 2.1. Skema pasang surut purnama (spring tides)


(23)

Pasang surut purnama terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu, akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah, karena kombinasi gaya tarik dari matahari dan bulan bekerja saling menguatkan. Pasang surut purnama ini terjadi dua kali setiap bulan, yakni pada saat bulan baru dan bulan purnama. Sedangkan pasang surut perbani terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus (Gambar 2.1). Saat itu, dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi dua kali, yaitu pada saat bulan 1/4 dan 3/4 (Wardiyatmoko dan Bintarto, 1994 dalam Surinati, 2007).

Pasang surut laut dapat didefinisikan pula sebagai gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara bumi, matahari dan bulan. Puncak

gelombang disebut pasang tinggi (High Water/HW) dan lembah gelombang

disebut surut/pasang rendah (Low Water/LW). Perbedaan vertikal antara pasang

tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut atau tunggang pasut (tidal

range) yang bisa mencapai beberapa meter hingga puluhan meter. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit (Setiawan, 2006 dalam Surinati, 2007).

Kejadian yang sebenarnya dari gerakan pasang surut air laut sangat berbelit-belit, sebab gerakan tersebut tergantung pula pada rotasi bumi, angin, arus laut dan keadaan-keadaan lain yang bersifat setempat. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan

(bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Wardiyatmoko dan Bintarto, 1994 dalam Surinati, 2007). Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Pasang surut di daerah Indonesia dapat dibedakan menjadi 4 tipe (Gambar 2.2 dan 2.3), yaitu:

1. Pasang surut tipe tengah harian/harian ganda (semi diurnal type): Dalam 1

hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dengan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata yaitu 12 jam 24 menit. Pasang surut tipe ini terdapat di selat Malaka sampai laut Andaman.


(24)

2. Pasang surut tipe harian tunggal (diurnal type): Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode pasang surut yaitu 24 jam 50 menit dan terjadi di perairan Selat Karimata.

3. Pasang surut tipe campuran condong ke harian ganda (mixed tide

prevailing semi diurnal type): Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur.

4. Pasang surut tipe campuran condong ke harian tunggal (mixed tide

prevailing diurnal type): Pada tipe ini dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut, terkadang untuk sementara waktu terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di Selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.

Gambar 2.2. Tipe pasang surut (Ippen, 1966 dalam Triatmodjo, 2012)

Tipe pasang surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu lokasi dengan tipe pasang surut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Namun pencemar akan

pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up. Berbeda dengan lokasi

dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda, maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.


(25)

Gambar 2.3. Sebaran pasang surut di perairan Indonesia dan sekitarnya (Nontji, 1987 dalam Triatmodjo, 2012)

Di beberapa tempat di dunia, terdapat beda antara pasang tertinggi dan surut terendah, bahkan di Teluk Fundy (Kanada) perbedaannya bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya pasang surut merupakan proses yang sangat kompleks, namun masih bisa diperhitungkan dan diramalkan. Pasang surut dapat diramalkan karena sifatnya periodik, dan untuk meramalkan pasang surut diperlukan data amplitudo dan beda fase dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Ramalan pasang surut untuk suatu lokasi tertentu kini dapat dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat (Nontji, 2005 dalam Surinati, 2007).

Untuk meramalkan pasang surut di suatu lokasi dapat menggunakan analisa komponen pasang surut dan analisa tipe pasang surut. Analisa harmonik komponen pasang surut dilakukan untuk mendapatkan nilai amplitudo dan fase

komponen ( , , , , dan ) dengan menggunakan metode Admiralty

dan least square. Sedangkan tipe pasang surut ditentukan dengan rumus bilangan formzahl yaitu hasil pembagi antara jumlah amplitudo komponen pasang surut K dan O dengan jumlah amplitudo M dan S (Tabel 2.1). Untuk menghitung bilangan formzahl digunakan Persamaan (2.1) di bawah ini:


(26)

dengan:

AO = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan (m)

AK = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan dan matahari (m)

AM = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan (m)

AS = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik matahari (m)

Tabel 2.1. Pengelompokkan tipe pasang surut (Survei Hidrografi, 2005 dalam Sutirto dan Trisnoyuwono, 2014)

Nilai Tipe Pasang Surut Fenomena

0 < < 0,25 Harian Ganda Murni 2x pasang dalam sehari dengan

tinggi yang relatif sama.

0,25 < < 1,5 Campuran Ganda 2x pasang sehari dan memiliki

perbedaan tinggi serta interval.

1,5 < < 3 Campuran Tunggal 1x atau 2x pasang sehari

dengan interval berbeda.

> 3 Tunggal Murni 1x pasang sehari dan saat

spring terjadi 2x pasang sehari.

Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh massa air yang bisa menimbulkan energi yang besar. Di perairan pantai, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut. Jika muka air bergerak naik, maka arus mengalir masuk, sedangkan pada saat muka air bergerak turun, arus mengalir ke luar. Pengetahuan mengenai pasang surut diperlukan dalam pembangunan pelabuhan, bangunan di pantai dan lepas pantai, serta dalam hal lain seperti pengelolaan dan budidaya di wilayah pesisir, pelayaran, peringatan dini terhadap bencana banjir air pasang dan pola umum gerakan massa air. Namun, yang paling penting adalah energinya dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik (Nontji, 2005 dalam Surinati, 2007).


(27)

2.1.1 Metode Admiralty

Analisa harmonik metode Admiralty adalah analisa pasang surut yang digunakan untuk menghitung 2 konstanta harmonik yaitu amplitudo (A) dan perbedaan fase (g°). Proses perhitungan metode Admiralty dihitung dengan bantuan tabel, dimana untuk waktu pengamatan yang tidak ditabelkan harus dilakukan pendekatan dan interpolasi. Untuk memudahkan proses perhitungan analisa harmonik metode Admiralty, dilakukan pengembangan perhitungan dengan bantuan Excel dan akan menghasilkan parameter-parameter yang ditabelkan sehingga perhitungan pada metode ini menjadi lebih efisien dan memiliki keakuratan yang tinggi serta fleksibel untuk waktu kapanpun.

Metode Admiralty telah lama digunakan dan dikenal luas semenjak dikembangkannya analisa harmonik oleh Doodson pada tahun 1921. Kelebihan utama metode ini yaitu dapat menganalisis data pasang surut jangka waktu pendek (29 hari, 15 hari, 7 hari dan 1 hari). Adapun kelemahan dari metode Admiralty ini adalah hanya digunakan untuk pengolahan data-data berjangka waktu pendek dan hasil perhitungan yang relatif sedikit hanya menghasilkan 9 komponen pasang surut (Tabel 2.2). Adapun tahapan perhitungan tersebut menggunakan 8 kelompok hitungan dengan bantuan tabel-tabel dari perhitungan metode Admiralty. Secara garis besar, hitungan dengan menggunakan metode Admiralty yaitu:

Kelompok Hitungan 1

Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan alat tertinggi dan bacaan terendah menunjukkan alat terendah.

Kelompok Hitungan 2

Ditentukan dahulu bacaan positif (+) dan negatif (–) untuk kolom

dan dalam tiap pengamatan yang dilakukan.

Kelompok Hitungan 3

Pengisian kolom dan dalam setiap hari

pengamatan. Kolom berisi perhitungan mendatar dari hitungan pada

kelompok hitungan 2 tanpa memperhatikan tanda (+) dan (–). Kolom

dan merupakan penjumlahan mendatar dari

dan kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan


(28)

Kelompok Hitungan 4

Menghitung nilai dan selama hari pengamatan dimana:

 Indeks 00 untuk X berarti

 Indeks 00 untuk Y berarti

 Indeks 4d untuk X berarti

 Indeks 4d untuk Y berarti

Kelompok Hitungan 5 dan 6

Dalam perhitungannya memperhatikan sembilan unsur utama pembangkit

pasang surut yaitu dan . Untuk

perhitungan kelompok hitung 5 mencari selisih dan

selisih dan selisih dan selisih dan selisih

dan dan selisih dan . Untuk perhitungan kelompok hitung

6 mencari , jumlah dan jumlah dan jumlah

dan jumlah dan jumlah dan dan jumlah dan .

Tabel 2.2. Unsur utama pembangkit pasang surut (The Open University, 1989)

Symbol Periode in

Solar Hours

Coefficient Ratio

(M = 100) Name of Tidal Component

12,42 100 Principal lunar

12,00 46,60 Principal solar

12,66 19,20 Larger lunar elliptic

11,97 12,70 Luni-solar semi-diurnal

23,93 58,40 Luni-solar diurnal

25,82 41,50 Principal lunar diurnal

24,07 19,40 Principal solar diurnal

327,86 17,20 Lunar fortnightly


(29)

Kelompok Hitungan 7 dan 8

Menentukan P.R cos r, P.R sin r, besaran p, besaran f, menentukan harga

V‟, V”, V”‟ dan V untuk setiap unsur utama pembangkit pasang surut

yaitu dan menentukan harga u, harga p

serta harga r. Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan , besaran g, kelipatan dari 360°, amplitudo (A) dan beda fase (g°).

Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan metode ini yaitu:

1. Parameter Tetap  Perhitungan metode Admiralty dimulai dengan

serangkaian proses perhitungan parameter tetap, yaitu perhitungan proses harian, proses bulanan dan proses polinomial atau matriks.

Proses Bulanan

Perhitungan proses bulanan bertujuan untuk mengelompokkan ke dalam beberapa grup berdasarkan osilasi periode per bulan.

Perhitungan Harian

Perhitungan proses harian dilakukan untuk menyusun kombinasi dari tinggi muka air laut per jam dari setiap hari pengamatan, sehingga dari kombinasi ini akan dikelompokkan besarnya pasang

surut berdasarkan tipenya. Dimana dan yang

masing-masing mempresentasikan tipe pasang surut yang terjadi. Proses Polinomial atau Matriks

Proses perhitungan matriks ini dilakukan dengan menyusun kombinasi sedemikian rupa sehingga pemisahan tiap komponen dapat diperbesar lagi dengan cara menyusun kombinasi yang tepat dari pengaruh tiap komponen kedua menjadi sangat kecil terhadap komponen utamanya, sehingga secara numerik komponen sekundernya dapat diabaikan. Perhitungan matriks ini telah dikembangkan oleh Doodson berdasarkan panjang pengamatan.

2. Parameter yang Berubah Terhadap Waktu  Parameter yang bergantung

waktu dihitung berdasarkan waktu pengamatan dan besarnya tidak dipengaruhi oleh data pasang surut seperti pada proses harian dan bulanan.


(30)

Parameter ini dihitung berdasarkan teori pengembangan pasang surut setimbang, dimana dalam teori pengembangan pasang surut parameter tersebut merupakan fungsi dari parameter orbital bulan dan matahari yaitu

s, h, p, p‟ dan N. Dimana parameter orbital ini mempresentasikan posisi

bulan dan matahari dalam bola langit yang mempengaruhi keadaan pasang surut. Berbagai komponen yang terpenting dan diperhitungkan yaitu:

longitude rata-rata dari bulan semu (s)

longitude rata-rata dari matahari semu (h)

longitude rata-rata dari titik perige dari orbital bulan semu (p)

longitude rata-rata dari titik Ascending Node(titik nodal) (p‟)

2.1.2 Metode Least Square

Metode least square merupakan metode perhitungan pasang surut dimana

metode ini berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisih jarak vertikal

antara data dengan regresi yang terkecil. Pada prinsipnya metode least square

meminimalkan persamaan elevasi pasang surut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan simultan ini diselesaikan dengan metode numerik

sehingga diperoleh konstanta pasang surut. Analisa dari metode least square

menentukan berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, 9 konstanta harmonis digunakan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut. Metode ini dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.2) berikut:

...(2.2)

dengan: = Elevasi pasang surut fungsi dari waktu (m)

= Duduk tengah permukaan laut (mean sea level) (m)

= dimana = periode komponen ke- (detik)

sso = Perubahan duduk tengah musiman yang disebabkan oleh efek muson atau angin (faktor meteorologi) (m)


(31)

2.2 Beberapa Definisi Elevasi Muka Air

Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam perencanaan bangunan pantai. Beberapa definisi muka air tersebut banyak digunakan dalam perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan, misalnya MHWL atau HHWL digunakan untuk menentukan elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, panjang rantai pelampung penambat dan sebagainya. LLWL diperlukan untuk menentukan kedalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan. MSL digunakan sebagai referensi dalam menetapkan elevasi daratan (Triatmodjo, 2012). Beberapa definisi muka air tersebut adalah:

1. Muka air tinggi (high water level) adalah muka air tertinggi yang dicapai

pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

2. Muka air rendah (low water level) adalah kedudukan air terendah yang

dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL) adalah rata-rata

dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

4. Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL) adalah rata-rata

dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

5. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL) adalah air

tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

6. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL) adalah air

terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

2.3 Prinsip Dasar Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut

Energi pasang surut (Tidal Energy) merupakan energi yang terbarukan.

Prinsip kerjanya sama dengan pembangkit listrik tenaga air, di mana air dimanfaatkan untuk memutar turbin dan menghasilkan energi listrik. Energi diperoleh dari pemanfaatan variasi permukaan laut terutama disebabkan oleh efek gravitasi bulan, dikombinasikan dengan rotasi bumi dengan menangkap energi yang terkandung dalam perpindahan massa air akibat pasang surut. Gambar (2.4) di bawah ini terlihat bahwa arah ombak masuk ke dalam muara sungai ketika

terjadi pasang naik air laut. Dalam proses ini air pasang akan ditampung ke dam


(32)

Gambar 2.4. Proses pasang (Sangari, 2012)

Gambar 2.5. Proses surut (Sangari, 2012)

Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar

turbin seperti yang terlihat pada Gambar (2.5) di atas. Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya dan pemanfaatannya menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu, siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listrikpun relatif lebih dapat diandalkan dibandingkan pembangkit listrik bertenaga ombak. Ada 3 metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut air laut (Daud, 2006 dalam Surinati, 2007) yaitu:

1. Teknologi Tidal Power  Teknologi ini disebut juga teknik tradisional

hydroelectric dengan adanya bendungan yang melewati suatu daerah estuari dan perbedaan pasang surut minimal 5 m. Dilengkapi pintu-pintu air dan turbin dipasang sepanjang bendungan yang memisahkan kolam dan laut. Ketika air pasang menghasilkan tingkat air yang berbeda di dalam dan di luar bendungan, pintu-pintu air akan terbuka, air yang mengalir melewati turbin akan menjalankan generator untuk menghasilkan listrik.


(33)

Pada sistem pertama, energi dimanfaatkan hanya pada saat periode air surut atau air naik. Sedangkan sistem kolam ganda memanfaatkan aliran dalam dua arah. Perbedaan tinggi antara permukaan air di kolam dan permukaan air laut pada instalasi ini semakin tinggi semakin baik. Di Jepang, sistem ini telah dikembangkan dengan pembukaan instalasi baru di laut Ariake, Kyushu. Di Muara Sungai Severn Inggris, juga telah mulai direncanakan instalasi berkapasitas 12 GW. Pemanfaatan teknologi ini

memerlukan daerah yang cukup luas untuk menampung air laut (reservoir

area) dan bangunan bendungan bisa dijadikan jembatan transportasi. Teknologi ini memiliki reputasi ekologi yang rendah karena bendungan menghalangi migrasi ikan, menghancurkan populasi mereka dan merusak lingkungan dengan membanjiri lahan yang berdekatan. Banjir bukanlah masalah untuk pembangkit listrik tenaga pasang surut karena tingkat air di kolam tidak bisa lebih tinggi daripada tingkat air alami pada saat pasang. Namun, menghalangi migrasi ikan dan makhluk hidup lainnya menggunakan bendungan mencerminkan permasalahan lingkungan serius.

2. Teknologi Tidal Fence  Dalam skala besar digunakan juga sebagai

jembatan penghubung antar pulau di antara selat. Menggunakan instalasi

yang hampir sama dengan Tidal Power, namun terpisah dengan turbin arus

antara 5 sampai 8 knot (5,6 sampai 9 mil/jam) dapat dimanfaatkan energi lebih besar dari pembangkit listrik tenaga angin karena densitas air 832 kali lebih besar dari udara (5 knot arus = velositas angin 270 km/jam). Skala besar pembangkit tenaga arus ini sepanjang 4 km telah dikerjakan tak jauh dari Sulawesi Utara yakni di Kepulauan Dalupiri dan Samar Filipina, sekaligus membuat jembatan penghubung pada 4 pulaunya.

Proyek ini disponsori oleh Blue Energy Power System Kanada yang telah

mengkomersialkan diri dengan berbagai modul turbin berbagai skala. Diestimasi energi yang dihasilkan di Filipina ini maksimum adalah 2.200 MW dengan minimum rata-rata 1.100 MW setiap hari. Hal ini didasarkan dengan kecepatan arus rata-rata 8 knot pada kedalaman sekitar 40 m.


(34)

3. Teknologi Tidal Turbine  Teknologi ini berfungsi sangat baik pada arus pantai yang bergerak sekitar 3,6 dan 4,9 knot (4 dan 5,5 m/jam). Pada kecepatan ini, turbin arus berdiameter 15 m dapat menghasilkan energi sama dengan turbin angin yang berdiameter 60 m. Lokasi ideal turbin arus pasang surut ini tentunya dekat dengan pantai pada kedalaman 20-30 m.

Energi listrik yang dihasilkan menurut perusahaan Marine Current

Turbine Inggris lebih besar dari 10 MW per 1 km² dan 42 lokasi yang berpotensi di Inggris telah teridentifikasi perusahaan ini. Lokasi ideal lain yang dapat dikembangkan terdapat di Filipina, China dan Indonesia. Di

bawah ini merupakan contoh tidal turbine yaitu turbin spiral (Gambar 2.6).

Turbin ini dapat berputar searah meski arus pasang surutnya bersifat reversibel dan memungkinkan pemanfaatannya secara daur ganda.

Gambar 2.6. Turbin helix ganda dengan generator listrik untuk instalasi di bawah permukaan laut (Gorlov, 2001)


(35)

2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut La Rance

Pembangkit listrik La Rance adalah pembangkit listrik tenaga pasang surut pertama di dunia dan juga pembangkit listrik tenaga pasang surut terbesar kedua di dunia. Fasilitas ini terletak di muara Sungai Rance Brittany, Prancis. Posisi

geografisnya terletak pada titik koordinat 48° 37‟ 05” LU dan 02° 01‟ 24” BT

(Gambar 2.7). Instalasi La Rance diresmikan pada 26 November 1966 yang saat

ini dioperasikan oleh EDF (Électricité de France) dan merupakan pembangkit

listrik pasang surut terbesar yang kedua di dunia dalam hal kapasitas terpasang.

Gambar 2.7. La Rance hasil pencitraan Google Earth

Dengan beban puncak 240 MW yang dihasilkan oleh 24 turbin, pembangkit ini memasok 0,012% dari kebutuhan listrik negara Prancis. Dengan faktor kapasitas 40%, pembangkit ini memasok 96 MW dan memberikan output tahunan sekitar 600 GWh. Panjang bendungan adalah 750 m (2.461 kaki) yang membentang dari barat brebis hingga timur Briantais. Panjang bagian pembangkit listrik adalah 332,5 m (1.091 kaki) dengan luas kolam 22,5 km². Berikut ini dibahas mengenai deskripsi umum (Gambar 2.8), pemeliharaan dan analisa dampak lingkungan dari pembangkit listrik tenaga pasang surut La Rance.


(36)

Gambar 2.8. Gambaran struktur pembangkit listrik La Rance (Laleu, 2009)

2.4.1 Deskripsi Umum

Turbin pembangkit listrik La Rance dapat bekerja dua arah dan berfungsi sebagai pompa, sedangkan generator dapat bekerja sebagai motor (Gambar 2.9).

Air yang dipompa bertujuan untuk memperbesar tinggi H (perbedaan tinggi air

dalam basin dan air di luar), bisa dari laut ke kolam atau dari kolam ke laut. Biaya

pembangkitan adalah € 95 milyar pada tahun 1967 dan bila dikonversikan pada tahun 2009 yaitu sekitar € 580 milyar. Dari eksploitasi pembangkit listrik tenaga

pasang surut La Rance yang pada waktu tertentu bekerja sebagai stasiun pompa,

maka sentral La Rance juga disebut pumped storage. Prinsip pumped storage

bertujuan mengurangi kehilangan energi yang disebabkan berkurangnya pemakaian listrik sehingga pendapatan perusahaan listrik tetap stabil.

Kelebihan energi oleh sentral pembangkit listrik dipakai untuk memompa air ke suatu reservoir yang lebih tinggi. Air yang ditampung dalam reservoir digunakan lagi pada waktu pemakaian listrik bertambah. Meskipun biaya pembangunan bertambah dengan pembuatan reservoir, PLTA semacam ini secara keseluruhan menguntungkan. Suatu turbin air/turbin uap dan sebagainya yang direncanakan misalnya untuk 100.000 kW mempunyai efisiensi maksimal ± 95% pada pembangkitan. Bila pemakaian listrik berkurang maka mesin bekerja dengan kapasitas 70.000 kW sehingga efisiensi berkurang ± 80%. Kehilangan energi bertambah dan mengakibatkan pendapatan perusahaan listrik berkurang.


(37)

Dengan adanya pumped storage, mesin tetap bekerja dengan 100.000 kW dan kelebihan daya dipakai untuk memompa air. Air ini disimpan dan dipakai lagi pada waktu dimana pemakaian melebihi 100.000 kW. Lagi pula pembangkitan dengan tenaga air pada umumnya lebih murah dari cara lain. Di samping itu, suatu PLTA mempunyai keuntungan bahwa dari keadaan tidak bekerja mencapai kapasitas maksimum, memerlukan waktu singkat yaitu sesingkat waktu untuk membuka katup turbin jadi segera dapat memenuhi kebutuhan. Hal ini adalah

tidak mungkin pada suatu sentral termis. PLTA pumped storage selalu

berhubungan dengan sentral lain dan tidak dapat bekerja sendiri (Patty, 1994).

Gambar 2.9. Potongan melintang bagian turbin bulb (Laleu, 2009)

 Diameter = 5,35 m

 Panjang = 332,5 m

 Berat = 470 Ton

 Tinggi muka air rata-rata = 5,65 m

 Debit rata-rata = 275 m³/s

 Daya keluaran = 10 MW

 Kecepatan rotasi = 93,75 rpm

 Kecepatan maksimum = 260 rpm

 4 daun (kemiringan = ° to +35°)

 Tinggi muka air minimum = 3 m


(38)

Gambar 2.10. Potongan melintang tanggul berisi batu (Laleu, 2009)

 Panjang = 163,6 m (Gambar 2.10)

 Proyek awal = 16 turbin

Gambar 2.11. Potongan melintang pintu hidraulik (Laleu, 2009)

 Panjang = 145,1 m

 6 pintu hidraulik (Gambar 2.11)


(39)

Generator yang dipakai PLTA pada umumnya adalah 3 fasa dengan arus bolak-balik. Rotor adalah bagian yang berputar, sedangkan bagian yang diam

dinamakan stator. Tegangan pada generator adalah sebesar 3000 – 6000 Volt,

sedangkan pada generator besar dipakai 10.000 – 25.000 Volt. Tegangan

transformator adalah sebesar 5 – 15 kV dan tegangan ini tidak dapat dipakai untuk

menghantarkan tenaga listrik ke para konsumen melalui jarak jauh karena kehilangan energi yang terlampau besar. Untuk menghantarkan tenaga listrik

dipakai 20 – 35 kV pada jarak dekat dan 60 – 220 kV pada jarak jauh. Bila tenaga

listrik tiba di daerah konsumen, diperlukan transformator untuk menurunkan

tegangan hingga 5 – 70 kV untuk jaringan distribusi dan untuk rumah-rumah

diturunkan hingga 127 V/220 V atau 220 V/380 V arus bolak-balik 3 fasa.

Di samping generator dan transformator diperlukan juga peralatan listrik

lainnya seperti perlengkapan saklar (switching-equipment), pengaturan tegangan

dan juga peralatan listrik yang diperlukan untuk kebutuhan listrik PLTA sendiri. PLTA sendiri membutuhkan listrik untuk penerangan dan menjalankan alat bantu

seperti kompressor, pompa minyak, pompa air, mesin AC (air conditioning) dan

sebagainya. Listrik ini diambil dari station transformer dan besarnya adalah 1 –

2% dari daya PLTA. Semua peralatan pengamanan mesin harus bekerja dengan baik termasuk pada saat pembangkitan listrik mengalami gangguan. Pada keadaan darurat ini, pemberian listrik kepada alat pengaman harus tetap berlangsung dan biasanya listrik ini diambil dari baterai. Beberapa peralatan elektro mekanis yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga pasang surut La Rance yaitu:

 Generator 24 x 10 MVA yang memiliki tekanan udara di bawah 2 bar.

 Pengoperasian 24 unit turbin bulb secara bersamaan termasuk komponen

elektro mekanis yang bertujuan untuk alternator energizing.

 3 unit transformator (3,5/3,5/225 kV) yang berkekuatan 80 MVA dan

proses pendinginannya menggunakan minyak ataupun sirkulasi udara.


(40)

Gambar 2.12. Ebb generation (Laleu, 2009)

Ada 2 cara mendapatkan tenaga listrik menggunakan pasang surut air laut yaitu dengan mengosongkan kolam di saat air surut atau mengisi kolam di saat air pasang (Gambar 2.12) dan kombinasi keduanya (Gambar 2.13). Mekanisme PLTA pada air surut yaitu pada saat air di dalam kolam dan air laut di luar sama tinggi lalu air laut hendak naik, pintu air dibuka maka air di dalam kolam mengikuti air pasang, kedua muka air sama tinggi sedangkan air laut hendak turun. Pintu air ditutup sehingga muka air di dalam kolam tidak berubah, namun

di luar kolam muka air laut terus turun, perbedaan tinggi mencapai H maksimum

untuk menjalankan turbin. Pada saat ini, katup turbin dibuka dan tenaga listrik mulai dihasilkan. Dengan keluarnya air melalui turbin, muka air dalam basin

turun dan grafiknya adalah garis lurus bila Q sama dan dinding kolam vertikal.

Mekanisme PLTA pada air pasang dilakukan dengan cara mengisi kolam. Pada saat muka air di kolam sama tinggi dengan muka air laut di luar sedangkan air laut surut. Saat ini pintu air dibuka sehingga air dalam kolam dapat mengikuti air laut yang sedang surut. Waktu air laut hendak naik, pintu air ditutup sehingga muka air dalam kolam tidak berubah. Di luar air laut terus naik sehingga pada

suatu saat terdapat perbedaan tinggi sebesar H maksimum. Pada saat ini katup

turbin dibuka sehingga terjadilah pembangkitan tenaga listrik. Di luar kolam, air laut terus naik sehingga membuat perbedaan tinggi semakin besar dan selanjutnya

mencapai H maksimum kemudian berkurang oleh karena air laut surut. Pada saat

terdapat H maksimum, katup turbin ditutup dan pintu air dibuka pada saat tinggi


(41)

Gambar 2.13.Ebb and flood generation (Laleu, 2009)

 Ebb generation (direct turbining) = 60%  Reverse pumping (kolam menuju laut) = 0%  Flood generation (reverse turbining) = 2 – 6%  Direct pumping (laut menuju kolam) = 15 – 20%

 Aliran air melalui turbin = 20% (ketika 0,3 m < tinggi muka air < 1,2 m)

 Tidak diperlukan pemompaan ketika pasang surut berkisar antara 7 – 10 m

Pembangkit listrik La Rance tergolong ebb and flood generation yang

artinya memanfaatkan air surut dan air pasang untuk menggerakkan turbin (Gambar 2.14). Turbin pembangkit berjumlah 24 unit yang telah berputar selama 222.690 jam, berada di bawah permukaan air selama 324.494 jam dan menghasilkan daya 21.600.000.000 kWh selama 40 tahun. Turbin yang berada di bawah permukaan air sering terjadi korosi. Oleh karena itu, diperlukan suatu tes laboratorium untuk mengetahui jenis perlindungan terbaik agar turbin yang digunakan tahan lama dan biaya pemeliharaannya minimum. Tes ini dilakukan di St. Malo dan diputuskan menggunakan jenis perlindungan katodik pada bagian-bagian yang mengandung unsur logam seperti turbin dan pintu air (Laleu, 2009).


(42)

(43)

2.4.2 Perawatan dan Pemeliharaan

Perlindungan katodik adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan korosi pada permukaan logam dengan menjadikan permukaan logam tersebut sebagai katode dari sel elektrokimia. Perlindungan katodik merupakan metode yang umum digunakan untuk melindungi struktur logam dari korosi. Sistem perlindungan katodik ini biasanya digunakan untuk melindungi baja, jalur pipa, tangki, tiang pancang, kapal. Anjungan lepas pantai dan selubung sumur minyak di darat. Efek samping dari penggunaan yang tidak tepat adalah timbulnya molekul hidrogen yang dapat terserap ke dalam logam sehingga menyebabkan

hydrogen embrittlement (kegetasan hidrogen). Perlindungan katodik pada turbin

pembangkit adalah cara yang efektif dalam mencegah stress corrosion cracking.

Selain perlindungan, pemantauan terhadap sistem perlindungan ini juga diperlukan. Kurang lebih terdapat pengukuran 9.500 kali dalam setahun meliputi

pengukuran arus, tegangan dan electro-chemical potential. Konsekuensinya dari

segi total waktu untuk pemeliharaannya yaitu 874 jam/tahun. Konstruksi

pembangkit listrik La Rance dibagi menjadi 3 tahap yaitu plant cofferdam,

barrage cofferdam dan lock cofferdam (Gambar 2.15). Dalam perencanaan

cofferdam membutuhkan 40.000 m³ beton, 13.000 ton tiang pancang dan 460.000

m³ pasir sedangkan dalam perencanaan barrage dan plant membutuhkan galian

sebanyak 400.000 m³, 350.000 m³ beton, 15.000 ton baja dan 350.000 m³ bekisting. Di bawah ini merupakan gambar tahapan pembangunan instalasinya:


(44)

2.4.3 Analisa Dampak Lingkungan

Setiap konstruksi yang direncanakan memiliki dampak yang positif dan negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak signifikan yang terjadi selama pembangunan pembangkit listrik La Rance yaitu hilangnya beberapa jenis flora dan fauna karena fluktuasi salinitas laut, adanya sedimentasi dan akumulasi bahan organik di wilayah sungai. Namun, dampak positifnya antara lain terdapat kegiatan perikanan baru seperti kerang, tiram mutiara dan jumlah spesies burung yang sama (120 spesies) dari dulu hingga saat ini. Meskipun memiliki dampak tertentu, pembangkit listrik La Rance memberi umpan balik yang tak ternilai tapi tetap keseimbangan ekologi harus dijaga agar dapat memainkan peran pembibitan dan tempat substantif untuk makhluk hidup di sekitarnya (Laleu, 2009).

2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Jiangxia

Negara China mempelajari pemanfaatan pasang surut sebagai pembangkit listrik pada pertengahan tahun 1950 dengan membangun pembangkit listrik tenaga pasang surut sistem daur tunggal berkekuatan 40 kW di Provinsi Zhejiang. Pembangkit listrik ini diperbesar dan menghasilkan daya 200 kW. Pembangkit listrik daur tunggal lainnya dibangun di Jingang Provinsi Shandong pada tahun 1970 berkapasitas 155 kW serta memiliki 3 turbogenerator 55 kW dan semuanya dibuat oleh pabrik mesin lokal. Sekitar 280 pembangkit listrik tenaga pasang surut telah dibangun di sepanjang pantai Provinsi Guandong sejak tahun 1958.


(45)

Pada tahun 1970, ada 6 pembangkit listrik tenaga pasang surut memiliki 19 turbin berkapasitas total 1.900 kW yang dibangun di Zheijiang, Jiangsu dan Provinsi Shandong. Tinggi muka air maksimum bervariasi dari 3,5 m hingga 7,8 m dan kapasitas terpasang berkisar antara 75 kW hingga 160 kW. Pembangkit listrik Jiangxia merupakan instalasi yang menggunakan turbin bulb pertama kali berdiameter 2,5 m di daerah Wenlin Provinsi Zhejiang dan dibangun pada bulan April tahun 1980. Meskipun kapasitas yang didesain hanya 3.000 kW saja dari 6 set turbin bulb, pada kenyataannya kapasitas yang terpasang saat ini adalah 3.200 kW dengan rincian 5 set turbin bulb terdiri dari 1 unit berkapasitas 500 kW, 1 unit berkapasitas 600 kW dan 3 unit yang masing-masing berkapasitas 700 kW.

Gambar 2.17. Jiangxia hasil pencitraan Google Earth

Unit ke-6 diusulkan menggunakan turbin straflo berkapasitas 700 kW namun belum diinstal. Peningkatan kapasitas turbin bulb ini dimungkinkan oleh perbaikan desain dan pembuatan turbin. Rentang maksimum pasang di muara

Jiangxia adalah 8,39 m. Posisi geografisnya terletak pada titik koordinat 28° 20‟

34” LU dan 121° 14‟ 25” BT (Gambar 2.16 dan 2.17). Instalasi ini menggunakan sistem daur ganda dan memasok listrik suatu desa yang berjarak 20 km melalui sistem transmisi 35 kV. Selama bertahun-tahun, staf teknik pembangkit listrik Jiangxia yang dikhususkan untuk meneliti telah membuat prestasi luar biasa dalam keandalan generator, mengurangi sedimen di waduk, mencegah erosi serta penjadwalan pengoperasian optimal (Wang dkk, 2011 dalam Simas, 2012).


(46)

2.6 Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Kislaya

Pembangkit listrik tenaga pasang surut Kislaya terletak di Kislaya Guba, Rusia. Instalasi ini terdapat di urutan ke-5 terbesar dari segi kapasitas produksinya

sekitar 1,7 MW. Posisi geografisnya terletak pada titik koordinat 69° 22‟ 37” LU

dan 33° 04‟ 33” BT (Gambar 2.18 dan 2.19). Instalasi ini beroperasi pada tahun 1968, namun ditutup selama 10 tahun karena kekurangan dana. Pembangunan kembali dilanjutkan pada bulan Desember tahun 2004 ketika dana pembangunan telah terkumpul. Pada tahun 2004, unit pertama telah dipasang dan menghasilkan daya 0,2 MW dan unit kedua berkapasitas 1,5 MW dipasang pada tahun 2007.

Gambar 2.18. Tampak depan instalasi listrik Kislaya


(47)

2.7 Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Annapolis Royal

Pembangkit listrik tenaga pasang surut Annapolis Royal memiliki kapasitas 20 MW dan terletak di Sungai Annapolis yang merupakan hulu dari kota Annapolis Royal, Nova Scotia, Kanada. Posisi geografisnya terletak pada titik

koordinat 44° 45‟ 07” LU dan 65° 30‟ 40” BT (Gambar 2.20 dan 2.21). Instalasi

ini merupakan satu-satunya pambangkit listrik tenaga pasang surut di Amerika Utara. Annapolis Royal memanfaatkan perbedaan pasang surut yang dihasilkan dari Kolam Annapolis, bagian DAS dari Teluk Fundy. Instalasi Annapolis Royal dibangun oleh perusahaan energi Nova Scotia dan dibuka pada tahun 1984.

Gambar 2.20. Annapolis Royal hasil pencitraan Google Earth


(48)

Keputusan untuk membangun fasilitas ini antara lain didorong oleh janji dari dana federal untuk program energi alternatif serta kebutuhan Departemen Perhubungan untuk mengganti rangka jembatan di antara sungai Annapolis Royal dan Granville Ferry yang sudah lama. Proyek ini telah memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Di samping fungsi efektifnya menghasilkan listrik, penghalang aliran air menggunakan bendungan (untuk meninggikan air) telah menyebabkan tingginya erosi di tepi sungai pada ke-2 ujung yaitu hulu dan hilir. Bendungan ini juga dikenal sebagai perangkap bagi kehidupan laut.

2.8 Sistem Daur Ganda dengan Kolam Tunggal

Pada dasarnya pembangkit listrik tenaga pasang surut melibatkan kolam penampung air, baik itu kolam buatan maupun kolam yang memanfaatkan kondisi alam. Pada prinsipnya pemanfaatan tenaga pasang surut air laut untuk pembangkit listrik dibedakan menjadi tiga, yaitu susunan kolam tunggal (Gambar 2.22), susunan kolam ganda (Gambar 2.23) dan susunan kolam bersama. Dari prinsip-prinsip dasar ini kemudian dikembangkan beberapa cara untuk mendapatkan energi yang boleh dikatakan terus menerus (Dandekar dan Sherma, 1991 dalam Tantrawati dan Ruzardi, 2007). Dalam susunan kolam tunggal, hanya terdapat sebuah kolam penampung air yang langsung berhadapan dengan laut.

Keuntungan dari sistem daur ganda berkaitan dengan kesamaan pola fenomena alami pasang pasang surut yang memiliki pengaruh pada lingkungan dan di beberapa kasus diperoleh daya yang lebih efisien. Namun, metode ini lebih rumit dan mahalnya biaya turbin 2 arah serta peralatan listrik. Sistem daur tunggal lebih sederhana dan pembiayaan turbinnya lebih murah. Aspek negatif dari sistem daur tunggal yaitu adanya potensi besar yang dapat membahayakan lingkungan dengan muka air yang lebih tinggi dan menyebabkan akumulasi sedimen di dalam kolam. Kedua metode ini telah digunakan dalam prakteknya. Sebagai contoh, pembangkit listrik tenaga pasang surut La Rance dan Kislaya menggunakan sistem daur ganda sedangkan Annapolis Royal menggunakan daur tunggal.


(49)

Kolam dan laut dipisahkan oleh tanggul, sedangkan aliran antara keduanya disalurkan melalui pintu air yang terletak disepanjang tanggul, pada tanggul ini juga terdapat bangunan pembangkit listrik. Arus yang masuk dari laut menuju kolam penampung atau dari kolam penampung menuju laut dapat digunakan untuk memutar turbin. Dalam susunan kolam tunggal energi listrik dapat dibangkitkan dengan menggunakan tiga macam sistem daur air. Tiga sistem daur air itu adalah sistem daur air pasang tunggal, sistem daur air surut tunggal dan sistem daur air ganda. Gambar berikut ini merupakan skema dari pembangkit listrik pasang surut dengan menggunakan masing-masing sistem daur air.

Gambar 2.22. Susunan kolam tunggal (Dandekar dan Sherma, 1991 dalam Tantrawati dan Ruzardi, 2007)


(50)

Gambar 2.23. Susunan kolam ganda (Chang, 2008)

Sistem daur ganda merupakan gabungan dari sistem daur tunggal pasang dan daur surut (Gambar 2.24). Sistem ini sangat menguntungkan karena mampu membangkitkan tenaga listrik pada waktu pasang dan pada waktu surut. Pada saat laut sedang mengalami surut, pintu-pintu air dibuka agar air yang berada dalam kolam dapat keluar bersamaan dengan surutnya air laut, sehingga mencapai titik terendah. Pada saat permukaan air laut dan kolam penampung sama yaitu pada saat pintu air ditutup agar kolam tetap dalam keadaan kosong.

merupakan selang waktu tunggu agar air mempunyai perbedaan tinggi minimal yang dianggap mampu untuk memutar turbin, setelah beda tinggi minimal

tercapai maka pada air mulai dimasukan kedalam kolam melalui turbin,

sehingga listrik akan dibangkitkan selama . Pada saat pintu air ditutup

karena ketinggian air sudah tidak mampu memutar. merupakan selang

waktu tunggu agar permukaan air dalam kolam menjadi sama dengan laut yang

sedang mengalami surut, pada saat pintu air dibuka untuk membuang air dari

dalam kolam menuju laut yang sedang surut. Untuk selanjutnya, pembangkitan listrik pada sikus berikutnya akan sama seperti siklus sebelumnya.


(51)

Gambar 2.24. Sistem daur ganda (Dandekar dan Sherma, 1991 dalam Tantrawati dan Ruzardi, 2007)

Energi listrik dapat dibangkitkan pada saat pengisian kolam (saat air laut pasang) maupun pengosongan kolam (saat air laut surut). Pada metode ini energi listrik yang dibangkitkan tergantung pada lamanya pemanfaatan waktu produksi. Perkiraan energi listrik dapat dihitung dari besarnya fungsi luas kolam dan beda tinggi pasang serta debit yang dihasilkan, yaitu volume aliran masuk kolam (m³):

...(2.3)

dengan: A = Luas kolam (m²)


(52)

Debit air rata-rata dapat dicari dengan Persamaan (2.4):

...(2.4)

dengan: T = Periode pasang surut (detik) V = Volume aliran masuk kolam (m³) Q = Debit aliran (m³/detik)

Apabila diasumsikan bahwa kolam rencana berbentuk persegi (Gambar

2.25) di belakang bendungan yang memiliki luas permukaan A dan beda tinggi

pasang surut h. Ketika air laut pasang, aliran air masuk menuju kolam. Namun

ketika air laut surut, air di dalam kolam ditahan pada ketinggian yang sama dengan air laut pada saat terjadi pasang. Permukaan air yang tertahan di belakang

bendungan menghasilkan h (range) yang diukur dari permukaan air laut normal

dan pusat massa air adalah di bawah muka air pasang.

Volume total air di dalam basin adalah . Jika massa jenis air laut

adalah , persamaan ini akan menjadi . Air di dalam kolam mengalir

keluar menuju laut melalui turbin dan membuatnya berputar hingga elevasi yang paling rendah. Energi potensial maksimum didapatkan apabila keseluruhan air

turun setinggi . Apabila periode pasang surut adalah T, maka Persamaan (2.5)

berikut ini digunakan untuk menghitung daya yang dihasilkan per siklus:

...(2.5)

dengan: P = Daya yang dihasilkan (W) A = Luas kolam (m²)

h = Beda tinggi pasang surut (m)

η = Efisiensi daya (%)

ρ = Massa jenis air laut (kg/m³)


(53)

Gambar 2.25. Power generation from tides (MacKay, 2009)

Dalam 1 tahun terdapat 365 hari. Persamaan (2.6) di bawah ini digunakan untuk menghitung energi dalam 1 tahun untuk tipe pasang surut harian ganda:

...(2.6)

dengan: = Energi yang dihasilkan selama 1 tahun (Wh)

P = Daya rata-rata yang dihasilkan selama 1 hari (W)

= Waktu produksi rata-rata selama 1 hari (jam)


(54)

2.9 Kabel dan Koneksi Jaringan

Sejumlah pilihan konfigurasi yang berbeda untuk generator arus pasang surut (Discovery Technology International, 2007 dalam Hardisty, 2009) yaitu:

Opsi 1 Opsi pertama adalah sistem sederhana yang terdiri dari 1 turbin, 1

generator AC dan 1 konverter daya dengan transformator. Susunan ini biasanya digunakan dalam proyek berdaya kecil di dekat pantai dan cocok untuk proyek

atau teknologi percontohan. Ini menjadi pilihan buruk untuk sebuah farm, karena

tidak ada peluang mengambil keuntungan dari pembiayaan umum instalasi farm.

Opsi 2  Pilihan kedua melibatkan beberapa generator yang memiliki konverter daya serta memberikan fleksibilitas tinggi dan memungkinkan generator untuk berputar pada kecepatan berbeda. Sistem ini cukup kompleks dan merupakan solusi mengurangi tingginya biaya tanpa kabel atau generator yang berlebihan.

Opsi 3  Penggunaan beberapa generator induksi yang terhubung ke konverter

daya tunggal dan memiliki variasi dalam kecepatan turbin di farm. Hal penting

yaitu sirkulasi arus tinggi antar generator terjadi jika perbedaan kecepatan yang signifikan. Dengan tidak adanya sirkulasi arus tinggi, opsi ini menawarkan biaya

yang lebih rendah dibandingkan dengan konfigurasi sistem lainnya untuk farm

berdaya tinggi. Tidak ada kabel atau trafo berlebihan dan dalam hal ini tidak dimungkinkan ada konverter berlebih yang digunakan tanpa konverter cadangan.

Opsi 4  Selama opsi arus DC diaktifkan, setiap generator menerima arus DC yang masuk melalui rangkaian mesin konverter dan kemudian masuk ke transformer melalui sebuah rangkaian. Pilihan ini cocok untuk proyek dimana posisi generator dekat tetapi tidak berputar pada kecepatan yang sama. Pengawasan generator dimungkinkan, tapi jika rangkaian konverter dimatikan

maka pembangkit berhenti. Kapasitas farm diasumsikan 30 MW yang disarankan

menggunakan 2 rangkaian dan masing-masingnya dapat melayani setengah farm.

Berikut ini merupakan gambar perbedaan konfigurasi sistem kabel dan koneksi jaringan opsi 1 hingga opsi 4 (Gambar 2.26 s/d 2.29):


(55)

(56)

2.10 Jenis-jenis Turbin Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut

Turbin adalah salah satu unsur utama pembangkit listrik tenaga pasang surut. Pemilihan turbin akan menentukan kondisi operasi dan dampak lingkungan

untuk alasan beberapa aspek seperti head variability, laju aliran, persyaratan

untuk memompa atau operasi berkelanjutan, persyaratan untuk sistem daur ganda frekuensi hidup mati dan lain-lain harus dipertimbangkan. Perlu diketahui bahwa, pengembangan desain turbin dilakukan agar perbaikan rutinnya lebih mudah. Dengan demikian, pemeliharaan tidak lagi mempertimbangkan isu pembangunan. Ada beberapa jenis turbin yang digunakan yaitu turbin bulb, rim dan tubular.

2.10.1 Turbin Bulb

Turbin bulb adalah jenis turbin air yang penamaannya datang dari bentuknya yang kedap dan berisi generator. Generator turbin bulb terletak di sumbu horizontal dan dipasang di dalam air sebagai unit bawaan turbin. Instalasi ini menawarkan pengurangan yang signifikan dalam ukuran, biaya dan pekerjaan sipil karena volume penggaliannya yang kecil. Selama turbin bekerja, air berada di sekeliling turbin dan menyebabkan pemeliharaan yang sulit sehingga air harus dicegah mengalir melalui turbin. Ini berarti ketika pemeliharaan dilakukan, generator harus diangkat dari permukaan air dan turbin berhenti berputar.

Turbin bulb dianggap merupakan solusi yang paling efisien untuk beda tinggi rendah hingga 30 m. Untuk alasan ini, turbin ini paling populer untuk mendesain bendungan. Selain itu, turbin dan generator yang reversibel mampu menghasilkan tenaga di saat air pasang atau bertindak sebagai penggerak untuk memompa air laut ke dalam kolam. Turbin bulb telah terbukti sangat handal dan telah beroperasi hampir setiap saat tanpa masalah yang besar selama lebih dari 30 tahun di pembangkit listrik tenaga pasang surut La Rance, Prancis. Gambar (2.30) di bawah ini merupakan tampak samping turbin bulb serta bagian-bagiannya.


(57)

Gambar 2.30. Turbin bulb dan bagian-bagiannya (Boyle, 2004)

2.10.2 Turbin Rim

Generator turbin rim terpisah dari turbin itu sendiri dan berada pada bendungan serta dihubungkan melalui poros yang bergerak dengan turbin. Hanya bagian turbin yang berada di dalam air. Selain itu, rotor dilindungi dari masuknya air laut dengan merancang penutup air. Mengenai perawatan, generator dapat dijangkau ketika pintu yang dilalui air ditutup dan air dikeringkan. Sebagai hasilnya, masalah pemeliharaan generator pada turbin bulb dapat diselesaikan. Gambar (2.31) merupakan tampak samping turbin rim serta bagian-bagiannya.

Desain awal lebih cocok untuk diaplikasikan di sungai karena penutup air dapat berlubang apabila di bawah tekanan. Namun, perbaikan baru-baru ini telah membuat turbin ini dapat diandalkan menjadi turbin straflo 20 MW berdiameter 8,2 m yang saat ini dipasang di pembangkit listrik tenaga pasang surut Annapolis Royal Kanada. Jenis turbin ini lebih disukai untuk efisiensi teoritis dan inersia yang lebih besar (untuk memenuhi kriteria stabilitas). Namun, hanya dapat

beroperasi pada waktu surut dan tidak dapat digunakan sebagai pump storage.


(58)

2.10.3 Turbin Tubular

Di dalam turbin tubular, generator dipasang pada bagian atas dengan sudut dengan turbin dan pisau yang terhubung ke poros panjang. Sebenarnya, keuntungan penggunaan turbin ini adalah pisau dapat disesuaikan. Ini berarti, turbin ini dapat diubah untuk memenuhi permintaan listrik. Pisau kecil akan menghasilkan daya yang lebih kecil sementara pisau yang lebih besar akan menghasilkan tenaga lebih. Hal ini memungkinkan turbin untuk berjalan lebih efisien dan menghasilkan jumlah daya yang dibutuhkan. Gambar (2.32) di bawah ini merupakan tampak samping turbin tubular serta bagian-bagiannya.

Selain itu, desainnya memberikan beberapa ruang untuk gearbox yang

memungkinkan pengoperasian generator lebih efisien. Selanjutnya, pemeliharaan dapat berlangsung cepat karena generator berdiri sendiri dan tidak tergenang oleh air. Namun, turbin ini menyajikan beberapa masalah getaran poros panjang dan tidak dapat beroperasi pada saat air pasang ataupun digunakan untuk pump storage. Turbin tubular telah digunakan beberapa PLTA di Amerika Serikat dan diusulkan untuk proyek pembangkit listrik tenaga pasang surut Severn di Inggris.


(59)

2.11 Analisa Hidro Ekonomi

Pembangunan pembangkit listrik tenaga pasang surut memerlukan investasi yang relatif besar. Adapun biaya listrik per kWh dihitung berdasarkan

biaya awal (initial cost) dan biaya operasional (operational cost). Komponen

biaya awal terdiri dari biaya bangunan sipil, fasilitas elektrik dan mekanik serta biaya sistem pendukung lain. Komponen biaya operasional yaitu biaya perawatan, penggantian suku cadang, tenaga kerja (operator) serta biaya lain yang digunakan selama pemakaian. Contoh perhitungan harga listrik per kWh dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah sebagai berikut: Misalkan untuk membangun PLTPS berkapasitas terpasang 1 kW dibutuhkan biaya awal Rp 4.000.000,00. Umur pakai yang dirancang adalah 10 tahun dengan biaya operasional Rp 1.000.000,00/tahun. Maka biaya rata-rata yang dikeluarkan (Rp) per hari adalah:

...(2.7)

Biaya per kWh ditentukan oleh biaya rata-rata per hari dan besarnya energi listrik yang dihasilkan per hari (kWh/hari). Energi per hari ini ditentukan oleh besarnya daya terpasang serta faktor daya. Jika diasumsikan faktor daya besarnya 12 jam/hari, maka biaya (harga) energi listrik per kWh yang ditetapkan adalah:

...(2.8)

Dalam perencanaan suatu PLTA Mikro, terlebih untuk daerah pedesaan di negara yang sedang berkembang harus diusahakan biaya per kWh sekecil mungkin agar dapat dibeli golongan masyarakat menengah ke bawah. Untuk mendapat biaya pembangkitan sekecil mungkin harus diusahakan (Patty, 1994):


(1)

Tabel 4.41. Pekerjaan pengecoran (AHSP SDA tahun 2012)


(2)

Tabel 4.43. Rekapitulasi biaya pekerjaan sipil

No Nama Pekerjaan Volume Rencana Satuan Harga Satuan

(Rp) Total (Rp) 1 Pembersihan lahan 400 m² Rp2.455,25 Rp982.100,00 2 Papan nama proyek 10 m² Rp208.523,75 Rp2.085.237,50 3 Kantor kerja dan gudang 100 m² Rp1.597.344,25 Rp159.734.425,00 4 Galian pondasi 100 m³ Rp51.180,75 Rp5.118.075,00 5 Pemancangan tiang 100 bh Rp144.871,25 Rp14.487.125,00 6 Pemasangan bekisting 1600 m² Rp285.516,25 Rp456.826.000,00 7 Pengecoran beton K100 800 m³ Rp763.992,29 Rp611.193.832,00 8 Pembongkaran bekisting 1600 m² Rp37.087,50 Rp59.340.000,00

Jumlah Rp1.309.766.794,50

Keterangan:

1. Ukuran lahan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 20 m x 20 m. 2. Papan nama proyek berbentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m x 2 m. 3. Kantor kerja dan gudang berbentuk bujur sangkar berukuran 10 m x 10 m. 4. Galian pondasi memiliki dimensi p x l x t = 100 m x 1 m x 1 m.

5. Tiang beton dipancang sepanjang 100 m. Masing-masing tiang beton dipancang sejarak 1 m antara tiang beton satu dengan yang lainnya.

6. Bekisting yang digunakan berbentuk persegi panjang berukuran 8 m x 100 m untuk satu sisi. Sedangkan untuk kedua sisi dibutuhkan 2x luasnya. 7. Bendungan yang akan dicor berdimensi p x l x t = 100 m x 1 m x 8 m. 8. Bekisting yang dibongkar berbentuk persegi panjang berukuran 8 m x 100

m untuk satu sisi. Sedangkan untuk kedua sisi dibutuhkan 2x luasnya.

Tabel 4.44. Perkiraan biaya investasi keseluruhan

No Item Pekerjaan Total

1 Pra desain Rp210.000.000,00

2 Pekerjaan bangunan sipil Rp1.309.766.794,50 3 Pemasangan dan pengadaan peralatan Rp2.375.716.000,00 4 Pekerjaan jaringan distribusi Rp1.145.276.950,00

Jumlah Rp5.040.759.744,50

PPN 10% Rp504.075.974,45


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil tinjauan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan syarat kelayakan untuk membangun pembangkit listrik tenaga pasang surut sistem daur tunggal dan daur ganda menggunakan kolam tunggal dengan beda tinggi rata-rata h minimal 2,5 m, maka didapat 2 tempat yang berpotensi dari 6 lokasi studi yang ditentukan. Kedua tempat itu adalah Sungai Asahan (3,90 m) dan Bagan Siapi-api (6,40 m).

2. Dari hasil analisa data, daerah Bagan Siapi-api memiliki potensi kandungan energi yang cukup besar di kawasan Sumatera dengan perkiraan energi yang dihasilkan setiap tahunnya sebesar 34,83 MWh untuk sistem daur tunggal (air surut) dan untuk sistem daur ganda sebesar 43,68 MWh dengan menggunakan kolam tunggal seluas 1 ha.


(4)

5.1 Saran

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mendukung desain dan keberhasilan dari perencanaan PLTPS Bagan Siapi-api antara lain:

1. Di Indonesia perlu adanya pengumpulan data pasang surut air laut dalam jangka waktu 19 tahun untuk mengetahui MHWL dan MLWL yang tepat. 2. Perlu adanya kajian nilai ekonomis yang lebih mendalam terhadap

penerapan pembangkit listrik tenaga pasang surut air laut ditinjau dari segi nilai investasi, pengembalian modal investasi dan energi yang dihasilkan. 3. Dalam penelitian ini, belum melibatkan perhitungan struktur secara

mendetail sehingga perlu direncanakan struktur yang tepat agar dapat menerapkan pembangkit listrik tenaga pasang surut yang ekonomis.

4. Penggunaan susunan kolam tunggal dengan sistem daur ganda merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperhitungkan besarnya potensi energi listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik tenaga pasang surut. Untuk itu, perlu adanya penerapan metode lain agar dapat diperoleh perbandingan besarnya energi yang dihasilkan.

5. Disarankan kepada pemerintahan Indonesia 2014 s/d 2019 yang baru ini memberikan fokus penelitian tentang energi terbarukan (renewable energy) yang salah satunya adalah energi dari pasang surut. Energi ini nantinya dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan gas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, A. F. 2014. Studi Pemanfaatan Gelombang Pasang Surut sebagai Energi Pembangkit Listrik Alternatif. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Boyle, G. 2004. Renewable Energy. United Kingdom: Oxford University Press.

Chang, J. 2008. Hydrodynamic Modeling and Feasibility Study of Harnessing Tidal Power at The Bay of Fundy. California: University of Southern California.

Dinas Hidro-Oseanografi. 2013. Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL.

Gorlov, A. M. 2001. Tidal Energy. Massachusetts: Academic Press Northeastern University.

Hardisty, J. 2009. The Analysis of Tidal Stream Power. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Bandung: Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum.

Laleu, V. d. 2009. La Rance Tidal Power Plant. Liverpool: British Hydropower Association Annual Conference.

MacKay, D. J. C. 2009. Sustainable Energy. England: UIT Cambridge Ltd.

Mahlan, M. 1984. Sumber Daya Pasang Surut sebagai Energi Pembangkit

Tenaga Listrik. Oseana, Volume IX, Nomor 2, Tahun 1984: 49-55 (ISSN: 0216-1877).


(6)

Open University Course Team. 1989. Waves, Tides and Shallow Water Processes. England: Published in Association with Pergamon.

Patty, O. F. 1994. Tenaga Air. Jakarta: Erlangga.

Sangari, F. J. 2012. Rancangan dan Ujicoba Prototipe Pembangkit Listrik Pasang Surut di Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Elektro, Volume 3, Nomor 1, Maret 2012: 33-36.

Simas, T. 2012. Jiangxia Pilot Tidal Power Plant. Date Submitted: 2 Juli 2012.

Soeharto, I. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga.

Surinati, D. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007: 15-22 (ISSN: 0216-1877).

Sutirto dan Trisnoyuwono. 2014. Gelombang dan Arus Laut Lepas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tantrawati, E dan Ruzardi. 2007. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Sistem Daur Ganda dengan Kolam Tunggal di Sumatera. Logika, Volume 4, No.1, Januari 2007 (ISSN: 1410-2315).

Triatmodjo, B. 2012. Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.

Wijaya, W. dkk. 2012. Analisa Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro di Sungai Logawa Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten

Banyumas. Transient, Volume 1, Nomor 3, September 2012: 24-34 (ISSN: 2302-9927).

Zakaria, A. 2009. Dasar Teori dan Aplikasi Program Interaktif Berbasis Web untuk Menghitung Panjang Gelombang dan Pasang Surut. Lampung: Magister Teknik Sipil Universitas Lampung.