Dasar Hukum khulu’ Pengertian Cerai gugat 1. Pengertian Secara Etimologi
Beliau memanggil Tsabit dan memberitahukanya untuk menerima kebun itu dan menceraikan wanita tersebut.
24
Selain kasus di atas, juga terdapat kisah tentang khulu’ yang diabadikan oleh Imam Malik dan Abu Daud, sebagaimana dikutip oleh Abu
Al-A’la Al-Maududi, sebagai berikut: ”Istri kedua Tsabit adalah Habibah. Suatu pagi, ketika Nabi Muhammad SAW, keluar melalui pintu rumahnya,
beliau mendapati Habibah menanti disana. Beliau menanyakan apa yang dia inginkan. Ia langsung menjawab: ”Wahai Rasulullah, aku tidak dapat hidup
bersama Tsabit.” Tsabit dipanggil. Habibah mengulangi permohonannya. ”Wahai Rasulullah, aku membawa semua yang diberikan Tsabit kepadaku.”
Nabi SAW. menyuruh Tsabit mengambil kembali apa yang telah diberikannya dan menyuruhnya untuk menceraikan wanita tersebut.
25
Seorang laki-laki dan seorang wanita dibawa kehadapan Khalifah Umar bin Khottob. Wanita itu mengajukan khulu’ . Umar menasihatinya agar
bertahan dan mencoba untuk bersatu dengan laki-laki itu. Ia membangkang, Umar memerintahkan agar perempuan itu ditinggalkan sendiri dan
ditempatkan dalam penjara selama tiga hari. Pada hari keempat, dia dibawa kehadapan Khalifah. Ketika ditanya bagaimana perasaannya, ia bersumpah
bahwa itulah tiga malam yang paling damai yang pernah dirasakannya selama
24
Abu Al-A’la Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Daar El-Ulum, 1987, Cet. ke-3, h. 43
25
Ibid., h. 44
bertahun-tahun. Umar terharu mendengar isi hatinya. Ia memanggil suami perempuan itu dan memberikan putusannya: ”Ceraikanlah ia walaupun
dengan mengembalikan anting-antingnya.”
26
Juga kasus lain, tentang Ruqayyah, anak perempuan Mu’awwiz, menginginkan perceraian dengan suaminya, dengan memgembalikan semua
yang ia terima dari laki-laki itu. Suaminya tidak mau menerima pemberian itu. Persoalan itu dibawa kehadapan Khalifah Utsman. Kemudian Utsman
menerima permohonan wanita itu dan memperbolehkan laki-laki itu untuk menerima semua yang menjadi milik wanita tadi, termasuk kerudung penutup
kepalanya sebagai imbalan dari perceraian tersebut.
27
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa khulu’ itu sudah terjadi pada zaman Jahiliyah. Bahwa Amir bin Zharib kawin dengan kemenakan
perempuan Amir bin Harits. Tatkala istrinya masuk ke rumah Amir bin Zharib, seketika itu istrinya melarikan diri. Lalu Amir bin Zharib mengadukan
hal ini kepada mertuanya. Maka jawabnya: ”Aku tidak setuju kau kehilangan istri dan hartamu, dan biarlah aku pisahkan khulu’ dia dari kamu dengan
mengembalikan apa yang pernah kau berikan kepadanya.”
28
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa khulu’ sudah pernah terjadi sejak
26
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim, Beirut: Daar El-Fikr, 1987, Juz I, h. 275
27
Abu Al-A’la Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, ke-3, h. 45
28
Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah,
zaman Jahiliyyah hingga masa Rasulullah, juga hingga masa kini dan masa yang akan datang.