Jumlah Guru Sekilas Tentang Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi

Ayat 1: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan 2. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam 3. Waqaf dan shadaqah Susunan Pengadilan Agama secara umum, termasuk Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi, diatur dalam UU No. 7 tahun 1989, yaitu: 1. Secara Hirarki Institusional Susunan hirarki Pengadilan Agama secara institusional diatur dalam pasal 6 UU No. 7 tahun 1989, yang menurut pasal ini lingkungan Pengadilan Agama terdiri dari dua tingkat, yaitu: a. Pengadilan Agama tingkat pertama b. Pengadilan Tinggi Agama 2. Secara Struktural Bedasarkan UU No. 7 tahun 1989 dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 004 tahun 1990 serta Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 303 tahun 1990 ditetapkan bahwa struktur organisasi Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi sebagaimana berlaku pada Pengadilan Agama di lingkungan Depertemen Agama RI, adalah sebagai berikut: a. Ketua dibantu oleh wakil ketua b. Dewan Hakim c. Panitera atau Sekretaris di Bantu oleh wakil, yang membawahi sub-sub sebagai berikut: Sub Kepaniteraan Permohonan, Sub Kepaniteraan Gugatan, Sub Kepaniteraan Hukum, Sub Bagian Kepagawaian, Sub Bagian Keuangan, Sub Bagian Umum. d. Panitera Pengganti Juru Sita 21

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG CERAI GUGAT

DAN STRATIFIKASI SOSIAL DI BIDANG EKONOMI

A. Pengertian Cerai gugat 1. Pengertian Secara Etimologi

Cerai gugat dalam Islam dikenal dengan istilah Khulu’. Khulu’ secara etimologi adalah pencabutan, pelepasan. 1 Abdurrahman Al-Jazili mengatakan bahwa Al-Khol’u dengan mem-fhathah-kan kha adalah masdar qiyasi yang mengandung pengertian An-Naz’u yaitu melepaskan atau menanggalkan. Sedangkan Al-Khul’u dengan men-dlamahkan-kan huruf kha adalah masdar sima’I dari khoola’’a yang juga secara etimologi mengandung pengertian melepas atau menanggalkan. Tapi penggunaan yang terakhir ini, secara majaz adalah melepaskan hubungan suami-istri, karena keduanya merupakan pakaian bagi yang lainnya. Apabila keduanya melepaskan pakaian tersebut, maka berarti mereka melepaskan hubungan suami istri. 2 Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh As-Sunnah, mengartikan Khulu’ secara etimologi sebagai berikut: 1 A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressef, 1997, Edisi Terlengkap, h. 361. 2 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh a’la al-Mazahib al-Arba’ah Beirut: Daar al-Kutu, t.th h. 386 َوْا ُﺨﻟ ْﻠــ ُﻊ ﱠﻟا ِﺬ ْي َأ َﺎﺑ َﺣ ُﮫ ْﺳ ﻹا َﻼ ُم َﻣْﺄ ُﺧ ْﻮـ ٌ ذ ِﻣ ْﻦ َـﺧ ْﻠــ ِﻊ ﱠﺜـــﻟا ْﻮ ِب ِإ َاذ َأ َز َﮫﻟا ُ َﻷ ن ﱠ َﻤﻟا ْﺮ َء َة ِﻟَﺒ س ﺎ ﱠـــﻟا ُﺟﺮ ِﻞ َو ﱠــــﻟا ُﺟﺮ ِﻞ ِﻟ َﺎﺒ ٌس ﱠﮭﻟ ﺎ َ ٣ Artinya: ”Khulu’ yang dibenarkan hukum Islam tersebut berasal dari kata ”khal’uts tsaubi”, artinya menanggalkan pakaian, karena perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki sebagai pakaian bagi perempuan.” Pengertian ini diambil dari firman Allah: ..... ِﻟ ﱠﻦُھ َﺎﺒ ٌس ﱠﻟُﻜ ْﻢ َو َأﻧ ْـــ ُﺘْﻢ ِﻟ َﺎﺒ ٌس ُﱠﮭﻟ ﱠﻦ ... ةﺮﻘﺒﻟا :