Pengertian Stratifikasi Sosial Di Bidang Ekonomi

Stratifikasi pendidikan yaitu hak dan kewajiban masyarakat sering dibeda-bedakan atas dasar tingkat pendidikan formal yang berhasil mereka raih. 2. Stratifikasi Pekerjaan Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan antara manajer serta tenaga eksekutif dan tenaga administratif; antara asiten dosen, lektor, dan guru besar, antara tamtama, bintara, pedesaira pertama, pedesaira menengah, pedesairah tinggi. 3. Stratifikasi Ekonomi Stratifikasi Ekonomi yaitu pembedeaan masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, hal ini juga merupakan suatu kenyataan sehari-hari. Stratifikasi ekonomi adalah salah satu faktor dominan yang menentukan kelangsungan hidup rumah tangga seseorang. Apabila ekonominya berada pada tingkat atas mungkin tidak akan menjadi persoalan dalam segi kebutuhan materi, akan tetapi tidak sedikit fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa banyak para suami yang berhura-hura dengan hartanya, misalnya dengan mabuk-mabukan, main perempuan dan lain-lain. Hal ini sering menjadi pemicu kerusakan rumah tangga dikarenakan seorang istri yang berakhir pada gugatan cerai. Begitu juga sebaliknya ketika ekonomi seseorang berada di tingkat menengah sampai tingkat bawah juga bisa menjadi persoalan dalam rumah tangga, karena dengan ekonomi yang lemah sering kali kebutuhan runah tangga tidak tercukupi sehingga menyebabkan sering terjadi percekcokan dalam rumah tangga dan tidak sedikit sang isteri melakukan tuntutan cerai kepada suaminya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, maka stratifikasi sosial dibidang ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya perceraian yang sebagian besar menjadi tuntutan bagi isteri, hal ini dikenal dengan istilah cerai gugat. 51

BAB IV HUBUNGAN STRATIFIKASI SOSIAL

DI BIDANG EKONOMI DAN CERAI GUGAT A. Proses Cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak-Sukabumi Tata cara gugatan perceraian diatur dalam PP No. 91975 Bab V pasl 20-30 yang dilengkapi dan disempurnakan lebih lanjut oleh KHI seperti tercantum dalam Bab XVI tentang Putusnya Perkawinan yaitu pasal 113-148. bahkan oleh UU No. 71989 diperbarui lagi ke arah yang dinamis, praktis dan realistis,, seperti tercantum dalam pasal 73-89 mengenai tata cara cerai gugat. Proses cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi, berlandaskan pada hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan lingkungan Pengadilan Agama. Hukum acara yang berlaku pada lingkungan Pengadilan Agama disebutkan pada UU No. 7 Tahun 1989 bab IV mulai dari pasal 54 sampai dengan 92. dalam pasal 54 ditegaskan bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama ialah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan Umum. Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama mengacu pada hukum acara perdata pada umumnya kecuali yang diatur secara khusus, yaitu dalam memeriksa perkara sengketa perkawinan. Dalam memeriksa sengketa perkawinan pada umumnya dan utamanya dalam perkara perceraian berlaku hukum acara khusus yaitu yang diatur dalam: 1 1 Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelaja, 1998, Cet. II, h. 201 1. UU No. 11974 dan PP No. 91975 tentang perkawinan 2. Inpres No. 11991 tentang KHI 3. PMA No. 21987 tentang Wali Hakim 4. Peraturan-peraturan lain yang berkenaan dengan sengketa perkawina Pada hakekatnya sifat utama hukum acara perdata Pengadilan Agama adalah pemeriksaan perdata dimulai, dilanjutkan dan ditetukan atas kemauan penggugat sebagai orang perseorangan. Negara dan pemerintah tidak campur tangan, ini sesuai dengan sifat dan hak dan kewajiban dalam hukum acara perdata. 2 Di lingkungan Pengadilan Agama dikenal dua sifat atau corak mengajukan permintaan pemeriksaan perkara kepada pengadilan. Yang pertama disebut “permohonan”, yang kedua disebut “gugatan”. 3 dalam bahasa sehari hari, kedua istilah tersebut kita kenal dengan “gugat biasa” dan “gugat permohonan. Oleh karena itu Pengadilan Agama hanya mengatur 2 dua prosedur untuk melakukan perceraian, yaitu: a. Permohonan thalak dari pihak suami , yang diatur dalam pasal 66 sampai dengan 72 UU No. 71989 b. Mengajukan gugatan cerai dari pihak isteri, yang diatur dalam pasal 73-86 UU No. 71989. 2 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung: Sumur, 1975, Cet. Ke-8, h.34 3 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama; UU No. 71989, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997, h. 192 Adapun prosedur cerai gugat itu sendiri sebagai berikut: 1. Mengajukan surat gugatan Perceraian atas inisiatif isteri cerai gugat ini seperti dimaksud pada pasal 38 huruf c UU No. 11974 tentang Perkawinan, memiliki tata cara tersendiri, tata cerai gugat ini diatur dalam pasal 20 sampai 36 PP No. 91975. selanjutnya pasal 39 Undang-Undang Perkawinan memuat ketentuan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan itu adalah ketentuan serasi demi kepentingan hukum dengan penentuan mengenai pencatatan akad nikah yang dilakukan pihak- pihak. Artinya diawal perikatan akadnya harus dicatatkan di kantor yang ditentukan yaitu pengadilan. 4 Adapun prosedur mengajukan gugatan perceraian cerai gugat sebagi berikut: Mengajukan surat gugatan harus memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat formil yaitu surat gugatan ditulis di atas kertas bermaterai dan ditanda tangani oleh penggugat atau wakilnya yang mendapat kuasa khusus. Sedangkan syarat materil yaitu surat gugatan memuat identitas para pihak, duduk perkara posita dan tuntutan hukumnya petitum. Petitum ini harus jelas dan lengkap, karena menurut pasal 178 HIR, Hakim wajib mengadili semua bagian dari petitum dan dilarang untuk memutuskan lebih dari pada yang diminta. 5 4 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang- Undang Perkawinan dan Hukum Perdata, Jakarta: Hidakarya Agung, 1981, h.4 5 Arso Sostroatmojo, Diktat Kuliah Hukum Acara Perdata, Jakarta: Fakultas Syari’ah IAIN Syarif Hidayatullah, 1983, h.7