Menurut Pendapat Ulama Pengertian Cerai gugat 1. Pengertian Secara Etimologi

Artinya: “Khulu’ adalah lafadz yang menunjukan terhadap perceraian bagi sepasang suami istri”. Menurut golongan Hanabilah mengartikan khulu’ sebagai berikut: ْﻦِﻣ ُجْوﱠﺰﻟا ُهُﺬُﺧ ْﺄَﯾ ٍضَﻮِﻌِﺑ ِﮫَِﺗأَﺮْﻣا ِجْوﱠﺰﻟا ُقاَﺮِﻓ َﻮُھ ُﻊْﻠُﺨـــــــــْﻟا ٍﺔَﺻْﻮُﺼْــﺨَﻣ ٍظﺎَﻔْﻟَﺄِﺑ ﺎَھِﺮْﯿَﻏ ْوَأ ِﮫِﺗَأَﺮْﻣإِ 18 Artinya: “Khulu’ adalah perceraian yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya dengan ‘iwadh yang diambil oleh suami istrinya dari istrinya orang lain, dengan menggunakan lafadz khusus.” Syekh Mahmudunnasir, memberikan definisi tentang khulu’ sebagai berikut: “Khulu’ adalah suatu pengertian hubungan pernikahan dengan izin dan atas keinginan istri yang dalam hal itu setuju untuk memberikan ganti rugi kepada suami untuk pembebasannya dari ikatan perkawinan.” 19 Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ulama mengenai khulu’ adalah proses thalaq yang dijatuhkan oleh suami sebagai akibat dari istri menebusnya dengan suatu harga tertentu, dengan menggunakan lafadz, khuli’ atau yang semakna dengan itu. Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa seorang suami atau isteri dibolehkan mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama, dengan alasan- alasan yang dapat diterima. Jadi, hak untuk memutuskan perkawinan bukan hanya 18 Ibid., h. 393 19 Syekh Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991, h. 509 milik suami, isteripun berhak untuk mengajukan permintaan cerai jika rumah tangga sudah tidak mungkin lagi dipertahankan. KHI pasal 113 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena: a kematian, b perceraian dan c atas putusan pengadilan. Selanjutnya pasal 114 disebutkan: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena thalak atau berdasarkan gugatan perceraian”, 20 dijelaskan pula tentang macam-macam perceraian, yaitu: thalaq, khulu’ dan li’an Selain alasan-alasan di atas, dalam KHI pasal 116 menambahkan alasan- alasan perceraian yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama, yaitu: a. Suami melanggar taklik thalak, dan b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidak-rukunan dalam rumah tangga. Menurut UU No. 71989 tentang Peradilan Agama cerai gugat adalah suatu cara yang dilakukan oleh isteri yang ingin berpisah, atas permintaan atau gugatan dari isteri yang dilakukan melalui Pengadilan Agama yang ditujukan kepada suaminya, seperti yang tercantum dalam pasal 73 disebutkan bahwa gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. 21 20 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001, h.56 21 Undang-undang Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989, BP. Dharma Bhakti, h. 70

4. Dasar Hukum khulu’

Dalil yang menjadi dasar hukum dibolehkannya khulu’ adalah sebagai berikut: a. Firman Allah ... َﯾ َﻻَو ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠﻻَأ ﺎَﻓﺎَﺨﱠﯾ ْنَأﱠ ﻻِإ ًﺄْﯿَﺷ ﱠﻦُھ ْﻮُﻤُﺘْﯿــَﺗَأ ﺎـﱠﻤﻣِ ُهْوُﺬُﺧ ْﺄَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜَﻟ ﱡﻞِﺤـ ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠﻻَأ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِﺈَﻓ ِﷲا َدْوُﺪُﺣ ْتَﺪَﺘْﻓ ا ﺎَﻤْﯿِﻓ ﺎَﻤِﮭْﯿَﻠَﻋ َحَﺎﻨُﺟَ ﻼَـﻓ ِﷲا َدْوُﺪُﺣ ِﮫِﺑ ... ةﺮﻘﺒﻟا : Selain dasar hukum yang penulis kemukakan diatas, masih banyak lagi kasus-kasus khulu’ dari permulaan sejarah yang bisa dijadikan dasar hukum diantaranya: Tsabit menpunyai dua orang istri, salah seorang diantaranya adalah jamilah, saudara perempuan kaum munafik, Abdullah bin Ubay. Jamilah tidak menyukai wajah Tsabit. Ia mendekati dengan permohonan khulu’. Ia berkata: ”Wahai Rasulullah, tak ada yang mampu mempersatukan kami, ketika aku mengangkat cadarku aku melihat, aku melihat ia datang ditemani oleh beberapa orang laki-laki. Aku dapat melihat bahwa dialah yang paling hitam, paling pendek dan paling jelek diantara mereka semua. Demi Allah aku bukan tidak menyukai karena kekurangan dalam keimanannya atau moralnya. Kejelekannyalah yang aku tidak sukai. Bila aku tidak takut kepada Allah, aku pasti telah menamparnya ketika dia masuk mendatangiku. Wahai Rasulullah, anda dapat melihat betapa cantiknya aku, tetapi Tsabit jelek sekali aku tidak menemukan kesalahan dalam agama dan moralnya, tetapi aku takut kekecewaanku akan menyeretku kepada kekafiran.” Dalam menjawab permohonannya, Nabi bertanya: Maukah kau mengembalikan kebun sebagai mahar yang diberikan kepadamu?” ia menjawab: ”Tentu wahai Rasulullah, aku siap memberinya lebih dari itu.” ” Tidak, tidak lebih dari itu, hanya kembalikanlah kebun itu.” kata Rasulullah. Beliau memanggil Tsabit dan memberitahukanya untuk menerima kebun itu dan menceraikan wanita tersebut. 24 Selain kasus di atas, juga terdapat kisah tentang khulu’ yang diabadikan oleh Imam Malik dan Abu Daud, sebagaimana dikutip oleh Abu Al-A’la Al-Maududi, sebagai berikut: ”Istri kedua Tsabit adalah Habibah. Suatu pagi, ketika Nabi Muhammad SAW, keluar melalui pintu rumahnya, beliau mendapati Habibah menanti disana. Beliau menanyakan apa yang dia inginkan. Ia langsung menjawab: ”Wahai Rasulullah, aku tidak dapat hidup bersama Tsabit.” Tsabit dipanggil. Habibah mengulangi permohonannya. ”Wahai Rasulullah, aku membawa semua yang diberikan Tsabit kepadaku.” Nabi SAW. menyuruh Tsabit mengambil kembali apa yang telah diberikannya dan menyuruhnya untuk menceraikan wanita tersebut. 25 Seorang laki-laki dan seorang wanita dibawa kehadapan Khalifah Umar bin Khottob. Wanita itu mengajukan khulu’ . Umar menasihatinya agar bertahan dan mencoba untuk bersatu dengan laki-laki itu. Ia membangkang, Umar memerintahkan agar perempuan itu ditinggalkan sendiri dan ditempatkan dalam penjara selama tiga hari. Pada hari keempat, dia dibawa kehadapan Khalifah. Ketika ditanya bagaimana perasaannya, ia bersumpah bahwa itulah tiga malam yang paling damai yang pernah dirasakannya selama 24 Abu Al-A’la Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Daar El-Ulum, 1987, Cet. ke-3, h. 43 25 Ibid., h. 44