Alasan untuk Terjadinya Khulu’

ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠ ﻻَأ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِﺈَﻓ ِﮫِﺑ ْتَﺪَﺘْﻓ ا ﺎَﻤْﯿِﻓ ﺎَﻤِﮭْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼـَﻓ َ ﷲا َدْوُﺪُﺣ ... ةﺮﻘﺒﻟا : terdapat kekhawatiran jika suami istri itu tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Kelima, pendapat yang membolehkan, kecuali jika disertai kerugian maka tidak boleh. Ini pendapat yang terkenal. Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 dinyatakan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan lain-lain yang sukar disembuhkan; 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; 3. Salah satu mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah hukuman berlangsung; 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan kewajibannya sebagai suamiistri; 6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Syed Mahmudunnasir, menerangkan bahwa dalam pasal 2 Undang- undang perceraian Islam 1939 di India dan Pakistan, memberikan alasan-alasan tertentu untuk memperoleh perceraian dari suami melalui pengadilan. Undang- undang itu memberikan daftar yang agak lengkap mengenai alasan-alasan bagi seorang istri muslim, agar dapat memperoleh status perceraian secara hukum. Alasan-alasan menurut Undang-undang itu adalah sebagai berikut; 1. Bahwa tempat tinggal suami belum diketahui selama masa empat tahun; 2. Bahwa suami telah menelantarkan atau tidak memberikan biaya hidupnya selama masa dua tahun; 3. Bahwa suami telah dihukum penjara untuk masa tujuh tahun atau lebih; 4. Bahwa tanpa sebab yang memadai, suami tidak melaksanakan kewajiban- kewajiban bersuami-istri selama masa tiga tahun; 5. Bahwa suami impoten pada masa pernikahan dan tetap demikian; 6. Dan suami telah menjadi gila selama dua tahun atau menderita penyakit lepra atau kelamin yang ganas; 7. Bahwa istri yang telah dinikahkan oleh pihak bapak atau walinya sebelum mencapai usia lima belas tahun sekarang enam belas tahun di Pakistan menolak pernikahan sebelum mencapai usia delapan belas tahun, asal pernikahan itu belum sempurna belum terjadi hubungan seksual; 8. Bahwa suami memperlakukan istri dengan kejam, yaitu: a. Biasa menganiaya atau membuat kehidupannya menderita karena kekejaman prilaku itu tidak sampai berupa penganiayaan fisik, Berhubungan dengan perempuan keji atau menempuh kehidupan baru,; b. Berusaha memaksanya untuk menempuh kehidupan yang tidak bermoral. c. Meniadakan harta kekayaannya atau menghalanginya melaksanakan hak- hak yang sah atas harta kekayaan itu, Menghalangi praktek keagamaan, d. Jika suaminya mempunyai istri lebih dari satu, tidak memperlakukannya dengan adil sesuai dengan ketetapan-ketetapan al-Quran; 9. Karena alasan lain yang diakui keshahihannya oleh hukum Islam untuk memutuskan pernikahan.

D. Pengertian Stratifikasi Sosial Di Bidang Ekonomi

Sebelum menjelaskan apa itu pengertian stratifikasi sosial di bidang ekonomi, ada baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang stratifikasi sosial secara umum. Dalam sosiologi dikenal dengan istilah Social Stratification yang berarti sistem lapisan dalam masyarakat. Kata Stratification berasal dari stratum jamaknya: strata yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas rendah. 45 Selanjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertetntu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi dari hal-hal- tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan fihak-fihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat atau dikenal dengan istilah staratifikasi sosial, -dan dalam hal ini dibidang ekonomi- yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. 45 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1982, h 252 Menurut Selo Soemarjdan dan Soelaeman Soemardi, bahwa lapisan masyarakat didasarkan pada ukuran sebagai berikut: 46 1. Ukuran Kekayaan 2. Ukuran Kekuasaan 3. Ukuran kehormatan 4. Ukuran Ilmu Pengetahuan Ukuran tersebut di atas, tidaklah bersifat limitatif, karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran di atas amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu. Selanjutnya Ralph Linton yang dikutip Kamanto Sunarto 47 , bahwa stratifikasi seseorang dapat dibentuk oleh dua hal, yakni stratifkasi berdasarkan perolehan dan stratifikasi berdasarkan raihan. Stratifikasi yang dibentuk berdasarkan perolehan didapatkan dengan sendirinya, anggota masyarakat dibeda- bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok tertentu seperti kasta dan kelas. Sedangkan stratifikasi yang didasarkan pada raihan diantaranya adalah 48 : 1. Stratifikasi Pendidikan 46 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi I, Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1964, h. 257 47 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 2000. h. 86 48 Ibid. Stratifikasi pendidikan yaitu hak dan kewajiban masyarakat sering dibeda-bedakan atas dasar tingkat pendidikan formal yang berhasil mereka raih. 2. Stratifikasi Pekerjaan Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan antara manajer serta tenaga eksekutif dan tenaga administratif; antara asiten dosen, lektor, dan guru besar, antara tamtama, bintara, pedesaira pertama, pedesaira menengah, pedesairah tinggi. 3. Stratifikasi Ekonomi Stratifikasi Ekonomi yaitu pembedeaan masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, hal ini juga merupakan suatu kenyataan sehari-hari. Stratifikasi ekonomi adalah salah satu faktor dominan yang menentukan kelangsungan hidup rumah tangga seseorang. Apabila ekonominya berada pada tingkat atas mungkin tidak akan menjadi persoalan dalam segi kebutuhan materi, akan tetapi tidak sedikit fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa banyak para suami yang berhura-hura dengan hartanya, misalnya dengan mabuk-mabukan, main perempuan dan lain-lain. Hal ini sering menjadi pemicu kerusakan rumah tangga dikarenakan seorang istri yang berakhir pada gugatan cerai. Begitu juga sebaliknya ketika ekonomi seseorang berada di tingkat menengah sampai tingkat bawah juga bisa menjadi persoalan dalam rumah tangga,