c. Mangetahui pengaturan perlindungan pada bank selaku kreditur atas
penyelesaian kredit macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. d.
Memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya, dan bidang hukum perbankan khususnya.
2. Manfaat secara praktis yaitu agar dalam praktiknya, dapat bermanfaat
dalam mencari solusi penyelesaian kredit macet bank. Terutama mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur dalam perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah atau KPR.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide, gagasan, dan pemikiran penulis sendiri. Pemilihan judu l diambil berdasarkan beberapa penulisan ilmiah oleh
mahasiswa i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun belum ada judul yang sama dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur
atas Penyelesaian Sengketa Kredit Macet pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.”
E. Tinjauan Kepustakaan
Mengupas tentang perjanjian kredit, sepatutnya dipahami terlebih dahulu pengertian tentang perjanjian pada umumnya. Pengertian tentang perjanjian
seperti dikemukakan oleh beberapa pakar di bawah ini : Subekti mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
“suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.
2
“perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji
untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”
Wirjono Projodikoro :
3
Subekti mengatakan bahwa, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam.
Sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Pasal 1313 KUH Perdata, memberikan rumusan sebagai berikut :
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Dari perumusan Pasal 1313 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa
perjanjian atau persetujuan dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan
perjanjian adalah bahwa perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber lainnya, yaitu undang – undang.
Terhadap perjanjian kredit terdapat beberapa pandangan, yaitu :
4
Mirip dengan pendapat Subekti adalah pendapat Marhais Abdul Hay
5
2
Subekti. 1984, Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa, hlm 1.
3
Wirjono Projodikoro. 1993. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur, hlm 9.
4
Subekti. 1982. Jaminan – Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia. Bandung : Alumni, hlm 3.
5
Marhais Abdul Hay. 1975. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Pradnya Paramita, hlm 67.
, yang mengatakan bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam,
dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUH Perdata.
Universitas Sumatera Utara
Mariam Darus Badrulzaman
6
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Djuhaendah Hasan tidak sependapat dengan Subekti dan Marhais
Abdul Hay, karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang.
7
Perbedaan antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terletak pada beberapa hal, antara lain
yang menyatakan perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan bab XIII buku III
KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan.
8
1. Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan tujuan tersebut biasanya berkaitan
dengan program pembangunan. Biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan
dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut, dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.
:
2. Dalam perjanjian kredit, sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank
atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, pemberian pinjaman dapat
oleh individu. 3.
Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam, berlaku ketentuan
6
Mariam Darus Badrulzaman. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni, hlm 11.
7
Djuhaendah Hasan. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal. Bandung :
Citra Aditya Bakti, hlm 174.
8
Ibid, hal 174.
Universitas Sumatera Utara
umum dari buku III bab XIII KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit, akan berlaku ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama Bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia SEBI dan sebagainya.
4. Pada perjanjian kredit, telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman
harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, hanya berupa bunga saja dan bunga ini pun
baru ada jika diperjanjikan. 5.
Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melakukan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam
bentuk jaminan, baik materiil, maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian
perlunasan hutang, dan ini pun ada apabila diperjanjikan, juga jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini
9
a. Sifat konsensual dari suatu perjajian kredit merupakan ciri pertama yang
membedakannya dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris
, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam
meminjam. Perjanjian kredit mempunyai ciri – ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Ciri – ciri pembeda itu adalah :
9
Sutan Remy Sjahdeini. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank. Jakarta : Institut Bankir Indonesia, hlm 158 – 160.
Universitas Sumatera Utara
yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi
perjanjian kredit, yang jelas – jelas mencantumkan syarat – syarat tangguh, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang
konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan
penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatangani kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan
kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung
pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. b.
Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah
debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus
digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian, dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu dapat menimbulkan hak kepada
bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini
berarti, nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya
perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
pinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti. Oleh karena itu, pada perjanjian kredit bank, tidak berlaku ketentuan – ketentuan ke XIII buku III
KUH Perdata. c.
Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaanya. Kredit bank hanya dapat
digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan Cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lai hampir dapat dikatakn tidak mungkin atau
tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan mutlak
nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank.
Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni :
“perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, yang mewajibkan nasabah – nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan.”
10
Dari pengertian perjanjian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan yang dibuat antara bank selaku kreditur dengan
nasabah selaku debitur mengenai pinjaman dana untuk dijadikan modal dalam suatu usaha yang akan dijalankan debitur, dengan pengembalian dana tersebut
pada waktunya yang ditentukan disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha debitur.
10
Ibid, hlm 14.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktiknya, perjanjian kredit ini disetujui oleh bank hanya berdasarkan kepercayaan bahwa debitur akan segera melunasi utangnya pada
waktunya tertentu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai
kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Namun sekalipun bank telah melakukan penilaian yang ketat terhadap para calon
debiturnya, kredit yang diberikan selalu mengandung risiko. Risiko yang mungkin akan dihadapi, terutama oleh pihak perbankan selaku
kreditur adalah apa yang biasa sdikenal dengan istilah kredit macet. Yakni suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas
kredit bank pada waktunya
11
11
Gatot Supramono, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta : Djambatan, hal. 92.
. Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit
merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.
Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah pihak. Bagi nasabah, dalam hal ini nasabah yang masih beritikad baik, artinya kredit macet
terjadi bukan disengaja, kredit macet berarti ia harus menanggung beban kewajiban yang cukup berat terhadap bank. Karena bunga tetap dihitung terus
selama kredit belum dilunasi. Mengingat setiap pinjaman dari bank konvensional mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin
Universitas Sumatera Utara
lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat,
kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani
permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat
terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.
F. Metode Penelitian