Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan)

(1)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

TINJAUAN HUKUM ATAS PERJANJIAN

KREDIT SERBAGUNA MIKRO MANDIRI

(Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan)

SKRIPSI

OLEH :

ZAKI ALYAMANI

040200147

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Tinjauan Hukum atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH : ZAKI ALYAMANI

NIM : 040200147

BAGIAN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA BW

KETUA DEPARTEMEN

Prof.Dr. TAN KAMELLO, SH, MS NIP. 131 764 556

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof.Dr. TAN KAMELLO, SH, MS SYAMSUL RIZAL, SH, M.Hum

NIP.131 764 556 NIP. 131 870 595

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis memanjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala petunjuk rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa pada umumnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada khususnya guna memperoleh gelar Sarjana Hukum. Tertarik akan masalah kredit, maka penulis menulis judul ”Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri”, untuk dituangkan ke dalam tulisan (skripsi).

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis merasakan banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik itu berupa perhatian, dorongan, bimbingan, kritik dan saran. Untuk semua itu penulis mengucapakn rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Tan kamello, SH, MS, selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengesahan judul skripsi penulis dan Dosen Pembimbing I.

2. Bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis. Terima Kasih atas segala perhatian dan waktu yang telah Bapak luangkan untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Azwar Mahyuzar, SH selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun.

4. Bapak Zulkarnain, SH selaku dosen penguji yang juga telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini.


(4)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

5. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH, Mhum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak DR. M.Husni, SH, Mhum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Dariah sebagai pegawai administrasi Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan Bantuan dalam segala hal kepada Penulis.

9. Seluruh Staf pengajar dan pegawai administasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

10.Instansi terkait, dalam hal ini Bank Mandiri Kanwil I Medan, yaitu Ibu Shanti yang telah banyak membantu Penulis dalam mengerjai Skripsi ini, serta Ibu Elisa Baroes yang juga membantu Penulis dalam mempermudah segalanya.

11.Kedua Orangtua tersayang, H. Rehan Dahlan Zein dan my lovely mama HJ. Ellen Quddus yang senatiasa memberikan kasih sayang, cinta dan menyediakan segala kebutuhan Penulis, serta memberikan bantuan Moril dan Materil yang tak putus-putus. Terima Kasih mama dan papa atas doanya selama ini.

12.Kepada saudara-saudaraku tersayang yaitu Abande Andri Aufa, SE yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi adiknya, Kakanda Ulfa Syahla, SE yang telah memberikan banyak bantuan materil kepada penulis, Adinda Poppy Amanda yang telah banyak membantu penulis setiap saat.


(5)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

13.Kepada Tanteku tersayang yaitu HJ. Yanna Quddus, BA dan om tersayang DRS. Kamarul Hajar yang telah memberiakn nasehat yang mendalam kepada penulis. 14.Kepada tante Lili dan Om Karim yang telah banyak membantu Penulis dalam Hal

memberi nasehat.

15.Sahabat spesial Penulis yaitu Rini Mirza yang telah banyak memberikan saran dan pendapat serta nasehat yang telah banyak membantu penulis dalam segala hal dan juga telah mau mendengarkan curhat-curhat penulis.

16.Sahabat-sahabat baik penulis; yaitu si cubie Teteh, my friend Ilmi, Desi udah boleh donk pacaran, Dara, Fitri, Noiy, Putri Rismala, Puput Syawal, Sute, Yowa de mice. Surya Nala, Surya Yaya, Aneth, Sandra, Ruriy, Siti, Citra, Heri, kakak ayu thanks ya atas kenangan yang di berikan selama ini yang tidak bisa Penulis lupakan. Love you all guys.

17.Semua teman-teman stambuk 04 FH-USU, teman-teman Sejurusan Hukum Perdata BW dan senioren yang kenal dekat dengan penulis, dan juga para seluruh konsumen pembeli setia parfum dan sprei yang Penulis jual.

18.Spesial teman-temanku tersayang yang tidak bisa penulis lupakan yaitu Datok Lutfiqal Basyara dan M. Iqbal Bakti Ginting serta Andrie Prasantie Sitompul Terima Kasih ya atas Segalanya yang bisa membuat penulis selalu Bahagia

19.Dan seluruh pihak yang telah membantu Terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(6)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan. Dalam arti masih banyak kekeliruan dan kekhilafan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis. Namun Penulis tetap berharapkelak dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

Medan, februari 2008


(7)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh karena ketertarikan penulis terhadap aspek-aspek hukum yang timbul dari adanya pemberian kredit kepada pelaku usaha mikro khususnya pada Bank Mandiri Kanwil I Medan, dimana dalam pelaksanaan pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri para pemberi dan memperoleh kredit harus mengetahui serta memenuhi berbagai aspek hukum pada perbankan dalam hal ini terkait dengan prosedur-prosedur yang ada. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri tersebut, dan bagaimana bentuk jaminan untuk memperoleh Kredit Serbaguna Mikro Mandiri pada Bank Mandiri Kanwil I Medan, serta upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak perbankan dalam menyelesaikan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri tersebut.

Berdasarkan judul dan ketertarikan penulis maka dilakukan peneltian yang berlokasi di Bank Mandiri Kanwil I Medan. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif, dimana penulis meneliti dan melihat penerapan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri sesuai dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Penelitian juga dilakukan dengan mengambil data dan melakukan wawancara dengan pegawai Bank Mandiri Kanwil I Medan, dimana hal ini untuk mengetahui prosedur pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis memperoleh kesimpulan bahwa dalam melayani nasabah Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, Bank Mandiri Kanwil I Medan melayani dengan lengkap, sistematis, efisien informatif dan aman. Persyaratan yang lengkap akan mendukung proses pemberian kredit yang fleksibel. Di dalam pelaksanaan pengembalian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri pada Bank Mandiri Kanwil I Medan ialah debitur melakukan pembayaran secara mengansur setiap bulanya serta didapatkan pula bahwa penyelesaian kredit bermasalah pada Bank Mandiri Kanwil I Medan dengan cara damai dan melalui sarana hukum. Untuk itu hendaknya dalam melakukan prosedur pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri pada nasabahnya sebaiknya sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang ditetapkan sehingga dapat meminimkan resiko kredit bermasalah yang akan terjadi dan hendaknya pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan dalam menetapkan persyaratan kredit yang akan dipenuh kepada para nasabahnya haruslah bersifat fleksibel dan tidak memberatkan atau mempersulit nasabahnya dalam memperoleh Kredit Serbaguna Mikro Mandiri serta penyelesaian kredit kerdit bermasalah secara damai ataupun melalui saluran hukum hendaknya dapat menjadi upaya alternatif bagi kedua belah pihak baik Bank Mandiri Kanwil I Medan maupun nasabah dalam menyelesaikan masalah kredit yang membawa keuntungan tersendiri bagi kedua belah pihak.


(8)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……… i

Daftar Isi……… ii

BAB I : PENDAHULUAN………..…….. 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Perumusan Masalah……… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 6

D. Keaslian Penulisan.. ……… 7

F. Metode Penelitian... 8

G. Sistematika Penulisan... 9

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN..…… 11

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian…….……….... 11

B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian..………... 13

C. Asas-Asas Perjanjian………...…………... 17

D. Sifat dan Jenis Perjanjian……….……… 21

Bab III : PERJANJIAN KREDIT PADA BANK ………... 25

A. Arti dan Pengaturan tentang Kredit dalam Undang-Undang Perbankan………... 25

B. Fungsi Umum Perjanjian Kredit...………... 31

C. Syarat-syarat Perjanjian Kredit...………... 32

1. Syarat Membuat Perjanjian Kredit... 34


(9)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

D. Perjanjian Kredit dalam Perspektif KUH Perdata... 36

E. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku... 38 F. Jaminan Kredit ...…... 40

G. Lahir dan Berakhirnya Suatu Perjanjian Kredit... 45

H. Akibat Hukum dari Perjanjian Kredit..…... 46

I. Kredit Mikro...………... 48

J. Prosedur Pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri... 49

BAB IV : ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT SERBAGUNA MIKRO MANDIRI OLEH BANK MANDIRI KANTOR WILAYAH I (SATU) MEDAN.. 53

A. Syarat Pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri... 53

B. Kedudukan para Pihak pada Kredit Serbaguna Mikro Mandiri... 54

C. Bentuk Jaminan untuk Memperoleh Kredit Serba Guna Mikro Mandiri pada Bank Mandiri Kanwil I Medan... 57

D. Hal-hal yang Timbul dalam perjanjian pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri... 601

E. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Mandiri Kanwil I Medan dalam Penyelesaian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri... 63

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 67

A. Kesimpulan………... 67


(10)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerataan pembangunan sebagaimana dicanangkan oleh pemerintah merupakan aplikasi nyata dari pembukaan UUD 1945 yang ingin mewujudkan suatu kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam jajaran wilayah Indonesia.

Untuk mewujudkan suatu kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat, langkah awal yang harus ditempuh adalah memacu lajunya pertumbuhan ekonomi masyarakat secara totalitas dan terintegrasi dengan tidak membedakan suku, ras, golongan dan agama dari masyarakat. Dengan kata lain rasa nasionalisme harus ditumbuhkembangkan demi kepentingan bersama dalam memacu lajunya perekonomian bersama. Krisis ekonomi yang melanda indonesia akibat pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlepas dari kesalahan konsepsi pembangunan ekonomi pada masa lampau. Kebijakan yang berorientasi pada pengembangan usaha skala besar justru semangkin melemahkan tatanan perekonomian nasional. Ketergantungan usaha besar terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.1

Sejalan dengan keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara merata bagi seluruh masyarakat, tidak terlepas dari kebutuhan dana, yang dapat

1

Sustrisno Iwantoro, kiat sukses berwirausaha, strategi baru mengelola usaha kecil dan menengah, Gransindo, 2002, Hal. 9


(11)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

diperuntukkan guna membangun dunia industri, perdagangan maupun jasa. Untuk mendapatkan dana tersebut pada umumnya dalam praktek perekonomian, pihak yang membutuhkan dana meminjam uang dari para investor maupun para rekanan dan kolega kerja mereka. Di sisi lain, ada yang mendapatkan dana untuk pengembangan usahanya dari kalangan dunia perbankan.

Dana yang didapatkan dari kalangan dunia perbankan tersebut, dalam lalu lintas perundang – undangan dikenal dengan istilah kredit. Pengertian kredit ini tertuang dalam Pasal 1 butir 12 undang – undang nomor 7 Tahun 1992, yang berbunyi :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara pihak Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Sesuai dengan pernyataan di atas maka, Bank menyediakan dana untuk kredit tersebut. Hal ini sesuai dengan fungsi bank seperti tertulis dalam Pasal 3 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut :

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.”

Untuk mendapatkan kredit ini harus terlebih dahulu diadakan perjanjian antara pemberi kredit, dalam hal ini pihak Bank, dengan pihak penerima kredit yaitu debitor atau nasabah. Perjanjian yang dimaksud harus memenuhi syarat – syarat seperti dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu

1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu


(12)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4. Suatu sebab yang halal

Salah satu kredit yang ada pada Bank – Bank adalah kredit usaha Kecil. Pengertian Kredit Usaha Kecil ini dijelaskan Dalam Surat Keputusan Direksi bank Indonesia Nomor 26/24/KEP/DIR, Pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 yang berbunyi sebagai berikut:

Kredit yang diperhitungkan sebagai Kredit Usaha Kecil adalah :

1.Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit maksimum Rp 250 juta (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.

2.Kredit yang diberikan untuk pemilikan rumah yang memenuhi persyaratan tertentu.

3.kredit lain yang dianggap kredit produktif.

Dalam hal ini maka tujuan dari diadakannya kredit usaha kecil dan menengah yang diberikan oleh pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan mempunyai sasaran umum dan pemberdayaan koperasi dan UKM dalam lima tahun mendatang adalah :

1. Meningkatnya produktifitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional.

2. Meningkatkan proporsi usaha kecil formal.

3. Meningkatkan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya.

4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jati diri koperasi.

Dari rumusan tersebut di atas jelas terlihat bahwa pengembangan usaha kecil dan menengah merupakan salah satu sasaran pembangunan yang strategis yang perlu dicapai melalui berbagai program dan kebijakan pemerintah baik yang bersifat makro, sektoral dan regional. Misi dan tujuan dari pengembangan kredit mikro ini lebih diarahkan tidak saja untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha atau meningkatkan ekspor hasil industri namun juga ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, menumbuhkan kegiatan ekonomi didaerah tertinggal, persebaran industri,


(13)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

memperluas struktur industri serta pertumbuhan industi kecil dan menengah dalam jangka panjang.2

2

Amir MS, praktek eksport, Panduan bagi Pengusaha Kecil dan Menengah, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 2000 hal 6

Bank Mandiri Karwil I sebagai salah satu Bank yang memberi Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, dalam memberikan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri terlebih dahulu mengadakan perjanjian. Perjanjian yang dibuat disini adalah berupa formulir yang telah terlebih dahulu disediakan oleh pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan, jadi para nasabah yang akan menerima Kredit Serbaguna Mikro Mandiri harus menyetujui dan mematuhi ketentuan apa saja yang tercantum dalam formulir. Ini harus mendapat perhatian, sejauh mana formulir itu sudah memenuhi syarat – syarat seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan PerUndang – Undangan.(Pasal 1320 KUH Perdata)

Pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan dalam mengeluarkan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri tidak bertindak gegabah. Mereka mengeluarkan dana itu dengan terarah, selektif, dan berusaha menghindari kerugian yang disebabkan pemberian Kredit Mikro Mandiri. Hal ini dilakukan karena pada hakekatnya dana yang disalurkan pada peminjam, merupakan dana masyarakat yang dipercayakan pada pihak bank untuk menyimpan dan mengelolanya, yang diatur dalam pasal 3 UU No.7 Tahun 1992.

Dalam suatu pemberian kredit, pada umumnya memerlukan adanya suatu jaminan atau agunan. Hal ini dapat dijumpai pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut :

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”


(14)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Jaminan atau agunan yang tersirat dalam bunyi :”Bank Umum wajib mempunyai keyakinan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya...”. demikian juga halnya dalam pemberian Kredit Mikro Mandiri, agar nasabah (calon kreditor) dapat memperoleh kredit, dia harus memberikan suatu jaminan yang layak sesuai jumlah kredit yang akan diterimanya. Ini bertujuan untuk melindungi pihak Bank dari kemungkinan – kemungkinan tertimpa resiko kredit macet atau kredit bermasalah. Sumber pendapatan utama bank berasal dari pemberian kredit. Oleh karena itu dalam rangka perjanjian kredit sebelum permohonan kredit dikabulkan, Bank harus memperhatikan hal – hal yang menyangkut, antara lain : Keadaan Intern Bank dan Keadaan Calon nasabah.

Keadaan Intern Bank yang harus diperhatikan adalah plafond kredit, yaitu batas maksimun bagi Bank untuk mengoperasikan dananya, Jadi terhadap permohonan – permohonan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri yang masuk Bank harus memperhatikan apakah sektor yang dimintakan kreditnya itu masih terbuka plafondnya atau tidak. Kalau plafond kreditnya masih terbuka, maka permohonan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri dapat dipertimbangkan untuk diproses lebih lanjut.

Sebagai langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan permohonan dan calon kreditornya. Hal – hal yang perlu dipertimbangkan atau diperhatikan dari calon nasabah adalah sebagai berikut :

1. Kepribadiannya, yaitu karakter calon nasabah yang dapat dipercaya, jujur, dan bertanggung jawab.

2. Harta Bendanya, yaitu menyangkut harta calon nasabah yang dapat dijadikan agunan/jaminan.


(15)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Usahanya, yaitu usaha calon nasabah yang akan mendapat bantuan fasilitas dari pemberian kredit dan usaha yang sedang dijalankan calon nasabah yang memberi keyakinan kepada pihak Bank atas pemberian kredit tersebut.

4. Kemampuan dan kesanggupan membayar kembali pinjamannya, yaitu bagaimana prospek dari usaha calon nasabah yang dibantu melalui Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, apakah nantinya sanggup membayar Kredit Serbaguna Mikro Mandiri yang diminta.

Demikianlah beberapa hal yang menjadi latar belakang perlunya pengkajian lebih dalam mengenai perjanjian kredit serbaguna mikro mandiri.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri tersebut.

2. Bagaimana bentuk jaminan untuk memperoleh Kredit Serbaguna Mikro Mandiri pada Bank Mandiri Kanwil I Medan.

3. upaya – upaya apa yang dilakukan oleh pihak perbankan untuk mengatasi hal tersebut.

C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perjanjian Kredit Mikro Mandiri yang disediakan oleh Bank Mandiri Kanwil I Medan, apakah sudah sesuai dengan Peraturan Perundang –


(16)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam perjanjian tersebut ?

2. Untuk mengetahui bentuk jaminan dan pelaksanaan jaminan/agunan tersebut dalam pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri ?

3. Untuk mengetahui upaya –upaya yang telah dilakukan oleh Bank Mandiri Korwil I Medan dalam mengantisipasi Kredit macet ?

Berdasarkan tujuan tersebut di atas, maka penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai kajian bagi kalangan perbankan dan ahli hukum mengenai masalah kedudukan pinjaman dalam pemberian kredit .

2. Memberikan pemahaman hukum bagi para pihak – pihak dan masyarakat pada umumnya dalam proses pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri.

3. Sebagai bahan bagi yang berminat dalam proses pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri.

4. Data dan informasi ini yang diharapkan akan memberikan informasi kepada masyarakat dalam mengajukan permohonan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri kepada pihak bank.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan skripsi ini difokuskan tentang proses pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri dan pertanggungjawaban para pihak dalam Kredit Serbaguna Mikro Mandiri serta penyelesaian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri yang bermasalah oleh pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan.


(17)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan penelusuran penelitian kepustakaan dan hasil – hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi mengenai tinjauan hukum atas perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah penelitian lapangan atau field research, yaitu dengan cara mencari informasi, data, keterangan dari Bank Mandiri Kanwil I Medan terutama mengenai format formulir yang diajukan oleh pihak Bank. Dalam mencari data, informasi, keterangan akan diadakan melalui wawancara yang berhubungan dengan masalah Kredit Serbaguna Mikro Mandiri.

Dalam penelitian ini, juga dipakai penelitian melalui pustaka atau Library Research, yaitu melalui pencarian bahan – bahan dari buku – buku tentang Kredit Mikro Mandiri dan membandingkannya dengan kenyataan di lapangan. Khususnya dalam hal ini adalah dengan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku seperti :

1. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

2. Peraturan Pemerintah, yaitu peratuan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

3. Peraturan Bank Indonesia NOMOR : 7/ 39 /PBI/2005 tentang pemberian bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.


(18)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4. Peraturan Bank Indonesia NOMOR : 8/ 13 /PBI/2006 tentang perubahan atas peraturan bank indonesia NOMOR : 7/3/PBI/2005 tentang batas maksimum pemberian kredit bank umum.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam membaca dan memahami isi dari skripsi ini secara keseluruhan, penulis membuat sistematika atau garis besar dari penulisan skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dengan sub-sub bab masing-masing diuraikan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini dipaparkan sistematika penulisan skripsi ini dimulai dari apa yang menjadi latar belakang dari permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, keaslian penulisan, metode pengumpulan data, serta diakhiri dengan sistematika dari penulisan skripsi ini

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Didalam bab ini menguraikan tentang pengertian dan dasar hukum perjanjian menurut KUHPerdata, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas perjanjian, yang kemudian diakhiri dengan sifat dan jenis perjanjian.


(19)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III : PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

Bab ini menguraikan tentang arti dan pengaturan tentang kredit dalam Undang-Undang perbankan, fungsi umum perjanjian kredit, syarat-syarat perjanjian kredit, perjanjian kredit dalam perspektif KUHPerdata, perjanjian kredit sebagai perjanjian baku, jaminan kredit, lahir dan berakhirnya suatu perjanjian kredit, akibat hukum dari perjanjian kredit, kredit mikro, dan prosedur pemberian kredit serbaguna mikro mandiri.

BAB IV : TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT SERBAGUNA

MIKRO MANDIRI

(STUDI DI: BANK MANDIRI KANWIL I MEDAN)

Sesuai dengan permasalahan yang ada, pada penulisan skripsi ini maka dalam bab ini dijelaskan tentang syarat pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, kemudian juga mengutarakan mengenai kedudukan para pihak pada Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, setelah itu penulis juga menjabarkan tentang bentuk jaminan untuk memperoleh Kredit Serbaguna Mikro Mandiri pada Bank Mandiri Kanwil I Medan, serta hal-hal yang timbul dalam perjanjian pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Mandiri Kanwil I Medan dalam penyelesaian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


(20)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Bab ini merupakan bab penutup dari penguraian skripsi ini dengan memuat kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian-uraian dan pembahasab bab terdahulu dan saran-saran yang perlu dikemukakan yang sehubungan dengan tinjauan hukum atas perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak kepada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Dalam buku perikatan yang lahir dari perjanjian, karya Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian didefinisikan sebagai berikut :

” Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih ”.

Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu pihak atau lebih kepada satu pihak atau lebih, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut


(21)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor), dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Dengan demikian dimungkinkan suatu perjanjian melahirkan lebih dari satu perikatan, dengan kewajiban berprestasi yang saling timbal balik.

Hukum perjanjian sebagai bagian dari lapangan hukum mempunyai peranan yang sangat penting dalam dinamika kehidupan manusia, khususnya dalam usaha menciptakan jasa pelayanan yang terbaik dan terjamin bagi pemenuhan kebutuhan – kebutuhan manusia. Tanpa disadari, manusia seringkali melakukan suatu perjanjian, yang objek perjanjiannya berbeda – beda, Misal dalam membeli buku dari toko kita sudah melakukan perjanjian karena terlihat adanya kesepakatan kedua belah pihak mengenai harga. Dengan demikian salah satu pihak menyerahkan buku tersebut dan pihak lain membayar harga buku tersebut.

Suatu perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji pada orang lain atau dua orang berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Peristiwa inilah timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan. Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau lebih yang membuatnya. Perikatan atau verbintenis yang diatur dalam buku III KUHPerdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang termasuk dalam lapangan harta kekayaan yakni pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut.

Perjanjian dan antara perikatan mempunyai hubungan yang sangat erat, karena perjanjian merupakan sumber perikatan disamping sumber yang lainnya. Dewasa ini


(22)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dalam kemajuan yang begitu pesat, perjanjian pada umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis, namun ada juga melakukannya secara lisan yang didasarkan pada asas kepercayaan. Perjanjian secara lisan memang dapat dilakukan, tetapi apabila kita memerlukan pembuktian akan lebih baik jika perjanjian itu dibuat secara tertulis. Perjanjian tertulis mempunyai kekuatan hukum untuk membuktikan bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukum. Dasar hukum perjanjian adalah sesuai yang disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

”Semua perjanjian yang sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.”

Merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari Undang-Undang maupun karena perjanjian. Dalam membuat perjanjian secara tertulis, perlu diketahui syarat – syarat apa yang harus diterapkan dalam perjanjian, bagaimana kebebasan para pihak dalam perjanjian tersebut, keseluruhan secara umum terdapat dalam KUHPerdata. Jika para pihak menginginkan perjanjian tersebut dalam bentuk khusus, maka para pihak dapat membuat perjanjian di luar yang ditentukan dalam KUHPerdata, asal saja antara para pihak terdapat kesepakatan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1338 KUHPerdata.

B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian itu dikatakan sah apabila telah memenuhi empat kriteria, adalah sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian


(23)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal

Keempat syarat diatas merupakan syarat yang pokok dari suatu perjanjian. Keempat syarat ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut orang atau person yang mengadakan perjanjian. Sedangkan kedua syarat yang terakhir disebut syarat objektif, karena menyangkut perbuatan yang dilakukan atau dengan kata lain menyangkut kepada objek dari perjanjian.

Walaupun syarat tersebut dapat dikelompokkan dari segi subjek dan objek, bukanlah menunjukkan bahwa segi objek lebih penting dari segi subjek. Karena keempat syarat itu adalah merupkan hal yang essensial di dalam setiap persetujuan.

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat adalah bahwa pihak – pihak yang membuat perjanjian harus memberikan persetujuannya secara bebas, apa yang dikehendaki pihak yang satu haruslah merupakan kehendak dari pihak lain. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian haruslah seia sekata mengenai hal – hal pokok dari perikatan yang mereka lakukan. Uraian tentang kata sepakat di dalam suatu perjanjian, yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman:

”Bahwa kata sepakat mengadakan perjanjian berarti kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacad bagi perwujudan kehandak tersebut”3

3

. Prof. Dr. Mariam Darus, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Fakultas Hukum USU, 1974, hal. 36


(24)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kata sepakat yang diberikan dengan salah pengertian/kekhilafan, paksaan atau penipuan adalah tidak sah karena persetujuan diberikan dengan cacad kehendak.

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Mereka yang mampu melakukan tindakan hukum adalah orang dewasa, yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada dibawah pengampuan wali ataupun di bawah curatele. Dengan kata lain yang bersangkutan berdasarkan dari dalam dirinya sendiri menginsafi akan tanggung jawab dari apa yang telah diperjanjikan.

Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akalnya mampu mengetahui dan menghendaki apa yang diperjanjikan. Akan tetapi menurut hukum tidak semuanya dapat bertanggung jawab. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, pihak yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum atau membuat perjanjian adalah sebagai berikut :

1. Orang – orang belum dewasa

2. Mereka yang berada dibawah pengampuan

3. Orang – orang perempuan, dalam hal – hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang telah dilarang membuat persetujuan – persetujuan tertentu.

Yang dimaksud dengan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, akan tetapi apabila terlebih dahulu kawin dan bercerai, maka mereka telah dianggap dalam keadaan dewasa. Mereka yang berada di bawah pengampuan (curatele) yaitu orang yang tidak sehat akalnya, pemboros, orang yang lemah ingatannya, juga dinyatakan tidak cakap untuk membuat perikatan. Dalam hal ini undang-undang menganggap bahwa mereka tidak mampu menginsafi tanggung jawab,


(25)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

oleh karena itu, mereka tidak dapat bertindak melakukan perjanjian, dan untuk mewakilinya ditunjuk orang tua dan wakil pengampunya (curator).

Ketidakcakapan orang – orang perempuan sudah tidak sesuai lagi. Hal ini dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 3 Tahun 1963 kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negri seluruh Indonesia. Berdasarkan SEMA RI tersebut, kedudukan seorang perempuan dengan seorang laki - laki adalah sama. Ini diatur dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 undang-undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut :

1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

2. Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Ad. 3. Suatu hal tertentu

Setiap perjanjian harus jelas apa yang menjadi objek perjanjian. Sekurang – kurangnya dapat ditentukan apa jenisnya, jumlahnya, harganya, dan harus dapat diperdagangkan sesuai dengan Pasal 1332 KUHPerdata. Barang – barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan umum merupakan barang atau benda yang tidak dapat diperagangkan. Barang atau benda yang terlarang tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.

Pasal 1333 KUHPerdata mengatakan :

”Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung,”


(26)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Objek dari suatu perjanjian itu harus tertentu atau dapat ditentukan dan dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang kemudian akan ada (seperti mobil yang belum siap dirakit tetapi suda h dipesan dalam suatu perjanjian).

Ad. 4. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal bukanlah motif (dorongan) atau alasan dalam membuat perjanjian, karena motif atau alasan yang mendorong seseorang membuat perjanjian, tidak dipermasalahkan oleh hukum perjanjian, Jadi sebab yang halal adalah isi dan tujuan dari perjanjian atau persetujuan itu, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Pasal 1335 KUHPerdata mengatakan :

”Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

Pasal 1337 KUHPerdata mengatakan :

”Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.”

Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi tolak ukur adalah apakah isi dan maksud tujuan dari perjanjian yang dibuat itu bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang. Apabila perjanjian yang dibuat halal atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang, maka perbuatan tersebut dapat dilakukan. Dari keempat syarat sahnya perjanjian di atas, tidak ada diberikan suatu formalitas tertentu disamping kata sepakat pada pihak mengenai hal - hal pokok perjanjian tersebut. Tetapi ada pengecualian terhadap Undang-Undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa


(27)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil, misalnya perjanjian perdamaian dilakukan secara tertulis.

C. Asas – asas Perjanjian

Salah satu unsur yang penting dalam hukum perjanjian adalah asas hukum. Hal ini menunjukan betapa pentingnya asas hukum dalam suatu Undang-Undang. Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai asas-asas perjanjian, perlu dijelaskan pengertian asas. Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa Latin ”principium”, bahasa Inggris ”principle” dan bahasa Belanda ”beginsel”, yang artinya dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat.4

Pengertian asas dalam bidang hukum yang lebih memuaskan dikemukakan oleh para ahli hukum antara lain “A principle is the broad reason which lise at the base of a rule of law.” Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas tersebut yakni pertama, Kata ”principle” atau asas adalah sesuatu, yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyadarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan.

Principle is a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others. Pengertian ini belum memberikan kejelasan dalam ilmu hukum, tetapi sudah memberikan arahan tentang hal yang menjadi essensi dari asas yakni ajaran atau kebenaran yang mendasar untuk pembentukan peraturan hukum yang menyeluruh.

4

Prof. Dr. H. Tan Kamelo, S.H., M.S, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, Hal 157


(28)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak (the board reason); kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum (the best the rule of law). Oleh karena itu, asas hukum tidak sama dengan norma hukum, walaupun adakalanya norma hukum itu sekaligus merupakan asas hukum. Karakter asas hukum yang umum, abstrak itu membuat cita-cita, harapan (das sollen), dan bukan peraturan yang akan diperlakukan secara langsung kepada subjek hukum. Asas hukum bukanlah suatu perintah hukum yang konkrit dan tidak pula memiliki sanksi yang tegas. Hal-hal tersebut hanya ada dalam norma hukum yang konkrit seperti peraturan yang sudah dituangkan dalam wujud Pasal-Pasal PerUndang-Undangan. Dalam peraturan-peraturan dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan cita-cita dari pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari proses analitis (konstruksi yuridis) yaitu dengan menyaring (abstraksi) sifat-sifat khusus yang melekat pada aturan-aturan yang konkret, untuk memperoleh sifat-sifatnya yang abstrak5

1. Asas kebebasan berkontrak atau open system

.

Di dalam hukum perjanjian, Undang-Undang mencantumkan beberapa ketentuan yang menjadi dasar dari asas perjanjian. Adapun di dalam hukum perjanjian tersebut ada beberapa asas adalah sebagai berikut :

Asas yang utama dalam suatu perjanjian adalah asas yang terbuka atau open system. Asas terbuka adalah suatu asas yang menentukan bahwa setiap orang bebas untuk memperjanjikan apa dan kepada siapa. Ketentuan tentang asas ini disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :

5


(29)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

”Semua perjanjian yang sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini biasa disebut dengan asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. R. Surbekti menyebut asas kebebasan berkontrak ini denagan sistem terbuka (beginsel der contract vrijheid), hal ini merupakan penyimpulan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Jadi dengan adanya asas kebebasan berkontrak tersebut maka setiap orang yang ingin membuat perjanjian, leluasa untuk membuat peraturan – peraturan dan persetujuan – persetujuan dengan mencantumkan hak dan kewajiban masing – masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

2. Asas konsensual atau asas kekuasaan bersepakat

Perkataan konsensualisme berasal dari kata ”konsensus” yang artinya sepakat, setuju, dan mengizinkan. Sepakat merupakan suatu asas yang menentukan terjadinya suatu perjanjian. Ketentuan ini disebut pada Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi adalah sebagai berikut :

”Jual beli ini dianggap telah terjadi antar kedua belah pihak, seketika setelahnya orang – orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Maksud dari asas ini adalah tercapainya kata sepakat maka sah dan mengikatlah suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak dan berlakulah ia sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut. Namun dalam asas konsensualisme ini ada juga pengecualiannya yaitu dengan ketentuan yang harus


(30)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

memenuhi formalitas – formalitas tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang dalam berbagai macam perjanjian.

3. Asas Obligatoir

Di dalam hukum perjanjian mengenai penyerahan merupakan suatu perbuatan hukum untuk memindahkan suatu hak atas barang atau benda. Dalam hal ini penyerahan (levering), terlebih dahulu diadakan perjanjian yang mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak. Jadi perjanjian tersebut bersifat obligatoir maksudnya adalah yang dibuat para pihak tersebut, baru dalam taraf menyimpulkan hak dan kewajiban saja, serta sifatnya mengikat kedua belah pihak, dengan kata lain, bahwa perjanjian yang mendahului penyerahan itu belum mendahului hak milik. Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata adalah bersifat obligatoir karena dapat dengan nyata dan jelas terlihat dalam perjanjian, seperti perjanjian jual beli atau perjanjian tukar menukar.

4. Asas kelengkapan atau optimal system

Maksud dari asas ini adalah para pihak yang mengadakan perjanjian menginginkan ketentuan – ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang atau hukum perjanjian boleh disingkirkan. Akan tetapi, jika tidak secara tegas ditentukan dalam suatu perjanjian, maka ketentuan yang ada dalam Undang-Undanglah yang dinyatakan berlaku.

Berkaitan dengan uraian tersebut, sebagai contoh dapat dilihat dalam Pasal 1477 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :

” Penyerahan harus terjadi ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan jika tentang itu tidak telah diadakan persetujuan lain.”


(31)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Maksud dari ketentuan diatas adalah tempat penyerahan terhadap suatu barang yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian dapat ditentukan oleh masing – masing pihak, tidak selalu menentukan tempat penyerahan. Hal ini mungkin terjadi oleh karena kesengajaan atau tanpa disengaja, maka penyerahan barang yang terjual tersebut adalah tempat dimana barang tersebut dijual seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang.

D. Sifat dan Jenis Perjanjian 1. Sifat hukum perjanjian

Dalam sistem hukum barat, semua hak manusia dalam lapangan kekayaan harta benda dibedakan antara hak – hak kebendaan dengan hak – hak perorangan Perbedaan ini berasal dari Hukum Romawi. Dalam Hukum Romawi tersebut dikatakan bahwa hak kebendaan (zakelijk recht) memberi kekuasaan yang langsung atas suatu benda dan kekuasaan itu dapat dipertahankan pada setiap orang. Hak milik (eigendom recht) yang terdapat dalam Buku II Titel Ketiga KUHPerdata, sedangkan hak yang bersifat perorangan (persoonlijk recht), walaupun ada haknya juga memberikan kekuasaan langsung terhadap suatu benda. Dalam hukum barat dipandang sebagai suatu hal yang berlaku bagi dua pihak saja yaitu pihak yang berhak dan yang lain wajib, tanpa adanya campur tangan dari pihak ketiga. Hak – hak perorangan ini menurut sistem KUHPerdata pada umumnya dilahirkan pada suatu perjanjian.

Hukum perjanjian yang menjadi sumber hak – hak dari perorangan sebagian besar terdapat dalam buku III KUHPerdata. Perjanjian menurut KUHPerdata adalah bersifat perorangan seperti yang telah diuraikan. Dengan kata lain sifat perorangan dari hukum


(32)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

perjanjian mengandung pengertian bahwa perjanjian itu meskipun mengenai suatu benda, tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dengan orang, atau orang tertentu dengan orang lain tertentu.

2. Jenis-jenis Perjanjian

Didalam KUHPerdata dikenal beberapa macam atau jenis perjanjian yang dapat dibedakan menurut cara tertentu adalah sebagai berikut :

a. Dipandang dari segi prestasi, perjanjian dapat dibedakan atas :

1) Perjanjian Timbal Balik, merupakan perjanjian yang dilakukan menimbulkan kewajiban pokok (prestasi) terhadap kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian itu.

2) Perjanjian Timbal balik Tidak sempurna (onvolmaakt wederkerige of toevallig wederkerige overeenskomst), maksudnya adalah bahwa dalam perjanjian ini pihak yang satu memenuhi kewajiban yang tidak seimbang dengan kewajiban pihak pertama.

3) Perjanjian sepihak (eenzidige overeenskomst ), maksudnya adalah perjanjian yang dilakukan satu pihak mempunyai satu kewajiban atau prestasi.

b. Dipandang dari segi pembebanan, perjanjian dapat dibedakan atas:

1) Perjanjian Cuma-Cuma (on niet), maksudnya adalah perjanjian yang dengan mana pihak yang satu memberikan keunungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

2) Perjanjian atas beban (onder bezwarenden) maksudnya adalah perjanjian yang mewajibkan pihak-pihak memberi atau berbuat sesuatu


(33)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1) Perjanjian konsensual maksudnya adalah suatu perjanjian yang tercipta dengan tercapainya kata sepakat (persetujuan) yang merupakan para pihak yang mengadakan perjanjian.

2) Perjanjian riil, maksudnya adalah perjanjian yang baru tercipta apabila disamping persetujuan antara para pihak secara obligatoir, diikuti pula dengan adanya penyerahan barang.

d. Dipandang dari segi hasil perjanjian dapat dibedakan atas :

1) Perjanjian kumutatif atau perjanjian membalas (vergelden de overeenskomst), maksudnya adalah perjanjian yang di dalamnya terdapat keuntungan yang dinikmati oleh yang berhak atau atas nama yang menjanjikan prestasi tersebut. 2) Perjanjian untung-untungan (aletoir), maksudnya adalah perjanjian dalam suatu

prestasi yang dijanjikan dengan atau tanpa syarat, terdapat hanya suatu keuntungan dengan syarat, sedangkan dipenuhinya syarat itu tidak tergantung dari pokok-pokok yang bersangkutan, perjanjian itu diadakan justru berhubungan dengan kemungkinan dipenuhinya syarat tersebut.

e. Dipandang dari segi pokok kelanjutan, perjanjian dapat dibedakan atas : 1) Perjanjian Principal

Misalnya dalam suatu perjanjian jual-beli, untuk menyerahkan barang tersebut. 2) Perjanjian Acessoir

Misalnya dalam suatu perjanjian untuk menjamin cacat tersembunyi, perjanjian hipotik, perjanjian gadai, dan penyerahan hak mili atas kepercayaan.


(34)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

Sesuai dengan perkembangan zaman, khususnya di Negara Indonesia perkembangan hukum terus berkembang sesuai dengan jiwa dan kepribadiannya. Jika kepentingan masyarakat berubah maka hukum harus diperbaharui dan hukum yang tidak sesuai dengan tugas dan pengabdiannya kepada masyarakat harus ditinggalkan.

Kegiatan – kegiatan pembangunan yang dimulai sejak dahulu hingga saat ini diikuti dengan berkembangnya figur hukum dalam hukum perjanjian di Indonesia yaitu perjanjian baku/perjanjian standar. Perjanjian ini diperuntukkan bagi hubungan –


(35)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

hubungan hukum sejenis bagi mereka yang membutuhkannya, misalnya : perjanjian kredit, polis asuransi, perjanjian jual beli dan lain sebagainya.

Sebagaimana disebutkan di atas perjanjian kredit adalah perjanjian baku/perjanjian standar yang saat ini berkembang dan sudah banyak dilakukan masyarakat Indonesia dari semua lapisan yang membutuhkan kredit dengan mengikatkan diri pada perjanjian kredit yang disediakan oleh pihak Bank.

A. Arti dan Pengaturan tentang Kredit dalam Undang-Undang Perbankan 1. Arti dan pengaturan kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa latin ”creditum” atau ”credo”, dan bahasa Yunani ”credere” yang artinya percaya atau kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan dengan debitur mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan6

6

Rahmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan diIndonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 236

. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan, yang mana seseorang penerima kredit akan memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan terlebih dahulu di dalam perjanjian kredit.

Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan bahwa :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.


(36)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan batasan yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut, bahwa dalam pengertian kredit terkandung perkataan pinjam meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit. Atas hal itu pula, dapat dikatakan bahwa kredit merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan.

Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata pada Pasal 1754. Dengan demikian pembuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan – ketentuan KUHPerdata, tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan diantara para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Perjanjian pinjam meminjam menurut Bab XIII Buku KUHPerdata itu mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari bunyi Pasal 1754 KUHPerdata yang menyatakan adalah sebagai berikut :

”Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang – barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian kredit bank. Hal ini perlu untuk membedakan sumber dari kredit tersebut, yang bersumber dari bank. Pendapat dari Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan sebagai berikut :

”Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan atas pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan – hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir yang dikuasai oleh Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967(sekarang diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992) dan Bagian Umum kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penyerahan uangnya sendiri adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uang


(37)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua pihak”.7

1. Perjanjian kredit terjadi dalam pinjam uang saja, sedangkan perjanjian pinjam mengganti berlaku untuk semua barang yang sifatnya dihabiskan karena dipakai, seperti beras uang dan lain lain sebagainya

Perjanjian kredit dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian standar. Hal ini disebabkan bank telah menyediakan blanko perjanjian kredit, yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu dan tidak diperbincangkan dengan pemohon kredit. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat – syarat yang terdapat dalam blanko formulir atau tidak. Hal yang kosong adalah yang tidak mungkin diisi sebelumya, yaitu jumlah pinjaman, bunga, dan jangka waktu kredit.

Dengan menggunakan perbandingan hukum, terlihat bahwa dalam perjanjian kredit tersebut akan diperlukan ketentuan yang sama seperti perjanjian pinjam mengganti yang tunduk pada Bab V s/d XVIII Buku III KUHPerdata, sehingga akan terlihat bahwa perjanjian kredit itu merupakan hal yang khusus dari perjanjian pinjam mengganti adalah sebagai berikut :

2. Perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terjadi antara nasabah dengan bank atau antara bank dengan bank sentral (kredit likuiditas) atau dengan kata lain terjadi dalam dunia perbankan, sedangkan perjanjian pinjam mengganti menurut KUHPerdata terjadi dimana saja pada masyarakat pada umumnya.

7

.Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1991. hal.32


(38)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Pada Perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 ditetapkan jangka waktu tertentu juga dikenakan bunga yang telah ditentukan antara bank dengan nasabah, sedangkan perjanjian pinjam mengganti tidak selalu terjadi dengan jangka waktu dan dapat juga terjadi tanpa bunga (maratoir) antara pemnjam dengan yang meminjamkan barang tersebut. 4. Dalam perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

jo.Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tidak bebas untuk menentukan sendiri tujuan penggunaan kredit, sedangkan perjanjian pinjam mengganti berhak menggunakan pinjamannya dengan bebas.

5. Pada Perjanjian kredit menurut Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dikenakan bunga yang telah ditentukan bank, sedangkan menurut perjanjian pinjam mengganti pembayaran bunga tidak merupakan suatu keharusan.

Dari uraian diatas dapat disimulkan bahwa perjanjian kredit bank di Indonesia tergolong kepada perjanjian bernama karena termasuk pada perjanjian pinjam mengganti. Dalam aspek yang riil adalah perjanjian sepihak yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan ketentuan – ketentuan yang terdapat di dalam model – model perjanjian kredit yang digunakan di lingkungan perbankan. Perjanjian kredit dalam aspek yang riil ini tidak tunduk pada Bab XIII buku III KUHPerdata.

Peraturan yang menyatakan tentang kredit ini adalah tidak terlepas dari peraturan perbankan, sehingga yang menjadi dasar/landasan hukum kredit adalah peraturan mengenai perbankan. Pada mulanya, landasan hukum sistem perbankan di


(39)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953, tentang Pokok-Pokok Bank di Indonesia dan PP Nomor 1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Terhadap Urusan Kredit.

Dalam melalui kurun waktu lebih 10 tahun, sesuai dengan perkembangan politik dan perekonomian yang terjadi pada periode tersebut, maka keluarlah UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok perbankan dan UU Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Selanjutnya agar kemajuan yang dialami oleh perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar – benar dapat memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran rakyat, pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan pada UU Nomor 14 Tahun 1967, perlu dikembangkan dan disempurnakan. Untuk mencapai maksud itu disusunlah Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang mengatur tentang perbankan.

Dalam rangka pengolahan suatu permintaan kredit, sebagai pertimbangan diperlukan pembahasan dari segi apa sebenarnya yang dapat dihasilkan oleh bank secara potensil dan menyeluruh. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, pembahasan ini dititikberatkan kepada segi – segi idiil dan sprituil kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Hal ini merupakan landasan yang prinsipil sekaligus menyangkut politik dan teknik perkreditan. Oleh karena itu, dalam pengolahan suatu pemberian kredit bank juga mengarahakan kredit itu kepada segi – segi yang positif berdasarkan ketentuan –


(40)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang memiliki beberapa landasan yakni landasan idiil, landasan politis, dan landasan konstitusionil.

Landasan idiil adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang berdasarkan Pancasila, yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi dan bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur. Landasan konstitusional Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengandung ajaran demokrasi sebagai berikut :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Untuk pengaturan lebih lanjut pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, maka dibuat Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank - bank Umum. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tentang keduduka n Bank Umum dalam hal pemberian kredit.

Khusus untuk Kredit Usaha Kecil, diatur lebih khusus dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, yaitu Nomor 26/24/KEP/DIR, tanggal 29 Mei 1993 tentang Kredit Usaha Kecil. Dalam pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/A/UKK, tanggal 29 Mei 1993 tentang Kredit Usaha Kecil.


(41)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam membicarakan fungsi kredit tidak terlepas dari tujuan kredit yang mencakup ruang lingkup yang luas. Dalam hal ini terdapat dua fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit ini, adalah sebagai berikut :

1. Profitability

Merupakan maksud dan tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapat dari pungutan bunga.

2. Safety

Adalah keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar – benar terjamin sehingga tujuan profitabilitinya dapat benar-banar tercapai tanpa hambatan yang berarti.8

Oleh karena itu Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara, maka tujuan kredit tidak semata – mata mencari keuntungan, akan tetapi disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Faried Wijaya mengatakan kebijakan umum pemberian kredit ditujukan terutama untuk mendorong pembangunan dan mengkonsolidasi serta memperkuat kestabilan moneter. Dengan demikian berarti anggaran kredit merupakan dasar kebijakan kredit oleh Bank Sentral. Ia telah memberikan pembatasan secara kwalitatif dan kwantitatif, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan aktual dalam perekonomian.9

8

M. Tohar, Permodalan Dan Perkreditan Koperasi, Kanisius, Yogyakarta. 1999. hal 89.

9

.Faried Wijaya M. Perkreditan Dan Lembaga-Lembaga Keuangan Kita. Edisi I. BPFE-. Yogyakarta. 1991. hal.56


(42)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Perjanjian suatu kredit adalah harus mempunyai ketentuan – ketentuan atau syarat – syarat agar kredit tersebut dapat diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga pihak – pihak dalam perjanjian pemberian kredit ini dikemudian hari merasa dirugikan ataupun mengalami kerugian.

Yang menjadi syarat – syarat Perjanjian kredit adalah sebagai berikut 1. Adanya permohonan kredit

Pemberian kredit dimulai dengan adanya suatu permohonan dari calon debitor, karena dalam hal ini yang lebih dulu mempunyai kepentingan adalah debitor, permohonan kredit dibuat berdasarkan permintaan atau keinginan dari pihak kreditor (pihak Bank), yaitu apa – apa saja yang harus diberikan/dilampirkan dalam permohonan tersebut.

Permohonan kredit ini dinyatakan sebagai suatu syarat dalam pemberian kredit adalah karena dengan adanya permohonan inilah maka ada suatu aksi balasan dari pihak kreditor/Bank untuk terjadinya pemberian kredit tersebut, karena hanya dengan permohonan inilah maka pihak Bank dapat mengetahuinya.

2. Pemakaian kredit harus sesuai dengan norma atau etika yang ada/berlaku yaitu sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah

Tujuan kredit merupakan suatu elemen Perjanjian kredit yang tidak bisa diabaikan. Pemberian kredit harus tidak bertentangan dengan ketentuan atau norma yang ada seperti garis kebijaksanaan pemerintah. Tujuan pemberian kredit ini digolongkan sebagai suatu syarat pemberian kredit adalah hanya dengan penggunaan kredit yang sesuai dengan norma/etika serta untuk meningkatkan perekonomian guna membangun masyarakat yang adil dan makmur.


(43)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Adanya agunan/jaminan

Jaminan adalah merupakan elemen yang harus ada dalam pemberian kredit. Yang mendasari pentingnya jaminan/agunan menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Menurut Edy Putra Tje’ Aman, pentingnya jaminan/agunan adalah

”karena Bank ingin mendapatkan kepastian bahwa kredit yang akan diberikan kepada nasabah dapat diterima kembali sesuai dengan syarat – syarat yang telah disetujui bersama.”10

4. Adanya persetujuan dari pihak Bank

Sesuai dengan keterangan diatas, jelaslah mengapa jaminan/agunan ini menjadi suatu hal yang pokok yang menjadi suatu syarat dalam pemberian kredit.

Pemberian kredit adalah tidak terlepas dari persetujuan pihak Bank, karena pihak Bank adalah merupakan pihak yang mempunyai wewenang dalam pemberian kredit tersebut. Persetujuan adalah pengabulan permohonan kredit dari calon debitor. Persetujuan ini termasuk sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi karena dengan adanya persetujuan ini maka pemberian kredit dapat dilaksanakan.

5. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak

Kesepakatan antara kedua belah pihak ini adalah merupakan tindak lanjut dari persetujuan pihak Bank. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu akta perjanjian yang memuat hal – hal yang menyangkut hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian

10

.Edy Putra Tje’ Aman. Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 1985. hal.40


(44)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kredit tersebut. Kesepakatan ini merupakan syarat dalam pemberian kredit, karena dengan kesepakatan inilah yang dimuat dalam perjanjian kredit tersebut diatur hubungan hukum kedua belah pihak.

1. Syarat Membuat Perjanjian Kredit

Pada prakteknya bentuk dan isi perjanjian kredit berbeda-beda antara satu bank dengan bank lainnya. Pada dasarnya suatu perjanjian kredit/pengakuan hutang harus memenuhi 6 syarat adalah sebagai berikut :

1. Jumlah hutang 2. Besarnya bunga 3. Waktu pelunasan 4. Cara-cara pembayaran 5. Klausal opeisbaarheid 6. Barang jaminan11

Apabila keenam syarat tersebut dikembangkan isi dari perjanjian kredit/pengakuan hutang yang termuat dalam Pasal – Pasal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlah maksimum kredit (plafond) yang diberikan oleh bank kepada Debitornya. 2. Cara/media penarikan kredit yang diberikan dilakukan di kantor Bank yang

bersangkutan. Penarikan dan pembayaran akan dicatat pada pembukuan Bank dan rekening debitor.

3. Jangka waktu dan cara pembayaran sampai jatuh tempo.

11


(45)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4. Mutasi keuangan debitor dan pembukuan Bank berbentuk rekening koran, diberikan salinannya setiap bulan oleh Bank kepada Debitor yang bersangkutan.

5. Pembayaran bunga, administrasi, provisi, dan denda.

6. Klausal opeisbaarheid yaitu klausul yang memuat hal – hal mengenai hilangnya kewenangan bertindak atau kehilangan hak bagi debitor untuk mengurus harta kekayaannya, barang jaminan serta kelalaian debitor untuk memenuhi ketentuan – ketentuan dalam perjanjian kredit atau pengakuan hutang sehingga debitor harus membayar secara seketika dan sekaligus lunas.

2. Hal – Hal yang Diatur dalam Perjanjian Kredit

Ada beberapa hal – hal yang diatur dalam akta perjanjian kredit adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan Pembuktian

Pada suatu akta otentik terdapat 3 macam kekuatan pembuktian yaitu:

a. Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa yang tertulis dalam akta tadi (kekuatan pembuktian formal)

b. Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh – sungguh peristiwa yang disebutkan telah terjadi (kekuatan pembuktian meterial atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat)

c. Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka notaris dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut (kekuatan pembuktian keluar)


(46)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

2. Grosse Akta Pengakuan Hutang

Kelebihan lain daripada akta perjanjian kredit/pengakuan hutang yang dibuat secara natariil (otentik) adalah dapat dimintakan Grosse Akta Pengakuan Hutang. Grosse Akta Pengakuan Hutang ini mempunyai kekuatan eksekutorial, artinya disamakan dengan keputusan hakim yang oleh bank diharapkan pelaksanaan eksekusinya tidak perlu lagi melalui proses gugatan yang biasanya menyita waktu lama dan memakan biaya yang besar.

3. Ketergantungan terhadap Notaris

Notaris dituntut untuk berperan aktif guna memeriksa segala aspek hukum dan kelengkapan yang diperlukan di dalam mengadakan perjanjian kredit. Notaris harus dianggap sebagai mitra dalam pelaksanaan suatu perjanjian kredit. Dalam hubungan itu bank akan meminta notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang telah ditetapkan oleh bank.

D. Perjanjian Kredit dalam Perspektif KUH Perdata

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang. Sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. Perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedangkan perjanjian hutang piutang bersifat riil.

Karena perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok maka perlu mendapat perhatian yang serius, baik oleh Bank sebagai kreditur maupun nasabah sebagai kreditur. Dasar hukum perjanjian kredit dari Perspektif KUHPerdata adalah sebagai berikut :


(47)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. KUHPerdata Bab XIII tentang perjanjian pinjam-meminjam uang.

2. Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 junto Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 :

a). Pasal 1 angka12 tentang perjanjian kredit.

b). Perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan – tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. c). Perjanjian kartu Kredit, yaitu perjanjian dagang dengan menggunakan kartu

kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit.

d). Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual-beli.

3. Perjanjian sewa-beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar.

(Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80)

4. Perjanjian meminjam dalam Undang-Undang melepas uang. 5. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-Undang Riba.

(Wolker Ordonantil S. 193. N:524)12

12


(48)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Dari umusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan tentang perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar dari perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam dalam KUHPerdata. KUHPerdata Pasal 1754 menyatakan bahwa :

”Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang – barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

E. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku

Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku (standard Contract), dimana isi atau klausal– klausal perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Calon nasabah debitor tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon debitor untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausal – klausal yang diajukan pihak Bank. Perjanjian baru ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon debitur sangat lemah, sehingga menerima apa saja syarat – syarat yang disodorkan oleh pihak bank, karena jika tidak demikian calon debitor tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud.

Beberapa pakar hukum menolak kehadiran perjanjian baku ini karena dinilai : a. Kedudukan pengusaha di dalam perjanjian baku sama seperti pembentuk

Undang-Undang swasta (Legio Particuliere wetgever), karenanya perjanjian baku bukan perjanjian;


(49)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Negara – negara Common Law System menerapkan doktrin unconscionability. Doktrin unconscionability memberikan wewenang kepada perjanjian demi menghindari hal – hal yang dirasakan sebagai bertentangan dengan hati nurani. Perjanjian baku dianggap meniadakan keadilan.

Sebaliknya beberapa pakar hukum menerima kehadiran perjanjian baku sebagai suatu perjanjian, hal ini karena :

a. Perjanjian baku diterima sebagai suatu perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (Fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian ini.

b. Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggungjawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani, tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.

c. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

Dengan demikian keabsahan perjanjian baku terletak pada penerimaan masyarakat dan lalu lintas bisnis untuk memperlancar arus lalu lintas perdagangan dan bisnis. Dunia perdagangan dan bisnis membutuhkan kehadiran perjanjian baku guna menunjang dan menjamin kelangsungan hidup usaha perdagangan dan bisnis. Perjanjian baku pada umumnya mengandung klausal yang tidak setara antara pihak yang mempersiapkan dan pihak lainnya. Isi, aturan atau ketentuan dan syarat - syarat klausal terlebih dahulu dipersiapkan dan ditetapkan secara sepihak oleh yang membuat perjanjian


(50)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh pihak lainnya. Perjanjian baku yang tidak setara ini perlu diwaspadai.

Sutan Remi Sjahdeini menyatakan bahwa berbeda dengan perjanjian – perjanjian baku pada lazimnya, dalam perjanjian kredit Bank bahwa Bank tidak hanya mewakili dirinya sebagai perusahaan Bank saja akan tetapi juga mengemban tugas kepentingan masyarakat, yaitu masyarakat penyimpan dana dan selaku bagian dari sistem moneter.13

Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung kembali pembayaran suatu utang.

Oleh karena itu, dalam menentukan apakah suatu klausal ini memberatkan, baik dalam bentuk klausal eksemsi atau dalam bentuk yang lain, perimbangannya sangat berbeda bila dibandingkan dengan menentukan klausal – klausal dalam perjanjian – perjanjian baku, pada umumnya yang para pihaknya adalah perorangan atau perusahaan biasa. Atas dasar perimbangan inilah maka tidak dapat dianggap bertentangan dengan ketertiban umum dan keadilan apabila di dalam perjanjian kredit dimuat klausal yang dimaksudkan justru untuk mempertahankan atau untuk melindungi eksistensi Bank atau bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter.

F. jaminan kredit

1. pengertian dan kegunaan jaminan Kredit

14

13

Sutan Remi Syahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank diIndonesia, hal 208

14

Thomas Suyitno,dkk Dasar-Dasar Perkreditan, Bandung, Armedia, 1992, hal 88

Jaminan merpakan salah satu elemen penting bagi bank dalam memberian kredit, baik itu perbankan konvensional, maupun perbankan syariah. Pentingnya jaminan ini pada umumnya adalah disebabkan bank ingin kepastian bahwa kredit yang diberikan


(1)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Kriteria kredit diraguka n

Apabila suatu kredit tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, yang berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa kredit masih dapat diselamatkan dan jaminannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang si peminjam termasuk bunga atau kredit tidak dapat diselamatkan, tetapi jaminan masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam.

d. Kriteria kredit macet

Apabila tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan atau memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu duapuluh satu bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit.

Dalam dunia perbankan, perjanjian kredit secara umum akan mengakibatkan timbulnya permasalahan yang tidak dapat dihindari, maka diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Namun dalam praktiknya Bank Mandiri Kanwil I Medan dapat meminimalisir adanya kredit macet, karena pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri diperuntukkan bagi karyawan, karyawati, dan Pegawai Negri Sipil instansi Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten. Pembayaran angsuran dilakukan secara bulanan dengan cara langsung didebet oleh pihak bank ke rekening tabungan debitor.

Dengan metode pembayaran angsuran kredit yang dilakukan oleh pihak Bank seperti ini, kredit macet atau kredit bermasalah sangat jarang ditemukan dan dapat diminimalisir. Namun demikian timbulnya kredit macet tidak dapat dihindari. Upaya – upaya yang dilakukan Bank Mandiri Kanwil I Medan dalam menyelesaikan kredit macet/kredit bermasalah adalah sebagai berikut :


(2)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

debitor yang terkena kredit macet.

Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi dilakukan dengan tujuan kredit bisa diselamatkan.

2. Melalui jalur hukum baik melalui Pengadilan Negeri

Setelah jalur negosiasi, kredit tidak bisa diselamatkan, maka ditempuh jalur hukum sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit. Dalam syarat – syarat umum perjanjian kredit PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk pada Pasal 8 ayat 2 menyebutkan bahwa

”Jika Debitur dan atau penjamin dan atau pemilik barang agunan tidak melaksanakan kewajiban pembayaran berdasarkan Perjanjian Kredit dan atau dokumen agunan, maka Bank berhak mengeksekusi agunan serta mengambil setiap tindakan hukum yang diperlukan”.

Untuk mencapai suatu eksekusi atas putusan hakim dalam proses gugatan biasa ini diperlukan tiga tingkatan peradilan yaitu:

a. Tingkat pertama yaitu Pengadilan Negeri

b. Tingkat kedua/banding yaitu Pengadilan Tinggi c. Tingkat ketiga/Kasasi yaitu Mahkamah Agung

Selain itu dapat juga diajukan permohonan eksekusi grosse akta. Permohonan ini dilakukan atas dasar dan kekuatan grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik.


(3)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada umumnya akta pemberiaan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri yang dibuat oleh pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan telah memenuhi syarat – syarat yang ada dalam perundang – undangan yang berlaku. Hanya saja dalam pelaksanaanya terlalu rumit, disebabkan pihak calon nasabah kurang mengerti klausal-klausal yang ada dalam akta perjanjian tersebut. Para calon nasabah menerima apa adanya karena mereka sangat membutuhkan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri. Kedudukan para pihak dalam perjanjian tersebut sudah seperti yang diharapkan hanya saja dalam hubungan hukum, yaitu hak dan kewajiban, pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan mempunyai kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan nasabah. Inilah yang menyebabkan sering terjadinya pengambilan keputusan secara sepihak oleh pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan untuk menghindari kerugian dikemudian hari.


(4)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kredit macet adalah sebagai berikut : a. Melalui negosiasi

b. Melalui upaya hukum

3. Pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri biasanya didasarkan kepada karakter, modal, keadaan ekonominya, serta usaha yang akan dijalankan. Pemberian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri disertai dengan jaminan yang dapat diberikan terdiri atas benda bergerak (kendaraan) dan benda tidak bergerak (tanah dan rumah)

B. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian dan untuk sebagai masukan dalam usaha mengembangkan Bank Mandiri Kanwil I Medan beberapa saran disampaikan sebagai berikut :

1. Dalam akte pembuatan Kredit Serbaguna Mikro Mandiri, agar dicoba menjelaskan kepada calon nasabah arti klausula-klausula dalam perjanjian tersebut dan mencoba menyadarkan mereka supaya tidak terpaksa menerimanya. Dalam hubungan antara pihak Bank Mandiri Kanwil I Medan dengan nasabahnya supaya dalam mengambil keputusan mencoba tidak secara sepihak, akan tetapi sama-sama menguntungkan bagi masing-masing pihak.

2. Dalam akte perjanjian tersebut, supaya dicantumkan dengan jelas apa yang menjadi hak debitor. Ini perlu agar debitor tidak merasa dirugikan dan tidak merasa dipaksakan.


(5)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhay, Marhainis, 1984, Hukum Perdata Meteril, Pradya Paramitha, Jakarta.

Darus, Mariam, 1991, Perjanjian Kredit Bank, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Darus, Mariam, 1974, Hukum Perdata tentang Perikatan, Fakultas Hukum USU, Medan.

Djumhana, Muhammad, 2000, Hukum Perbankan Indonesia, P.T. Citra Aditia Bakti, Bandung.

Iwantoro, Sutrisno, 2002, Kiat Sukses Berwirausaha, Stategi Baru Mengkelola Usaha Kecil dan Menengah, P.T Grasindo, Jakarta.

Kamelo, Tan, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, P.T Alumni, Bandung.

MS, Amir, 2000 Praktek Eksport Panduan bagi Pengusaha Kecil dan Menengah, P.T Mutiara Sumber Widya, Jakarta.


(6)

Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri (Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Tertentu, Sumur Bandung.

Putra, Tje aman, 1985, Kredit Perbankan Tinjauan Yuridis, Liberti, Yogyakarta.

Sutanto, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung.

Suyitno, Thomas, 1992, Dasar-Dasar Perkreditan, Armedia, Bandung.

Syahdeini, Remi,1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank diIndonesia, Institut bankir Indonesia, Jakarta.

Tohar, M,1999, Permodalan dan Perkreditan Koperasi, Kanisius, Yogyakarta.

Untung, Budi, 2000, Kredit Perbankan diIndonesia, penerbit andi, Yogyakarta.

Usman, Rahmadi, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan diIndonesia, P.T. Gramedia pustaka utama, Jakarta.

Wijaya, Faried, 1991, Perkreditan dan Lembaga-Lembaga Keuangan, BPFP- Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Graha Helvetia, Medan)

0 48 86

Tinjauan Hukum Tentang Pemberian Kredit dengan Jaminan Deposito (Studi Pada Bank Mandiri Medan)

0 35 111

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah oleh Bank Syariah Mandiri

8 78 125

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kredit Studi Pada Bank BRI Cabang Medan

9 97 109

Program CSR PT. Bank Mandiri, Tbk Dalam Menumbuhkan Minat Wirausaha di Kalangan Mahasiswa (Studi Deskriptif Program Seminar Wirausaha Mandiri dari PT. Bank Mandiri, Tbk Dalam Menumbuhkan Minat Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa Universitas Sumatera Uta

2 40 171

Pengaruh Pengalokasian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Bank Mandiri Kantor WilayaH I Medan

0 36 92

Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Kreditur dalam Penyelesaian Sengketa atas Kredit Macet yang Terjadi pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Medan)

0 44 121

Pengaruh Pemeriksaan Interen Terhadap Efektivitas Pengendalian Pemberian Kredit Pada PT. Bank Mandiri (Persero) TBK. Kantor Wilayah I Medan

0 49 134

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I (Persero) Tbk., Medan)

0 4 90

Tinjauan Yuridis terhadap Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Saat Terjadi Kredit Macet pada Bank Mandiri Medan (Studi pada Perum Jamkrindo Cabang Medan dan Kantor Wilayah I Bank Mandiri Medan)

0 8 162