Perbandingan Kadar Interferon Gamma Cairan Pleura Pada Efusi Pleura Exudativa Tuberkulosa Dengan Non Tuberkulosa

(1)

PERBANDINGAN KADAR INTERFERON GAMMA CAIRAN

PLEURA PADA EFUSI PLEURA EXUDATIVA

TUBERKULOSA DENGAN NON TUBERKULOSA

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonolgi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan

Oleh

MEILAND TINA JOHANNA DILIANA SILITONGA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

(3)

TESIS

PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN I. KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Judul Tesis : Perbandingan Kadar Interferon Gamma Cairan Pleura Pada Efusi Pleura Exudativa Tuberkulosa Dengan Non Tuberkulosa

Nama Peneliti: Meiland Tina Johanna Diliana Silitonga NIP : 400059440

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi : Rawat inap RS Pemerintah dan Swasta di Medan

Biaya : Rp. 20.000.000,-

Pembimbing : Dr. Widirahardjo, SpP(K)

     


(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KADAR INTERFERON GAMMA CAIRAN PLEURA

PADA EFUSI PLEURA EXUDATIVA TUBERKULOSA DENGAN NON TUBERKULOSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yang menyatakan Peneliti


(5)

Telah diuji pada:

Tanggal 01 Maret 2011

Panitia Penguji Tesis

Ketua

: dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K)

Sekretaris : dr. Noni N. Soeroso, Sp.P

Anggota

: - Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

-

dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)Onk

-

dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

-

dr. Pandiaman S. Pandia, Sp.P(K)


(6)

PERBANDINGAN KADAR INTERFERON GAMMA CAIRAN PLEURA PADA EFUSI PLEURA EXUDATIVA

TUBERKULOSA DENGAN NON TUBERKULOSA meiland silitonga, widirahardjo

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP H. Adam Malik

MEDAN 

ABSTRAK

Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian terbanyak

di seluruh dunia, juga merupakan penyebab utama efusi pleura. Diagnosa banding antara efusi pleura tuberkulosis dengan nontuberkulosis kadang-kadang sulit dilakukan, dan masih menjadi masalah klinis yang penting. Pemeriksaan konvensional tidak selamanya dapat membantu dalam menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis. Banyak studi yang meneliti manfaat pengukuran IFN- cairan pleura sebagai diagnosis awal efusi pleura Tuberkulosis.

Tujuan: Untuk membandingkan kadar IFN- cairan pleura pada efusi pleura eksudativa

Tuberkulosa dengan Non Tuberkulosa.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini memiliki sampel 11 orang penderita efusi pleura Tuberkulosis dan 22 penderita efusi pleura Non Tuberkulosis sebagai kontrol yang datang ke beberapa rumah sakit di Medan. Kadar IFN- cairan pleura diukur dengan menggunakan kit komersil yang tersedia.

Hasil: Kadar IFN- cairan pleura pada efusi pleura eksudativa tuberkulosa dengan non tuberkulosa (723 ± 482.65 pg/ml vs 17.11±20.05 pg/ml, p = 0.0001).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang sangat bermakna diantara kedua kelompok

dimana kelompok efusi pleura TB mempunyai kadar IFN- yang lebih tinggi dibandingkan dengan efusi pleura Non TB (nilai p = 0.0001). Perlu penelitian yang lebih lanjut untuk mendapatkan nilai sensitifiti dan spesifiti IFN- dengan jumlah sampel yang lebih banyak.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : dr. Meiland Tina Johanna Diliana Silitonga Tempat/Tgl. Lahir : Sibolga, 16 Mei 1976

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU Medan

Alamat : Jl. Flamboyan I/3 No.5 Kompl. Pemda Tk.II. Tanjung Selamat. Medan

PENDIDIKAN

a) SD RK Santa Maria Tarutung tamat tahun 1988 b) SMP Negeri 1 Tiga Dolok Simalungun tamat tahun 1991 c) SMA RK Budi Mulia P. Siantar tamat tahun 1994 d) FK USU Medan tamat tahun 2001

KELUARGA

Suami : Rev. Ir. Habonaran Richard Aruan, MA

PEKERJAAN

1. Dokter PTT di kecamatan Nainggolan-Tobasa tahun 2001-2003 2. Dokter fungsional di RS HKBP Balige tahun 2003-2005 3. Dokter PPDS dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU tahun 2005


(8)

PARTISIPASI

1. Menyajikan poster pada KONAS XII PDPI di Yogyakarta tahun 2009 2. Peserta pada KONAS XII PDPI di Yogyakarta tahun 2009 3. Peserta Workshop Basic if Interventional Bronchoscopy di Padang tahun 2009 4. Panitia dan Peserta pada MERCY I di Medan tahun 2010

TUGAS

Selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU telah menyelesaikan tugas:

1. Sari Pustaka : 6 buah 2. L. aporan Kasus : 5 buah 3. Journal Reading : 12 buah 4. Karya Ilmiah tingkat Nasional : 1 buah


(9)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera;

Terpujilah Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini dengan judul “Perbandingan Kadar Interferon Gamma Cairan Pleura Pada Efusi Pleura Exudativa Tuberkulosa Dengan Non Tuberkulosa.”

Tulisan ini merupakan tugas akhir yang merupakan syarat dalam penyelesaian pendidikan Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam karya tulis ini, namun penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat sebagai alat diagnostik yang mendukung diagnosa Efusi Pleura Tuberkulosis yang selama ini masih ada yang sulit ditegakkan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Yang terhormat Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan bertindak


(10)

ilmiah, yang mana hal tersebut sangat berguna bagi penulis untuk masa yang akan datang.

Yang terhormat dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K) Onk. sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik Medan yang telah banyak memberi penulis saran dan nasehat yang bermanfaat dalam penyelesaian pendidikan penulis.

Yang terhormat dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K), sebagai Ketua Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik Medan dan sebagai TK-PPDS yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna dalam menjalani masa pendidikan yang bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

Yang terhormat dr. Noni N. Soeroso, Sp.P sebagai seketaris program studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik Medan yang banyak memberikan motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini.

Yang terhormat Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK-USU/SMF Paru RSU. H. Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tulisan ini.

Yang terhomat dr. Widirahardjo Sp.P(K), sebagai pembimbing penulis dalam tulisan akhir ini yang telah banyak memberi bimbingan, bantuan teknis, masukan dan


(11)

dorongan moril serta penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Yang terhormat dr. Arlinda Sari Wahyuni, Mkes dan Drs. Abdul Djalil Amri Arma. M.Kes sebagai pembimbing statistik penulis yang telah banyak memberikan bantuan serta membuka wawasan penulis dalam bidang statistik.

Yang terhormat dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P(K) yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna dalam menjalani masa pendidikan yang bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

Yang terhormat Prof. dr. R. S. Parhusip, Sp.P(K), Alm. Dr. Sugito, Sp.P(K), dr. Usman Sp.P(K), Alm. Dr. Sumarli, Sp.P(K) yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna dalam menjalani masa pendidikan yang bermanfaat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

Penghargaan dan rasa terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat dr. Pandia P. S. Sp.P (K), dr. Fajrinur Syahrani, Sp.P (K), dr. Amira Permatasari Sp.P, dr. Parluhutan Siagian, Sp.P, dr. Bintang YM. Sinaga, Sp.P, dr. Setia Putra Tarigan Sp.P, dr. Ucok Martin Tambunan Sp.P, dr. Neti Damanik Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama penulis menjalani pendidikan ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSU. H. Adam Malik Medan, Direktur RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, Direktur RSU Pirngadi Medan, Direktur RS. Materna Medan, Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan,


(12)

Ketua Departemen Mikrobiologi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan, Ketua Departemen Kardiologi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan, Ketua Departemen Radiologi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan, Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU/RSU H. Adam Malik Medan, Kepala Instalasi Perawatan Intensif RSU H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan dan penelitian ini. Juga kepada pimpinan dan staf laboratorium PRODIA yang membantu pelaksanaan penelitian ini.

Penulis mengucapakan terimakasih kepada teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai Tata Usaha / Paramedis Poliklinik / Pegawai ruang bronkoskopi/ Ruang Inap Paru /Paramedis Unit Perawatan Intensif RSU. H. Adam Malik Medan, atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani pendidikan dan penelitian ini.

Dengan rasa hormat dan terimakasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada yang terhormat Ibunda tercinta Ny. B.P.G. Silitonga-Gandaria br. Lumban Tobing, yang dengan penuh cinta kasih dari semenjak kecil hingga saat ini dalam memberikan bantuan, dukungan dan motivasi dalam menjalankan pendidikan serta berkat doa dan restu beliau maka penulis dapat menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini, juga kepada Kakanda Julius Silitonga-Sylvia br. Sijabat, Adinda Paulus-Debbi Sitanggang, Linda Silitonga atas setiap doa, bantuan, dukungan serta motivasi yang diberikan kepada saya saat menjalani pendidikan ini. Dan terimakasih serta rasa hormat saya kepada Ibunda mertua Ny. R. Aruan – Hermina br. Simanjuntak, Kakanda Herbert Aruan-Djernih br. Silitonga dan Hotma Aruan-Juliana br. Simanjuntak serta keluarga besar Op.


(13)

Sabrina Aruan atas doa restu, bantuan dan dukungan serta motivasi selama menjalani pendidikan ini.

Kepada suamiku tercinta Richard Aruan yang selalu setia dalam suka dan duka, senantiasa memberi motivasi, doa, cinta kasih serta banyak pengorbanan selama ini, penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan atas semuanya.

Banyak hal dan peristiwa yang penulis jalani dan alami selama menjalani pendidikan ini tetapi semua itu adalah proses pembelajaran dan pembentukan karakter, meneguhkan iman dan untuk meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang paru, karena itu penulis menyadari kekhilafan, kesalahan, dan kekurangan yang penulis perbuat selama menjalani pendidikan ini. Disini penulis menyampaikan permohonan maaf dan terimakasih sebesar-besarnya. Semoga segala ilmu, keterampilan, pembinaan yang penulis dapatkan selama ini bisa menjadi berkat bagi sesama dan menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan Yesus Kristus.

Medan, Januari 2011

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Daftar Riwayat Hidup ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... ix

Daftar Singkatan ... xiii

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Lampiran... xvii      

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah... 6

1.3. Hipotesis ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.4.1. Tujuan Penelitian Umum ... 7

1.4.2. Tujuan Penelitian Khusus ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi Efusi Pleura ... 8

2.2. Epidemiologi... 8


(15)

2.4. Aspek Imunologis ... 12

2.4.1. Sitokin ... 12

2.4.2. Efek Biologik Sitokin ... 14

2.4.3. Efek Biologik IFN- ... 15

2.4.4. Sistem Imun Pada TB ... 17

2.5. Manifestasi Klinis ... 19

2.6. Diagnosis... 20

2.6.1. Apusan & Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura ... 21

2.6.2. Biopsi Pleura ... 22

2.6.3. Uji Tuberkulin... 22

2.6.4. Analisis Cairan Pleura... 22

2.6.5. Adenosin Deaminase(ADA) ... 23

2.6.6. Interferon gamma (IFN- )... 24

2.6.7. Polimerase Chain Reaction (PCR) ... 26

2.6.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 28

3.1. Desain Penelitian ... 28

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 28

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1. Populasi ... 28


(16)

3.4. Perkiraan Besar Sampel ... 29

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

3.5.1. Kriteria inklusi ... 30

3.5.2. Kriteria eksklusi ... 30

3.6. Kerangka Operasional Penelitian ... 31

3.7. Identifikasi Variabel... 32

3.8. Definisi Operasional ... 32

3.9. Peralatan dan Bahan... 33

3.10. Cara Kerja Penelitian ... 34

3.11. Analisis Data ... 37

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Profil Data Demografi Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB ... 40

4.2. Gambaran Keluhan Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB ... 40

4.3. Lokasi Efusi Pleura Pada Penderita TB dan Non TB ... 41

4.4. Gambaran Infiltrat pada Foto Toraks Pasien Efusi Pleura TB dan Non TB ... 42

4.5. Profil Cairan Pleura Secara Makroskopis Pada Pasien TB dan Non TB ... 43

4.6. Profil Kimiawi Cairan Pleura Pada Efusi Pleura TB dan Non TB ... 43

4.7. Gambaran Kadar IFN- Pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB... 44

4.8. Perbedaan Kadar IFN- Cairan Pleura Pada Penderita TB dan Non TB... 45

BAB 5. PEMBAHASAN ... 46


(17)

6.1. Kesimpulan ... 56 6.2. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(18)

DAFTAR SINGKATAN

Ab = Antibodi

ADA = Adenosin Deaminase

Ag = Antigen

AICD = Activation-Induced Invariant Peptide AIDS = Acquired Immunodeficiency Syndrome APC = Antigen Presenting Cell

ATS = American Thoracic Society BCG = Bacillus Calmette Guerin

BTA = Bakteri Tahan Asam

CD = Cluster of Differentiation FcR = Fragmen crystallizable Receptor HIV = Human Immunodeficiency Virus IAP = Immunosuppressive Acidic Protein

IFN = Interferon

Ig = Imunoglobulin

IL = Interleukin

LDH = Lactic Acid Dehydrogenase MAC = Macrophage Activating Cytokine MCP = Monocyte Chemotactic Protein MIP = Macrophage Inflammatory Protein MHC = Mayor Histocompatibility Complex

MN = Mononuklear

M. TB = Mikobakterium Tuberkulosis

NK = Natural Killer


(19)

PA = Posterior Anterior

PCR = Polymerase Chain Reaction

PMN = Polimorfonuklear

SD = Sel Dendritik

SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga sIL-2R = Soluble Interleukin-2 Receptor

TB = Tuberkulosis

TGF = Tumor Growth Factor

Th = T helper

TLRs = Tool Like Receptors TNF = Tumor Necrosis Factor

UK = United Kingdom

U = Unit

US = United State

WHO = World Health Organization


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Profil Data Demografi Penderita Efusi Pleura TB Dan Non TB...40

Tabel 2. Gambaran Keluhan Respirasi Dan Non Respirasi Pada Penderita Efusi Pleura TB Dan Non TB... ...41

Tabel 3. Lokasi Efusi Pleura Pada Penderita TB Dan Non TB... ... ...42

Tabel 4. Gambaran Infiltrat Pada Pasien Efusi Pleura TB Dan Non TB...42

Tabel 5. Karakteristik Cairan Pleura Secara Makroskopis Pada Pasien Efusi Pleura TB Dan Non TB...43

Tabel 6. Profil Kimiawi Cairan Pleura Pada Efusi Pleura TB dan Non TB* ...43

Tabel 7. Gambaran Kadar IFN- Pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB...44

Tabel 8. Perbedaan Kadar IFN- Cairan Pleura Pada Penderita TB Dan Non TB*...45

Tabel 9. Gambaran Cut Of Point Kadar IFN- Pada Beberapa Penelitian...…..54


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aktivitas pleotropik IFN- ... 13

Gambar 2. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu ... 14

Gambar 3. Efek biologik IFN- ... 16

Gambar 4. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis ... 18


(22)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian

Lampiran 3. Surat Persetujuan Bersedia berpartisipasi sebagai subjek penelitian

Lampiran 4. Status Penelitian Pasien

Lampiran 5. Keterangan Data Induk


(23)

PERBANDINGAN KADAR INTERFERON GAMMA CAIRAN PLEURA PADA EFUSI PLEURA EXUDATIVA

TUBERKULOSA DENGAN NON TUBERKULOSA meiland silitonga, widirahardjo

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP H. Adam Malik

MEDAN 

ABSTRAK

Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian terbanyak

di seluruh dunia, juga merupakan penyebab utama efusi pleura. Diagnosa banding antara efusi pleura tuberkulosis dengan nontuberkulosis kadang-kadang sulit dilakukan, dan masih menjadi masalah klinis yang penting. Pemeriksaan konvensional tidak selamanya dapat membantu dalam menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis. Banyak studi yang meneliti manfaat pengukuran IFN- cairan pleura sebagai diagnosis awal efusi pleura Tuberkulosis.

Tujuan: Untuk membandingkan kadar IFN- cairan pleura pada efusi pleura eksudativa

Tuberkulosa dengan Non Tuberkulosa.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini memiliki sampel 11 orang penderita efusi pleura Tuberkulosis dan 22 penderita efusi pleura Non Tuberkulosis sebagai kontrol yang datang ke beberapa rumah sakit di Medan. Kadar IFN- cairan pleura diukur dengan menggunakan kit komersil yang tersedia.

Hasil: Kadar IFN- cairan pleura pada efusi pleura eksudativa tuberkulosa dengan non tuberkulosa (723 ± 482.65 pg/ml vs 17.11±20.05 pg/ml, p = 0.0001).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang sangat bermakna diantara kedua kelompok

dimana kelompok efusi pleura TB mempunyai kadar IFN- yang lebih tinggi dibandingkan dengan efusi pleura Non TB (nilai p = 0.0001). Perlu penelitian yang lebih lanjut untuk mendapatkan nilai sensitifiti dan spesifiti IFN- dengan jumlah sampel yang lebih banyak.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang.1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”.2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru dengan apusan BTA positif.3 Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak penderita TB di dunia setelah India, dan Cina.2,3 Di Indonesia setiap tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

TB paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang paling sering terjadi setelah limfadenitis TB.4,5 Sekitar ± 30% infeksi aktif Mycobacterium tuberculosis (M. TB) bermanifestasi ke pleura.6

Efusi Pleura TB merupakan efusi pleura exudativa . Efusi pleura exudativa dapat disebabkan oleh banyak penyebab walaupun di Indonesia kebanyakan


(25)

disebabkan oleh kuman M. TB (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.7,8

Karena itu dalam menegakkan diagnosis efusi pleura exudativa TB dan efusi pleura exudativa yang bukan disebabkan oleh M. TB masih menjadi masalah klinis. Selama ini diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, analisis cairan pleura, temuan radiologis dan respons terapi terhadap obat anti TB (OAT) tetapi diagnosis ini dikonfirmasi dengan pemeriksaan konvensional yang disebut “gold standart” atau baku emas yaitu pemeriksaan cairan pleura Bakteri Tahan Asam (BTA) langsung atau kultur positif M. TB dan atau gambaran histologis granuloma kaseosa.9 Jadi diagnosis efusi pleura TB didapat dari hasil kombinasi sputum, histopatologi dan kultur. Pada metode diagnostik konvensional hasilnya kurang memuaskan karena sensitiviti pemeriksaannya cukup rendah walaupun kultur dan histopatologi digabungkan, sementara tindakan invasif yang berulang untuk mendapat hasil yang positif akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan menambah biaya.10

Diagnosis pasti efusi pleura TB adalah ditemukannya kuman M. TB pada cairan pleura, namun ini tidak efisien karena jumlah kuman M. TB tidak terlalu banyak pada cairan pleura dibandingkan sputum sehingga sensitiviti dan spesifisiti rendah pada pemeriksaan mikroskopis BTA sediaan langsung hanya sekitar 1%. Kultur cairan pleura lebih sensitif dibandingkan pemeriksaan apusan tetapi cara ini membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk tumbuh. Meskipun sensitiviti pemeriksaan spesimen biopsi pleura baik untuk kultur M. TB, amplifikasi asam nukleat M. TB


(26)

dan secara histopatologi dijumpainya granuloma yang mengalami perkijuan merupakan standar baku untuk menegakkan diagnosis efusi pleura TB, dengan nilai sensitiviti ± 39-80%, 90% dan 50-97% berturut-turut lebih tinggi, namun prosedur ini membutuhkan keahlian yang lebih baik dan lebih invasif.11,12,13,14 Karena itulah dibutuhkan pemeriksaan alternatif yang cepat dan akurat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB.15 Jika TB cepat didiagnosis dan diterapi maka pasien bisa cepat menjadi tidak infeksius dan cepat disembuhkan.3

Sekarang ini banyak petanda biologi untuk uji diagnostik efusi pleura TB yang mempunyai nilai sensitifiti tinggi, diantaranya pemeriksaan kadar interferon gamma (IFN- ) cairan pleura. IFN- ini merupakan suatu produk sitokin yang diaktifasi oleh sel T cluster of differentiation 4 (CD4+) pada subset T helper1 (Th1) yang berperan pada sistem imuniti seluler.16,17,18,19 Pasien-pasien efusi pleura TB cenderung mempunyai kadar IFN- cairan pleura yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien-pasien efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit lain.

Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk yang mengukur kadar IFN- cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan dilaporkan bahwa level cut-off 3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti 98%. Hasil positif palsu kebanyakan dijumpai pada keganasan hematologi. Namun sayang sekali penelitian ini tidak membandingkannya dengan kadar Adenosin Deaminase (ADA) cairan pleura. Kadar IFN- cairan pleura meningkat pada 14 pasien-pasien dengan status gangguan kekebalan tubuh dan 3 pasien yang menjalani transplantasi dengan efusi pleura TB. Pada penelitian yang dilakukan oleh Krenke dkk di Rusia dengan menentukan nilai cut-off 100 pg/ml didapati bahwa


(27)

pemeriksaan IFN- cairan pleura mempunyai nilai sensitiviti 100% dan spesifisiti mencapai 98,5%.20 Penelitian yang dilakukan oleh Akio dkk di Jepang, mereka membandingkan 6 pemeriksaan petanda biologi ADA, IFN- , Interleukin-12p40 (IL-12p40), IL-18, Immunosuppressive Acidic Protein (IAP), dan soluble IL-2 receptors (sIL-2R) untuk menegakkan diagnosis efusi pleura TB, terbukti bahwa IFN- mempunyai nilai sensitiviti dan spesifisiti yang lebih tinggi dibandingkan petanda lainnya, mereka menyimpulkan bahwa pemeriksaan IFN- merupakan pemeriksaan yang paling informatif dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya.21 Wongtim dkk menganjurkan agar pemeriksaan IFN- cairan pleura dijadikan sebagai pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB di daerah berprevalensi TB yang tinggi melihat dari hasil penelitian yang mereka buat mendapatkan bahwa IFN- mempunyai nilai sensitiviti dan spesifisiti yang cukup tinggi mencapai 95%.22

Penelitian yang dilakukan Keisuke dkk dengan membandingkan pemeriksaan ADA, INF- , IL-12p40, IL-18, IAP, and sIL-2R; mereka mendapatkan hasil bahwa IFN- mempunyai nilai yang lebih sensitif dan spesifik dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.23 Sebuah studi kasus pernah dilakukan oleh Strassburg dkk, mereka membandingkan pemeriksaan uji tuberkulin dengan IFN- dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB dan mereka mendapatkan hasil bahwa IFN- lebih sensitif dibandingkan pemeriksaan uji tuberkulin.24 Penelitian lain yang dilakukan di Afrika Selatan memberikan hasil dimana nilai sensitiviti dan spesifisiti pemeriksaan IFN- masing-masing 100% dan 72% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.8


(28)

Greco dkk melakukan ulasan metaanalisis dengan membandingkan pemeriksaan ADA dan IFN- dalam menegakkan efusi pleura TB. Dari hasil ulasan tersebut mereka menyimpulkan bahwa ADA dan IFN- dapat memberi diagnosis yang akurat pada efusi pleura TB dimana ADA mempunyai nilai sensitiviti dan spesifisiti 93% sementara IFN- 96%.25

Menurut tinjauan metaanalisis yang dilakukan oleh Jiang dkk di China membuktikan bahwa IFN- mempunyai nilai sensitiviti dan spesifisiti yang tinggi dalam menentukan efusi pleura TB sehingga pemeriksaan ini dapat dijadikan sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis efusi pleura TB.9 Di Indonesia, Ekanita telah melakukan penelitian pada tahun 2009 dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik klinis, radiologis dan pemeriksaan mikroskopis BTA, biakan M.TB, kadar IFN- pada efusi pleura TB terhadap 52 orang penderita efusi pleura TB, dari hasil penelitian ini ditarik asumsi bahwa semakin tinggi kadar IFN- maka semakin besar tingkat progresifitinya.26

Dari uraian di atas diagnosis efusi pleura TB sukar ditegakkan. Dimana metode konvensional seperti apusan BTA cairan pleura, kultur BTA cairan pleura, biopsi pleura, apusan BTA sputum, kultur BTA sputum belum efisien. Sedangkan diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat dan efektif adalah hal yang sangat penting dalam mengontrol penyakit ini, dan merupakan hal yang utama dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian. Jika penyakit ini dapat segera diketahui dan diobati dengan tepat maka komplikasi seperti empiema, abses, infeksi sekunder dan schwarte dapat dihindari.


(29)

Karena itu diperlukan pemeriksaan penunjang yang cepat, sensitif dan spesifik di dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB. Pemeriksaan kadar IFN- merupakan pemeriksaan yang cepat dimana kita bisa mendapatkan hasilnya dalam waktu 1 hari, juga sensitif dan spesifik seperti yang telah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya di berbagai negara. Di Indonesia penelitian mengenai perbandingan kadar Interferon Gamma cairan pleura pada efusi pleura exudativa Tuberkulosa dengan Non Tuberkulosa belum pernah dilakukan, karena itu penulis tertarik ingin mengadakan penelitian tentang bagaimana perbandingan kadar Interferon Gamma cairan pleura pada efusi pleura exudativa Tuberkulosa dengan Non Tuberkulosa.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas perlu diteliti bagaimana perbandingan kadar Interferon Gamma cairan pleura pada efusi pleura exudativa TB dengan Non TBa.

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar IFN- cairan pleura pada efusi pleura exudativa TB dengan Non TB.


(30)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk melihat perbandingan kadar Interferon Gamma cairan pleura pada efusi pleura exudativa TB dengan Non TB yang ada di rumah sakit Pemerintah dan Swasta di Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus

- Mendapatkan perbandingan data demografi penderita efusi pleura exudativa TB dan Non TB

- Mendapatkan perbandingan kimiawi cairan efusi pleura exudativa TB dan Non TB

- Mendapatkan perbandingan kadar IFN- cairan efusi pleura exudativa TB dan Non TB.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bila ternyata perbedaannya bermakna, maka pemeriksaan IFN- dapat dipakai sebagai alat bantu mendiagnosa efusi pleura TB secara cepat.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB.27 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.28

2.2. Epidemiologi

TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara berkembang.1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”.2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru


(32)

dengan apusan BTA positif.3 Diantara kasus baru itu diperkirakan 709 000 (7.7%) dengan HIV-positif.28 Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika sekitar 31%.3

Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring dengan peningkatan kasus HIV.4

Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China dengan angka insiden TB tertinggi di dunia.2,3 Di Indonesia setiap tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2

TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang paling sering terjadi selain limfadenitis TB.4,5 Sekitar ± 30% infeksi aktif M. TB bermanifestasi ke pleura.6 Menurut Jing dkk efusi pleura TB terjadi pada 10% penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan sebagai komplikasi dari TB paru primer.9 Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada 5% pasien dengan TB.14 Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.29,30


(33)

Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25% dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB hasilnya negatif.5 Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.31 Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.32

Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih tinggi.33 Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar 6%.32 Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif.35 Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa 38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi,dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.3,7


(34)

2.3. Patogenesis

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura.35 Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa denganbeberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda.30,36 Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura.30,35,36,37 Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.36

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema).36 Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.37

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang


(35)

antara paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.36

2.4. Aspek Imunologis 2.4.1. Sitokin

Sitokin merupakan golongan protein yang diproduksi oleh makrofag, eosinofil, sel mast, sel endotel, epitel, limfosit B, dan T yang diaktifkan yang semuanya ini masuk dalam golongan protein sistem imun yang mengatur interaksi antar sel yang memacu reaktivitas imun, baik pada imuniti non-spesifik maupun spesifik.38

Sitokin yang penting pada imuniti spesifik:

1. IL-2

Sekresi berasal dari Sel T. Berperan dalam proliferasi sel T, promosi AICD, aktivasi dan proliferasi sel NK, proliferasi sel B.

2. IL-4

Sekresi berasal dari Th2, sel mast. Berperan dalam mempromosikan diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke IgE.

3. IL-5


(36)

4. TGF-

Sekresi berasal dari sel T, makrofag, dan jenis sel lainnya. Sitokin ini menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T, menghambat proliferasi sel B, promosi pengalihan isotop ke IgA, menghambat makrofag.

5. IFN-

Sekresi berasal dari Th1, CD8+, sel NK. Sitokin ini bekerja mengaktivasi makrofag, meningkatkan ekspresi MHC-I dan MHC-II, dan meningkatkan presentasi Ag.

Sitokin-sitokin ini dapat memberikan lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropik).38

Gambar 1. Aktifitas pleotropik IFN-

Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN- sangat berperan pada inflamasi kronis. Sitokin tersebut disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja terhadap berbagai jenis sel.38


(37)

2.4.2. Efek Biologik Sitokin

Efek biologik sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Pada imuniti nospesifik, sitokin diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi dini, merangsang proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag. Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik (Gambar 2).38

Gambar 2. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu.

Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik.38


(38)

2.4.3. Efek Biologik IFN-

Interferon ditemukan tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann sebagai protein yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan ia berperan mengganggu replikasi virus.39 Di samping sifat antivirus, interferon terbukti mempunyai fungsi pengatur imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK serta berfungsi sebagai pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel.39,40 Berdasarkan sumber selnya interferon diklasifikasikan sebagai interferon fibroblas dan interferon imun. Ada 3 jenis IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN-α diproduksi oleh leukosit, IFN- oleh sel fibroblast yang bukan limfosit, dan IFN- atau interferon imun yang dihasilkan oleh limfosit T.38

Seperti halnya hormon, interferon dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan dapat berpengaruh pada tempat-tempat sebelah distal dari tempat produksi.39 IFN- yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin utama MAC (Macrophage Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam imuniti yang tidak spesifik dan spesifik seluler. IFN- adalah sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh (fagosit) mikroba. IFN- merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN- meningkatkan perbedaan sel CD4+ naik ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN- bekerja terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fc -R pada fagosit dan mengaktifkan komplemen. Kedua proses tersebut meningkatkan fagositosis mikroba yang diopsonisasi. IFN- dapat mengalihkan Ig yang berpartisipasi dalam eliminasi mikroba. IFN- mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK


(39)

(Gambar 1). IFN- mengaktifkan fagosit dan APC dan induksi pengalihan sel B (isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek Th1 atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi reseptor.38


(40)

2.4.4. Sistem Imun pada TB

M.TB adalah patogen intraseluler yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Makrofag dan limfosit T sangat berperan penting dalam respon imun terhadap TB. Makrofag alveolar memiliki reseptor khusus tool like receptors (TLRs) yang dapat mengenali bahan-bahan asing seperti lipoprotein mikobakterium. Makrofag memangsa M.TB dan menghasilkan sitokin, khususnya IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ melepaskan IFN- . IFN- penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan merangsang makrofag melepaskan TNF-α yang diperlukan dalam pembentukan granuloma. Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.TB dan mempresentasikannya ke limfosit T CD4+ (helper T cell) dan limfosit T CD8+ (cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari limfosit T yang spesifik. Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN- , dan IL-2 memainkan peranan penting.41,42,43,44,45

Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma yang akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma perkijuan adalah lesi patologik klasik TB. Pada individu dengan imunokompromis reaksi hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga terjadi respon inflamasi non spesifik dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear dan monosit dan basil dalam jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma.41,43,44,46

Sel-sel mesotel pleura bertanggungjawab dan berperan terhadap terjadinya penumpukan netrofil dan fagositosis mononuklear dalam rongga pleura. Baru-baru ini dikelompokkan famili sitokin-kemotaktik disebut famili kemokin yang terbentuk dari


(41)

tiga subfamili polipeptida yang berhubungan pada sel-sel mesotel. Subfamili ini secara generik dikenal sebagai famili kemokin dan termasuk kemokin C-X-R, kemokin C-C, atau kemokin C atau yang dikenal dengan limfotaktin.5,49

Gambar 4. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis.46

Pada penyakit-penyakit granulomatous pleura, cairan pleura paling banyak mengandung sel-sel mononuklear. Pada hewan dengan pleuritis TB, netrofil lebih dominan pada 24 jam pertama setelah masuknya BCG (Bacillus Calmette Guerin) diikuti masuknya makrofag dalam jumlah yang banyak. Kemokin C-C yang dinamai Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-1, dijumpai dalam jumlah yang besar pada cairan efusi TB. Macrophage Inflammatory Protein (MIP)-1 juga dijumpai pada cairan pleura pasien-pasien efusi pleura TB. Pada pasien-pasien dimana fungsi kekebalan tubuhnya menurun seperti pada pasien dengan AIDS, kadar monosit dan kemokin monosit spesifik cairan pleura pasien efusi pleura TB lebih rendah. IFN- merupakan sitokin pertama yang penting dan dijumpai dalam jumlah yang besar pada cairan efusi pleura TB. Adanya IFN- ini sesuai dengan yang dilaporkan pada


(42)

penelitian-penelitian sebelumnya yang memberikan kesan bahwa sel T helper tipe 1 (Th1) subset memperantarai limfosit dalam memberi respon terhadap infeksi M.TB. Saat terdapat pembagian sel-sel CD4 dalam rongga pleura pasien dengan efusi pleura TB, terdapat peningkatan jumlah produksi IFN- . Netralisasi produksi IFN- menyebabkan penghapusan produksi kemokin lokal oleh sel-sel mesotel dan penurunan pelepasan MIP-1 dan MCP-1.28,47

2.5. Manifestasi Klinis

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu.48 Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik.15

Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas.15 Gejala umum berupa demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise.30

Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.30 Sepertiga penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu.49 Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan 31% mempunyai


(43)

gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu bulan.30 Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada penderita TB paru. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita usia rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US usia ini cenderung lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang massif.48 Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua pertiga hemitoraks.50

2.6. Diagnosis

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura.30 Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN- , dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak

mengalami lekositosis.30 Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran infiltrat pada foto toraks.50

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,


(44)

sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi stem fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.30

Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi luas.46 Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.30

2.6.1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura

Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum, cairan pleura dan jaringan pleura.30 Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl- Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar 35%.10,43,44,51 Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.52


(45)

2.6.2. Biopsi Pleura

Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik.52 Akan tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%.34 Sementara pemeriksaan yang dilakukan oleh A. H. Diacon dkk sensitiviti histologis, kultur dan kombinasi histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan pemeriksaann secara torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitinya 100%.53

2.6.3. Uji Tuberkulin

Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang diduga efusi pleura TB. Test ini akan memberikan hasil yang positif setelah mengalami gejala > 8 minggu. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil yang negatif.30

2.6.4. Analisis Cairan Pleura

Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada pasien kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung limfosit > 50%.50,54  Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura TB, hanya 17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya. Pada pasien


(46)

dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih menunjukkan PMN lebih banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan, hitung jenis lekosit ini menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang menonjol.30 Pada efusi pleura TB kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar glukosa sering menurun.31

Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik efusi pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa cairan pleura yang menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60 mg/dl.Kadar pH cairan pleura yang rendah dapat kita curigai suatu efusi pleura TB. Kadar CRP cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan dengan efusi pleura eksudatif lainnya.30

2.6.5. Adenosin Deaminase (ADA)

ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru dan pada tahun 1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura TB.55 ADA merupakan enzim yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi inosin. ADA merupakan suatu enzim Limfosit T yang dominan, dan aktivitas plasmanya tinggi pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang.56 Ada beberapa isomer ADA dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1 ditemukan pada semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau makrofag. Penderita efusi pleura TB lebih dominan ADA 2.55


(47)

Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA bermanfaat dalam menentukan diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan berbagai tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB. Pada studi metaanalisis yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai spesifisiti dan sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.56 Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l. Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB kadar ini lebih tinggi lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB biasanya mengandung kadar ADA < 40 U/l.34

Namun penggunaan ini juga tergantung pada prevalensi TB.56 Pada populasi dengan prevalensi efusi pleura TB yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat rendah.38 Sehingga pada daerah dengan prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai positif palsu yang mana dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan keterlambatan diagnosis penyakit lain seperti kanker.55

2.6.6. Interferon gamma (IFN- )

Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah pemeriksaan kadar IFN- cairan pleura.18,19,57 IFN- merupakan suatu regulator imun yang penting dimana dapat berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik. IFN- diproduksi oleh limfosit T CD4+ dari pasien-pasien dengan efusi pleura TB.21,30


(48)

Produksi IFN- muncul sebagai mekanisme pertahanan yang bermanfaat. IFN- membantu polymyristate acetate merangsang produksi hidrogen peroksida dalam makrofag, dimana ini memfasilitasi aktifitas eliminasi parasit intraselular. Limfokin ini juga menghambat pertumbuhan mikobakteria dalam monosit manusia.30

Dari studi yang telah dilakukan Villena dkk yang mengukur kadar IFN- cairan pleura dari 595 pasien, dimana 82 kasus penyebabnya adalah TB, dan dilaporkan bahwa level cut-off 3.7 IU/ml; dengan nilai sensitiviti 98% dan spesifisiti 98% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB.57 Valdes dkk juga melaporkan pada penelitian yang dilakukan terhadap 145 pasien menunjukkan bahwa 74% dengan efusi pleura TB mempunyai kadar IFN- > 200 pg/ml.50 Pada penelitian lain dijumpai pasien-pasien dengan empiema sering sekali kadar IFN- cairan pleura ini meningkat.16 Pada penelitian yang dilakukan Ekanita di Jakarta didapati peningkatan kadar IFN- yang cukup bermakna pada pasien efusi pleura TB dimana kadarnya rata-rata 1,63 ± 0,59 IU/ml.26 Greco dkk meninjau kembali semua studi dari tahun 1978 - November 2000. Studi ini mengikutsertakan 4.738 pasien dimana kadar ADA cairan pleura diukur dan 1.189 pasien dengan kadar IFN- yang diukur. Penelitian ini melaporkan bahwa nilai sensitiviti dan spesifisiti untuk ADA adalah 93% dan untuk IFN- adalah 96%.25


(49)

2.6.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Ini merupakan tehnik amplifikasi DNA yang dengan cepat mendeteksi M. TB.32 Dewasa ini telah dikembangkan beberapa metode untuk amplifikasi asam nukleat in vitro. Dimana tujuan utama dari teknik ini adalah untuk memperbaiki sensitiviti uji yang berdasarkan pada asam nukleat dan untuk menyederhanakan prosedur kerjanya melalui automatisasi dan bentuk deteksi non-isotopik.58

PCR ini merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang digunakan dalam penegakan diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih rendah sensitivitinya. Sensitiviti PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti nya berkisar 78-100%.37

Penelitian yang dilakukan di Spanyol menunjukkan bahwa PCR mempunyai sensitiviti 81% dan spesifisiti 98%.37 Penelitian Babu dkk di India tahun 1997 terhadap 20 penderita efusi pleura TB, PCR mempunyai sensitiviti 70% dan spesifisiti 100%.51 Penelitian yang dilakukan Bambang dkk terhadap 62 pasien yang diduga efusi pleura TB pada tahun 2004 dijumpai sensitiviti PCR 53,19% dan spesifisiti 93,33%.59 Pada tahun 2006 Amni melakukan penelitian mengenai pemeriksaan PCR dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang penderita efusi pleura TB yang ada di Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR mempunyai nilai sensitiviti 71,4% dan 100%.60


(50)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

TB ESAT-6

CFP-10 EFUSI PLEURA

EXUDATIF

Reaksi Hipersensitif

QUANTIKINE (IFN- )

METODE ELISA NON

TB

TB

Sitokin (IL-12, IL-18)

T CD4+


(51)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

- Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan RS pemerintah dan beberapa RS swasta di kota Medan.

- Penelitian dilaksanakan sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Semua penderita efusi pleura exudativa yang ada di ruang rawat inap di RS pemerintah dan beberapa RS swasta di kota Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara berurutan (consecutive sampling).


(52)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus: n = 2

σ

2 (Z1-α/2+ Z1- )2

(µ1 – µ2)2

Dimana:

• Z1-α/2 = nilai baku normal dari tabel Z yang nilainya tergantung dari nilai ά Æ untuk nilai ά 0,05, maka Zά = 1,96

• Z1- = nilai baku normal dari tabel Z yang nilainya tergantung dari nilai Æ untuk nilai 0,12, maka Z 1- = 1,282

σ

= Simpang baku nilai rerata kadar IFN- dalam populasi, nilainya adalah 0,59

µ1

µ2

= perbedaan rerata IFN- yang dianggap bermakna adalah 1

n = (2x0.59)2(1,96+1,282)2 1

n = 8 orang


(53)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

Semua penderita efusi pleura exudativa dengan syarat yaitu: 1. Umur ≥ 15 tahun

2. Dapat bekerjasama dengan baik

3. Bersedia diikutkan dalam penelitian dan menyetujui menandatangani informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Penderita hamil dan menyusui.


(54)

3.6. Kerangka Operasional Penelitian

TB NON-TB

IFN- IFN-

- Anamnesis - Pemeriksaan fisik - Foto Toraks - Darah Lengkap

- Mikrobiologi sputum dan cairan pleura - Sitologi cairan pleura dan sputum

EFUSI PLEURA EXUDATIVA


(55)

3.7. Identifikasi Variabel

1. Variabel terikat: Interferon- cairan pleura 2. Variabel bebas : - Efusi pleura TB

- Efusi pleura Non TB

 3.8. Definisi Operasional

1. Efusi pleura tuberkulosis adalah penderita dengan salah satu/lebih gejala respirasi seperti; sesak nafas, batuk, batuk darah, nyeri dada, dengan atau tanpa disertai keluhan non respirasi seperti demam, keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan, foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura dengan atau tanpa gambaran infiltrat, kaviti serta pemeriksaan sitologi cairan pleura suatu proses inflamasi kronik, tidak ada penjelasan klinis lain penyebab efusi pleura, analisis cairan pleura menunjukkan sifat eksudat dan limfosit > 50%, dijumpainya kuman M. TB pada pemeriksaan apusan BTA pada salah satu atau lebih dari bahan sputum dan cairan pleura, terjadi perbaikan gambaran radiologik efusi pleura dengan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) minimal 2 bulan. 2. Pemeriksaan mikroskopis dinyatakan positif bila pada pemeriksaan

mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen ditemukan kuman BTA. Pemeriksaan dinyatakan negatif bila tidak ditemukan kuman BTA pada pemeriksaan tersebut.

3. Pemeriksaan Elisa menentukan kadar IFN- enzyme-linked immunosorbent assay kits (Human IFN- Elisa R&D System).


(56)

4. Efusi pleura exudativa non tuberkulosis: efusi pleura yang disebabkan oleh proses infeksi selain disebabkan tuberkulosis, kanker dan lain-lain. 5. Kelainan foto toraks adalah kelainan pada foto toraks berupa efusi pleura

dengan atau tanpa dijumpainya lesi di paru.

3.9. Peralatan dan Bahan

1. Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan sebagai berikut:

- Set peralatan pemeriksaan mikroskopis BTA dengan bahan pewarnaan Ziehl-Neelsen.

- Set peralatan pemeriksaan ELISA - IFN- kit.

- Reagen IFN- R&D System DIF50

- Set peralatan tindakan torakosentesis: handschoen, semprit steril ukuran 10 cc (3 buah) dan 3 cc (1 buah), kasa steril, kapas steril, plester, povidon iodin, alkohol 70%, Lidocain 3-6 ampul, Sulfas atropin 1 ampul.

- Alat sentrifuge - Mikroskop

- Alat pelengkap lain: formulir persetujuan peserta penelitian (informed consent).

2. Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan sebagai berikut:

Cairan pleura untuk pemeriksaan kadar IFN- , pemeriksaan apusan BTA cairan pleura dan sputum.


(57)

3.10. Cara Kerja Penelitian

1. Penderita yang datang ke ruang rawat inap RS Pemerintah dan Swasta di kota Medan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks.

2. Bagi penderita efusi pleura diminta persetujuan untuk dilakukan tindakan torakosentesis.

3. Sebagian cairan pleura dikirim ke laboratorium patologi klinik RSUP HAM Medan untuk dilakukan pemeriksaan analisis kimia cairan pleura, dan ke mikrobiologi RSUP HAM Medan (apusan gram, apusan BTA dan kultur gram). Sementara sebagian lagi cairan pleura dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi RSUP HAM Medan untuk dilakukan pemeriksaan sitologi cairan pleura. Spesimen cairan pleura yang terakhir dikirim ke laboratorium PRODIA untuk dilakukan pemeriksaan IFN- .

4. Semua penderita juga menjalani pemeriksaan mikrobiologik sputum berupa apusan BTA, bakteri gram dan jamur serta kultur bakteri gram dan jamur. 5. Setelah semua hasil pemeriksaan didapat maka dapat ditegakkan diagnosa

penyebab efusi pleura.

6. Pengukuran kadar IFN- dalam cairan pleura ini menggunakan human IFN- Elisa R&D System DIF50 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penanganan reagen ; - Wash Buffer Concentrate

Encerkan 20 ml Wash Buffer Concentrate dengan air deionized atau distilled hingga diperoleh 500 ml larutan Wash Buffer


(58)

- Standard

Larutkan IFN- Standard dengan Calibrator Diluent RD6-21. Larutan ini

merupakan larutan stok 1000 pg/mL. Sebelum dilarutkan standar dikocok

perlahan selama minimal 15 menit.

Pipet 500 µl Calibrator Diluent RD6-21 masukkan ke dalam tabung

sebelahnya. Pipet 500 µl kemudian masukkan kedalam sisa tabung

lainnya. Gunakan larutan stok untuk mendapatkan serial larutan seperti

gambar di bawah ini.

Gambar 5. Penyediaan Standar Pengenceran IFN- .61

- Larutan Substrat

Campurkan Color reagent A dan B dalam jumlah yang sama dalam waktu 15 menit sebelum digunakan. Lindungi dari sinar matahari.


(59)

b. Cara kerja:

- Siapkan semua reagen, working standard, sampel dan kontrol - Tambahkan 100 µl Assay Diluent RD1-51 ke dalam well

- Tambahkan 100 µl standar, kontrol atau sampel ke dalam masing-masing well, campur dengan baik

- Tutup plate dengan plate sealer yang tersedia dan inkubasi pada suhu kamar selama 2 jam

- Buang isi dari tiap well dan cuci dengan menambahkan 400 µl Wash Buffer ke dalam masing-masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 3 kali (total pencucian sebanyak 4 kali). Setelah pencucian terakhir, buang isi dari well, buang sisa Wash Buffer dengan mengetuk-ngetukkan plate secara terbalik pada lap kertas yang bersih

- Segera tambahkan 200 µl Conjugate ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 2 jam - Ulangi kembali proses pencucian seperti pada no. 5

- Segera tambahkan 200 µl Substrate Solution ke dalam masing-masing well. Tutup plate dengan plate sealer baru, inkubasi pada suhu kamar selama 20 menit. Lindungi dari sinar matahari.

- Tambahkan 50 µl Stop Solution ke dalam masing-masing well. Warna dalam well akan berubah dari biru ke kuning. Jika warna yang ditimbulkan pada well hijau atau perubahan warnanya tidak terlihat seragam, goyang perlahan-lahan untuk memastikan bahwa sudah tercampur sempurna.


(60)

- Tentukan optical density dari tiap well dalam waktu 30 menit menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm

c. Prinsip Pemeriksaan:

Pemeriksaan ini menggunakan teknik quantitatif sandwich enzyme immuno-assay. Sebelumnya antibody poliklonal spesifik untuk IFN- telah di-coated dalam microplate. Standar dan sampel dipipet ke dalam well dan keberadaan IFN- akan disandwich (dipasangkan) oleh immobilized antibody dalam well.

Setelah dilakukan pencucian untuk menghilangkan substansi-substansi yang tidak terikat, kemudian ditambahkan enzyme-linked polyclonal antibody yang spesifik terhadap IFN- . Kemudian setelah dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan reagen antibody-enzyme yang tidak berikatan, selanjutnya larutan substrat ditambahkan ke dalam well dan kemudian terbentuklah warna yang sebanding dengan jumlah IFN- yang terikat. Pembentukan warna dihentikan dan kemudian intensitas warna diukur.61

3.11. Analisis Data

3.11.1.Karakteristik penderita efusi pleura disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

3.11.2.Uji Fisher’s Exact digunakan untu melihat perbedaan jenis kelamin dan umur penderita pada kedua kelompok.


(61)

3.11.3.Karakteristik cairan pleura secara makroskopis kedua kelompok diuji dengan menggunakan uji Chi-Square.

3.11.4.Lokasi efusi pleura kedua kelompok dibandingkan dengan menggunakan uji Chi-Square.

3.11.5.Gambaran adanya infiltrat pada foto toraks kedua kelompok dibandingkan dengan menggunakan uji Chi-Square.

3.11.6.Uji t-independent digunakan untuk membandingkan kadar glukosa dan protein pada kedua kelompok.

3.11.7.Uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan kadar LDH, Sel, PMN dan MN pada kedua kelompok.

3.11.8. Untuk membandingkan kadar IFN- pada kedua kelompok digunakan uji Mann-Whitney.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian ini berjumlah 11 orang penderita efusi pleura TB sebagai kelompok I dan untuk pembanding diambil 22 orang penderita efusi pleura exudativa Non TB sebagai kelompok II. Efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan BTA yang positif pada pemeriksaan apusan cairan pleura dan atau pada apusan sputum penderita (3 orang) dan dijumpai adanya respon perbaikan secara klinis dan radiologi terhadap pemberian OAT setelah 2 bulan pengobatan (8 orang). Sementara kelompok efusi pleura exudativa Non TB penyebabnya terdiri dari keganasan 12 orang dan efusi parapneumonia 10 orang.

Sebanyak 26 orang (78.8%) adalah penderita laki-laki, dan 7 orang (21.2%) adalah perempuan; dimana 8 orang (72.7%) penderita efusi pleura TB adalah laki-laki dan 3 orang (27.3%) perempuan. Sementara penderita efusi pleura exudativa Non TB didapat laki-laki sebanyak 18 orang (81.8%) dan 4 orang (18.2%) perempuan. Dengan menggunakan uji Fishers’s Exact kedua kelompok ini ternyata tidak berbeda bermakna dengan nilai p = 0.661.

Subjek penelitian ini menjalani berbagai pemeriksaan. Semua data klinis pasien-pasien ini kemudian diamati dan dideskripsikan seperti yang tertera pada berbagai gambar dan tabel di bawah ini.


(63)

4.1. Profil Data Demografi Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada penderita efusi pleura TB umur ≤ 30 tahun sebanyak 4 orang (36.4%) dan > 30 tahun sebanyak 2 orang (63.6%). Pada kelompok efusi pleura exudativa Non TB umur ≤ 30 tahun sebanyak 2 orang (9.1%) dan > 30 tahun sebanyak 20 orang (90.9%). Kedua kelompok ini dibandingkan dengan menggunakan uji Fishers’s Exact dengan nilai p = 0.146.

Tabel 1. Profil Data Demografi Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

Profil TB NON TB TOTAL p*

(n=11) (n=22) (N=33)

Jenis Kelamin

Laki-laki 8 (72.7%) 18 (81.8%) 26 (78.8%) Perempuan 3 (27.3%) 4 (18.2%) 7 (21.2%)

Total 11 (100%) 22 (100%) 33 (100%) 0.661

Umur

≤ 30 Thn 4 (36.4%) 2 (9.1%) 6 (18.2%) > 30 Thn 7 (63.6%) 20 (90.9%) 27 (81.8%)

Total 11 (100%) 22 (100%) 33 (100%) 0.146 * Profil jenis kelamin dan umur menggunakan uji Fishers’s Exact.

4.2. Gambaran Keluhan Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

Sesuai dengan klinis pasien, keluhan dibagi atas keluhan respirasi dan non-respirasi. Kedua kelompok sebanyak 33 orang (100%) datang dengan keluhan utama yang sama yaitu sesak nafas. Pada kelompok I keluhan respirasi lain adalah batuk berdahak 9 orang (81.8%), nyeri dada 7 orang (63.6%), batuk non produktif 2 orang (18.2%) serta batuk darah hanya pada 1 orang (9%). Sementara pada kelompok kedua batuk berdahak sebanyak 15 orang (68.2%), nyeri dada 18 orang (81.8%), batuk non produktif 7 orang (31.8%) dan batuk berdarah 4 orang (18.2%). (Tabel 2).


(64)

Pada kelompok I keluhan non respirasi seperti demam pada 8 orang (72.3%), keringat malam dikeluhkan 6 orang (54.5%), nafsu makan menurun dialami oleh 8 orang (72.3%) penderita dan berat badan menurun dikeluhkan 7 orang (63.6%) penderita. Sementara pada kelompok II keluhan demam 17 orang (31.8%), keringat malam 6 orang (27.3 %), nafsu makan menurun 17 orang (31.8 %) dan berat badan menurun 15 orang (61.2%).(Tabel 2)

Tabel 2. Gambaran Keluhan Respirasi dan Non Respirasi Pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

KELUHAN TB NON TB

n=11 n=22

Respirasi

Sesak nafas 11 (100%) 22 (100%) Nyeri dada 7 (63.6%) 18 (81.8%) Batuk berdahak 9 (81.8%), 15 (68.2%) Batuk tidak berdahak 2 (18.2%) 7 (31.8%) Batuk berdarah 1 (9%). 4 (18.2%) Non Respirasi

Demam 8 ( 72.7%) 17 (31.8%) Keringat malam 6 (54.5%) 6 (27.3 %) Nafsu makan menurun 8 (72.7 %) 17 (31.8 %) Berat badan menurun 7 (63.6%) 15 (61.2%)

4.3. Lokasi Efusi Pleura Pada Penderita TB Dan Non TB

Secara radiologi toraks didapatkan gambaran lokasi efusi pleura pada kedua kelompok. Pada kelompok I lokasi efusi terbanyak di sebelah kanan 8 orang (72.7%), sebelah kiri 3 orang (27.3%), sedangkan kelompok II efusi pleura berlokasi di sebelah kanan 10 orang (45.5%), sebelah kiri sebanyak 11 orang (50%) dan mengalami efusi pleura bilateral pada 1 orang (4.5%).(Tabel 3)


(65)

Tabel 3. Lokasi Efusi Pleura Pada Penderita TB dan Non TB

LOKASI TB NON TB TOTAL p*

n n n

Kiri 3 (27.3%) 11 (50%) 14 (42.4%)

Kanan 8 (72.7%) 10 (45.5%) 18 (54.6%) 0.32 Bilateral 0 (0%) 1 (4.5%) 1 (3%)

Total 11 (100%) 22 (100%) 33 (100%) * Lokasi efusi pleura menggunakan uji Chi-Square.

4.4. Gambaran Infiltrat pada Foto Toraks Pasien Efusi Pleura TB dan Non TB Pada penelitian ini kelainan yang ditemukan pada parenkim paru berupa infiltrat dijumpai pada 16 (48.5%) dimana 5 orang (45.5%) adalah kelompok I dan 11 (50.0%) kelompok II, sementara dari foto toraks tidak dijumpai adanya infiltrat pada 17 (51.5%) penderita dengan perincian 6 (54.5%) adalah kelompok I dan 11 (50.0%) berasal dari kelompok II. (Tabel 4)

Tabel 4. Gambaran Infiltrat Pada Pasien Efusi Pleura TB dan Non TB

PARENKIM TB NON TB p*

Infiltrat (+) 5 (45.5%) 11 (50.0%)

Infiltrat (-) 6 (54.5%) 11 (50%) 0.805

TOTAL 11 (100%) 22 (100%)


(66)

4.5. Profil Cairan Pleura Secara Makroskopis Pada Pasien TB dan Non TB Karakteristik cairan pleura secara makroskopis pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Karakteristik Cairan Pleura Secara Makroskopis Pada Pasien Efusi Pleura TB dan Non TB

CAIRAN PLEURA TB NON TB p*

JERNIH 7 (63.6%) 9 (40.9%)

KERUH 4 ( 36.4%) 13 (59.1%) 0.076 TOTAL 11 (100%) 22 (100%)

* Karakteristik cairan pleura secara makroskopis menggunakan uji Chi-Square.

4.6. Profil Kimiawi Cairan Pleura Pada Efusi Pleura TB dan Non TB

Konsentrasi protein, LDH, glukosa, Sel, PMN dan MN cairan pleura pada kedua kelompok ini tidak tampak berbeda (tabel 6).

Tabel 6. Profil Kimiawi Cairan Pleura Pada Efusi Pleura TB dan Non TB*

PROFIL TB NON TB p

(n=11) (n=22)

Protein (g/dl) 5.20±1.41 4.18±1.25 0.641

LDH (IU/L) 604.6±423.5 632.0±690.9 0.620

Glukosa (mg/dl) 68.56±41.79 75.37±61.48 0.610

Sel 1360.0±1195.3 823.0±927.8 0.075

PMN 30.5±31.9 33.6±29.1 0.772

MN 69.5±31.9 66.4±29.1 0.772


(67)

4.7. Gambaran Kadar IFN- Pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

Hasil pemeriksan kadar IFN- cairan pleura pada semua penderita efusi pleura TB dan Non TB ditunjukkan pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Gambaran Kadar IFN- Pada Penderita Efusi Pleura TB dan Non TB

TB NON TB

NO KADAR NO KADAR

(pg/ml) (pg/ml)

1 409.26 1 8

2 63.3

2 69.3 3 16.15

4 8.48

3 674.14 5 29.14

6 8

4 674.14 7 8

8 8.48

5 1049.58 9 8

10 73.63

6 1559.04 11 8

12 8

7 1419.29 13 8

14 49.11

8 995.8 15 8

16 8

9 198.44 17 8

18 8

10 682.03 19 8

20 8

11 522.81 21 8


(68)

4.8. Perbedaan Kadar IFN- Cairan Pleura Pada Penderita TB dan Non TB Seperti yang ditunjukkan pada tabel 8, penderita efusi pleura TB memberikan gambaran kadar IFN- yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang Non TB. (723 ± 482.65 pg/ml vs 17.11 ± 20.05 pg/ml).

Tabel 8. Perbedaan Kadar IFN- Cairan Pleura Pada Penderita TB dan Non TB*

Profil TB NON TB p

n=11 n=22

IFN- Mean (pg/ml) 723±482.65 17.11±20.05 0.0001

Median (pg/ml) 674.14 8.00

Minimum (pg/ml) 63.3 8.00

Maksimum (pg/ml) 1559 73.63


(69)

BAB 5 PEMBAHASAN

Walaupun dari hasil penghitungan jumlah sampel didapat 8 orang namun pada penelitian ini ada 11 pasien yang memenuhi syarat sebagai sampel sehingga diikutkan dalam penelitian, dan sebagai pembanding diambil 22 orang penderita efusi pleura exudativa Non TB (jumlah kontrol ini diambil sebanyak 2 kali jumlah sampel). Efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan BTA yang positif pada pemeriksaan apusan cairan pleura dan atau pada apusan sputum penderita (3 orang) dan dijumpai adanya respon perbaikan secara klinis dan radiologi terhadap pemberian OAT setelah 2 bulan pengobatan (8 orang). Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum, cairan pleura dan jaringan pleura.30 Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl- Nielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar 35%.10,43,44,51 Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkan kuman M.TB. Sementara kelompok Non TB penyebabnya terdiri dari keganasan 12 orang dan efusi parapneumonia 10 orang. Keganasan ditegakkan setelah mendapatkan jenis sel dari hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura dan sitologi BAL. Efusi parapneumonia berdasarkan dijumpainya pertumbuhan kuman pada pemeriksaan kultur cairan pleura dan sputum.


(1)

ANALISIS CAIRAN PLEURA:

Warna

:

Protein

:

LDH

:

Glukosa :

pH

:

Sel

:

PMN

:

MN

:

MIKROBIOLOGI

1.

BTA

cairan

pleura

:

negatif/positif

2.

BTA sputum DS 3X

: / /

3.

Pengecatan gram cairan pleura

: negatif/positif

4.

Kultur cairan pleura

:

5.

Apusan jamur cairan pleura

: negatif/positif

6.

Kultur jamur cairan pleura

:

7.

Pengecatan gram sputum

: negatif/positif

8.

Kultur

sputum

:

9.

Apusan jamur sputum

: negatif/positif

10.

Kultur jamur sputum

:

11.

Mikrobiologi

BAL

:

PATOLOGI ANATOMI

1.

Sitologi Cairan Pleura

:

2.

Sitologi Sputum

:


(2)

KETERANGAN DATA INDUK

Nm

: Nama

Jk

: Jenis kelamin

1 = laki-laki

2 = perempuan

Um

: Umur

Pdkn

: Pendidikan

1 = Tidak Sekolah

2 = SD

3 = SLTP

4 = SLTA

5 = Sarjana

Pkrjn

: Pekerjaan

1 = Wiraswasta

2 = Bertani

3 = IRT

4 = Buruh

5 = Supir

6 = PNS

KU

: Keluhan Utama

1 = Sesak nafas

KT

: Keluhan Tambahan

0 = tidak ada

1 = ada

Nd

: Nyeri dada

Br

: Batuk darah

Bd

: Batuk berdahak

B

: Batuk tidak berdahak

M

: Mengi

D

: Demam


(3)

Km

: Keringat malam

Nm

: Nafsu makan

Bb

: Berat badan

Lok.

: Lokasi efusi pleura

1 = kiri

2 = kanan

3 = bilateral

Infil.

: Infiltrat

0 = tidak dijumpai infiltrat

1 = dijumpai infiltrat

C.P

: Cairan peura secara makroskopis

1 = jernih

2 = keruh

BT(A)

: Apusan BTA

0 = negatif

1 = positif

Bk(A)

: Apusan Bakteri

0 = negatif

1 = positif (bakteri gram negatif)

Jm(A)

: Apusan Jamur

0 = negatif

1 = positif

Bk(K)

: Kultur Bakteri

0 = negatif

1 = positif

Jm(K)

: Kultur Jamur

0 = negatif

1 = positif


(4)

Sito. Sputum

: Sitologi Sputum

1 =

inflamatori smear

Sito.BAL

: Sitologi BAL

0 = tidak dilakukan

1 =

benign smear

2 =

Adenocarcinoma

Ket.

: Keterangan

1 = Efusi Pleura Exudativa TB

2 = Efusi Pleura Exudativa Non TB


(5)

No Nm Jk Um Pdkn Pkrjn KU K T Lok. Infil. C.p

ANALISIS CAIRAN

PLEURA Analisis Cairan Pleura Cairan Pleura

Nd Br Bd B M D Km Nm Bb Prot LDH Gluk pH Sel PMN MN BT(A) Bk(A) Jm(A) Bk(K)

1 M 1 54 2 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 2 6.7 202 18 6.5 2360 95 5 1 0 0 P. aeroginosa 2 S 1 41 4 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 2 1 2 8 820 40 7.5 2700 30 70 1 0 0 (-)

3 S 1 34 4 2 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 2 0 1 3.4 338 121 8 275 80 20 0 0 0 (-)

4 M 2 37 4 3 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 2 0 2 4.82 1463 146.2 7.5 725 20 80 0 0 0 (-) 5 HV 1 28 4 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 2 6.1 480 19 7.5 4150 65 35 0 0 0 Klebs. oxytoca

6 P 1 42 4 2 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 2 3.9 175 84 8 625 80 20 0 0 0 (-)

7 TB 1 25 4 6 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 2 1 1 5.84 634 57 8 3875 5 95 0 0 0 (-)

8 ES 1 68 5 6 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 2 1 2 3.1 207 108 8 325 10 90 0 0 0 (-)

9 A 1 25 2 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 1 1 3.2 186 100 - 1600 5 95 0 0 0 (-) 10 AY 2 43 2 3 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 2 1 1 4.1 1853 99 7.5 2250 5 95 0 0 0 (-) 11 J 1 83 5 6 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 2 1 1 4.2 2916 10 - 1000 40 60 0 0 0 (-) 12 SU 2 39 4 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 4.8 1739 13 - 520 6 94 0 0 0 (-)

13 N 2 77 4 3 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 3.9 255 284 8 350 20 80 0 0 0 (-)

14 RS 2 44 4 2 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 5.5 1136 61 7 625 90 10 0 0 0 (-)

15 L 1 57 3 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 2 0 2 4.5 392 88 8 50 20 80 0 0 0 (-)

16 K 1 43 5 6 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 5.38 1098 66.2 7.5 500 20 80 0 0 0 (-)

17 T 1 62 1 2 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 2 1 1 4.7 314 108 7 675 10 90 0 0 0 (-)

18 NT 1 61 4 2 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 2 0 2 4.19 476 68 7.5 500 80 20 0 0 0 (-) 19 A 1 61 2 4 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 2 1 1 3.52 528 69 7 625 30 70 0 0 0 (-)

20 F 1 26 4 5 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 2 3.9 175 84 8 625 80 20 0 0 0 (-)

21 H 1 44 3 2 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 2 6.6 160 10 7 100 80 20 0 1 0 Citrobac. diversus 22 HS 1 42 4 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 2 0 1 4.65 442 81 8 625 30 70 0 0 0 (-) 23 M 1 48 2 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 2 0 2 2.1 200 7 6.5 425 10 90 0 1 0 Prot. vulgaris

24 PG 1 51 3 5 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 2 3.5 273 151 - 350 20 80 0 0 0 (-)

25 DG 1 87 2 6 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 2 3.3 268 147 - 400 10 90 0 0 0 (-)

26 N 2 54 2 3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 3 0 1 6.1 227 71 7.5 500 30 70 0 0 0 (-)

27 S 1 73 2 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 2 0 2 3.2 457 98 8 505 10 90 0 0 0 (-)

28 SP 1 18 4 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 2 1 2 4.6 740 10 6 500 20 80 0 0 0 (-)

29 SG 2 35 4 3 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 1 3.3 193 37 7.5 175 10 90 0 0 0 (-)

30 HA 1 24 4 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 5.9 621 96 7.5 1550 20 80 0 0 0 (-) 31 F 1 42 4 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 2 0 2 4.3 529 60 7.5 1050 10 90 0 0 0 (-) 32 S 1 72 2 3 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 5.9 724 39 8 2200 13 87 0 0 0 (-)


(6)

Sputum Bronkoskopi dll Diagnosa Ket. IFN

Jm(K) Sito. BT(A)3x Bk(A) Jm(A) Bk(K) Jm(K) Sito. Sito. BAL Mikro BAL

2 Inflammatory smear 1 0 0 (-) (-) 1 0 - EPTB 1 409.26

2 Inflammatory smear 1 0 0 (-) (-) 1 0 - EPTB 1 69.3

2 Radang kronis 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Limfoma 2 8

2 Radang kronis 1 0 0 (-) (-) 1 0 - EPTB 1 674.14

2 Benign smear 1 0 0 (-) (-) 1 1 P. Aeroginosa Efusi Parapneumonia 2 63.3

2 Malignan smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - EPG 1 16.15

2 Radang kronik spesifik 2 0 0 Strept. viridans (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 369.1 2 - 2 0 0 P. aeroginosa (-) 1 0 - PPOK Exaserbasi + Pneumonia 2 8.48

2 - 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 1049.58

2 Benign smear 2 1 0 Klebs. pneumoni (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 29.14

2 - 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 8

2 Malignan smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - EPG 2 8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - EPG (Ca colon) 2 8.48

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 1559.04

2 Adenocarcinoma 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Adenocarcinoma 2 8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 73.63

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 1419.29

2 Inflamatori smear 2 1 0 Enterobacter (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 8 2 Benign smear 2 1 0 Entero. cloacae (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 8

2 Inflamatori smear 2 1 0 Klebs. ozaenae (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 49.11 2 Inflamatori smear 2 1 0 Acinetobacter (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 995.8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Efusi Parapneumonia 2 8

2 Adenocarcinoma 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Adenocarcinoma 2 8

2 Adenocarcinoma 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Ca Paru 2 8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - NSCLC (Adenocarsinoma) 2 8

2 Inflamatori smear 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Ca Paru Metastase 2 8

2 - 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 198.44

2 Inflamasi kronik 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 682.03

2 - 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Respon OAT EPTB 1 522.81

2 Radang kronik 2 0 0 (-) (-) 1 0 - Ca Mediastinum 2 8

2 Adenocarcinoma 2 0 0 (-) (-) 1 0 Ca Paru 2 8

2 Radang kronik 2 (-) 0 (-) (-) 1 0 - Ca Paru 2 10.29