Pemeriksaan Protein, Kolesterol dan Laktat Dehidrogenase Cairan Pleura sebagai Parameter dalam Membedakan Efusi Pleura Transudat dan Eksudat

(1)

PEMERIKSAAN PROTEIN, KOLESTEROL DAN LAKTAT DEHIDROGENASE CAIRAN PLEURA SEBAGAI PARAMETER

DALAM MEMBEDAKAN

EFUSI PLEURA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

TESIS

GUNTUR MULIA JENDRY GINTING NIM: 117041084

PROGRAM MAGISTER KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PEMERIKSAAN PROTEIN, KOLESTEROL DAN LAKTAT

DEHIDROGENASE CAIRAN PLEURA SEBAGAI PARAMETER DALAM MEMBEDAKAN

EFUSI PLEURA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Ilmu Penyakit Dalam / M.Ked (PD) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

GUNTUR MULIA JENDRY GINTING 117041084

PROGRAM MAGISTER KLINIK SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Telah diuji pada Tanggal: 9 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar SpPD-KGEH Anggota : Prof. Dr. Haris Hasan SpPD, SpJP (K)

Dr. Leonardo B. Dairi SpPD-KGEH Dr. Armon Rahimi SpPD-KPTI Tanggal lulus: 9 Juli 2014


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Guntur Mulia Jendry Ginting

NIM : 117041084


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Guntur Mulia Jendry Ginting

NIM : 117041084

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembanga ilmu pengetahuan, mennyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis yang saya berjudul:

PEMERIKSAAN PROTEIN, KOLESTEROL DAN LAKTAT

DEHIDROGENASE CAIRAN PLEURA SEBAGAI PARAMETER DALAM MEMBEDAKAN EFUSI PLEURA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : Medan Pada Tanggal :


(6)

(7)

Judul Tesis : Pemeriksaan Protein, Kolesterol dan Laktat

Dehidrogenase Cairan Pleura sebagai Parameter dalam Membedakan Efusi Pleura Transudat dan Eksudat

Nama Mahasiswa : Guntur Mulia Jendry Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 117041084

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alwinsyah Abidin SpPD-KP Dr. E. N Keliat SpPD-KP

Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS

Dr. Zainal Safri SpPD, SpJP Tanggal Lulus :


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Penyakit Dalam di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar SpPD-KGEH yang telah memberikan izin dan menerima penulis untuk mengikuti Program Magister Ilmu Penyakit Dalam di FK USU.

2. Dr. Salli Roseffi Nasution SpPD-KGH dan dr. Refli Hasan SpPD, Sp.JP(K) selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Zainal Safri SpPD, SpJP selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Pembimbing Dr. Alwinsyah Abidin SpPD-KP dan Dr. Ermanta Ngirim Keliat SpPD-KP yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Para Guru Besar, : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, Prof. Dr. Pengarapen Tarigan SpPD-KGEH, Prof. Dr. OK Moehad Sjah


(9)

SpPD-KR, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum SpPD-KPsi, Prof. Dr. Azhar Tanjung SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof. Dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof. Dr. Azmi S. Kar SpPD-KHOM, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH, Prof. Dr. M Yusuf Nasution SpPD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid SpPD-KKV, Prof. Dr. Gontar Alamsyah SpPD-KGEH, Prof. Dr. Haris Hasan SpPD, Sp.JP (K), Prof. DR. Dr. Harun Al Rasyid SpPD-KGK

6. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, Alm. Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH, Dr. A. Adin St. Bagindo SpPD-KKV, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis SpPD-KGH, Alm. Dr. Bethin Marpaung SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing SpPD-KGEH, Dr. Abiran Nababan KGEH, DR. Dr. Juwita Sembiring SpPD-KGEH, DR. Dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD, DR. Dr. Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr. Leonardo Dairi SpPD-KGEH, DR. Dr. Rustam Effendi SpPD-KGEH, Dr. Josia Ginting SpPD-KPTI, Dr. Umar Zein SpPD-KPTI, DTM&H, MHA, Dr. Tambar Kembaren KPTI, Dr. Mardianto KEMD, Dr. Armon Rahimi SpPD-KPTI, Dr. Alwinsyah Abidin SpPD-KP, Dr. E.N. Keliat SpPD-KP, Dr. Zuhrial Zubir SpPD-KAI, Dr. Pirma Siburian SpPD-KGer, Dr. Savita Handayani SpPD, Dr. Daud Ginting SpPD, Dr. Saut Marpaung SpPD, Dr. Endang SpPD, Dr. T. Abraham SpPD, Dr. Meutia Sayuti SpPD, Dr. Jerahim Tarigan SpPD, Dr. Calvin Damanik SpPD, Dr. Soegiarto Gani SpPD, Dr. Ilhamd SpPD-KGEH, Dr. Santi Syafril SpPD-KEMD, Dr. Religius Pinem SpPD, Dr. Elyas Tarigan SpPD, Dr. Fransiskus Ginting SpPD, Dr. Alwi Thamrin Nasution SpPD, Dr. Syafrizal Nasution SpPD, Dr. Imelda Rey SpPD, Dr. Deske Muhadi SpPD, Dr. Melati Sylvani Nasution SpPD, Dr Aron M Pase SpPD, Dr. Dewi Murni Sartika SpPD, Dr Medina SpPD, Dr. Restuti Saragih SpPD, Dr. Dina Aprilia SpPD, Dr. Sumi Ramadhani SpPD, Dr Anita Rosari SpPD, Dr. Taufik Sungkar SpPD, Dr. Zulkhairi SpPD, Dr. Adlin


(10)

SpPD, Dr. Radar Radius Tarigan SpPD, Dr Wika Lubis SpPD, dan

Dr. Riri Andri Muzasti Sp.PD.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan

8. Rektor Universitas Sumatera Utara serta Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Ddalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma M.Kes yang sudah membantu penulis

dalam membuat analisa statistik dalam penelitian ini.

10.Prof. Dr. Habibah Hanum, Kpsi, Dr. Josia Ginting SpPD-KPTI, dan Dr. Radar Radius Tarigan SpPD yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk PPDS Ilmu Penyakit Dalam

11.Bupati Kabupaten Labuhan Batu Dr. Tigor Panusunan Siregar SpPD, Kepala Dinas Kesehatan Labuhan Batu, Direktur RSU Rantau Prapat, serta Kepala Puskesmas Kec. Negeri Lama yang telah mendukung saya dalam mengikuti pendidikan spesialis Penyakit Dalam ini.

12.Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, dan teman-teman seangkatan penulis: dr. Hardi E. Sibagariang, dr. Ade Andriany, dr. Ayu Nurul Zakiah, dr. Ari Sudibrata, dr. Memorison Tarigan, dr. Fiblia, dr. Ahsan Tanio Daulay, dr. Dwi Bayu Wikarta serta dr. Jarmila Elmaco

atas dukungannya dengan persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

13.Kepada seluruh Supervisor Departemen Patologi Klinik, PPDS Patologi Klinik RSUP HAM, Analis Laboratorium Patologi Klinis, dr. Herlina Sitorus, dr Diana Purba, dr. Abdus Somad Harahap, dr.


(11)

Efzah, yang telah membantu peneliti dalam pengumpulan sampel penelitian.

14.Kepada Syarifuddin Abdullah, Leli H. Nasution, Erjan Ginting, Tika, Fitri, Deni, Wanti, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

15.Seluruh perawat/paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidika, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini

16.Para Pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Jaya Lintar Ginting dan Ibunda Melinda br. Situmorang atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat, dan karunia-Nya. Terima kasih pula kepada Ayah Mertua penulis Drs. Waldiger Pakpahan MM dan Ibu Mertua Hertha br Nainggolan atas segala dukungan moril dan meteriil serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Istri tercinta, dr. Selastri Agnes Pakpahan

serta kedua anak-anak penulis Jesslyn Elnina Syalomita br Ginting dan Glenn Elnino Ginting yang dengan setia telah mendampingi penulis selama masa pendidikan, memberikan keindahan dalam hari-hari penulis khususnya selama dalam pendidikan serta motivasi besar untuk menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih pula untuk Saudara/i penulis Topan Obaja Putra Ginting S.STP, M.SP, Guruh N.M. Ginting A.Md, Monalisa Rebina br Ginting serta segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang


(12)

telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, Juli 2014


(13)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing i

Kata Pengantar ii

Daftar isi vii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Sigkatan dan Tanda xiii

Abstrak xiv

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 6

1.3. Hipotesis Penelitian 7

1.4. Tujuan Penelitian 7

1.4.1. Tujuan Umum 7

1.4.2. Tujuan Khusus 7

1.5. Manfaat Penelitian 8

Bab 2.Tinjauan Pustaka 9

2.1. Efusi Pleura 9

2.2. Epidemiologi 9

2.3. Etiologi dan Patofisiologi 10

2.3.1. Transudat 14


(14)

2.4. Prognosis 16

2.5. Gambaran Klinis 17

2.6. Pemeriksaan Penunjang 19

2.6.1. Pemeriksaan Pencitraan Radiologis 19 2.6.2. Pemeriksaan Cairan Pleura 20 2.6.3. Evaluasi terhadap Efusi Eksudatif 23

2.7. Penatalaksanaan 26

2.7.1. Efusi Parapneumonik 27

2.7.2. Efusi Pleura Maligna 27

2.7.3. Pleuritis Tuberkulosa 28

2.7.4. Intervensi Bedah 28

2.7.5. Torasentesis Terapeutik 29

2.7.6. Pipa Torakostomi 30

2.8. Kerangka Konseptual 30

Bab 3. Metodologi Penelitian 31

3.1. Desain Penelitian 31

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 31

3.3. Populasi Penelitian 31

3.4. Sampel Penelitian 31

3.4.1. Cara Pengambilan Sampel Penelitian 31

3.4.2. Besar Sampel 32

3.5. Kriteria Penelitian 32


(15)

3.5.2. Kriteria Ekslusi 33

3.6. Identifikasi Variabel 33

3.6.1. Variabel Bebas 33

3.6.2. Variabel Terikat 34

3.7. Definisi Operasional 34

3.8. Cara Kerja 35

3.9 Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah

Penjelasan (Informed Consent) 37

3.10. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 37

3.11. Kerangka Kerja 40

Bab 4. Hasil Penelitian 41

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian 41 4.2. Perbandingan Berbagai Kriteria Kombinasi Parameter 44

Bab 5. Pembahasan 46

Bab 6. Kesimpulan dan Saran 48

6.1. Kesimpulan 48

6.2. Saran 48

Daftar Pustaka 50

Lampiran:

1. Master Tabel 2. Hasil Statistik

3. Lembaran Penjelasan Kepada Subyek Penelitian 4. Formulir Persetujuan Penjelasan


(16)

5. Data Peserta Penelitian 6. Persetujuan Komite Etik 7. Daftar Riwayat Hidup


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi operasional 34

Tabel 4.1. Karakteristik subyek penelitian 41 Tabel 4.2. Etiologi eksudat dan transudat 43 Tabel 4.3. Pengukuran parameter LDH-P, P-P, dan K-P 45 Tabel 4.4 Perbandingan nilai diagnostik berbagai kriteria


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal

cairan pleura 9

Gambar 2.2. Algoritma evaluasi pasien dengan efusi pleura 21 Gambar 2.3 Berbagai uji diagnostik cairan pleura 25 Gambar 4.1. Distribusi jenis cairan pleura berdasarkan diagnosis etiologi 42 Gambar 4.2. Distribusi diagnosa klinis akhir efusi pleura secara


(19)

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

USG : Ultrasonografi

HDL : High Density Lipoprotein

LDH : Laktat dehidrogenase LDL : Low Density Lipoprotein

NPV : Negative Predictive Value

PPV : Positive Predictive Value

ROC : Receiver Operating Characteristic


(20)

PEMERIKSAAN PROTEIN, KOLESTEROL DAN LAKTAT DEHIDROGENASE CAIRAN PLEURA SEBAGAI PARAMETER

DALAM MEMBEDAKAN EFUSI PLEURA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

Guntur M. J. Ginting, Alwinsyah Abidin, Ermanta Ngirim Keliat Divisi Pulmonologi & Alergi Imunologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Membedakan jenis cairan pleura apakah eksudat ataupun transudat penting dalam penjajakan dan pengobatan efusi pleura selanjutnya. Laktat dehidrogenase, protein dan kolesterol belakangan ini semakin sering diteliti untuk tujuan tersebut. Namun selama ini belum ada studi yang mengevaluasi kekuatan diagnostik kombinasi dari ketiga prameter diatas.

Tujuan: Mengevaluasi manfaat dari beberapa parameter yakni protein (P-P), laktat dehidrogenase (LDH-P) dan kolesterol cairan pleura (K-P) baik dalam bentuk parameter tunggal maupun kombinasi untuk memdedakan antara cairan pleura eksudat dan transudat.

Metode: Enam puluh enam kasus efusi pleura di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik sejak Januari hingga Mei 2014 dibagi menjadi kelompok yakni eksudat (10) dan transudat (56) berdasarkan diagnosa klinis akhir. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara ketiga parameter cairan pleura diatas dengan diagnosa klinis akhir untuk mengetahui kekuatan masing-masing kriteria diagnostik baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan pleura.

Hasil: Seluruh parameter baik tunggal maupun kombinasi secara statistik berbeda signifikan antara eksudat dan transudat. Namun kriteria kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (LDH-P, P-P dan K-P) unggul dalam tingkat akurasi (92,4%), sensitivitas (94,6%) serta nilai prediksi negatif (75%) dibandingkan kriteria diagnostik lainnya.

Kesimpulan: Studiini menunjukkan bahwa kriteria kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (LDH-P, P-P dan K-P) dapat membedakan antara eksudat dan transudat pada cairan efusi pleura lebih baik dibanding kriteria lainnya.

Kata kunci: efusi pleura, transudat, eksudat, protein, laktat dehidrogenase, kolesterol


(21)

MEASUREMENT OF PLEURAL FLUID PROTEIN, CHOLESTEROL AND LACTATE DEHYDROGENASE AS THE PARAMETER IN DIFFERENTIATING EXUDATIVE AND TRANSUDATIVE PLEURAL

EFFUSION

Guntur M. J. Ginting, Alwinsyah Abidin, Ermanta Ngirim Keliat Division of Pulmonology & Alergy Immunology

Departement of Internal Medicine

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT

Backgroud: Differentiating exudative and transudative pleural effusion is essential for further appropriate workup and treatment. Many studies have evaluated pleural fluid lactate dehydrogenase (pLDH), protein (pProt) and cholesterol (pChol) for that purpose. Previously however, there is no study has shown the strength of diagnostic combination from those three parameters

Objective: To evaluate the benefit of three pleural fluid parameters pLDH, pProt and pChol both in single or combination form for differentiating exudative and transudative pleural effusion.

Methods: Sixty six cases of pleural effusion at Adam Malik Central Hospital from January-Mei 2014 were divided into exudate (56) and transudate group (10) based on their definite clinical diagnosis. Furthermore, comparations were made between all parameters in single and combination form to evaluate the strength between those criteria in order to differentiate between exudate and transudate pleural fluid.

Results: All parameters both in single or combination form were statistically different (p < 0,05) between exudate and transudate. However, the combination of two or more from three parameters (pLDH+pProt / pLDH+pChol / pProt+pChol / pLDH+pProt+pChol) were found superior in accuracy (92,4%), sensitivity (94,6%), and NPV (75%) compare to others.

Conclusion: This study found that combination of two or more from three parameters (pLDH, pProt and pChol) has superiority in differentiating exudate and transudate pleural fluid.

Key Words: Pleural effusion, transudate, exudate, protein, lactate dehydrogenase, cholesterol.


(22)

PEMERIKSAAN PROTEIN, KOLESTEROL DAN LAKTAT DEHIDROGENASE CAIRAN PLEURA SEBAGAI PARAMETER

DALAM MEMBEDAKAN EFUSI PLEURA TRANSUDAT DAN EKSUDAT

Guntur M. J. Ginting, Alwinsyah Abidin, Ermanta Ngirim Keliat Divisi Pulmonologi & Alergi Imunologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Membedakan jenis cairan pleura apakah eksudat ataupun transudat penting dalam penjajakan dan pengobatan efusi pleura selanjutnya. Laktat dehidrogenase, protein dan kolesterol belakangan ini semakin sering diteliti untuk tujuan tersebut. Namun selama ini belum ada studi yang mengevaluasi kekuatan diagnostik kombinasi dari ketiga prameter diatas.

Tujuan: Mengevaluasi manfaat dari beberapa parameter yakni protein (P-P), laktat dehidrogenase (LDH-P) dan kolesterol cairan pleura (K-P) baik dalam bentuk parameter tunggal maupun kombinasi untuk memdedakan antara cairan pleura eksudat dan transudat.

Metode: Enam puluh enam kasus efusi pleura di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik sejak Januari hingga Mei 2014 dibagi menjadi kelompok yakni eksudat (10) dan transudat (56) berdasarkan diagnosa klinis akhir. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara ketiga parameter cairan pleura diatas dengan diagnosa klinis akhir untuk mengetahui kekuatan masing-masing kriteria diagnostik baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan pleura.

Hasil: Seluruh parameter baik tunggal maupun kombinasi secara statistik berbeda signifikan antara eksudat dan transudat. Namun kriteria kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (LDH-P, P-P dan K-P) unggul dalam tingkat akurasi (92,4%), sensitivitas (94,6%) serta nilai prediksi negatif (75%) dibandingkan kriteria diagnostik lainnya.

Kesimpulan: Studiini menunjukkan bahwa kriteria kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (LDH-P, P-P dan K-P) dapat membedakan antara eksudat dan transudat pada cairan efusi pleura lebih baik dibanding kriteria lainnya.

Kata kunci: efusi pleura, transudat, eksudat, protein, laktat dehidrogenase, kolesterol


(23)

MEASUREMENT OF PLEURAL FLUID PROTEIN, CHOLESTEROL AND LACTATE DEHYDROGENASE AS THE PARAMETER IN DIFFERENTIATING EXUDATIVE AND TRANSUDATIVE PLEURAL

EFFUSION

Guntur M. J. Ginting, Alwinsyah Abidin, Ermanta Ngirim Keliat Division of Pulmonology & Alergy Immunology

Departement of Internal Medicine

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT

Backgroud: Differentiating exudative and transudative pleural effusion is essential for further appropriate workup and treatment. Many studies have evaluated pleural fluid lactate dehydrogenase (pLDH), protein (pProt) and cholesterol (pChol) for that purpose. Previously however, there is no study has shown the strength of diagnostic combination from those three parameters

Objective: To evaluate the benefit of three pleural fluid parameters pLDH, pProt and pChol both in single or combination form for differentiating exudative and transudative pleural effusion.

Methods: Sixty six cases of pleural effusion at Adam Malik Central Hospital from January-Mei 2014 were divided into exudate (56) and transudate group (10) based on their definite clinical diagnosis. Furthermore, comparations were made between all parameters in single and combination form to evaluate the strength between those criteria in order to differentiate between exudate and transudate pleural fluid.

Results: All parameters both in single or combination form were statistically different (p < 0,05) between exudate and transudate. However, the combination of two or more from three parameters (pLDH+pProt / pLDH+pChol / pProt+pChol / pLDH+pProt+pChol) were found superior in accuracy (92,4%), sensitivity (94,6%), and NPV (75%) compare to others.

Conclusion: This study found that combination of two or more from three parameters (pLDH, pProt and pChol) has superiority in differentiating exudate and transudate pleural fluid.

Key Words: Pleural effusion, transudate, exudate, protein, lactate dehydrogenase, cholesterol.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi pleura setiap tahunnya.1,2 Sedangkan di Indonesia sendiri, Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang, prevalensi penderita efusi pleura semakin bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001.3 Tobing EMS. dalam penelitiannya tahun 2011 mendapati kasus efusi pleura dalam setahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berjumlah 136 dimana laki-laki lebih banyak dari perempuan (65,4% vs 34,6%), sedangkan etiologi tersering adalah tuberkulosis (44,2%) diikuti tumor paru (29,4%).4 Ada lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang telah dicatat. Sedangkan insidensi berdasarkan penyebabnya sendiri bervariasi bergantung dari area demografik serta geografisnya.1,2

Menilai jenis efusi pleura, apakah transudat atau eksudat merupakan langkah awal yang penting dalam menentukan etiologi efusi pleura itu sendiri.5,6 Meskipun pemeriksaan klinis dan radiologis dapat memberikan petunjuk tentang etiologi efusi pleura, namun kebanyakan kasus perlu dievaluasi dengan torasentesis.7 Suatu keadaan efusi pleura yang tidak memungkinkan dilakukan torasentesis adalah jika efusi yang didapati jumlahnya terlalu sedikit untuk


(25)

diaspirasi [ketebalannya <10 mm pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) atau pemeriksaan foto toraks lateral dekubitus] atau jika efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif (terutama jika efusi bilateral dan mengalami perbaikan dengan diuresis), riwayat pembedahan abdominal dan riwayat post partum. Namun begitupun, torasentesis dapat juga diindikasikan pada keadaan-keadaan diatas jika pasien mengalami perburukan.7 Setelah sampel cairan pleura diambil, maka harus ditentukan apakah cairan tersebut merupakan cairan transudatif (akibat peningkatan tekanan hidrostatis) ataukah eksudatif (akibat peningkatan permeabilitas pleura dan pembuluh darah). Jika ternyata hasilnya adalah transudat, maka kemungkinan penyebabnya relatif lebih sedikit, oleh karenanya tidak perlu dilakukan prosedur diagnostik yang lebih jauh lagi terhadap cairan pleura tersebut. Namun jika hasilnya adalah eksudat, ada banyak kemungkinan penyebab yang mendasarinya sehingga pemeriksaan diagnostik selanjutnya perlu dilakukan.7

Studi-studi yang mula-mula dilakukan mencoba menguji nilai diagnostik adalah dari berat jenis serta protein dari cairan pleura untuk menentukan jenis efusi eksudatif.5 Studi berikutnya oleh Light dkk. (1972) melaporkan bahwa cairan pleura eksudatif setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut yakni, rasio protein pada cairan pleura dibanding serum > 0,5, rasio laktat dehidrogenase (LDH) cairan pleura dibanding serum > 0,6 dan kadar LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum.5,8 Parameter ini disebut sebagai kriteria Light et al. Studi ini memperlihatkan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi yakni berturut-turut 99% dan 98%.8 Namun ternyata peneliti lain mendapati kriteria Light hanya


(26)

memiliki spesifisitas antara 70-86%. Selain itu peneliti lain juga menemukan bahwa 25% cairan pleura transudat teridentifikasi sebagai cairan eksudat berdasarkan kriteria Light. Hal ini terjadi pada kasus efusi pleura yang disebabkan oleh gagal jantung yang telah mendapat terapi diuretik sebelumnya, dimana ternyata pada keadaan ini kadar protein di cairan pleura dapat meningkat.8

Valdes L dkk. (1991) dalam penelitiannya mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan kolesterol pleura untuk membedakan eksudat dan transudat yakni berturut-turut sebesar 91% dan 100%, dengan positive predictive

value (PPV) 100%. Sedangkan rasio kolesterol pleura dan serum memiliki

sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 87,6%. Kedua pemeriksaan diatas memiliki tingat kesalahan yang lebih sedikit dibanding parameter Light. Baik dalam penelitian ini maupun penelitian lainnya menemukan bahwa sensitivitas dan spesifisitas kriteria Light tidak sebaik yang dilaporkan oleh Light dkk.9

Kolesterol merupakan parameter yang paling terakhir muncul dalam penilaian cairan pleura. Kolesterol cairan pleura kemungkinan berasal dari sel-sel yang mengalami degenerasi serta kebocoran vaskular sebagai akibat peningkatan permeabilitas. Meskipun saat ini belum diketahui dengan pasti bagaimana kolesterol cairan pleura eksudatif bisa meningkat, namun ada dua hal yang saat ini mungkin dapat menjelaskan peristiwa tersebut. Yang pertama, kolesterol disintesa oleh sel-sel pleura itu sendiri yang bertujuan untuk kebutuhan sel tersebut dalam jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Keseimbangannya dalam sirkulasi diatur secara dinamis oleh high density lipoprotein (HDL) dan low density


(27)

di dalamnya terjadi degenerasi leukosit dan eritrosit. Yang kedua, kolesterol pleura berasal dari plasma, sehingga jika terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pleura pada pasien dengan tipe cairan eksudat, maka kolesterol plasma dapat masuk dapat rongga pleura.8

Pada tahun 1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99% dan 98% (sedangkan dalam penelitian ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82% saja). Namun dalam penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah > 200 IU

atau 2/3 batas atas nilai normal LDH serum. Sementara Heffner dkk (1996) melaporkan bahwa cut off LDH > 0,45 dari batas atas nilai LDH serum normal

lebih baik berdasarkan kurva receiver operating characteristic (ROC) daripada

cut off sebelumnya yakni LDH > 200 IU ataupun LDH > 2/3 (0,6) dari batas atas

nilai LDH serum normal. Dalam penelitiannya, Heffner juga melaporkan bahwa dari antara parameter pemeriksaan yang tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan, sensitivitas protein cairan pleura merupakan yang paling baik (91,5%). Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat dan eksudat adalah sebesar 100%.5,10

Dalam sebuah meta-analisis, Heffner dkk. (1997) mengidentifikasi bahwa cairan pleura jenis eksudat setidaknya memenuhi 1 dari kriteria dibawah ini :

(i) Protein cairan pleura > 2,9 gm/dL


(28)

(iii) LDH cairan pleura > 2/3 batas atas kadar LDH serum 8

Penelitian oleh Hamal AB dkk. (2012) menemukan bahwa sensitivitas, spesifisitas dan PPV pemeriksaan kolesterol cairan pleura lebih baik dalam membedakan transudat dan eksudat dibandingkan dengan parameter Light yakni berturut-turut 97,7%, 100% dan 100%. Dari penelitian ini didapati pula pemeriksaan LDH pleura memiliki sensitivitas dan negative predictive value

(NPV) yang paling tinggi yakni berturut-turut 100% dan 100%. Namun sayang spesifisitasnya hanya 57,8% dengan PPV 84,3%.8

Dari beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan akurasi terbaik dalam membedakan cairan efusi pleura ternyata memberikan hasil yang bervariasi dari satu penelitian terhadap yang lain, namun dapat dilihat bahwa dari seluruh parameter yang ada, terdapat 3 parameter yang memiliki keunggulan dalam hal pengambilan sampel dan nilai akurasi yakni : protein, laktat dehidrogenase dan kolesterol. Ketiga parameter ini tidak memerlukan pengambilan sampel darah secara bersamaan dengan pengambilan sampel cairan efusi pleura sehingga lebih efisien. Selain itu, tingkat akurasinya dalam berbagai penelitian juga lebih baik secara signifikan dibanding parameter yang menggunakan rasio cairan pleura dan serum. Menggunakan parameter tunggal dan kombinasi memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Parameter tunggal dapat meningkatkan sensitivitas sedangkan parameter kombinasi dapat meningkatkan spesifisitas namun dapat mengurangi sensitivitasnya. Heffner dkk (1996) dalam penelitiannya melaporkan bahwa tes berpasangan baik duplet ataupun triplet dari parameter sekaligus tidak lebih baik daripada parameter


(29)

tunggal. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang mencoba membuat parameter gabungan dalam bentuk dua dari tiga kombinasi hasil pemeriksaan. Cara ini mungkin dapat minimalisasi kekurangan parameter tunggal dan parameter kombinasi tanpa mengurangi keunggulan dari masing-masing metode.5,8,9,10,11,12

Saat ini, parameter Light masih merupakan standar baku dalam praktek klinis.13 Bahkan pemeriksaan kolesterol pleura belum lazim dimasukkan dalam pemeriksaan / analisa rutin cairan pleura. Penelitian untuk menguji tingkat sensitivitas dan spesifisitas ketiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) cairan pleura baik secara tunggal maupun kombinasi untuk membedakan antara transudat dan eksudat belum banyak dilakukan. Di Indonesia sendiri penelitian seperti ini belum pernah dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keakuratan diagnostik dari beberapa parameter yakni protein, LDH dan kolesterol cairan pleura baik dalam bentuk parameter tunggal, kombinasi dua dan tiga parameter sekaligus serta kombinasi dua dari tiga parameter untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura?

2. Apakah keakuratan diagnostik kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) lebih baik dibandingkan


(30)

dengan parameter tunggal ataupun kombinasi dua atau tiga parameter sebagai parameter diagnostik untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura?

1.3. Hipotesis

keakuratan diagnostik kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) lebih baik dibandingkan dengan parameter tunggal ataupun kombinasi dua atau tiga parameter sekaligus sebagai parameter diagnostik untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi pleura

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Membedakan cairan efusi pleura transudat dan eksudat

1.4.2. Tujuan khusus

1. Memperoleh nilai protein, kolesterol dan LDH cairan pleura pada pasien-pasien efusi pleura.

2. Mengevaluasi dan membandingkan keakuratan diagnostik dari beberapa parameter yakni protein, LDH dan kolesterol cairan pleura baik dalam bentuk parameter tunggal, kombinasi dua atau tiga parameter sekaligus serta kombinasi dua atau lebih dari tiga parameter untuk membedakan antara transudat dan eksudat pada cairan efusi


(31)

pleura melalui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value,

negative predictive value serta akurasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan mengetahui keakuratan diagnostik kombinasi dua dari tiga parameter (protein, LDH dan kolesterol) maka pemeriksaan ini mungkin dapat dipakai sebagai parameter/metode diagnostik yang lebih akurat, lebih mudah, lebih efisien dan lebih hemat biaya dalam membedakan transudat dan eksudat.


(32)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Efusi Pleura

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.7 Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya absorbsi.14 Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.14

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.14 Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.1 Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada

wanita. Di Amerika Serikat, efusi pleura yang berhubungan dengan mesotelioma maligna lebih tinggi pada pria. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya paparan terhadap asbestos. Efusi pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis


(33)

insidensinya lebih tinggi pada pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi rheumatoid juga ditemukan lebih banyak pada pria daripada wanita. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak-anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia.14

2.3. Etiologi Dan Patofisiologi

Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni 0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya.7 Fungsinya adalah untuk memfasilitasi pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan.1 Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer.1,7,15

Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan hidrostatik, tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta kemampuan drainase limfatik (gambar 2.1). Efusi pleura terjadi sebagai akibat gangguan keseimbangan faktor-faktor di atas.14


(34)

Gambar 2.1. Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal cairan pleura. Terlihat bahwa cairan pleura berasal dari pembuluh darah sistemik pada membran pleura parietal dan viseral (ditunjukkan pada panah yang terputus-putus). Pembuluh darah pleura parietal (mikrovaskular interkostal) merupakan terpenting pada sistem ini sebab pembuluh darah ini paling dekat dengan rongga pleura dan memiliki tekanan filtrasi yang lebih tinggi daripada mikrovaskuler bronkial pada pleura viseral. Cairan pleura awalnya akan absorbsi kembali oleh mikrovaskuler, sisanya akan dikeluarkan dari rongga pleura melalui saluran limfatik pada pleura parietal (panah utuh). Dikutip dari: Broaddus VC. 2009. Mechanisms of pleural liquid accumulation in disease. Uptodate.

Persamaan yang menunjukkan hubungan keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik adalah sebagai berikut : Q = k x [(Pmv – Ppmv) – s (nmv – npmv)]. Pada persamaan ini, Q merupakan tekanan filtrasi, k merupakan koefisien filtrasi, Pmv dan Ppmv merupakan tekanan hidrostatik pada ruang mikrovaskular dan perimikrovaskular. s merupakan koefisien refleksi bagi total protein mulai dari skor 0 (permeabel penuh) hingga 1 (tidak permeabel). nmv dan npmv menyatakan tekanan osmotik protein cairan di mikrovaskular dan perimikrovaskular. Pada keadaan normal, cairan yang difiltrasi jumlahnya sedikit dan mengandung protein dalam jumlah yang sedikit pula.15,16


(35)

Adapun gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut

• Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal dari pleura parietalis

• pH 7,60-7,64

• Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL) • Kadungan sel darah putih < 1000 /m3

• Kadar glukosa serupa dengan plasma

• Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.14

Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu pulmoner maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura tersering adalah gagal jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura dan merupakan penyebab efusi pleura tersering), pneumonia, keganasan serta emboli paru.1,14,17 Berikut ini merupakan mekanisme-mekanisme terjadinya efusi pleura :

1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi, keganasan, emboli paru)

2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia, sirosis)

3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner, hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)

4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)


(36)

5. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif, mesotelioma)

6. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan dapat terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi ataupun ruptur duktus torasikus (misalnya : keganasan, trauma)

7. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek struktural. (misalnya : sirosis, dialisa peritoneal)

8. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral

9. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten dari efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan akumulasi cairan lebih banyak lagi.14

Sebagai akibat dari terbentuknya efusi adalah diafragma menjadi semakin datar atau bahkan dapat mengalami inversi, disosiasi mekanis pleura viseral dan parietal, serta defek ventilasi restriktif.14

Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat, bergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik. Pada kasus-kasus tertentu, cairan pleura dapat memiliki karakteristik kombinasi dari transudat dan eksudat.14


(37)

2.3.1. Transudat

Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan dalam tekanan hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah cairan yang dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat diabsorbsi. Pada keadaan ini, endotel pembuluh darah paru dalam kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi masih normal pula sehingga kandungan sel dan dan protein pada cairan efusi transudat lebih rendah. Jika masalah utama yang menyebabkannya dapat diatasi maka efusi pleura dapat sembuh tanpa adanya masalah yang lebih lanjut.17 Selain itu, efusi pleura transudat juga dapat terjadi akibat migrasi cairan yang berasal dari peritoneum, bisa pula iatrogenik sebagai komplikasi dari pemasangan kateter vena sentra dan pipa nasogastrik.14 Penyebab-penyebab efusi pleura transudat relatif lebih sedikit yakni :

• Gagal jantung kongestif • Sirosis (hepatik hidrotoraks)

• Atelektasis – yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli paru • Hipoalbuminemia

• Sindroma nefrotik • Dialisis peritoneal • Miksedema

• Perikarditis konstriktif

• Urinotoraks – biasanya akibat obstuktif uropathy • Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura • Fistulasi duropleura


(38)

• Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular

• Glisinotoraks – sebuah komplikasi yang jarang akibat irigasi kandung kemih dengan larutan glisin 1,5% yang dilakukan setelah pembedahan urologi.14

2.3.2. Eksudat

Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi inflamasi dan biasanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang lebih luas dari efusi transudat. Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun pleura, gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat dari rongga peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran pleura, serta peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh darah. Adapun penyebab-penyebab terbentuknya cairan eksudat antara lain :

• Parapneumonia

• Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma, leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker ovarium, kanker lambung, sarkoma serta melanoma)

• Emboli paru

• Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis reumatoid, sistemic lupus erythematosus)

• Tuberkulosis • Pankreatitis • Trauma


(39)

• Perforasi esofageal • Pleuritis akibat radiasi • Sarkoidosis

• Infeksi jamur

• Pseudokista pankreas • Abses intraabdominal

• Paska pembedahan pintas jatung • Penyakit perikardial

• Sindrom Meig (neoplasma jinak pelvis disertai asites dan efusi pleura) • Sindrom hiperstimulasi ovarian

• Penyakit pleura yang diinduksi oleh obat

• Sindrom yellow nail (kuku kuning, limfedema, efusi pleura) • Uremia

Chylothorax (suatu kondisi akut dengan peningkatan kadar trigilerida pada cairan pleura)

Pseudochylotoraks (suatu kondisi kronis dengan peningkatan kadar kolesterol cairan pleura)

• Fistulasi (ventrikulopleural, billiopleural, gastropleural).14

2.4. Prognosis

Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia cairan pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki kemungkinan lebih


(40)

rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja. Namun begitupun, jika efusi parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat, biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani dengan tepat, dapat berlanjut menjadi empiema, fibrosis konstriktiva hingga sepsis.14

Efusi pleura maligna merupakan pertanda prognosis yang sangat buruk, dengan median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1 tahun. Pada pria hal ini paling sering disebabkan oleh keganasan paru, sedangkan pada wanita lebih sering karena keganasan pada payudara. Median angka harapan hidup adalah 3-12 bulan bergantung dari jenis keganasannya. Efusi yang lebih respon terhadap kemoterapi seperti limfoma dan kanker payudara memiliki harapan hidup yang lebih baik dibandingkan kanker paru dan mesotelioma. Analisa sel dan analisa biokimia cairan pleura juga dapat menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura dengan pH yang lebih rendah biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor yang lebih berat dan prognosa yang lebih buruk.14

2.5. Gambaran Klinis

Efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di rongga pleura bergantung pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah yang kecil sering tidak bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar namun proses akumulasinya berlangsung perlahan hanya menimbulkan sedikit atau bahkan tidak menimbulkan gangguan sama sekali. Jika efusi terjadi sebagai akibat penyakit inflamasi, maka


(41)

gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni : nafas terasa pendek hingga sesak nafas yang nyata dan progresif, kemudian dapat timbul nyeri khas pleuritik pada area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya infeksi, mesotelioma atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk yang lebih berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit dasarnya seperti pneumonia atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos dimana hal ini dapat meningkatkan resiko mesotelioma. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-obat yang selama ini dikonsumsi pasien.14,18

Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi. Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300 mL. Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya dapat ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi

yang masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan pneumonia lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien


(42)

dalam pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi dapat bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik yang sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer, distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat

muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.14,18

2.6. Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan pencitraan radiologis

Evaluasi efusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk menilai jumlah cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta kemungkinan adanya abnormalitas intratorakal yang berkaitan dengan efusi pleura tersebut.7

Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya efusi pleura pada awal diagnosa. Pada posisi tegak, akan terlihat akumulasi cairan yang menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi, kubah diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus yang menjadi tumpul. Untuk foto toraks PA setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang terkumpul sebelumnya agar dapat terlihat di foto toraks PA. Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat mendeteksi efusi pleura dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 mL. jika pada foto lateral dekubitus ditemukan ketebalan efusi 1 cm maka jumlah cairan telah melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan


(43)

torakosentesis. Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak

dijumpai. Pada posisi supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat

memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang homogen yang menyebar pada bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma, disposisi kubah diafragma pada daerah lateral.7,14

Tomografi komputer (CT-scan) dengan kontras harus dilakukan pada efusi

pleura yang tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah dilakukan.14

2.6.2. Pemeriksaan cairan pleura

Analisa cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat memudahkan untuk mendiagnosa penyebab dari efusi tersebut. Prosedur torakosentesis sederhana dapat dilakukan secara bedside sehingga memungkinkan cairan pleura

dapat segera diambil, dilihat secara makroskopik maupun mikroskopik, serta dianalisa.15

Indikasi tindakan torasentesis diagnostik adalah pada kasus baru efusi pleura atau jika etiologinya tidak jelas dimana cairan yang terkumpul telah cukup banyak untuk diaspirasi yakni dengan ketebalan 10 mm pada pemeriksaan ultrasonografi toraks atau foto lateral dekubitus (gambar 2.2). Observasi saja diindikasikan jika efusi yang terjadi diyakini akibat dari gagal jantung kongestif, pleurisi viral, atau akibat pembedahan torak dan abdomen sebelumnya. Namun, jika pada keadaan ini jika dijumpai adanya hal-hal berikut yakni (1) pasien mengalami demam atau merasakan nyeri dada khas pleuritik, (2) jika efusi yang


(44)

terjadi unilateral atau bilateral namun dengan ukuran yang jelas berbeda, (3) tidak ditemukan kardiomegali, (4) efusi tidak respon dengan terapi gagal jantung.14,19

Gambar 2.2. Algoritma evaluasi pasien dengan efusi pleura. Dikutip dari: Light RW. 2002. Pleural effusion. New england journal medicine, vol 346, no 25.


(45)

Langkah diagnostik pertama dalam analisa cairan pleura adalah membedakan antara transudat dan eksudat. Hal ini diperlukan untuk menyederhanakan kemungkinan-kemungkinan etiologi sebelum akhirnya dicapai kesimpulan etiologi yang benar. Selain itu, langkah ini juga dapat menentukan apakah perlu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap efusi pleura untuk memastikan diagnosa.14,21

Ada beberapa paramater yang saat ini dapat dipakai untuk membedakan antara transudat dan eksudat, namun dari keseluruhan parameter tersebut tidak ada yang memiliki akurasi 100%. Pada awalnya, kadar total protein dalam cairan pleura dipakai untuk membedakan jenis cairan pleura dimana jika kadar protein cairan pleura > 3 g/dL maka cairan tersebut merupakan eksudat sedangkan < 3 g/dL merupakan transudat. Namun menurut Meslom (1979), metode ini salah mengklasifikasikan baik transudat maupun eksudat sebesar 30%. Sementara itu, Light dkk. (1972) menyatakan bahwa cairan eksudat harus memenuhi 1 atau lebih kriteria berikut ini : (1) rasio protein cairan pleura dan serum > 0,5 ; (2) Rasio LDH cairan pleura dan serum > 0,6 ; (3) LDH cairan pleura lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum. Sensitivitas dan spesifisitas dari paramater ini pada awalnya dilaporkan cukup tinggi yakni 99% dan 98%. Namun belakangan angka ini ternyata berubah khususnya pada spesifisitasnya yakni hanya berkisar 70-86% saja. Hal ini juga sejalan dengan beberapa penelitian yang terkait (Peterman, 1984 ; Burges,, 1995 ; Assi, 1998 ; Gasquez, 1998). Pada tahun 1995, Costa M dkk. melaporkan bahwa pemeriksaan gabungan LDH dan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan


(46)

hasil terbaik dari kriteria Light yakni 99% dan 98% (sedangkan dalam penelitian ini didapati bahwa spesifisitas kriteria Light hanya 82% saja). Namun dalam penelitian ini cut off LDH yang digunakan untuk eksudat adalah > 200 IU.

Sementara Heffner dkk (1996) melaporkan bahwa cut off LDH > 0,45 dari batas

atas nilai LDH serum normal lebih baik berdasarkan kurva ROC daripada cut off

sebelumnya yakni LDH > 200 IU ataupun LDH > 2/3 (0,6) dari batas atas nilai LDH serum normal. Dalam laporan Costa M dkk, disebutkan pula bahwa spesifisitas pemeriksaan kolesterol cairan pleura dalam membedakan transudat dan eksudat adalah sebesar 100%. Penelitian oleh Hamal dkk. (2012) melaporkan pemeriksaan kolesterol cairan pleura memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) berturut-turut 97,7% ; 100% ; 100% dan 95% dalam membedakan eksudat dan transudat. Sementara itu, pemeriksaan LDH cairan pleura (LDH-P) memiliki nilai berdasarkan urutan sebelumnya yakni sebesar 100% ; 57,8% ; 84,3% ; serta 100%. Kedua pemeriksaan ini (LDH-P dan K-P) memiliki kelebihan yakni tidak perlu pengambilan darah dan cairan pleura secara simultan. Terdapat pula parameter-parameter lain yang dapat digunakan dalam penilaian efusi pleura seperti rasio albumin pleura/serum, rasio kolesterol pleura/serum serta rasio bilirubin pleura/serum, namun parameter-parameter yang disebutkan terakhir tidak memberi hasil yang lebih memuaskan.5,8,10,21

2.6.3. Evaluasi terhadap efusi eksudatif

Penjajakan lebih lanjut diperlukan pada efusi pleura eksudatif bergantung pada keadaan klinisnya. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan antara lain :


(47)

hitung jumlah dan jenis sel, pengecatan dan pembiakan kuman, pemeriksaan kadar gula dan kadar LDH, analisa sitologi, serta uji diagnostik tuberkulosis pada cairan pleura.20

Jika pada pemeriksaan hitung jumlah dan jenis sel pada cairan pleura ditemukan predominasi sel netrofil ( > 50% dari seluruh sel) maka kemungkinan sedang terjadi proses akut pada pleura. Hal ini dapat terjadi pada keadaan : efusi parapneumonia, emboli paru serta pankreatitis. Namun hal yang sama tidak ditemukan pada efusi maligna dan efusi akibat tuberkulosis. Sementara jika sel didominasi oleh jenis mononuklear, maka hal tersebut menandakan adanya proses kronis. Jika dijumpai sel limfosit ( > 85%) dalam jumlah yang besar maka keganasan atau tuberkulosis mungkin saja menjadi penyebab. Namun hal ini dapat terjadi juga pada efusi pleura paska pembedahan pintas jantung. Jika dominasinya selnya adalah eosinofil (pleural fluid eosinophilia/PFE) ( > 10%) maka

kemungkinannya terdapat darah atau udara dalam rongga pleura. Namun dapat pula berkaitan dengan reaksi terhadap obat, infeksi parasit, jamur, kriptokokus atau efusi akibat keganasan dan tuberkulosis yang mengalami torasentesis berulang. Jika ditemukan mesotelioma > 5% dari seluruh sel berinti, maka kemungkinan tuberkulosis menjadi semakin kecil. Dan Jika jumlah sel mesotelial sangat banyak dijumpai maka kemungkinannya adalah emboli paru.14,20

Pengecatan Gram dan kultur cairan pleura terhadap bakteri aerob dan anaerob akan memberikan hasil identifikasi kuman terhadap efusi pleura akibat infeksi. Secara umum tingkat keberhasilan kultur kuman dari cairan pleura adalah sebesar 60%. Hasil ini akan lebih sedikit lagi dijumpai pada infeksi kuman


(48)

anaerob. Untuk meningkatkan keberhasilan kultur, khususnya patogen anaerob, maka inokulasi dilakukan sesegera mungkin (sesaat setelah sampel diambil) pada media agar darah. Pemeriksaan lain yang spesifik untuk evaluasi terhadap efusi pleura eksudatif dapat dilihat pada gambar 2.3.14,19,20


(49)

Gambar 2.3. Berbagai uji diagnostik cairan pleura. Dikutip dari: Porcel JM, Light RW. 2006. Diagnostic approach to pleural effusion in adults. American family physician, vol 73, no 7.

2.7. Penatalaksanaan

Efusi transudatif biasanya ditangani dengan mengobati penyakit dasarnya. Namun demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat maupun eksudat dapat menyebabkan gejala respiratori berat. Dalam keadaan ini, meskipun etiologi dan penanganan penyakit dasarnya telah dipastikan, drainase efusi perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Penanganan efusi eksudatif bergantung pada etiologi yang mendasarinya. tiga etiologi utama yang paling sering dijumpai pada efusi eksudatif adalah pneumonia, keganasan dan tuberkulosis. Parapneumonia yang mengalami komplikasi dan empiema harus didrainase untuk mencegah pleuritis fibrotik. Efusi maligna biasanya didrainase


(50)

rekurensi. Beberapa obat-obatan diketahui dapat menyebabkan efusi pleura yang bersifat transudatif. Hal ini perlu diketahui secara dini untuk menghindari prosedur diagnostik lain yang tidak perlu.14

2.7.1. Efusi parapneumonik

Dari seluruh efusi pleura eksudatif, efusi pleura parapneumonik secara khusus mendapat prioritas utama untuk sesegera mungkin didiagnosa dan penanganan berupa drainase meskipun antibiotik empiris telah diberikan. Hal ini disebabkan karena efusi pleura yang terinfeksi dapat mengalami koagulasi secara cepat dan membentuk lapisan fibrous sehingga nantinya memerlukan tindakan bedah untuk dekortikasi. Adapun indikasi torakosentesis urgensi pada efusi parapneumonia antara lain : (1) cairan purulen ; (2) pH cairan pleura < 7,2 ; (3) efusi terlokulasi ; (4) dijumpai bakteri pada pewarnaan Gram atau pada biakan. Pasien yang tidak memenuhi kriteria diatas harus menunjukkan perbaikan dengan terapi antibiotik yang sesuai dan diberikan selama 1 minggu.14

2.7.2. Efusi pleura maligna

Efusi pleura merupakan suatu pertanda kondisi yang berat dengan harapan hidup kurang dari 1 tahun. Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi pleura dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi gejala yang disebabkan oleh distorsi diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi. Jenis efusi ini biasanya sering berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang, pleurodesis atau pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan cairan efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Pada pasien yang mengalami efusi


(51)

masif sehingga jaringan paru mengalami pendesakan, maka pemasangan kateter yang menetap merupakan pilihan utama. Namun jika tidak ada pendesakan terhadap paru, maka pilihan lain yang dapat digunakan adalah pleurodesis (pleural sklerosis). Dari sebuah penelitian non-randomized oleh Fysh ET dkk (2012)

didapati bahwa 34 pasien yang memilih menggunakan kateter menetap secara signifikan lebih cepat pulang dari rumah sakit, lebih jarang mengalami rekurensi efusi, dan lebih cepat memperoleh perbaikan kualitas hidup dibanding 31 pasien lainnya yang memilih tindakan pleurodesis.14

2.7.3. Pleuritis tuberkulosa

Hal yang khas dari efusi yang disebabkan oleh tuberkulosa adalah sifatnya yang dapat sembuh sendiri. Namun demikian, 65% pasien dengan pleuritis tuberkulosa primer mengalami reaktivasi dalam 5 tahun. Oleh karena itu pemberian obat antituberkulosis biasanya akan dimulai sebelum hasil kultur diperoleh jika keadaan klinis mendukung, dan hasil analisa cairan pleura menunjukkan suatu eksudat yang tidak dapat dijelaskan atau dengan cairan efusi limfositik serta tes tuberkulin positif.14

2.7.4. Intervensi bedah

Intervensi bedah paling sering diperlukan dalam penanganan efusi parapneumonia yang tidak dapat didrainase secara adekuat dengan jarum biasa ataupun dengan kateter ukuran kecil. Torakoskopi dengan tuntunan video bermanfaat untuk dapat memvisualisasi dan biopsi pleura secara langsung untuk mendiagnosa efusi eksudatif secara lebih baik. Tindakan dekortikasi bermanfaat untuk membebaskan bagian paru yang terjebak pada bagian pleura yang


(52)

mengalami penebalan. Pemasangan pintasan pleuroperitoneal merupakan salah satu pilihan dalam penanganan efusi pleura yang mengalami rekurensi, simtomatik, dan kebanyakan hal ini dijumpai pada efusi pleura maligna, namun digunakan pula pada efusi chylous. Namun sayangnya jalur pintasan sering mengalami disfungsi sehingga sering diperlukan pembedahan untuk perbaikan. Tindakan bedah juga diperlukan untuk kasus-kasus jarang seperti defek diafragma pada pasien dengan ascites, serta untuk mengikat duktus torasikus untuk mencegah reakumulasi efusi chylous. Disiplin ilmu lain yang mungkin terlibat dalam penanganan efusi pleura antara lain : pulmonologis, radiologi intervensi, serta bedah toraks bergantung pada lokasi efusi dan kondisi klinis. 14

2.7.5. Torasentesis terapeutik

Torasentesis teraputik betujuan untuk mengeluarkan cairan dalam jumlah yang banyak pada efusi pleura untuk mengurangi sesak dan menghambat proses inflamasi yang sedang berlangsung dan juga fibrosis pada efusi parapneumonia. Tiga hal berikut penting untuk diperhatikan dalam prosedur torasentesis yakni, (1) gunakan kateter berukuran kecil atau kateter yang didesain khusus untuk drainase cairan dan upayakan jangan menggunakan jarum untuk menghindari pneumotoraks. (2) monitoring oksigenasi ketat selama dan setelah tindakan perlu dilakukan untuk memantau oksigenasi arterial yang dapat saja memburuk akibat perubahan perfusi dan ventilasi selama proses re-ekspansi paru. (3) Usahakan cairan yang diambil tidak terlalu banyak aqgar tidak terjadi edema paru dan pneumotoraks. Biasanya 400-500 cc cairan yang dikeluarkan telah memberikan dampakk berupa berkurangnya sesak nafas. Sedangkan batasan yang


(53)

direkomendasikan dalam sekali prosedur torakosentesis adalah 1-1,5 L. Batuk sering terjadi pada proses torasentesis. Hal ini sering terjadi dan tidak merupakan indikasi untuk menghentikan prosedur kecuali pasien merasa sangat tidak nyaman. 14

2.7.6. Pipa Torakostomi

Pipa torakostomi diindikasikan pada efusi yang lebih masif dan efusi parapneumonia yang terkomplikasi ataupun empiema.14


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan data secara potong lintang.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2014

3.3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien-pasien yang didiagnosa efusi pleura yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2014. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai.

3.4. Sampel Penelitian

3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.


(55)

3.4.2. Besar sampel

Digunakan rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan menggunakan rumus uji hipotesis proporsi tunggal. Besar sampel ditentukan dengan rumus:22

� ≥ ��(1−�2)��0

(1− �0)+ �(1−�)��(1− �)� 2

(�0− ��)2

� : besar sampel

�(1−� 2)

: nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 → Zα = 1.96.

�(1−�) : nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung

pada nilai β yang ditentukan. Untuk α = β = 0,10 → Zβ= 1.282.

�0 : proporsi efusi pleura pada populasi umum = 0.40 4

�0− �� : beda proporsi yang bermakna , ditetapkan bebas = 0.20

�� : perkiraan proporsi efusi pleura pada populasi umum

yang diteliti

Menurut rumus diatas maka diperlukan sampel minimal sebanyak : 63 sampel.

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Usia > 16 tahun

2. Pasien bersedia mengikuti penelitian dan dibuktikan dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent)


(56)

3. Pasien dengan diagnosa klinis yang definitif dimana efusi pleura dikonfirmasi dengan foto rontgen toraks.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang tidak bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian 2. Usia < 16 tahun

3. Diagnosa penyebab efusi pleura pada pasien tidak jelas

3.6. Identifikasi Variabel 3.6.1. Variabel Bebas

1. Protein pleura (P-P)

2. Laktat dehidrogenase pleura (LDH-P) 3. Kolesterol Pleura (K-P)

4. Protein + Laktat dehidrogenase pleura (P-P + LDH-P) 5. Protein + Kolesterol pleura (P-P + K-P)

6. Laktat dehidrogenase + Kolesterol pleura (LDH-P + K-P)

7. Protein + Laktat dehidrogenase + Kolesterol pleura ( P-P + LDH-P + K-P)

8. Protein + Laktat dehidrogenase pleura (P-P + LDH-P) atau Protein + Kolesterol pleura (P-P + K-P) atau Laktat dehidrogenase + Kolesterol pleura (LDH-P + K-P) atau Protein + Laktat dehidrogenase + Kolesterol pleura (P-P + K-P + LDH-P)


(57)

3.6.2. Variabel Terikat

Cairan pleura eksudat

3.7. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

1 Efusi Pleura akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura 2 Efusi pleura

transudat

Efusi pleura yang dihasilkan dari

ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik

3 Efusi pleura eksudat

Efusi pleura yang dihasilkan oleh proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik

4 Protein Sebuah kelompok molekul organik yang terdiri dari nitrogen, karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur.4

5 Laktat

dehidrogenase

Merupakan sebuah enzim dari kelas oksireduktase yang mengkatalisasi reduksi piruvat menjadi (S)-laktat dengan menggunakan NADH (nicotinamide adenine dinucleotide hydrogen) sebagai donor elektron.23


(58)

6 Kolesterol Merupakan sterol pada eukariotik yang berperan sebagai prekursor asam empedu dan hormon steroid serta merupakan bagian pokok dari membran sel yang memungkinkan adanya kemampuan sel yang dapat berubah-ubah bentuk serta sifat permeabilitasnya.23

3.8. Cara Kerja

Seluruh subjek penelitian dimintai persetujuan secara tertulis tentang kesedian mengikuti penelitian (informed consent). Setelah dilakukan pemeriksaan

klinis lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk melokalisasi efusi pleura. Tapping untuk diagnostik dilakukan pada

semua kasus, hal ini dilakukan dilakukan dengan mengambil cairan pleura sebanyak 20 mL dengan menggunakan jarum suntik pada daerah dada bagian belakang bergantung dari lokasi cairan efusi setelah sebelumnya terlebih dahulu dilakukan tindakan pembersihan kuman dan pembiusan lokal. Luka bekas penusukan akan ditutup dengan kasa steril. Selanjutnya cairan tersebut akan diperiksa di laboratorium patologi klinik RS. H. Adam Malik. Kadang-kadang diperlukan juga bantuan pemeriksaan ultrasonografi toraks untuk membantu memastikan lokasi cairan. Pada seluruh sampel cairan pleura dilakukan pemeriksaan hitung jenis sel, protein, glukosa, LDH, kolesterol, pembiakan kuman, pengecatan kuman tahan asam, serta pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan tomografi komputer toraks (CT-scan),


(59)

bronkoskopi, serta sitologi aspirasi jarum halus juga dilakukan untuk menentukan etiologi efusi pleura jika diperlukan sesuai indikasi.

Jika diagnosa klinis telah didapat, maka parameter cairan pleura dianalisa terhadap diagnosis tersebut. Hal-hal dibawah ini digunakan sebagai bukti terhadap suatu diagnosis etiologi :

1. Gagal jantung kongestif : jika ditemukan gambaran klinis yang sesuai (meningkatnya tekanan vena jugularis, takikardia serta gallop ventrikular) dengan kardiomegali atau adanya disfungsi kardiak pada pemeriksaan ekokardiografi

2. Penyakit ginjal : peningkatan kadar urea (>20 mmol/L) atau kreatinin >167 mikromol/L dengan gejala dan tanda-tanda overload cairan

3. Keganasan : disertai dengan bukti pemeriksaan sitologi atau histologi adanya tumor maligna dan tidak ada kondisi lain yang berhubungan dengan efusi pleura

4. Sirosis hati : dijumpai hasil yang sesuai pada pemeriksaan ultrasonografi atau tomografi komputer disamping juga klinis dan bukti laboratorium yang memperlihatkan adanya kerusakan hati dan hipertensi portal

5. Efusi infektif : adanya bukti infeksi yang jelas (biakan kuman positif), meningkatnya CRP (C-reactive protein) atau leukositosis, atau hasil

positif pada pemeriksaan pengecatan sputum

Efusi yang berkatian dengan gagal jantung kongestif, hipoalbuminemia, serta sirosis hati diklasifikasikan sebagai transudat sementara yang lainnya


(60)

diklasifikasikan sebagai eksudat. Maka, dalam penelitian ini efusi pleura diklasifikasikan menjadi transudat dan eksudat berdasarkan diagnosis etiologi, nilai protein cairan pleura (cut off yang untuk eksudat adalah >2,9 g/dL), nilai

kolesterol cairan pleura (cut off yang digunakan untuk eksudat adalah >1,16

mmol/L atau >45 mg/dL, sebagaimana yang dilaporkan oleh Heffner dkk. 2002) serta nilai LDH cairan pleura (cut off yang digunakan untuk eksudat >0,45 batas

atas kadar LDH normal serum).14

3.9 Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan (ethical clearance)

dari komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Seluruh pasien yang bersedia ikut dalam penelitian ini memberikan informed consent secara tertulis. Dalam memberikan persetujuan tersebut pasien sebelumnya telah diberitahu akan makna, manfaat dan kemungkinan efek samping yang tidak menyenangkan yang mungkin bisa terjadi.

3.10 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Package

for Social Sciences, Chicago, IL, USA) Versi 17.0 untuk Windows. Analisa data

untuk menentukan Sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative


(61)

Eksudat

(+) (-)

P-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

LDH-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

K-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

P-P + LDH-P (+) a b


(62)

Eksudat

(+) (-)

P-P + K-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

LDH-P + K-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

P-P + LDH-P + K-P (+) a b

(-) c d

Eksudat

(+) (-)

P-P + LDH-P / P-P + K-P / LDH-P + K-P/

P-P + LDH-P + K-P

(+) a b


(63)

Rumus perhitungan :

• Sensitivitas = a : (a+c) • Spesifisitas = d : (b+d) • Positive predictive value = a : ( a + b ) • Negative predictive value = d : ( c + d )

• Akurasi = a+d : (a+b+c+d)


(64)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Secara keseluruhan pada penelitian ini terdapat 72 sampel, namun 6 sampel dieksklusikan karena diagnosa akhir tidak jelas, sehingga sampel yang termasuk kriteria inklusi adalah 66 sampel. Subjek pada kelompok eksudat lebih banyak (n=56) dibandingkan kelompok transudat (n=10) dengan rentang usia masing-masing 17-76 tahun dan 19-71 tahun (tabel 4.1.). Pada kelompok eksudat didapati bahwa laki-laki lebih banyak dari perempuan (56,1%), sebaliknya pada kelompok transudat didapati bahwa perempuan lebih banyak dari laki-laki (60%). Kemudian sampel dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan diagnosa etiologi. Kelompok pertama dikategorikan sebagai eksudat yang berjumlah 56 orang dan kelompok kedua dikategorikan sebagai transudat yang berjumlah 10 orang (gambar 4.1.)

Tabel 4.1. Karakteristik subyek penelitian

Keseluruhan Eksudat (n = 56) Transudat (n = 10) Usia Median (tahun) Rentang (tahun) 49 17-76 49 17-76 4955 19-71 Jenis Kelamin Laki-laki (%) Perempuan (%) 37 (56,1) 29 (43,9) 33 (58,9) 23 (41,1) 4 (40) 6 (60)


(65)

Gambar 4.1. Distribusi jenis cairan pleura berdasarkan diagnosis etiologi

Penyebab terbanyak efusi pleura pada studi ini adalah parapneumonia dengan jumlah 21 dari 66 kasus (gambar 4.2) dengan jenis kuman penyebab terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae (n=6) diikuti dengan Acinetobacter baumannii (n=3), Escherichia coli (n=3), Staphylococcus hominis (n=1), Sphingomonas paucimobilis (n=1), Granulicatella adiacens (n=1), Pseudomonas aeruginosa (n=1), Burkholderia cepacia (n=1), Morganella morganii (n=1), Pseudomonas stutzeri (n=1), serta Providencia rettgeri (n=1). Nilai LDH, kolesterol serta protein pada efusi pleura yang disebabkan oleh parapneumonia dan tuberkulosis secara statistik tidak berbeda signifikan. Sementara tabel


(66)

4.2.menunjukkan bahwa etiologi eksudat terbanyak adalah parapenumonia (37,5%), diikuti oleh malignansi (34%), tuberkulosa (25%), dan chylothorax

(3,5%). Sedangkan pada transudat, kebanyakan disebabkan oleh gagal jantung (90%) dan sisanya sirosis hepatis (10%).

Tabel 4.2. Etiologi eksudat dan transudat

Etiologi Jumlah %

Eksudat Chylothorax Malignansi Parapneumonia Tuberkulosa

2 19 21 14

3.5 34 37,5 25 Transudat

Gagal jantung Sirosis hepatis

9 1

90 10


(67)

4.2. Perbandingan Berbagai Kriteria Kombinasi Parameter

Dalam studi ini, parameter-paramater yang diperiksa pada cairan pleura antara lain laktat dehidrogenase pleura (LDH-P), protein pleura (P-P) dan kolesterol pleura (K-P). Nilai rerata LDH-P untuk eksudat adalah 6039,47 ± 18606,44 sedangkan untuk transudat memiliki nilai rata-rata 173,60 ± 86,24. Nilai rerata P-P untuk eksudat adalah 4,76 ± 1,62 sedangkan untuk transudat bernilai rata-rata 1,61 ± 0,477 (tabel 4.3). Pengukuran K-P memiliki nilai rata-rata 114,39 ± 137,77 pada eksudat dan 22 ± 9,87 pada transudat. Seluruh parameter ini berbeda signifikan (p <0,05) antara kelompok transudat dan eksudat. Namun, dari tabel diatas berdasarkan rumus perhitungan uji diagnostik dengan menggunakan SPSS maka didapat bahwa kriteria diagnostik kombinasi P-P + LDH-P / P-P+K-P/ LDH-P + KP/ P-P + LDH-P + K-P merupakan kriteria yang paling baik untuk membedakan eksudat dan transudat dibandingkan dengan kriteria lainnya baik tunggal maupun kombinasi dimana nilai sensitivitas 94,6%, spesifisitas 90%, PPV 98,1 %, NPV 75%, serta akurasi 92,4% (tabel 4.4). Pada efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis, nilai minimum LDH yang didapatkan adalah 213 U/L, sedangkan nilai minimum protein dan kolesterol berturut-turut adalah 2,6 g/dL dan 6 mg/dL. Hal ini menunjukkan bahwa nilai LDH pada seluruh sampel efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosa melewati batas nilai cut off (202,5


(68)

Tabel 4.3. Pengukuran parameter LDH-P, P-P, dan K-P Parameter Eksudat

(Rata-rata ± SD)

Transudat (Rata-rata ± SD)

p-value

LDH-P 6039,47 ± 18606,44 173,60 ± 86,24 0,02

P-P 4,76 ± 1,62 1,61 ± 0,477 0,0001

K-P 114,39 ± 137,77 22 ± 9,87 0,0001

Tabel 4.4.Perbandingan nilai diagnostik berbagai kriteria parameter dalam menentukan Tabel 4.4. Perbandingan nilai diagnostik berbagai kriteria parameter dalam menentukan cairan pleura eksudat

Parameter Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) PPV (%) NPV (%) Akurasi (%) p-value

LDH-P 92,9 70 94,5 63,6 89,4 0,02 P-P 91,1 90 98,1 64,3 90,9 0,0001 K-P 87,5 100 100 58,8 89,4 0,0001 LDH-P + P-P 85,7 90 98 52,9 86,4 0,0001 P-P + K-P 83,9 100 100 52,6 86,4 0,0001 LDH-P + K-P 82,1 100 100 50 84,8 0,0001 P-P + LDH-P + K-P 78,6 100 100 45,5 81,8 0,0001 P-P + LDH-P /

P-P+K-P/ LDH-P + KP/ P-P + LDH-P + K-P

94,6 90 98,1 75 92,4 0,0001

BAB V

Keterangan : LDH-P = laktat dehidrogenase ; P-P = Protein Pleura ; K-P = Kolesterol pleura ; PPV = Positive predictive value, NPV = Negative predictive value

Keterangan : LDH-P = laktat dehidrogenase ; P-P = Protein Pleura ; K-P = Kolesterol pleura ; SD = Standar deviasi ; p-value sig (<0,05)


(69)

BAB 5 PEMBAHASAN

Studi ini memperlihatkan bahwa keakuratan 3 parameter (LDH-P, P-P, K-P) baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi memiliki keakuratan yang sangat baik. Nilai akurasi dari seluruh dari kriteria baik tunggal maupun kombinasi >80%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga parameter ini memiliki kemampuan yang sangat baik untuk membedakan cairan transudat dan eksudat pada efusi pleura.

Dari seluruh kriteria yang dibandingkan dalam studi ini, dapat dilihat bahwa kombinasi 2 atau lebih dari antara tiga parameter memiliki akurasi terbaik dalam membedakan cairan eksudat dan transudat. Meskipun spesifisitas dan nilai prediksi positif kriteria ini bukan yang terbaik, namun kriteria ini memberikan nilai sensitivitas dan nilai prediksi negatif yang lebih tinggi dibanding kriteria lainnya. Oleh karenanya, berdasarkan studi ini, dapat dikatakan bahwa kriteria kombinasi 2 atau lebih dari antara tiga parameter (LDH-P, K-P, dan P-P) merupakan kriteria terbaik untuk membedakan cairan transudat dan eksudat.

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang cukup baik terhadap penggunaan kolesterol sebagai parameter diagnostik dalam membedakan transudat dan eksudat. Valdes dkk (1991) misalnya, dalam studinya mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan kolesterol pleura untuk membedakan eksudat dan transudat yakni berturut-turut sebesar 91% dan 100% dengan PPV 100%.9 Laktat dehidrogenase dalam berbagai studi misalnya oleh Light dkk


(70)

(1972) serta oleh Heffner dkk (1997) merupakan salah satu parameter penting dalam penilaian jenis efusi pleura.5,8 Sensitivitas dan nilai prediktif negatif parameter ini sangat tinggi dari beberapa studi. Namun sayang parameter LDH kurang baik dalam hal spesifisitas dan nilai prediktif positif.8 Protein merupakan salah satu parameter paling awal ditemukan untuk pemeriksaan jenis efusi pleura. Hingga kini pemeriksaan protein juga masih merupakan salah satu parameter yang harus diperiksa dalam analisa rutin cairan pleura.

Pada perkembangannya, berbagai studi mencoba untuk menemukan kriteria baru berdasarkan parameter-parameter yang sudah ada untuk mendapatkan hasil/tingkat akurasi yang lebih optimal. Berbagai studi ini mencoba melakukan kombinasi terhadap parameter-parameter yang ada dan terdapat pula studi yang mencoba menggunakan cut off yang berbeda, namun hasil dari studi

yang satu dengan yang lain sering tidak konsisten dan kelihatannya belum bisa memberikan pilihan yang paling baik dalam menilai jenis cairan pleura. Studi ini menggunakan kombinasi 2 atau lebih parameter positif dari 3 parameter yang ada untuk menentukan suatu cairan disebut eksudat dengan nilai cut off yang sudah

ditetapkan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dan ternyata hal ini berhasil meningkatkan akurasi diagnostiknya.

Keterbatasan studi ini adalah tidak menilai parameter lain berupa rasio nilai di cairan pleura dengan di darah, sehingga tidak dapat membandingkan secara langsung nilai akurasinya dengan yang lain. Namun beberapa penelitian yang lain memperlihatkan bahwa parameter berupa rasio antara nilai cairan pleura dan serum tidak memberikan hasil yang lebih baik.


(71)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Studi ini menunjukkan kriteria kombinasi 2 atau lebih dari 3 parameter (LDH-P, P-P, K-P) lebih unggul dalam sensitivitas, negative predictive

value serta akurasi dalam membedakan antara transudat dan eksudat

dibanding parameter-parameter lain baik tunggal maupun kombinasi tetap.

2. Ketiga parameter di atas tidak memerlukan perbandingan dengan nilai serum secara simultan, sehingga hal ini membuatnya lebih mudah, efisien, serta lebih nyaman.

6.2. Saran

1. Pemeriksaan LDH, protein dan kolesterol sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin terhadap analisa cairan efusi pleura. Selain itu, pemeriksaan plasma darah secara simultan untuk melihat rasio nilai parameter tertentu antara cairan pleura dan darah dirasa tidak perlu lagi dilakukan, sebab melalui parameter-parameter dalam studi ini, cairan pleura dapat dibedakan dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi sehingga dalam praktek hal ini menjadi lebih mudah, efektif dan biaya lebih efisien.


(72)

2. Selanjutnya diperlukan penelitian lebih lanjut dengan studi validasi skala yang lebih besar dan dengan populasi yang berbeda.


(1)

tersebut.

Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah suka rela. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/Ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian. Atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Nama : dr. Guntur Mulia Jendry Ginting Telepon : 085297004237

Medan, 2014


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Departemen Penyakit Dalam FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :………..

Umur :………..tahun

Pekerjaan :………..

Alamat :………..

………

Nomor telpon :………..

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul ““Pemeriksaan protein, kolesterol dan laktat dehidrogenase cairan pleura sebagai parameter dalam membedakan efusi pleura transudat dan eksudatdan memahami bahwa saya dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini, maka saya setuju ikut serta dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, ……… 2014

Mengetahui, Yang menyatakan,

Peneliti Saksi Peserta Penelitian


(3)

Data Pribadi

Data Peserta Penelitian

Nama :... Jenis Kelamin :... Umur : ...tahun MR:... Alamat :... Suku Bangsa :... Pekerjaan :... No Telepon :...

Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Analisa Cairan Pleura

NO PEMERIKSAAN HASIL

1 Kolesterol cairan pleura (K-P) 2 Protein cairan pleura (P-P)

3 Laktat dehidrogenase pleura (LDH-P)


(4)

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : dr. Guntur Mulia Jendry Ginting Tempat/Tgl Lahir : Rantau Prapat / 19 September 1984 Suku/Bangsa : Batak Karo / Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Rinte Raya No 139 Kel. Simpang Selayang, Medan.

II. Keluarga

Istri : 1

Anak : 2

III. Pendidikan

SD Panglima Polem, R. Prapat, Tamat Tahun 1996 SLTP Panglima Polem R. Prapat, Tamat Tahun 1999 SMU St. Thomas 1 Medan, Tamat Tahun 2002

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Tamat Tahun 2008 Peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU tahun 2012-sekarang

IV. Riwayat Pekerjaan

• Dokter PTT Depkes Kabupaten Nias tahun 2008 s/d 2009

• Dokter PNS Puskesmas Negri Lama Kab. Labuhan Batu Prov. Sumut 2010 s/d sekarang

V. Perkumpulan Profesi

Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

VI. Tulisan Ilmiah -

VII. Partisipasi dalam Kegiatan Ilmiah

1. Peserta Pelatihan Advanced Cardiac Life Support di Fakultas Kedokteran USU 21-23 November 2008


(6)

3. Panitia & Peserta Kongres Nasional XV Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI XV) di Medan 12-15 Desember 2012

4. Peserta Simposium The 3rd Medan Respiratory Care Meeting Annually (MERCY) 2013 di Santika Premiere Dyandra Hotel, Medan-Indonesia 19 April 2013

5. Peserta Seminar Linagliptin : A Novel DPP IV Inhibitor di Grand Aston Hotel Medan, 11 Juni 2013.

6. Peserta Workshop Basic Pulmonary Emergency Life Support dalam The 3rd Medan Respiratory Care Meeting Annually (MERCY) 2013 di Santika Premiere Dyandra Hotel, Medan-Indonesia 19 April 2013

7. Panitia & Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan ilmu Penyakit Dalam XIV & Gastroenterohepatologi Update XI di Convention Center Hotel Tiara, Medan 12-14 September 2013

8. Panitia & Peserta Medan Chest and Clinical Immunology (MCCI) di Tiara Convention Center, Medan 5-7 Desember 2013

9. Peserta Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Ultrasonografi Tahap Pertama bagi Peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam di RSUP HAM Medan, 7-10 Mei 2014 10. Peserta Perkemahan Diabetes-3 di The Hill Hotel & Resort

Sibolangit – Sumatera Utara, 7-8 Juni 2014

11. Peserta Workshop Pain Management dalam acara Pertemuan Ilmiah Tahunan XV Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU & PERHOMPEDIN Medan 2014 di Hotel Grand Aston Medan 20-22 Juni 2014