Sensitivitas Dan Spesifisitas Pemeriksaan CEA Cairan Pleura Dalam Diagnosis Efusi Pleura Ganas Karena Kanker Paru

(1)

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA

CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS

KARENA KANKER PARU

TESIS

Oleh

SRI REZEKI ARBANINGSIH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN


(2)

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA

CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS

KARENA KANKER PARU

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.Adam Malik Medan

Oleh

SRI REZEKI ARBANINGSIH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN


(3)

PERNYATAAN

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA

CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS

KARENA KANKER PARU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 06 September 2010


(4)

(5)

Telah Diuji pada:

Tanggal 23 September 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua

: Dr. H. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

Sekretaris

: Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)

Anggota

: - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

- Dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K)

- Dr. H. Pandiaman Pandia, Sp.P(K)

- Dr. Amira P. Tarigan, Sp.P


(6)

TESIS

PPDS DEPT. PULMONOLOGI DAN I.KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian : Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura dalam diagnosis efusi pleura ganas karena kanker paru

Nama Peneliti : Sri Rezeki Arbaningsih

NIP :

---Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi Penelitian : RS pemerintah dan RS swasta di kota Medan Biaya yang dibutuhkan : Rp.


(7)

ABSTRAK

Tujuan

: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura

dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru

Metode

: uji diagnostik secara observasional (

cross sectional study

).

Hasil

: Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker

paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura

diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas

93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi

78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif

bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia

complicated.

Hasil CEA positif

lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat

hemorhagik (60%).

Kesimpulan

: Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura

ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura

dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam

mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat

pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih

selektif.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segenap puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas berkah rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan CEA Cairan Pleura dalam

Diagnosis Efusi Pleura Ganas karena Kanker Paru” yang merupakan salah satu

syarat akhir pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.

Adam Malik Medan.

Keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tulisan akhir ini

tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai

pihak. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam karya tulis

ini, namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

Selama mengikuti pendidikan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi ini perkenankanlah pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi

dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah

banyak mendedikasikan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan dan

pengalaman klinis yang tak ternilai harganya.

Dr. H. Pandiaman S. Pandia, SpP(K), sebagai Wakil Ketua Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik

Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat serta pengetahuan

selama penulis menjalani pendidikan.


(9)

Dr. H. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H sebagai Ketua Program Studi

Ilmu Penyakit Paru FKUSU/ RSUP.H.Adam Malik Medan, yang senantiasa

berupaya menanamkan disiplin, ketelitian, membimbing, memberikan nasehat dan

pengetahuan selama penulis menjalani pendidikan.

Dr. Pantas Hasibuan, SpP(K) sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit

Paru FKUSU/RSUP.H.Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan

motivasi, pengetahuan, nasehat dan dorongan yang bermanfaat bagi penulis untuk

dapat menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K), yang telah banyak memberikan nasehat,

pengetahuan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama penulis

menjalani masa pendidikan.

Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, SpP(K), sebagai kooordinator penelitian

ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/

RSUP H. Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

(PDPI) Cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.

Dr. Widirahardjo, SpP(K), sebagai pembimbing utama dalam penyusunan

dan penyempurnaan penelitian ini, yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik dan arahan, serta pengetahuan mengenai penyakit pleura dan

penanganan kegawatannya selama penulis menjalani pendidikan.

Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes,

sebagai pembimbing statistik yang telah banyak memberikan bantuan dan

bimbingan kepada penulis dalam analisa statistik pada penelitian ini.


(10)

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada Dr. Sumarli, SpP(K), Prof. Dr. RS Parhusip, SpP(K), dan Alm.

Dr. H. Sugito, SpP(K) yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan

ilmu pengetahuan serta pengalaman selama mengabdi pada Departemen

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H.Adam Malik Medan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Usman,

SpP, Dr. Fajrinur Syarani, SpP(K), Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira

Permatasari Tarigan, SpP, Dr. Bintang Sinaga, SpP, Dr. Noni Novisari Soeroso,

SpP dan Dr. Setia Putra Tarigan, SpP, yang telah banyak memberikan bantuan,

nasehat, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMF

Paru RS.Dr.Pirngadi Medan - Dr. Syahlan, SpP, Kepala BP4 – Dr. Adlan N. Lufti

Sitompul, SpP, beserta seluruh staf jajarannya yang telah banyak memberikan

bantuan dan arahan demi kelancaran penelitian penulis di RS tersebut.

Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada

Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK(K), FISH, dan Dr. Stephen Udjung,

SpPA, yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan arahan yang

sangat mendukung penulis dalam pelaksanaan penelitian.

Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada

jajaran analis di laboratorium patologi klinik RS.Gleni Medan, para perawat di

RSUP. H. Adam Malik Medan, perawat RS.Dr.Pirngadi Medan dan perawat BP4

yang telah memberikan bantuan dan berkenan bekerjasama dengan penulis dalam

pelaksanaan penelitian.


(11)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP-PPDS FKUSU, Direktur RS.H.Adam

Malik Medan, Direktur RS.Materna Medan, Direktur RS.PTPN II Tembakau Deli,

Ketua Departemen Kardiologi FKUSU/RS.HAM, Ketua Departemen Patologi

Anatomi FKUSU, Ketua Departemen Mikrobiologi FKUSU, yang telah

memberikan kesempatan, pengetahuan dan bimbingan sehingga penulis dapat

banyak menimba ilmu selama menjalani pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman sejawat peserta

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Penyakit Paru FKUSU,

pegawai tata usaha, perawat/ petugas poliklinik, ruang bronkoskopi, ruang rawat

inap bagian paru (RA3), Instalasi Perawatan Intensif/ICU, Unit Gawat Darurat

RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah menjalin kerja sama selama penulis

menjalani pendidikan.

Dengan penuh rasa bakti dan terima kasih yang tidak terhingga penulis

sampaikan kepada Ayahanda Dr.Ruswardi, SpP dan Ibunda R.Sri Wedari, SH,

SPN, yang telah menempa penulis menjadi pribadi yang tak boleh cepat menyerah

dan menanamkan pentingnya menuntut ilmu setinggi-tingginya dalam hidup dan

kehidupan, serta memberikan dorongan motivasi serta doa yang tulus kepada

penulis selama menjalani pendidikan hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan

kepada kepada kakak dan abang penulis, Dr.Dewi Yanti Handayani, Mhd. Dodi

Budiantoro, SH, SPN, dan Dr. Mhd. Wahyu Utomo. Demikian juga kepada Dr.

Eddy Janis, SpP, Dr. Yosie Anra, Zahira, SE, dan Rasyid A.Dongoran, SSi, MSi,


(12)

yang telah banyak memberikan bantuan moral dan materil, memberikan nasehat

dan pengalaman hidup, serta motivasi yang kuat kepada penulis agar tetap

semangat dalam menimba ilmu selama menjalani pendidikan.

Akhirulkalam, penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat

kekhilafan dan kesalahan dalam penulisan. Semoga tulisan akhir ini dapat

bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta keterampilan yang

penulis dapatkan selama menjalani pendidikan dapat membawa manfaat untuk

masyarakat.

Medan, September 2010

Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PERSETUJUAN

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR SINGKATAN...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB 1. PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...4

1.3. Hipotesis...4

1.4. Tujuan Penelitian...4

1.4.1. Tujuan umum...4

1.4.2. Tujuan khusus...4

1.5. Manfaat Penelitian...4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)...5

2.2. Epidemiologi...7


(14)

2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)...9

2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas...15

2.6. Petanda Tumor

Carcinoembryonic Antigen

(CEA)...17

2.7. Kadar CEA Cairan Pleura...20

2.8. Kerangka Konseptual...22

BAB 3. MANAJEMEN PENELITIAN...23

3.1. Desain Penelitian...23

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...23

3.3. Populasi dan Sampel...23

3.3.1 Populasi...23

3.3.2 Sampel...23

3.4. Perkiraan Besar Sampel...24

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...24

3.5.1 Kriteria inklusi...24

3.5.2 Kriteria esklusi...25

3.6. Cara Kerja...26

3.6.1 Kerangka operasional...29

3.7. Identifikasi Variabel ...29

3.8. Definisi Operasional...29

3.9. Bahan dan Alat...30

3.10.Manajemen dan Analisis Data...31


(15)

4.1 Hasil Penelitian...33

4.2 Pembahasan...44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...51

5.1 Kesimpulan...51

5.2 Saran...51

DAFTAR PUSTAKA...53

LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)...8

Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan...9

Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas...12

Tabel 4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin...33

Tabel 5. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur...34

Tabel 6. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur...34

Tabel 7. Etiologi efusi pleura...35

Tabel 8. Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin...36

Tabel 9. Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin...36

Tabel 10. Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok penderita kanker paru

dan kelompok penderita bukan kanker...37

Tabel 11. Perbedaan efusi pleura menurut warna cairan terhadap kelompok

penderita

kanker

paru

dan

kelompok

penderita

bukan

kanker...38

Tabel 12. Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok penderita kanker paru dan

kelompok penderita bukan kanker...38

Tabel 13. Distribusi umur terhadap CEA cairan pleura pada efusi pleura ganas

karena kanker paru...39

Tabel 14. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar glukosa pada efusi pleura

ganas karena kanker paru...39


(17)

Tabel 15. Perbedaan kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru

dan efusi pleura eksudatif bukan kanker...40

Tabel 16. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar LDH pada efusi pleura

ganas karena kanker paru...40

Tabel 17. Perbedaan kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan

efusi pleura eksudatif bukan kanker...41

Tabel 18. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas

karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker...41

Tabel 19. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas

karena kanker paru...42

Tabel 20. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap luas efusi pada efusi pleura

ganas karena kanker paru...42

Tabel 21. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap warna cairan efusi pleura pada

efusi pleura ganas karena kanker paru...42

Tabel 22. Perbandingan konsentrasi CEA cairan pleura terhadap kelompok

penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker...43

Tabel 23. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap jenis sel kanker paru pada efusi


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Terjadinya cairan pleura...11

Gambar 2. Skema anatomi pleura...13


(19)

DAFTAR SINGKATAN

EPG

=

Efusi Pleura Ganas

CEA

=

Carcinoembryonic Antigen

KPKBSK

=

Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil

S.C.

=

Systemic Capilary

= Kapiler Sistemik

P.C.

=

Pulmonary Capilary

= Kapiler Paru

VEGF

=

Vascular Endotelial Growth Factor

TNF

=

Tumor

Necrosing Factor

TGF

=

Tumor

Growth Factor

MN

=

Mono Nuklear

PMN

=

Poli Morfo Nuklear

LDH

=

Laktat Dehidrogenase

ECIA

=

Electro-Chemiluminescence Immuno Assay

EIA

=

Enzyme Immuno Assay

LA

=

Latex Agglutination

RIA

=

Radio Immuno Assay

ng/ml

=

nanogram/mililiter

g/dl

=

gram/desiliter

mm

=

milimeter

μl

=

mikroliter


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang

Kesehatan

Lampiran 2: Penjelasan Mengenai Penelitian

Lampiran 3: Formulir Persetujuan Kesediaan Pasien sebagai Subjek Penelitian

Lampiran 4: Status Pemeriksaan

Lampiran 5: Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 6: Rekapitulasi Data Induk


(21)

ABSTRAK

Tujuan

: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura

dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru

Metode

: uji diagnostik secara observasional (

cross sectional study

).

Hasil

: Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker

paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura

diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas

93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi

78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif

bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia

complicated.

Hasil CEA positif

lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat

hemorhagik (60%).

Kesimpulan

: Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura

ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura

dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam

mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat

pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih

selektif.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Efusi pleura ganas (EPG) kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang umum terjadi pada penderita kanker.1 EPG dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, dimana hampir sepertiganya karena kanker paru.2 Saat ini kanker paru merupakan penyebab terbanyak EPG sebanyak 36% (~7,2% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus EPG.3,4 Sebelumnya EPG dijumpai berkisar 7-15% (~3% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus kanker paru selama perjalanan penyakitnya.1,2

Beberapa hasil penelitian menyebutkan 42-77% efusi pleura eksudativa disebabkan proses keganasan. EPG dapat muncul pada semua jenis histologis kanker paru, namun penyebab paling sering adalah adenokarsinoma.2 Dari penelitian Pasaoglu dkk (Turki, 2007) menemukan EPG adenokarsinoma kanker paru sebanyak 75%. 5

EPG dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum terdiagnosa, atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa mengidap kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah menjalani pengobatan.4,6 Bila dijumpai diagnosis EPG berarti menandakan buruknya prognosis. Penderita kanker yang disertai EPG memiliki daya tahan hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai EPG.7,8 Oleh karena itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat dibedakan apakah ganas atau


(23)

jinak tentunya akan sangat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan turut meningkatkan prognosis. 9

Diagnosis EPG ditegakkan bila didapatkan sel ganas dari pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.4,10,11 Namun sensitivitas pemeriksaan sitologi cairan pleura hanya berkisar 40-70%.11,12Sedangkan sensitivitas tindakan biopsi pleura tertutup jauh lebih rendah sekitar 50-60%.12,13 Secara umum pemeriksaan sitologi tidak berhasil mendeteksi kasus EPG sekitar 40-50%. 12

Ketika sitologi dan biopsi hasilnya negatif maka tindakan yang lebih invasif mulai dipertimbangkan yaitu melakukan biopsi ulangan, torakoskopi maupun torakotomi terbatas.14 Pemeriksaan biopsi ulangan kemungkinan hanya meningkatkan sensitivitas sebesar 7-13%.5 Sedangkan torakoskopi jauh lebih berhasil dengan sensitivitas berkisar 90-95%, namun prosedur ini menjumpai banyak kendala seperti tingginya dana yang dibutuhkan, dan lebih sulit untuk dilakukan dengan mempertimbangkan tampilan status pasien, serta keterbatasan alat.5,15 Dengan demikian meskipun telah melalui prosedur invasif rutin seperti torakoskopi, ternyata 10-20% pasien dengan EPG masih belum dapat terdiagnosa.16

Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan salah satu tumor marker yang paling banyak diteliti dan dianggap memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan tumor marker lainnya terhadap cairan pleura.11,16 Pemeriksaan CEA cairan pleura dapat meningkatkan nilai diagnosis sitologi cairan pleura untuk mendiagnosa suatu EPG.8,11 Marel dkk merekomendasikan agar setiap efusi pleura yang belum jelas diketahui penyebabnya sementara terdapat dugaan kuat


(24)

bahwa efusi pleura tersebut merupakan suatu EPG maka pemeriksaan awal yang harus dilakukan sebaiknya adalah prosedur non-invasif berupa evaluasi klinis, pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan CEA cairan pleura.3

Di Indonesia, pemeriksaan CEA cairan pleura untuk menunjang diagnosis EPG karena kanker paru hanya pernah sekali dilakukan di RS.Dr.Sutomo Surabaya oleh Irawan dkk (2002) dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Irawan dkk melaporkan bahwa kadar CEA cairan pleura diatas 10 ng/ml sebagai kriteria skrining optimal untuk menentukan EPG karena kanker paru dengan sensitivitas 77,8%; 63,6% nilai prediksi positif; 50% nilai prediksi negatif; dan 60% keakuratan, sedangkan spesifisitas 50% untuk CEA cairan pleura diatas 20 ng/ml. Hal yang menarik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada perbandingan hasil sitologi dengan kadar CEA cairan pleura, sehingga kadar CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana diagnostik tambahan pada kasus EPG karena kanker paru. 9

Disadari bahwa sensitivitas dan spesifisitas kadar CEA cairan pleura terhadap diagnosis suatu EPG cukup bervariasi dari berbagai laporan hasil penelitian yang lebih banyak dilakukan di Amerika dan Eropa.17,18 Namun di Medan, penelitian terhadap sensitivitas kadar CEA cairan pleura karena kanker paru tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sensitivitas pemeriksaan CEA cairan pleura, yang nantinya dapat menjadi sarana penunjang diagnostik non-invasiftambahan yang lebih cepat, mudah dan nyaman untuk pasien terutama pada kasus EPG dengan hasil sitologi/histologi negatif.


(25)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti apakah pemeriksaan CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.3. Hipotesis

Pemeriksaan CEA cairan pleura bermanfaat untuk digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui peranan pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.4.2 Tujuan khusus

Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui bahwa pemeriksaan CEA cairan pleura mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap EPG karena kanker paru, maka CEA cairan pleura dapat menjadi salah satu penunjang diagnostik non-invasif, sehingga diharapkan semakin banyak kasus EPG dapat dideteksi dan menentukan stadium kanker paru tanpa harus menjalani prosedur pemeriksaan dengan tindakan invasif yang sering menemui kendala untuk dilakukan pada pasien.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)

Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi.4,19,20,21

Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura tersebut belum dapat diketahui.13,21 Istilah efusi paramalignan diberikan untuk efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi post-obstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, post-obstruksi duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia.1,2

Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok :10,20,22

1. Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan atau histologi biopsi pleura.


(27)

2. Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.

3. Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak responsif terhadap pengobatan anti infeksi.

Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun.22

Foto toraks postero-anterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak maka dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.22 Foto toraks standar dapat mendeteksi adanya efusi pleura yang berjumlah sedikitnya 50 mL yang terlihat dari tumpulnya sinus kostofrenikus posterior pada foto lateral, dan berjumlah sedikitnya 200 mL jika terlihat konsolidasi pada tampilan posterior-anterior pada foto lateral. Foto toraks dekubitus dapat mendeteksi 100 mL cairan efusi yang bergerak bebas. EPG yang luas menghasilkan tanda meniskus di sepanjang dinding dada lateral, dengan efusi masif yang menyebabkan pendorongan mediastinum kontralateral atau inversi diafragma.23 Rata-rata volume paru kasus-kasus EPG adalah 500-2000 mL.22


(28)

2.2. Epidemiologi

Di Amerika, keganasan menduduki urutan kedua sesudah efusi parapneumonia sebagai penyebab terbanyak pada efusi pleura eksudativa.19 Di Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah tuberkulosis paru.20,24 Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS.Dr.Pirngadi Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura eksudativa yang terjadi.25 Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi pleura.22 Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi positif.9 Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru.26

Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis sel, tetapi penyebab yang paling sering adalah adenokarsinoma.20 Berdasarkan penderajatan internasional kanker paru menurut sistem TNM tahun 1997, KPKBSK dengan EPG yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB (T4NxMx) prognosisnya tidak dapat disamakan dengan stadium IIIB lain tanpa EPG. Penampakan EPG pada KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stadium) penyakit keganasan dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.22 Pada tahun 2009, penderajatan internasional dengan sistem TNM tersebut telah mengalami revisi, dimana kanker paru yang disertai EPG termasuk sebagai metastase (M1a) dan dimasukkan


(29)

2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)

Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG berasal dari tumor paru (tabel 1). 20,21

Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)4

Tumor Jumlah Persentase

Paru 641 36

Payudara 449 25

Limfoma 187 10

Ovarium 88 5

Perut 42 2

Primer tidak diketahui 129 7

Kanker lainnya 257 14

Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura paramalignan dan merupakan mekanisme paling sering menyebabkan terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya dari suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu obstruksi bronkus yang mengakibatkan pneumonia ataupun atelektasis. Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik tumor dan efek samping terapi (tabel 2).2,21


(30)

Tabel 2.Penyebab efusi pleura paramalignan 21

Penyebab Keterangan

Efek lokal tumor

Obstruksi limfatik Mekanisme utama akumulasi efusi pleura Obstruksi bronkial dengan pneumonia Efusi parapneumonia: tidak menghapus

kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru Obstruksi bronkial dengan atelektasis Transudat: tidak menghapus kemungkinan dapat

dioperasi pada kanker paru

Paru terperangkap Transudat: berhubungan dengan perluasan tumor yang melibatkan pleura viseral

Chylothorax Terganggunya duktus torasikus: limfoma merupakan penyebab paling sering

Sindrom vena kava superior Transudat: berhubungan dengan meningkatnya tekanan vena sistemik

Efek sistemik tumor

Emboli paru Keadaan hiperkoagulasi

Tekanan onkotik plasma rendah Albumin serum < 1.5 g/dL: dihubungkan dengan anasarka

Komplikasi terapi Terapi radiasi

- Cepat Pleuritis 6 minggu - 6 bulan sesudah radiasi komplit - Lambat Fibrosis mediastinum ; Perikarditis konstriktif

Obstruksi vena kava Kemoterapi

- Metotreksat Pleuritis atau efusi; ± eosinofilia darah - Prokarbezin Eosinofilia darah; demam dan menggigil - Siklofosfamid Pleuroperikarditis

- Mitomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial - Bleomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial

2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)

Pleura adalah membran serous yang menutupi permukaan parenkim paru, mediastinum, diafragma, dan rongga toraks. Struktur tersebut terbagi atas pleura


(31)

viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melindungi permukaan parenkim paru terhadap dinding toraks, diafragma, mediastinum dan fisura interlobaris. Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura parietalis kostalis, mediastinalis, dan diafragmatik.28 Kedua pleura membran tersebut bertemu di akar hilus paru.28,29 Diantara keduanya terdapat rongga ataupun rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura. 28

Pleura terdiri dari lima bagian utama, yaitu: sirkulasi sistemik parietal (percabangan arteri interkostalis dan arteri mamaria interna), ruang interstisial parietal, rongga pleura yang sisi-sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial paru, dan sirkulasi viseral (arteri bronkial dan arteri pulmonalis). 13

Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. 20,28,29

Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik menuju rongga pleura karena terdapat sedikit perbedaan tekanan diantara keduanya.13 Rongga pleura bertekanan sub-atmosfer dan mendukung inflasi paru.29 Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral.22 Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap.20,28,29 Jika


(32)

produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka akan terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.10,13,22

Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut:20

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler. 2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler. 3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.

4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.

5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening. 6. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.


(33)

Sedangkan efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui:20 1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.

2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru. 3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.

4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura meningkat.

5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.

Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme EPG tersebut.22

Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas (EPG)19 Akibat langsung

- Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas

- Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura

- Keterlibatan limfe node mediastinal dengan menurunnya drainase limfatik pleura

- Robeknya duktus torasikus (chylothorax) - Obstruksi bronkus (menurunnya tekanan pleura) - Keterlibatan perikardial

Akibat tidak langsung - Hipoproteinemia

- Post-obstruktif pneumonitis - Emboli paru


(34)

Obstruksi limfatik lebih sering dianggap sebagai patofisiologi abnormalitas primer terjadinya EPG.19 Cairan pleura didrainase keluar dari rongga pleura terutama melalui stomata limfatik parietal yang berada diantara sel-sel mesotelial parietal. Jumlah limfatik parietal paling banyak di diafragma dan mediastinum. Stomata-stomata tersebut bergabung kedalam saluran kecil limfatik yang selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya didrainase melalui limfe node mediastinal. Jika terdapat gangguan seperti terjadinya blokade limfatik yang menyebabkan penurunan pembersihan (clearance) cairan pleura ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang jaringan limfatik yang rumit maka akan menyebabkan efusi pleura.13,19,22 Mekanisme atas terakumulasinya cairan pleura telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan postmortem dimana menunjukkan keterlibatan limfe node regional yang biasanya dihubungkan dengan kejadian efusi pleura. 13


(35)

Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura viseralis dan pleura parietalis menyebabkan reaksi inflamasi sehingga permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi posmortem menyebutkan bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral daripada parietal.20,22 Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura viseral.22

Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura.22 Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura parietal dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini didahului dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru yang mendasarinya, disebut sebagai penyebaran hematogen. Metastasis sel tumor ke pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung secara hematogen ataupun limfatik. 13

Teori lain yang dapat menimbulkan EPG menyebutkan terjadinya peningkatan permeabilitas pleura. Bagaimana mekanisme pastinya belum jelas diketahui. Namun diduga penjelasannya berkaitan dengan dihasilkannya vascular endotelial growth factor (VEGF) oleh tumor. VEGF merupakan agent yang paling berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi ekstravasasi cairan.19,22 Terjadi gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain


(36)

tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β) dan VEGF tersebut.22

Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi duktus torasikus yang disebut chylothorax. Chylothoraxyang penyebab terjadinya tidak traumatik maka kemungkinan penyebabnya adalah proses keganasan yang melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma. 19

Terjadinya EPG juga dikaitkan dengan adanya gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.19,22

2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas (EPG)

Cairan pleura yang berasal dari suatu proses keganasan biasanya lebih sering merupakan suatu eksudat.19 Untuk membedakan antara eksudat dan transudat biasanya terutama dengan menilai kadar protein dan LDH cairan pleura. Untuk menentukan eksudat maka kadar protein > 3 gr/dl dan kadar LDH > 200 U/L, di samping itu dengan jumlah sel > 500/mm3. Selain itu, menurut Light, pada eksudat dijumpai rasio protein cairan pleura terhadap protein serum > 0,5 ; rasio LDH cairan pleura terhadap LDH serum > 0,6 ; atau kadar LDH cairan pleura lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum.30

Warna tampilan suatu cairan pleura sebaiknya senantiasa diperhatikan.31 Cairan pleura ganas dapat berupa serous, serosanguinus, atau hemoragik.7Cairan pleura hemoragik dengan jumlah sel darah merah >100.000/mm3 diduga suatu


(37)

dengan jumlah sel darah merah <10.000/mm3tidak tampak sebagai hemoragik.19 Jika cairan pleura tampak hemoragik maka pemeriksaan hematokrit harus dilakukan. Jika nilai hematokrit cairan pleura <1% maka darah pada cairan pleura tidak dianggap signifikan, maka kemungkinan diagnosanya adalah akibat proses keganasan, emboli paru ataupun trauma. 31

Efusi pleura hemoragik pada EPG disebabkan invasi langsung pada pembuluh darah, oklusi vena, induksi angiogenesis tumor atau peningkatan permeabilitas kapiler yang disebabkan bahan-bahan vasoaktif.9,13,21 Kanker paru jenis adenokarsinoma paling sering menyebabkan EPG karena lokasi di perifer sehingga terjadi penyebaran langsung ke pleura dan cenderung invasi ke pembuluh darah. 9

Jumlah sel berinti sebanyak 1500-4000/μl yang terdiri dari sel-sel limfosit, makrofag dan sel-sel mesotelial. Pada hitung jenis sel, dijumpai sel limfosit ± 45%, sel mononuklear (MN) lainnya ± 40%, dan sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ± 15%. Hampir sepertiga populasi sel merupakan sel-sel limfosit (50-70% sel berinti). Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) biasanya terlihat <25% dari populasi sel, namun jika terjadi inflamasi pleura yang aktif maka leukosit PMN akan tampak lebih dominan. Prevalensi eosinofil pleura pada efusi ganas dilaporkan sekitar 8-12%. Namun frekuensi EPG eosinofilik (eosinofil >10%) dan non-eosinofilik tidak jauh berbeda sehingga bila ditemukan EPG eosinofilik belum dapat menyingkirkan dugaan proses keganasan. 4,19

EPG biasanya merupakan suatu eksudat dengan konsentrasi protein sekitar 4 g/dl. Konsentrasi protein yang pernah dilaporkan berkisar 1,5-8 g/dl. EPG yang


(38)

merupakan suatu transudat hanya kurang dari 5%.7 Rasio cairan pleura terhadap kadar protein serum <0,5 hampir pada 20% EPG; diantara 20% tersebut rasio cairan pleura terhadap laktat dehidrogenase (LDH) serum ataupun LDH cairan pleura absolut hampir selalu masuk kriteria eksudat. EPG lebih banyak memenuhi kriteria eksudat berdasarkan kadar LDH-nya bukan karena kadar proteinnya.19

Hampir sepertiga EPG memiliki pH cairan pleura dibawah 7,3, (pH berkisar 6,95-7,29). Hal ini dihubungkan dengan produksi asam yang dihasilkan oleh kombinasi cairan pleura dan pleura membran serta dihambatnya pengeluaran CO2 dari rongga pleura. Konsentrasi laktat tinggi, pCO2tinggi, dan pO2rendah. 1,4,19

Kadar glukosa cairan pleura pada EPG rendah < 60 mg/dl pada sekitar 15-20% EPG. Rasio cairan pleura terhadap glukosa serum <0,5. Rendahnya kadar glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban tumor yang tinggi di rongga pleura. Pemeriksaan sitologi dan biopsi pleura lebih sering dijumpai positif pada pasien EPG dengan kadar glukosa rendah. Adanya beban tumor yang tinggi sehingga kadar glukosa menurun maka pasien menghadapi prognosis yang buruk. Rendahnya kadar glukosa pada EPG dihubungkan dengan terganggunya pengangkutan glukosa dari darah ke cairan pleura. Meningkatnya penggunaan glukosa oleh tumor di pleura kemungkinan juga menyebabkan rendahnya kadar glukosa.19

2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen(CEA)

Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel-sel tumor, masuk ke dalam aliran darah atau jaringan dan dapat dideteksi konsentrasinya


(39)

jaringan seperti pada tumor solid, limfe node, sumsum tulang, atau sirkulasi sel tumor pada darah, dan juga dapat diperoleh dari cairan tubuh seperti cairan asites, cairan pleura, ataupun serum (petanda tumor serologis).33

Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk: 32

1. Alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi. 2. Menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik. 3. Menentukan prognosis pasien.

4. Evaluasi terapi.

Petanda tumor meliputi berbagai ragam substansi seperti antigen permukaan sel, protein sitoplasmik, enzim, hormon, antigen onkofetal, reseptor, onkogen, beserta zat-zat yang diproduksinya.33 Kanker paru diduga turut menghasilkan beberapa substansi. Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan petanda tumor yang pertama kali dideskripsikan pada kanker paru. CEA ditemukan pada tahun 1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker adenokarsinoma kolon manusia. Penelitian CEA terhadap kanker paru dimulai sejak tahun 1970 hingga kemudian terutama lebih banyak dihubungkan pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK).34

Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu antigen onkofetal yang dihasilkan oleh beberapa kanker (~carcino) dan dihasilkan saat perkembangan fetus (~embryonic). Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak mengalami diferensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga tentunya kadar CEA akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker. Antigen onkofetal


(40)

disebut juga sebagai antigen tumor, atau antibodi monoklonal dan antisera poliklonal. Substansi onkofetal yang terdapat pada embrio atau fetus akan berkurang ke kadar yang rendah pada saat dewasa namun akan kembali meningkat bila terdapat tumor.32,35

CEA termasuk kedalam kelompok Tumor Associated Antigen (TAA). Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada saat dewasa. Gen tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang tumbuh cepat.36

CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat molekul 200.000, yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan kedalam darah.32 Karena kemajuan dalam teknologi antibodi monokonal, saat ini banyak petanda tumor yang dapat terdeteksi pada cairan tubuh. Saat ini kadar CEA cairan pleura secara kuantitatif dapat membedakan suatu efusi pleura ganas dengan efusi pleura yang tidak ganas. Konsentrasi CEA pada EPG biasanya akan lebih tinggi daripada plasma dimana diduga hal ini berhubungan dengan mekanisme seluler akibat sekresi aktif dari sel tumor. CEA adalah salah satu petanda tumor pertama yang menunjang tumor paru terutama untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil.34,35 Pemeriksaan CEA cairan pleura terutama ditujukan untuk pasien yang menolak biopsi ulangan ataupun tindakan yang jauh lebih invasif lainnya. 11


(41)

2.7. Kadar CEA Cairan Pleura

Pemeriksaan CEA cairan pleura sangat diperlukan pada kasus EPG dengan hasil sitologi negatif. Berbagai penelitian terhadap kadar CEA cairan pleura untuk membedakan efusi pleura akibat keganasan atau bukan akibat keganasan telah mulai dilakukan sejak tahun 1977 hingga sekarang. Hasil-hasil yang diperoleh dari berbagai penelitian tersebut bervariasi dan menggunakan metode pemeriksaan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dapat berupa electro-chemiluminescence immunoassay (ECIA); enzyme immunoassay (EIA); latex agglutination(LA); dan radioimmunoassay(RIA).17

Kadar CEA serum akan meninggi pada keadaan malignansi diantaranya yaitu pada: paru (60%), payudara (50%), kolon (60%), pankreas (60%), lambung (50%), ovarium (50%). Kadar CEA meninggi pada keadaan yang bukan akibat keganasan seperti pada penyakit ulkus peptikum, inflamasi kolon, pankreatitis, hipotiroidisme, sirosis dan perokok berat.34,37,38 CEA cairan pleura meningkat pada sekitar 19% perokok berat dengan nilai batas atas ≤ 5 ng/ml, sedangkan pada orang sehat dan tidak merokok kadar CEA normal berkisar < 2,5 - 3 ng/ml. 32,38-41

Riantawan dkk (Thailand; 2000) melaporkan bahwa pemeriksaan CEA cairan pleura pada kanker paru memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 94% dengan 10 ng/ml sebagai nilai cut-off. Dijumpai sensitivitas gabungan pemeriksaan sitologi cairan pleura dan biopsi pleura tertutup sebanyak 73%.11 Pasaoglu dkk (Turki; 2007) juga menggunakan nilai cut-off CEA cairan pleura 10 ng/ml untuk menentukan EPG terhadap 35 kasus EPG karena kanker paru dengan sensitivitas 41,6% dan spesifisitas 100%. 5


(42)

Romero dkk (Spanyol;1996) menjumpai sensitivitas CEA cairan pleura lebih tinggi daripada petanda tumor CA 15-3 dan CYFRA 21-1 pada semua kanker yaitu 57% dengan spesifisitas 99%.16 Paganuzzi dkk (Italia; 2001) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena keganasan sebesar 30,6% dan spesifisitas 91%.42 Sedangkan Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002) dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas 64% dan spesifisitas 98% pada EPG karena kanker paru.43 Kemudian Lee dkk (Korea; 2005) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena kanker paru 82% dan spesifisitas 94%. 4

Dari kesimpulan suatu hasil penelitian meta-analisis oleh Shi dkk (China; 2008) menyebutkan bahwa pengukuran kadar CEA cairan pleura bermanfaat sebagai alat diagnostik dalam mengkonfirmasi suatu EPG. Hasil dari pemeriksaan CEA cairan pleura tersebut sebaiknya diinterpretasikan paralel dengan pemeriksaan klinis dan hasil-hasil pemeriksaan konvensional lainnya yang umum dilakukan.17


(43)

2.8. Kerangka Konseptual

EFUSI PLEURA Punksi

Transudat Eksudat

Gangguan jantung Pleuritis Keganasan Gangguan ginjal Pleuritis TB, atau Tumor primer di Paru (+) Gangguan metabolisme Pleuritis Non-TB

Penyakit sistemik lain

Pemeriksaan Tumor Marker: Sitologi cairan pleura Carcinoembryonic Antigen (CEA) Histologi biopsi pleura

Sitologi bilasan/sikatan bronkus Sitologi sputum

Sitologi TTLB

Sitologi BJH KGB/nodul superfisial

Sitologi / Histologi (+)

Efusi Pleura Ganas (EPG)

M1a dalam TNM Kanker Paru (stadium IV)


(44)

BAB 3

MANAJEMEN PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik secara observasional (cross sectional study).

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan RS pemerintah dan RS swasta di kota Medan. Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu 3 bulan.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Penderita efusi pleura eksudatif di ruang rawat inap dan rawat jalan di RS pemerintah dan RS swasta di kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling sehingga semua kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi menjadi anggota kelompok penelitian. Kelompok penelitian dibagi dua yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus yaitu pasien efusi pleura karena kanker paru, sedangkan kelompok kontrol adalah pasien efusi pleura bukan kanker. Dengan jumlah besar sampel sama banyaknya untuk masing-masing kelompok.


(45)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus : n1= n2= { Zα √ PoQo + Zβ √ Pa Qa }2

(Pa – Po)2

1. Zα : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai α

yang ditentukan, α = 0,05 → Zα = 1,96

2. Zβ : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai β yang ditentukan, β = 0,15 → Zβ = 1,036

3. Po : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data sebelumnya; nilainya adalah 3% dalam angka desimal adalah 0,03. 4. Qo = 1 - Po = 1 – 0,03 = 0,97

5. Pa : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data terakhir, nilainya adalah 7,2% dalam angka desimal adalah 0,072.

6. Qa = 1 - Pa = 1 - 0,072 = 0,928

7. Pa-Po: adalah selisih proporsi yang diinginkan oleh peneliti, diambil nilainya 15%, dalam angka desimal adalah 0,15.

n1= n2= { 1.96 √(0,03) (0,97) + 1,036 √ (0,072) (0,928) }2 (0,15)2

n1= n2= 0,364193 = 16,18635 0,0225

Besar sampel minimal dalam penelitian ini berjumlah 16 pasang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1 Kriteria inklusi

A. Kelompok kasus : 1. Umur ≥ 40 tahun.


(46)

2. Pasien kanker paru yang disertai efusi peura yang memiliki hasil sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).

3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan. B. Kelompok kontrol :

1. Pasien efusi pleura eksudatif bukan kanker yang tidak memiliki hasil sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).

2. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan.

3.5.2 Kriteria eksklusi A. Kelompok kasus :

1. Penderita tuberkulosis paru sesuai pedoman PDPI 2. Penderita pneumonia sesuai pedoman PDPI 3. Postkemoterapi ataupun postradiasi 4. Penderita dalam kondisi kritis 5. Penderita sirosis hati


(47)

8. Penderita hipotiroid 9. Penderita gagal ginjal

10. Penderita gagal jantung kongestif 11. Penderita hamil

B. Kelompok kontrol : 1. Penderita empiema 2. Penderita sirosis hati 3. Penderita gagal ginjal

4. Penderita gagal jantung kongestif

3.6. Cara Kerja

Semua pasien yang memenuhi kriteria sebagai sampel dilakukan:44 A. Tindakan torasentesis, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pasien bersedia menandatangani persetujuan tindakan medis. 2. Pasien dalam posisi duduk, dengan bahu tegak dan lengan diangkat

ke atas ataupun diletakkan diatas bantal. Operator pelaksana memakai masker dan menggunakan sarung tangan steril.

3. Diberikan premedikasi berupa injeksi atropine sulfas 0,5-1 mg secara subkutan atau intramuskular, sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit sebelum prosedur torasentesis dilakukan. 4. Menandai lokasi dinding dada yang akan dievakuasi berdasarkan


(48)

5. Melakukan sterilisasi dan desinfeksi di sekitar lokasi dinding dada yang telah ditandai dengan povidone-iodinecair dan alkohol 70%, kemudian dibatasi oleh doecksteril.

6. Memasukkan anestesi lokal dengan cara menginsersi spuit 10 cc sedikit demi sedikit dengan besar jarum 21G yang telah berisi lidocain HCL 40 mg, ± 0,1-0,2 mL Lidocain setiap kedalaman 1-2 mm. Jarum spuit tersebut menginfiltrasi permukaan kulit, subkutan, jaringan interkostal, periosteum kosta, pleura parietal hingga mencapai rongga pleura. Sebaiknya lokasi insersi berada di superior kosta untuk meminimalisir terkena arteri, vena dan persarafan.

7. Kemudian melalui spuit 10 cc tersebut dilakukan aspirasi cairan pleura. Tindakan ini dilakukan hingga terkumpul cairan pleura sebanyak 30 cc dan kemudian terbagi dalam 3 wadah spuit steril berbeda.

B. Pengiriman bahan sampel pemeriksaan:

1. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura dikirimkan ke laboratorium Patologi Klinik RS.Gleni Medan untuk dilakukan pemeriksaan petanda tumor CEA, dengan ketentuan sebagai berikut : 45

a. Bahan sampel tersebut dapat disimpan selama 24 jam pada suhu 2-8C. Jika pemeriksaan lebih lama dari 24 jam maka spesimen sampel sebaiknya disimpan minimal pada suhu -20C atau suhu


(49)

suhu lebih rendah tidak akan rusak atau berbeda tampilannya meskipun telah disimpan selama 12 bulan.

b. Volume sampel yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tes CEA

melalui AxSYM System hanya sebanyak 150 μL = 0,15 mL =

0,15 cc = 3 tetes terukur. Tidak terdapat volume sampel minimal pada pengerjaan sentrifuge.

2. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura yang lainnya dikirimkan ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi, dengan ketentuan sebagai berikut : 46

a. Bahan sampel tersebut akan tetap berada dalam kondisi baik selama 24 - 48 jam tanpa harus dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

b. Volume sampel yang dibutuhkan sebanyak 200-500 μL = 0,2 – 0,5 ml = 0,2 – 0,5 cc = 1 tetes terukur. Tidak terdapat volume sampel minimal pada pengerjaan sentrifuge.

c. Yang melakukan pembacaan slide sitologi adalah dua orang ahli Patologi Anatomi untuk membaca dan mengkonfirmasi slidesampel.

3. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura selebihnya dikirimkan ke laboratorium Patologi Klinik di RS tempat pasien berasal untuk dilakukan pemeriksaan rutin analisa cairan pleura.


(50)

4.6.1 Kerangka operasional

Efusi Pleura Ganas karena Kanker Paru

CEA Efusi Pleura Eksudat cairan pleura

Efusi Pleura

Bukan Kanker

Positif Negatif

Transudat

DATA

Sensitivitas Spesifisitas

3.7. Identifikasi Variabel *

1. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura karena kanker paru 2. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura bukan kanker

(*pada uji diagnostik tidak terdapat kategori variabel)

3.8. Definisi Operasional

1. Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat proses transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. 2. Transudat dan eksudat dibedakan berdasarkan hasil analisa cairan pleura.


(51)

3. Efusi pleura ganas yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif pada pasien kanker paru yang dijumpai sel ganas berdasarkan salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).

4. Efusi pleura bukan kanker yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif bukan kanker yang tidak memiliki hasil sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).

5. Pemeriksaan CEA cairan pleura yang dimaksud adalah penilaian secara kuantitatif terhadap konsentrasi CEA cairan pleura, dalam satuan ng/ml, dengan menggunakan Abbot’s Axsym System berdasarkan teknologi pemeriksaan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA).

6. Data hasil penelitian yang dimaksud adalah mengukur konsentrasi CEA pada spesimen cairan pleura, dimana disebut positif bila besar konsentrasinya diatas standar nilai normal dengan faktor resiko merokok (> 5 ng/ml) dan disebut negatif bila besar konsentrasinya dibawah standar nilai normal dengan faktor resiko merokok (≤ 5 ng/ml).

3.9. Bahan dan Alat a. Bahan :


(52)

Cairan pleura yang diperoleh dari tindakan aspirasi. b. Alat :

1. Satu set peralatan torasentesis/aspirasi yaitu : Spuit steril 21G ukuran 10 cc (3 buah) dan 3 cc (1 buah), kasa steril, kapas, lidocain HCL 40 mg, sulfas atropin 0,5 mg, alkohol 70%, masker, povidone-iodine cair, sarung tangan steril.

2. Alat sentrifuge merk Eppendorf centrifuge 5702

3. Mesin AxSYM system(Abbott) made inJapan CO.LTD.

4. Reagent Pack AzSYM CEA assay (Abbott) dengan teknik Microparticle Enzyme Immunoassay(MEIA).

3.10. Manajemen dan Analisis Data A. Sumber data:

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan CEA cairan pleura, hasil pemeriksaan sitologi/histopatologi kanker paru dan analisa cairan pleura. B. Metode pengumpulan data:

Instrumen pengumpulan data penelitian berupa tindakan aspirasi/torasentesis untuk memperoleh bahan cairan pleura. Sebelum tindakan aspirasi/torasentesis dilakukan maka terlebih dahulu peserta penelitian mendapat penjelasan dari peneliti dan kemudian diminta menandatangani persetujuan tindakan medis dan kesediaan ikut serta dalam penelitian.


(53)

a. Edit data (editing): dilakukan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

b. Kode data (coding): dimaksudkan untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

c. Pembersihan data (cleaning): yakni pemeriksaan data yang telah dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

D. Analisa data:

- Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan aplikasi program komputer SPSS 15.0. Semua data parametrik akan di uji normalitasnya dengan tes Kolmogorof–Smirnov, bila data terdistribusi normal maka selanjutnya menggunakan uji T independen, bila data terdistribusi tidak normal maka selanjutnya menggunakan uji Mann-Whitney.

- Data hasil penelitian yang diperoleh akan dikumpulkan dalam bentuk tabulasi 2x2, dianalisa dengan uji Exact Fisher dan uji Pearson Chi-Squareuntuk mengetahui nilai uji diagnostik optimal dari pemeriksaan CEA cairan pleura. Sensitivitas adalah proporsi dari subjek yang sakit dengan hasil uji positif (positif benar/ positif benar + negatif palsu). Spesifisitas adalah proporsi dari orang yang tidak sakit dengan hasil uji negatif (negatif benar/ negatif benar + positif palsu).


(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian secara cross-sectionalterhadap 32 orang penderita efusi pleura. Dimana 32 orang penderita efusi pleura tersebut dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok penderita efusi pleura ganas karena kanker paru sebanyak 16 orang dan kelompok penderita efusi pleura eksudatif bukan kanker sebanyak 16 orang. Hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik dan hasil disajikan dalam bentuk tabel.

4.1.1 Karakteristik peserta penelitian

Karakteristik umum peserta penelitian pada kedua kelompok (kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker) diperoleh berdasarkan jenis kelamin, umur dan etiologi efusi pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin

Kanker paru (n,%)

Bukan kanker (n,%)

Total (n,%)

p Laki-laki 9 (56.2) 11 (68.8) 20 (62.5)

0.465 Perempuan 7 (43.8) 5 (31.2) 12 (37.5)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Dari total kedua kelompok didapatkan sebanyak 32 sampel yang terdiri dari 20 laki-laki (62.5%) dan 12 perempuan (37.5%). Pada kelompok kanker paru diperoleh 16 sampel yang terdiri dari 9 laki-laki (56.2%) dan 7 perempuan


(55)

terdiri dari 11 laki-laki (68.8%) dan 5 perempuan (31.2%) (tabel 4). Perbedaan jenis kelamin terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna (p=0.465).

Tabel 5.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur Umur (tahun) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%)

16-25 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)

26-35 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)

36-45 4 (25.0) 4 (25.0) 8 (25.0)

46-55 4 (25.0) 3 (18.8) 7 (21.9)

> 55 8 (50.0) 3 (18.8) 11 (34.4)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Dari kedua kelompok penelitian ini didapatkan bahwa umur >55 tahun lebih banyak jumlahnya yaitu 11 orang (34.4%) dengan umur 17 - 65 tahun, dan rerata umur 47,37 ± 13,23 tahun. Pada kelompok kanker paru juga dijumpai umur >55 tahun yang terbanyak dengan jumlah 8 orang (50%) dengan umur antara 41 – 65 tahun dan rerata umur 53,06 ± 8,169 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan kanker yang terbanyak adalah umur 36-45 tahun yang berjumlah 4 orang (25%) dengan umur antara 17 – 65 tahun dan rerata umur 41,69 ± 15,036 tahun (tabel 5).

Tabel 6.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur Umur (tahun) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p ≤48,5 5 (31.2) 11 (68.8) 16 (50.0)

0,034* >48,5 11 (68.8) 5 (31.2) 16 (50.0)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0) Keterangan : *signifikan


(56)

Dari kedua kelompok penelitian ini diperoleh data median umur 48,5 tahun. Pada kelompok kanker paru sebanyak 5 orang (31.2%) berumur ≤ 48,5 tahun dan 11 orang (68.8%) berumur > 48,5 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan kanker sebanyak 11 orang (68.8%) berumur ≤48,5 tahun dan 5 orang (31.2%) berumur > 48,5 tahun (tabel 6). Perbedaan umur ≤ median 48,5 tahun atau > median 48,5 tahun terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan diperoleh adanya perbedaan yang bermakna (p=0.034).

Tabel 7.Etiologi efusi pleura

Etiologi Jumlah (n) Persentase (%) Kanker paru

Adenokarsinoma 9 28.12

Skuamous sel karsinoma 7 21.88

TB paru 10 31.25

Pneumonia 6 18.75

Total 32 100.0

Berdasarkan etiologi efusi pleura pada kedua kelompok penelitian ini dijumpai karena kanker paru sebanyak 16 kasus (50%) yang terdiri dari adenokarsinoma 9 kasus (28.12%) dan skuamous sel karsinoma 7 kasus (21.88%). Sedangkan etiologi efusi pleura karena TB paru sebanyak 10 kasus (31.25%) dan karena pneumonia terdapat 6 kasus (18.75%) (tabel 7).


(57)

Tabel 8.Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin Etiologi EPG Laki-laki (n,%) Perempuan (n,%) Total (%) p Kanker paru:

Adenokarsinoma 4 (44.4) 5 (71.4) 9 (56.2)

0.358 Skuamous sel 5 (55.6) 2 (28.6) 7 (43.7)

Total (n,%) 9 (100.0) 7 (100.0) 16 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru didapatkan sebanyak 16 sampel yang terdiri dari jenis adenokarsinoma 4 laki-laki (44.4%) dan 5 perempuan (71.4%), dan jenis skuamous sel karsinoma 5 laki-laki (55.6%) dan 2 perempuan (28.6%) (tabel 8). Perbedaan etiologi efusi pleura ganas menurut jenis sel kanker paru terhadap perbedaan jenis kelamin tersebut diuji dengan Exact Fisherdua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,358).

Tabel 9.Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin Etiologi Laki-laki (n,%) Perempuan (n,%) Total (%) p TB paru 5 (45.5) 5 (100.0) 10 (62.5)

0.093 Pneumonia 6 (54.5) 0 (0.0) 6 (37.5)

Total (n,%) 11 (100.0) 5 (100.0) 16 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker diperoleh sebanyak 16 sampel yang terdiri atas TB paru 5 laki-laki (45.5%) dan 5 perempuan (100%), dan karena pneumonia 6 laki-laki (54.5%) dan tidak terdapat perempuan (0%) (tabel 9). Perbedaan etiologi efusi pleura eksudatif bukan kanker terhadap perbedaan jenis kelamin tersebut diuji dengan Exact Fisher dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,093).


(58)

4.4.2 Radiologis dan makroskopis efusi pleura

Perbedaan radiologis dan makroskopis efusi pleura pada kedua kelompok (kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker) diperoleh berdasarkan luas efusi pleura, warna cairan efusi pleura dan lokasi efusi pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10.Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker

Luas efusi

Kanker paru (n,%)

Bukan kanker (n,%)

Total (n,%)

p Masif 11 (68.8) 6 (37.5) 17 (53.1)

0,77 Moderat 5 (31.2) 10 (62.5) 15 (46.9)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru luas efusi lebih banyak yang masif 11 kasus (68.8%) dibandingkan yang moderat 5 kasus (31.2%). Sedangan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker luas efusinya lebih banyak dijumpai yang moderat 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang masif 6 kasus (37.5%) (tabel 10). Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,77).


(59)

Tabel 11. Perbedaan efusi pleura menurut warna cairan terhadap kelompok penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker

Warna cairan Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p Hemorhagik 10 (62.5) 4 (25.0) 14 (43.8)

0.33 Non hemorhagik 6 (37.5) 12 (75.0) 18 (56.2)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Warna cairan efusi pleura ganas karena kanker paru lebih banyak yang hemorhagik 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang non hemorhagik 6 kasus (37.5%). Sedangkan pada efusi pleura eksudatif bukan kanker warna cairan efusi lebih banyak non hemorhagik 12 kasus (75%) dibandingkan yang hemorhagik 4 kasus (25%) (tabel 11). Perbedaan warna cairan efusi pleura terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,33).

Tabel 12. Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker

Lokasi efusi Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p

Kanan 6 (37.5) 8 (50.0) 14 (43.8)

0.476

Kiri 10 (62.5) 8 (50.0) 18 (56.2)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Efusi pleura ganas karena kanker paru lebih banyak yang berlokasi di paru kiri 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang berlokasi di paru kanan 6 kasus (37.5%). Sedangkan pada efusi pleura eksudatif bukan kanker lokasinya di paru kanan dan paru kiri masing-masing sama banyaknya berjumlah 8 kasus (50%)


(60)

(tabel 12). Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,476).

4.4.3 Hasil laboratorium efusi pleura ganas karena kanker paru

Perbedaan hasil laboratorium efusi pleura pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan CEA cairan pleura dan analisa cairan pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13. Distribusi umur terhadap CEA cairan pleura pada efusi pleura ganas karena kanker paru

Umur (tahun)

CEA positif (n,%)

CEA negatif (n,%)

Total (n,%)

36-45 2 (20.0) 2 (33.3) 4 (25.0)

46-55 2 (20.0) 2 (33.3) 4 (25.0)

> 55 6 (60.0) 2 (33.3) 8 (50.0)

Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Pada penelitian ini, hasil CEA positif pada efusi pleura ganas karena kanker paru terutama dijumpai lebih banyak pada sampel yang berumur >55 tahun sebanyak 6 kasus (60%) (tabel 13).

Tabel 14.Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru

Glukosa CEA positif CEA negatif Total p (mg/dl) (n,%) (n,%) (n,%)

< 60 1 (10.0) 1 (16.7) 2 (12.5)

1.0


(61)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada kadar glukosa < 60 mg/dl dan glukosa ≥ 60 mg/dl secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 14).

Tabel 15. Perbedaan kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker

Glukosa (mg/dl)

Kanker paru (n,%)

Bukan kanker (n,%)

Total (n,%)

p < 60 2 (12.5) 4 (25.0) 6 (18.8)

0.654

≥60 14 (87.5) 12 (75.0) 26 (81.2) Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan kadar glukosa < 60 mg/dL dan glukosa ≥ 60 mg/dL terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker secara uji Exact Fisherdua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,654) (tabel 15).

Tabel 16. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru

LDH CEA positif CEA negatif Total p (U/L) (n,%) (n,%) (n,%)

≥200 9 (90.0) 6 (100.0) 15 (93.8)

1.0 < 200 1 (10.0) 0 (0.0) 1 (6.2)

Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada kadar LDH ≥200 U/L dan LDH < 200 U/L secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 16).


(62)

Tabel 17.Perbedaan kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker

LDH (U/L) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p ≥200 15 (93.8) 14 (87.5) 29 (90.6)

1.0 < 200 1 (6.2) 2 (12.5) 3 (9.4)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan kadar LDH ≥ 200 U/L dan LDH < 200 U/L terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 17).

Tabel 18. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker

pH CEA positif (n,%) CEA negatif (n,%) Total (n,%) p ≥7,3 9 (90.0) 3 (50.0) 12 (75.0) 0.118 < 7,3 1 (10.0) 3 (50.0) 4 (25.0)

Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura terhadap konsentrasi pH ≥7,3 dan pH < 7,3 secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,118) (tabel 18).


(63)

Tabel 19. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas karena kanker paru

pH (mg/dL) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p ≥7,3 12 (75.0) 12 (75.0) 24 (75.0)

1.0 < 7,3 4 (25.0) 4 (25.0) 8 (25.0)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan pH ≥ 7,3 dan pH < 7,3 terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker secara uji Exact Fisherdua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 19).

Tabel 20. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap luas efusi pada efusi pleura ganas karena kanker paru

CEA positif CEA negatif Total p Luas efusi (n,%) (n,%) (n,%)

Masif 8 (80.0) 3 (50.0) 11 (68.8)

0.299 Moderate 2 (20.0) 3 (50.0) 5 (31.2)

Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada efusi pleura masif dan yang moderat secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,299) (tabel 20).

Tabel 21. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap warna cairan efusi pleura pada efusi pleura ganas karena kanker paru

CEA positif CEA negatif Total p Warna cairan (n,%) (n,%) (n,%)

Hemorhagik 6 (60.0) 4 (66.7) 10 (62.5)

1.0 Non-hemorhagik 4 (40.0) 2 (33.3) 6 (37.5)


(64)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada cairan hemorhagik dan non hemorhagik secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 21).

Tabel 22. Perbandingan konsentrasi CEA cairan pleura terhadap kelompok penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker

CEA > 5 ng/ml

Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p CEA positif 10 (62.5) 1 (6.3) 11 (34.4)

0.01* CEA negatif 6 (37.5) 15 (93.8) 21 (65.6)

Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0) Keterangan : *signifikan

Berdasarkan pada nilai standar cut-off konsentrasi CEA cairan pleura > 5 ng/ml maka didapatkan sensitivitas CEA cairan pleura 62,5%, spesifisitas 93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi 78,125% (tabel 22).

Tabel 23.Perbedaan CEA cairan pleura terhadap jenis sel kanker paru pada efusi pleura ganas karena kanker paru

Jenis sel kanker paru CEA positif (n,%) CEA negatif (n,%) Total (n,%) p Adenokarsinoma 4 (40.0) 5 (83.3) 9 (56.3)

0.145 Skuamous sel 6 (60.0) 1 (16.7) 7 (43.8)

Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada jenis sel adenokarsinoma dan skuamous sel karsinoma secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,145) (tabel 23).


(65)

4.2. Pembahasan

Kanker paru merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura ganas.19 Laki-laki mempunyai faktor resiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru.10 Pada penelitian ini berdasarkan karakteristik jenis kelamin dari kelompok penderita efusi pleura ganas karena kanker paru diperoleh jumlah sampel laki-laki lebih banyak daripada perempuan yang terdiri dari 9 laki-laki (56.2%) dan 7 perempuan (43.8%).

Karakteristik umur lebih dari 40 tahun termasuk kedalam salah satu faktor resiko kanker paru.10Demikian halnya pada penelitian ini, kelompok kanker paru lebih banyak berumur >55 tahun sejumlah 8 orang (50%), rentang umur antara 41 – 65 tahun dengan rerata umur 53,06 ± 8,169 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan kanker yang terbanyak adalah umur 36-45 tahun yang berjumlah 4 orang (25%), dengan rentang umur antara 17 – 65 tahun dan rerata umur 41,69 ± 15,036 tahun.

Dari kedua kelompok penelitian didapatkan rerata umur 47,37 ± 13,23 tahun, dengan median umur 48,5 tahun. Pada kelompok kanker paru lebih banyak yang berumur >48 tahun (68.8%). Sebaliknya pada kelompok bukan kanker lebih banyak yang berumur ≤48,5 tahun (68.8%). Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya korelasi signifikan antara umur terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker (p<0.05).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis sel yang diperoleh pada efusi pleura ganas sebagian besar adalah adenokarsinoma (69,3%).15 Berdasarkan etiologi efusi pleura pada penelitian ini lebih banyak ditemukan jenis sel


(1)

Toraks : Inspeksi: ... Palpasi : ... Perkusi : ... Auskultasi : SP. ... ST. ... Abdomen : H/L/R : ...

Ekstremitas : sup : clubbing finger: ... ; edem: ... Inf : clubbing finger: ... ; edem pretibia: ...

Hasil Lab. tgl ... 2010 : Lekosit : ... mm3 ; Hb : .../mm3

Foto toraks (Tgl: ... 2010) Kesan :

- Hasil analisa cairan EPG : Tgl ...2010 Warna

LDH U/L Protein g/dL Jumlah Sel /mm3 Glukosa mg/dL pH


(2)

- CT.Scan Toraks : Tgl ... 2010

... ... ... Kesan ...

...

- Hasil Sitologi FNAB kelenjar ... : Tgl ... 2010 kesimpulan : ...

...

- Hasil Sitologi Cairan Pleura : Tgl ... 2010

kesimpulan : ... ...

- Hasil Sitologi Bilasan bronkus (BAL) : Tgl ... 2010

kesimpulan : ... ...

- Hasil Sitologi Sikatan bronkus (Brushing): Tgl ... 2010

kesimpulan : ... ...

- Hasil Pemeriksaan Lainnya : (Jika ada / tanggal)

BTA DS 3x sputum : ... Mikrobiologi sputum : ... BTA cairan pleura : ... Mikrobiologi cairan pleura : ...


(3)

Lampiran 5 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Sri Rezeki Arbaningsih Tempat/ tanggal lahir : Sigli, 15 Maret 1979

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Peserta PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di FKUSU/ RS.H.Adam Malik Medan

Alamat : Jl. Cengkeh Raya No.32 P.Simalingkar Medan, 20141

PENDIDIKAN :

1. SD NEGERI 060942 Medan Ijazah tahun 1991 2. SMP NEGERI 9 Medan Ijazah tahun 1994 3. SMA NEGERI 1 Medan Ijazah tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran USU Medan Ijazah tahun 2003

5. Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU Januari 2006 s/d sekarang


(4)

PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Workshop Basic of Interventional Bronchoscopy Padang 2009. 2. Workshop Basic Course on Mechanical Ventilation Medan 2007.

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Medan Respiratory Care Meeting Annually (MERCY) di Medan 2010. 2. Peserta Kongres Nasional XI PDPI di Bandung tahun 2008.

3. Presentasi Poster Ilmiah pada Kongres Nasional XI PDPI di Bandung tahun 2008.

TUGAS PENDIDIKAN PPDS

Selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUSU telah menyelesaikan tugas:

1. Sari Pustaka : 6 buah 2. Laporan Kasus : 5 buah 3. Journal reading : 12 buah 4. Karya ilmiah tingkat nasional : 1 buah


(5)

Lampiran 6 : Rekapitulasi Data Induk

REKAPITULASI DATA INDUK

No ID L/P Umur

(tahun)

Jenis sel kanker / Diagnosa

Warna cairan

CEA (ng/ml)

Glukosa (mg/dl)

Protein (g/dl)

LDH (U/L) pH

Lokasi efusi

Luas efusi

1 SG P 49 Skuamous sel karsinoma serous > 5000 89 5,3 856 8 Kiri Masif

2 MS L 57 Skuamous sel karsinoma serous 18,9 110 3,9 782 8 Kanan Moderat

3 LS P 41 Skuamous sel karsinoma serous 35,2 111 4,6 286 8 Kiri Masif

4 CG L 57 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 22,9 63 3,4 903 7,5 Kiri Masif

5 NS P 55 Adenokarsinoma hemorhagik 1666 38 5,8 1940 7,5 Kanan Moderat

6 MH L 57 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 2080 85 4,5 286 8 Kiri Masif

7 MR P 41 Adenokarsinoma serous 3290 146,2 4,82 1463 7,5 Kiri Masif

8 AW L 53 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 2,3 99 5 2242 7 Kanan Moderat

9 AY P 43 Adenokarsinoma serous 3,4 99 4,1 1853 7,5 Kiri Moderat

10 LG L 57 Adenokarsinoma hemorhagik 369,7 70 5,2 2055 7,5 Kiri Masif

11 EA L 63 Adenokarsinoma serous 1,1 57 3,55 585 7 Kanan Moderat

12 NT P 65 Adenokarsinoma hemorhagik 268,9 68 4,19 476 7,5 Kiri Masif

13 MW L 42 Adenokarsinoma hemorhagik 1,7 104 3,81 2030 8 Kanan Masif


(6)

No ID L/P Umur (tahun)

Jenis sel kanker / Diagnosa

Warna cairan

CEA (ng/ml)

Glukosa (mg/dl)

Protein (g/dl)

LDH (U/L) pH

Lokasi efusi

Luas efusi

17 HS P 39 Tuberkulosis paru serous 2,4 108 3,1 207 8 Kanan Moderat

18 SJ L 55 Pneumonia hemorhagik 0,6 88 4,5 392 8 Kanan Masif

19 MA L 17 Tuberkulosis paru serous 0,6 14 3,6 532 7,5 Kiri Moderat

20 ZF L 24 Tuberkulosis paru serous 0,5 84 3,9 175 8 Kanan Moderat

21 NE P 36 Tuberkulosis paru serous 0,8 43 5,1 540 7,5 Kiri Moderat

22 RG L 41 Pneumonia hemorhagik 17,7 99 3,8 650 7 Kiri Moderat

23 ST L 34 Tuberkulosis paru serous 0,7 110 3,5 1560 7,5 Kanan Masif

24 SS L 34 Pneumonia serous 0,8 121 3,4 338 8 Kiri Moderat

25 DW P 55 Tuberkulosis paru serous 1 302 3,53 171 7,8 Kiri Moderat

26 TB L 25 Tuberkulosis paru serous 1,7 57 5,84 634 8 Kiri Moderat

27 MS L 59 Pneumonia serous 5,1 112 4,1 566 7 Kanan Moderat

28 PT L 65 Tuberkulosis paru serous 1,7 20 5,6 1419 7,5 Kanan Masif

29 RS P 44 Tuberkulosis paru serous 0,4 61 5,5 1136 7 Kanan Masif

30 TK L 48 Pneumonia hemorhagik 2,2 66,2 5,38 1098 7,5 Kanan Masif

31 TS P 65 Tuberkulosis paru serous 1,1 108 4,7 314 7 Kiri Moderat