Kerangka Teori Kerangka Teori dan Konsepsional

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian di dalam masalah yang sama, maka peneliti dengan terlebih dahulu melakukan pengecekan judul penelitian tentang : Analisis Yuridis Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Ditinjau Dari Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Pelaksanaannya, yang berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan hal di atas, maka ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, baik dalam judul dan permasalahan yang sama. Oleh karena itu, latar belakang dan permasalahan tersebut perlu diteliti lebih lanjut, yang akan bermanfaat bagi keaneka-ragaman tentang : Analisis Yuridis Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Ditinjau Dari Undang- undang Jabatan Notaris dan Peraturan Pelaksanaannya, sehingga hal ini merupakan sesuatu hal yang baru, dan dengan demikian maka penelitian ini adalah asli serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

“Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.” 22 22 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986 halaman 126. “Sedangkan kerangka teori pada penelitian Hukum Sosiologis atau empiris yaitu kerangka teoritis yang berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa acuan hukumnya maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.” 23 Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Teori juga merupakan sebuah desain langkah-langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isu kebijakan maupun narasumber penting lainnya. Sebuah teori harus diuji dengan kebenarannya menghadapkannya kepada fakta-fakta yang kemudian harus dapat menunjukkan kebenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan penemuan- penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran, ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan-penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini berarti teori merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus sesuai dengan objek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji kebenarannya. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Jabatan Notaris didefinisikan sebagai “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini”. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Jabatan Notaris ini merupakan pengertian Notaris yang umum. Apabila dikaitkan Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris, maka terciptalah definisi Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk 23 Ibid., halaman 127. membuat akta autentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. 24 “Menurut Komar Andasasmita bahwa walaupun menurut definisi di atas ditegaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum openbare ambtenaar, namun Notaris bukanlah pegawai menurut Undang-undang Kepegawaian Negeri. Notaris tidak menerima gaji, tetapi menerima honorarium dari kliennya berdasarkan peraturan perundang-undangan.” 25 Pengertian pejabat umum yang diemban oleh Notaris bukan berarti Notaris adalah pegawai negeri dimana pegawai yang merupakan bagian dari suatu korps pegawai yang tersusun, dengan hubungan kerja yang hirarkis, yang digaji oleh Pemerintah; seperti yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu “Notaris adalah pejabat Pemerintah tanpa diberi gaji oleh Pemerintah, Notaris dipensiunkan oleh Pemerintah tanpa mendapat uang pensiun dari Pemerintah”. Pejabat umum yang dimaksud disini adalah pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka sangat jelas dikatakan bahwa Notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. 24 Sutrisno, Komentar Atas Undang-undang Jabatan Notaris, Medan, 2007, halaman 118. 25 Komar Andasasmita, Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris Notariat, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1991, halaman 94. Di luar Notaris sebagai pejabat umum masih dikenal lagi pejabat-pejabat lain yang juga tugasnya membuat alat bukti yang bersifat autentik, seperti Pejabat Kantor Catatan Sipil, Pejabat Kantor Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Kantor Urusan Agama, Panitera di Pengadilan yang bertugas membuat exploit atau pemberitahuan dari Juru Sita, dan lain sebagainya. Bentuk atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok utama, yaitu : a. Notariat functionnel, dalam mana wewenang-wewenang Pemerintah didelegasikan gedelegeerd dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai dayakekuatan eksekusi. Di Negara-negara yang menganut macambentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara “wettlelijke dan niet wettelijk werkzaamheden yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan Undang- undanghukum dan yang tidakbukan dalam notariat. b. Notariat profesionel, dalam kelompok ini walaupun Pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat- akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya. 26 Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris umum wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian juga halnya pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris telah diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 sebagai berikut : a. Warga negara Indonesia; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Berumur paling sedikit 27 dua puluh tujuh tahun; d. Sehat jasmani dan rohani; 26 Ibid., halaman 12. e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 dua belas bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. “Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta yang dibuat di hadapan Notaris merupakan bukti autentik atau bukti sempurna dengan segala akibatnya.” 27 “Anthoni Giddens menyatakan : secara sosiologis Notaris tidak hanya sebagai pejabat hukum yang terkungkung dalam aturan-aturan yuridis yang serba mengikat, melainkan juga sebagai individu yang hidup dalam masyarakat. Selain terikat pada tatanan sosial, juga memiliki kebebasan dalam membentuk dunianya sendiri lewat pemaknaan-pemaknaan yang bersifat subyektif.” 28 Akta Notaris sebagai akta autentik menurut pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 165 HIR 285 Rbg mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat, apa yang disebutkan dalam Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 165 HIR akta notaris yang merupakan 27 A. Kohar, Notaris Dalam Pratek Hukum, Alumni, Bandung, 1983, halaman 64. 28 Asian Noer, Pelurusan Kedudukan PPAT dan Notaris Dalam Pembuatan Akta Tanah Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Suatu telaah dan sudut Pandang Hukum Perdata dan Hukum Tanah Nasional, Jurnal Renvoi, halaman 58. alat bukti tulisan atau surat juga disebut sebagai alat pembuktian yang utama dan pertama sekali. Dengan demikian, maka Akta Notaris sebagai alat bukti persidangan mempunyai kedudukan yang sangat penting. 29 Akta yang dibuat Notaris memuat atau menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi, atau dapat juga dikatakan bahwa Akta Notaris merupakan rangkaian suatu cerita mengenai peristiwa yang terjadi, hal ini disebabkan karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak yang membuat perjanjian atau disebabkan oleh orang lain dihadapan Notaris. Akta Notaris dapat dibedakan atas 2 dua bentuk yaitu : a Akta yang dibuat oleh door Notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau akta pejabat ambtelijke akten. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara rapat para pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian. b Akta yang diperbuat dihadapan ten overstaan van een Notaris atau yang dinamakan akta partij partij akten. Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit dan sebagainya. 30 “Verbaal acte ambtelijke acte adalah akta Notaris yang memuat catatan atau berita acara dari apa yang oleh Notaris alami atau saksikan. Oleh karena verbaal acte adalah akta Notaris yang berisi keterangan tentang yang dialami atau disaksikan oleh Notaris sebagai Pejabat Umum, maka akta ini disebut pula akta pejabat ambtelijke acte.” 31 29 Arwin Engsun, Kekuatan Hukum Akta Notaris yang Bersifat Simu1asi. http:digilib.usu.ac.idindex.phpcomponentjournalsindex.php?option=com_journal_reviewid=95 23task=view , halaman 1. 30 Gloria Gita Putri Ginting, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Mengandung Sengketa, Tesis Sarjana yang tidak diterbitkan, Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2005. 31 R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., halaman 56. “Lebih lanjut Soepadmo mengatakan bahwa verbaal acte memuat pernyataan atau kesaksian oleh Notaris mengenai perbuatan-perbuatan atau fakta-fakta yang disaksikan oleh Notaris. Oleh karena itu verbaal acte dapat disebut juga akta kesaksian Notaris, dan sebagai contoh dari akta ini adalah akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.” 32 Partij acte adalah akta Notaris yang memuat apa yang diterangkan oleh pihak- pihak yang bersangkutan dan dikehendaki oleh mereka supaya dimasukkan dalam akta Notaris untuk mendapatkan kekuatan pembuktian. Apa yang diterangkan oleh pihak-pihak dalam akta ini memuat apa yang diperjanjikan atau yang ditentukan. Adapun contoh dari partij acte antara lain adalah akta jual beli dan akta pendirian perseroan terbatas. 33 Perbedaan antara verbaal acte dan partij acte antara lain adalah sebagai berikut : 1. Dalam verbaal acte tidak ada pihak-pihaknya atau yang dikatakan sebagai penghadapnya, sedangkan dalam partij acte pihak-pihak atau penghadap adalah syarat mutlak adanya akta tersebut. Secara sederhana perbedaannya adalah ada tidaknya penghadap dalam akta. Verbaal acte disebut juga ambtelijke acte akta pejabat, akta kesaksian Notaris selaku Pejabat Umum, sehingga dalam verbaal acte tidak ada penghadap yang bertindak sebagai pihak dalam akta. Berbeda dengan verbaal acte, partij acte disebut sebagai akta para pihak. Partij acte disebut akta para pihak karena dalam akta merumuskan apa yang dikehendaki oleh para pihak. 2. Pada verbaal acte Notaris selaku pembuatnya bertanggungjawab sepenuhnya atas akta tersebut, karena akta ini berisi kesaksian dari Notaris selaku Pejabat Umum. Dalam partij acte Notaris hanya bertanggungjawab pada awal akta dan akhir atau penutup akta. Isi akta bukan merupakan tanggung jawab dari Notaris pembuat akta tersebut melainkan tanggung jawab dari pihak-pihak atau penghadap. Hal ini karena isi akta pada partij acte berisi kesepakatan atau ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh para pihak. Dengan perkataan lain isi akta adalah kemauan dari para pihak yang dituangkan atau dirumuskan dalam akta. 34 “Dengan diresmikannya akta yang ditandatangani penandatanganan akta oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris untuk partij acte, selesailah pelaksanaan jabatan 32 Djoko Soepadmo, Teknik Pembuat Akta Akta Seri A-1, Bagian Ke Dua, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1996, halaman 10. 33 Ibid., halaman 56. 34 Djoko Sukisno, Op. Cit., halaman 56-57. seorang Notaris. Selanjutnya pelaksanaan dari akta, akibat hukum yang timbul dari akta tersebut adalah tanggung jawab dari para pihak yang bersangkutan.” 35 Pertanggungjawaban dari seorang Notaris tidak berakhir dengan diresmikannya akta tersebut, bahkan seorang Notaris yang sudah mengakhiri jabatannya pun masih tetap dapat diminta pertanggungjawaban atas akta yang dibuatnya. Pertanggungjawaban Notaris khususnya adalah pertanggungjawaban dari pembuat akta tersebut, sedangkan isi dari akta merupakan tanggung jawab dari para pihak sepanjang Notaris dalam merumuskan kehendak para pihak sudah benar. 36 “Dalam beracara di pengadilan khususnya untuk acara perdata apa yang tertuang dalam akta isi akta harus diyakini menurut hukum demi hukum bahwa itulah yang sebenarnya, kecuali ada pembuktian yang sebaliknya terhadap pihak ketiga akta autentik merupakan alat bukti dengan kekuatan pembuktian bebas, yaitu bahwa penilaiannya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.” 37 Berbeda dengan dalam proses acara pidana yang harus mencari kebenaran materil, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis bukan merupakan alat bukti utama. Terhadap isi dari akta autentik, Hakim masih mempunyai kewajiban untuk menggali kebenaran materil, akta autentik hanya memberikan pembuktian formil. Oleh karena itu dalam praktek tidak jarang Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim masih meminta keterangan lebih lanjut dari Notaris pembuat akta. 38 Apabila seorang Notaris menerangkan di dalam aktanya, bertentangan dengan kebenaran, bahwa akta itu dibuat di suatu tempat yang terletak di dalam daerah jabatannya, maka Notaris yang bersangkutan dalam hal ini melakukan tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan ia dapat di hukum, tidak hanya apabila dari penggunaan akta itu timbul suatu kerugian, akan tetapi juga apabila timbul kerugian disebabkan akta itu tidak dapat dipergunakan, misalnya apabila para pihak yang bersangkutan untuk sesuatu perjanjian yang mereka adakan memerlukan akta autentik. 39 R. Soegondo Notodisoerjo mengemukakan bahwa : 35 Ibid., halaman 57. 36 Ibid. 37 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, halaman 120. 38 Djoko Sukisno, Op. Cit., halaman 57. 39 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, halaman 105. Untuk dapat membuat akta autentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang Advokat, meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta autentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta- akta autentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat Akta Kelahiran atau Akta Kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai Pejabat Umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu. 40 Menurut A. Kohar, akta adalah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Apabila sebuah akta dibuat di hadapan Notaris maka akta tersebut dikatakan sebagai akta notarial, atau autentik, atau Akta Notaris. Suatu akta dikatakan autentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Akta yang dibuat dihadapan Notaris merupakan akta autentik, sedang akta yang dibuat hanya di antara pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya surat di bawah tangan. Akta-akta yang tidak disebutkan dalam Undang-undang harus dengan akta autentik boleh saja dibuat di bawah tangan, hanya saja apabila menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi kuat maka harus dibuat dengan akta autentik. Grosse Akta Notaris selalu diidentikkan dengan akta autentik, yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan batasan mengenai akta autentik, dimana dikatakan : “Suatu akta autentik ialah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh Undang-undang welke in de wettelijke vorm is verleden dan dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu daartoe bevoegd ditempat di mana akta dibuatnya.” 41 40 R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., halaman 43. 41 A. Kohar, Op. Cit., halaman 3. Mengenai bentuk akta autentik harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di atur dalam Undang-undang Jabatan Notaris, khusus untuk Grosse Akta satu dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam Pasal 55 Undang-undang Jabatan Notaris, yang selengkapnya berbunyi : 1 Notaris yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada Minuta Akta mengenai penerima Grosse Akta dan tanggal pengeluaran dan catatan tersebut ditandatangani oleh Notaris. 2 Grosse Akta pengakuan utang yang dibuat dihadapan Notaris adalah Salinan Akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial. 3 Grosse Akta sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pada bagian kepala akta memuat frasa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan pada bagian akhir atau penutup akta memuat frasa “diberikan sebagai grosse pertama”, dengan menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk siapa Grosse dikeluarkan serta tanggal pengeluarannya. 4 Grosse Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan kepada orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berdasarkan penetapan Pengadilan. Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi artinya terdapat kekurangan pada bagian atas atau bagian bawah dari Grosse Akta itu, maka akta itu tidak dapat dieksekusi dengan title eksekutorial. Penugasan yang diberikan Undang-undang Jabatan Notaris kepada Notaris tidak saja untuk memberikan perantaraan dalam membuat akta-akta autentik, atas permintaan pihak-pihak yang bersangkutan atau karena Undang-undang menentukan untuk perbuatan hukum tertentu mutlak harus dengan akta autentik, tetapi juga sebagai pejabat umum yang merupakan organ negara, Notaris diperlengkapi dengan kekuasaan umum, untuk menjalankan sebagian kekuasaan penguasa negara antara lain dengan kewenangan memberikan Grosse Akta yang memakai judul “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Masa Esa” dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris. Menurut Ismail Saleh yang dikutip oleh Liliana Tedjosaputro, ada 4 empat hal yang harus diperhatikan para Notaris yaitu : 1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang Notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan. 2. Seorang Notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekadar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris. 3. Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku professional apabila seorang Notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya sebagai Notaris atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang Notaris juga dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya autentiknya. 4. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang. Namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang Notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan. 42 Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, yang menyatakan bahwa : 1 Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. 2 Notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 42 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, halaman 86. d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan, atau g. Membuat akta risalah lelang. Menurut G.H.S Lumban Tobing bahwa wewenang Notaris meliputi 4 empat hal yaitu : a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya. Artinya tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang- undangan. b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; Artinya Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Di dalam Pasal 20 ayat 1 Peraturan Jabatan Notaris misalnya ditentukan, bahwa Notaris tidak diperbolehkan membuat akta, di dalam mana Notaris sendiri, isterinya, keluarga sedarah atau keluarga semenda dan Notaris itu dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa menjadi pihak. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini ialah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan. c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; Artinya bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta autentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah. d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; Artinya Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya atau sebelum diambil sumpahnya. 43 Apabila salah satu persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya itu adalah tidak autentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta di bawah tangan. 43 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., halaman 43. Dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 60 Peraturan Jabatan Notaris dapat diketahui, bahwa para Notaris bertanggung jawab terhadap para yang berkepentingan pada akta yang dibuatnya para klien yakni : a. Di dalam hal-hal yang secara tegas ditentukan oleh Peraturan Jabatan Notaris; b. Jika suatu akta karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuk gebrek in de vorm, dibatalkan di muka pengadilan atau dianggap hanya dapat berlaku sebagai akta yang dibuat dibawah tangan; c. Dalam segala hal, dimana menurut ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat kewajiban untuk membayar ganti kerugian. 44 Hal-hal yang disebut pada sub a di atas dapat diketemukan dalam berbagai pasal dalam Peraturan Jabatan Notaris, yakni pasal-pasal 5, 7, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 26, 28, 31, 35, 36a, 38, 39, 40, 42, 43, 48 dan 54. Di dalam 2 dua pasal dari pasal- pasal yang tersebut ini, yakni pasal 18 dan pasal 23, Notaris diwajibkan untuk membayar ganti kerugian, bunga dan biaya kepada yang berkepentingan, apabila untuk itu terdapat alasan, sedang di dalam pasal-pasal lainnya perkataan “apabila untuk itu terdapat alasan” tidak diketemukan. 45 Jadi sepanjang yang menyangkut hal-hal yang dimaksud dalam pasal 18 dan pasal 23, sebelum Notaris yang bersangkutan dapat dihukum untuk membayar ganti kerugian, bunga dan biaya, harus terlebih dahulu dapat dibuktikan : a. Adanya derita kerugian; b. Bahwa antara kerugian yang diderita itu dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris terdapat hubungan caussal; c. Bahwa pelanggaran perbuatan atau kelalaian itu disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan. 46 Untuk membuktikan adanya diderita kerugian, pada umumnya tidak begitu sulit, sekalipun besarnya kerugian yang diderita itu tidak selalu dapat ditetapkan secara pasti. Yang sulit untuk dibuktikan ialah unsur lainnya, yakni yang dimaksud pada sub b dan c tersebut di atas. Kerugian yang diderita itu harus sebagai akibat dari perbuatan atau kelalaian Notaris itu. Syarat lainnya ialah bahwa perbuatan atau kelalaian itu disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris toerekenbare schuld 44 Ibid., halaman 324-325. 45 Ibid., halaman 325. 46 Ibid., halaman 325-326. van de notaris dalam arti yang luas, yang meliputi unsur kesengajaan dan kesalahan dolus dan culpa. Kesengajaan dolus tidak begitu menimbulkan kesulitan, lagipula hal itu pada hakekatnya jarang terjadi. Seorang Notaris yang benar-benar dengan sengaja, dengan direncanakan terlebih dahulu, artinya secara insyaf dan sadar merugikan kliennya, adalah merupakan sesuatu yang sangat jarang sekali dapat terjadi. Sepanjang mengenai kesalahan yang sebenarnya culpa, di dalam hal ini harus dianut pendirian, bahwa bukanlah keadaan subyektif dari Notaris yang bersangkutan yang menentukan sampai seberapa jauh tanggungjawabnya akan tetapi harus berdasarkan suatu pertimbangan obyektif. Di dalam hal ini harus ditanyakan, apakah seorang Notaris yang normal dan baik tidak seharusnya dapat mengetahui akibat yang tidak dikehendaki itu? Jika jawabannya demikian, maka dalam hal itu terdapat kesalahan, jika tidak, maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dipersalahkan. Notaris selaku pejabat pembuat akta autentik dalam tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhinya, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 16 ayat 1 Undang- undang Nomor 30 tahun 2004 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpahjanji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain; f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 satu bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 lima puluh akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan waisat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; j. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; k. Mempunyai capstempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. m. Menerima magang calon Notaris. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 di atas, maka Notaris dalam menjalankan profesinya, selain memiliki kewajiban yang harus dipatuhinya, juga memiliki larangan-larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 dinyatakan bahwa Notaris dilarang : a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut-turut; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat; f. Merangkap jabatan sebagai pimpinan atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta; g. Merangkap Jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah Jabatan Notaris; h. Menjadi Notaris Pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

6 96 116

pemanggilan notaris dalam proses penegakan hukum oleh hakim terkait akta yan g dibuatnya pasca perubahan undang undang jabatan notaris.

1 5 42

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 1 109

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEBATALAN DAN PEMBATALAN AKTA NOTARIS DALAM PRESPEKTIF UNDANG - UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 0 13

pemanggilan notaris dalam proses penegakan hukum oleh hakim terkait akta yan g dibuatnya pasca perubahan undang undang jabatan notaris. - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor

0 1 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 21

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

1 6 58

TANGGUNGJAWAB NOTARIS ATAS PEMBUATAN AKTA PARTIJ BERDASARKAN KETERANGAN PALSU MENURUT UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS SKRIPSI

0 0 12