suatu kewajiban dengan cara melaporkan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan dalil ketidakabsahan suatu akta Notaris;
c. Dapat mengurangi beban Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam proses
peradilan, mengingat setidak-tidaknya saksi yang diperiksa berkurang; d.
Para Notaris harus lebih profesional dan objektif dalam melaksanakan tugas jabatannya, sebab secara tidak langsung adanya persetujuan Majelis Pengawas
bisa ditafsirkan atau setidak-tidaknya merupakan suatu petunjuk bahwa dalam proses, progres dan prosedur pembuatan akta Notaris yang bersangkutan telah
terjadi sesuatu yang tidak atau kurang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
117
C. Sikap dan Pendapat Notaris di Medan Dalam Pengambilan Fotokopi Minuta
Akta dan Pemanggilan Notaris
Bahwa dalam upaya penulis untuk mendapatkan hasil penelitian ini secara maksimal, maka penulis melakukan inventarisasi Notaris di Medan sebanyak 25 Dua
Puluh Lima orang dan berhasil dilakukan wawancara dengan baik sebanyak 5 lima orang Notaris di Kota Medan. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan
adalah dengan menyusun daftar pertanyaan sebagai berikut : 1.
Bagaimana prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia?
2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris? 3.
Apakah upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris?
4. Sejauh mana pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuat
dihadapannya. Misalnya : aktanya dipermasalahkan di kemudian hari disaat
117
Ibid., halaman 246-247.
Notaris tersebut sudah pensiun dan diadukan oleh pihak tertentu kepada pihak yang berwajib Kepolisian?
5. Jika Minuta Akta telah diambil oleh Penyidik, apakah Notaris yang bersangkutan
masih dapat mengeluarkan Salinan Akta, Kutipan Akta, atau Grosse Akta? 6.
Dapatkah Notaris dijadikan tersangka atau terdakwa berkaitan dengan akta yang dibuat dihadapannya?
7. Apakah ada sanksi akibat hukum bila Notaris menolak untuk menjadi saksi?
Dari penyusunan daftar pertanyaan ini, penulis mendapatkan hasil wawancara sebagai dasar penulis untuk mendapatkan dan menarik kesimpulan serta saran dalam
penelitian ini. Hasil Wawancara dengan Bapak NotarisPPAT Adi Pinem, SH didapatkan
hasil sebagai berikut : 1.
Prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia harus sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris UUJN. Tetapi
kebanyakan prosedur-prosedur itu tidak dijalani apa adanya. Sebenarnya pihak manapun tidak bisa mengambil Minuta Akta, kecuali atas penetapan Pengadilan
sehubungan dengan adanya suatu gugatan. Yang diambil adalah fotokopi Minuta Akta. Dalam hal pemanggilan Notaris, apabila Notaris yang bersangkutan merasa
keberatan maka Notaris tersebut bisa mengajukan alasan-alasan dengan dasar hukum yang tepat dihadapan sidang terbuka Majelis Pengawas Daerah MPD.
Tetapi apabila Notaris yang bersangkutan tidak keberatan, Majelis Pengawas
Daerah MPD langsung mengirimkan rekomendasi kepada Penyidik untuk memeriksa Notaris tersebut.
2. Kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta : mungkin dikarenakan kurang
lengkapnya Protokol Notaris, itu merupakan kesalahan Notaris tersebut. Kendala dalam pemanggilan Notaris : umumnya soal waktu yang diberikan oleh pihak
yang bersangkutan relatif lebih singkat. 3.
Upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris : Protokol Notaris harus disimpan dengan rapi dalam lemari,
jangan sampai ada yang hilang sehingga mengakibatkan kurang lengkapnya Protokol Notaris. Semua prosedur untuk pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris terlebih dahulu harus mendapat izin dari Majelis Pengawas Daerah MPD.
4. Tanggung jawab Notaris adalah sampai hembusan nafas terakhir.
5. Salinan Akta, Kutipan Akta, atau Grosse Akta tidak bisa dikeluarkan lagi jika
Minuta Akta tersebut telah disita. 6.
Notaris hanya bisa dijadikan sebagai saksi berkaitan dengan akta yang dibuat dihadapannya.
7. Tetap ada sanksi bagi Notaris yang menolak untuk dipanggil menjadi saksi.
Hasil Wawancara dengan Ibu NotarisPPAT Tety Andriani, SH, MKn., didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di
Indonesia harus mengacu kepada Undang-undang Jabatan Notaris UUJN, tidak
boleh menyimpang dari Undang-undang Jabatan Notaris UUJN dan harus ada izin dari Majelis Pengawas Daerah MPD.
2. Kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris :
tidak ada, karena Majelis Pengawas Daerah MPD yang berwenang untuk menilai apakah Minuta Akta yang disimpan Notaris yang bersangkutan harus
diambil fotokopinya atau memanggil Notaris yang bersangkutan untuk hadir dalam pemeriksaan berkaitan dengan akta yang dibuatnya.
3. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris : tidak ada. 4.
Tanggung jawab Notaris adalah sampai Notaris tersebut meninggal dunia. 5.
Salinan Akta, Kutipan Akta, atau Grosse Akta tidak bisa dikeluarkan lagi jika Minuta Akta tersebut telah di ambil oleh Penyidik.
6. Notaris hanya bisa dijadikan sebagai saksi berkaitan dengan akta yang dibuat
dihadapannya. Kecuali ada pihak tertentu yang benar-benar bisa membuktikan di depan Pengadilan bahwa Notaris yang bersangkutan memang ikut bersekongkol
dengan pihak lainnya untuk melakukan penipuan atau perbuatan yang melanggar Undang-undang.
7. Sesuai keputusan Majelis Pengawas Daerah MPD, diizinkan atau tidak Notaris
tersebut untuk menjadi saksi. Kalau Majelis Pengawas Daerah MPD mengizinkan berarti Notaris yang bersangkutan wajib hadir.
Intinya jika Notaris telah menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan Undang Undang Jabatan Notaris UUJN, kenapa Notaris tersebut harus takut
untuk diperiksa oleh Penyidik.
Hasil Wawancara dengan Ibu NotarisPPAT Yetty Rosliana Sembiring, SH, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Sekarang ini prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan
Notaris di Indonesia harus sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris UUJN yaitu harus ada izin dari Majelis Pengawas Daerah MPD. Jika Majelis
Pengawas Daerah MPD mengizinkan baru Notaris yang bersangkutan bisa diperiksa oleh Penyidik. Dahulunya menurut Peraturan Jabatan Notaris PJN,
setelah ada putusan dari Hakim baru Minuta Akta bisa diambil dan Notaris dipanggil secara langsung oleh Penyidik Polisi maka Notaris tersebut sudah
wajib hadir. 2.
Kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris : tidak ada sama sekali, yang penting sesuai dengan prosedur. Kecuali Minuta Akta
Notaris tersebut tidak beres itu merupakan kesalahan Notaris karena tidak menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.
3. Karena tidak adanya kendala maka tidak ada upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut. 4.
Pertanggung jawaban Notaris adalah seumur hidupnya. Notaris pemegang Protokol cuma bisa sebagai saksi atas Protokol Notaris yang dipegangnya.
5. Minuta Akta tidak bisa diambil atau disita oleh Penyidik, tetapi yang dikasih
kepada Penyidik berupa fotokopi Minuta Akta. 6.
Notaris bisa saja menjadi tersangka jika dalam menjalankan jabatannya tidak sesuai dengan prosedural, artinya dalam pembuatan akta dimaksud Notaris
membuat akta yang mengandung unsur-unsur yang melanggar Undang-undang serta kode etik Notaris.
7. Tergantung pendapat Majelis Pengawas Daerah MPD, kasih izin atau tidak
kepada Notaris tersebut untuk menjadi saksi. Kalau Majelis Pengawas Daerah MPD mengizinkan berarti Notaris yang bersangkutan wajib hadir.
Hasil Wawancara dengan Ibu NotarisPPAT Sugati, SH, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di
Indonesia harus mengacu kepada Undang-undang Jabatan Notaris UUJN, sedangkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut harus
lebih mempertegas isi dari Undang-undang Jabatan Notaris UUJN. 2.
Kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris : tidak ada. Semuanya tergantung kepada Majelis Pengawas Daerah MPD dalam
menilai kasus tersebut. Majelis Pengawas Daerah MPD harus menilai apakah Notaris yang bersangkutan wajib memenuhi panggilan Penyidik atau tidak.
3. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris : tidak ada, karena semuanya tergantung kepada penilaian Majelis Pengawas Daerah MPD.
4. Tanggung jawab Notaris adalah sampai hembusan nafas terakhir. Kalau Notaris
yang bersangkutan sudah meninggal dunia, maka Notaris pemegang Protokol yang dipanggil sebagai saksi.
5. Salinan Akta, Kutipan Akta, atau Grosse Akta tidak bisa dikeluarkan lagi jika
Minuta Akta tersebut telah disita oleh Pengadilan. Penyidik tidak berhak untuk menyita Minuta Akta.
6. Notaris hanya bisa dijadikan sebagai saksi berkaitan dengan akta yang dibuat
dihadapannya. Kecuali ada pihak tertentu yang benar-benar bisa membuktikan di depan Pengadilan bahwa Notaris yang bersangkutan memang ikut bersekongkol
dengan pihak lainnya untuk melakukan penipuan atau perbuatan yang melanggar Undang-undang.
7. Tetap ada sanksi bagi Notaris yang menolak untuk menjadi saksi, mungkin
dilakukan pemanggilan secara paksa.
Hasil Wawancara dengan Bapak NotarisPPAT Dody Safnul, SH, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di
Indonesia harus sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris UUJN yaitu harus ada izin dari Majelis Pengawas Daerah MPD. Majelis Pengawas Daerah
MPD bersidang terlebih dahulu baru memanggil Notaris yang bersangkutan untuk menanyakan apa permasalahannya. Fotokopi Minuta Akta dilihat oleh
Majelis Pengawas Daerah MPD. 2.
Kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris : Notaris yang bersangkutan harus lebih selektif, tidak boleh sembarangan dalam
menunjukkan Minuta Akta kepada Penyidik atau siapapun karena Minuta Akta sama dengan dokumen negara jadi harus benar-benar dijaga kerahasiaannya.
3. Upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan
pemanggilan Notaris : Kalau Majelis Pengawas Daerah MPD menolak untuk memberikan izin maka Penyidik tidak berhak untuk memeriksa Notaris yang
bersangkutan. Kalau Majelis Pengawas Daerah MPD memberikan izin maka Penyidik boleh memeriksa Notaris yang bersangkutan dan melihat fotokopi
Minuta Akta. 4.
Pertanggung jawaban Notaris terhadap akta yang dibuat dihadapannya adalah sampai Notaris yang bersangkutan masih hidup, walaupun beliau sudah pensiun
atau sudah pindah tugas. 5.
Minuta Akta tidak bisa disita oleh Penyidik. Pengadilan yang berhak untuk menyita Minuta Akta. Pada kenyataannya, Minuta Akta bukan disita tetapi akta
itu dibuat pembatalannya oleh para pihak karena akta tersebut dinilai tidak berkekuatan hukum makanya Hakim menyuruh akta tersebut dibatalkan. Dengan
adanya pembatalan Minuta Akta tersebut, maka Notaris yang bersangkutan tidak boleh lagi mengeluarkan Salinan Akta, Kutipan Akta, Atau Grosse Akta.
6. Dapat. Di Indonesia tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum.
7. Dilakukan upaya pemanggilan paksa oleh Pengadilan kepada Notaris yang
bersangkutan.
Pada tanggal 16 Desember 2009 pukul 16.30 WIB bertempat di gedung Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penulis melakukan wawancara
dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Deli Serdang, yaitu Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum., dengan pertanyaan sebagai berikut :
1 Menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007, bahwa Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan untuk pengambilan Minuta Akta danatau
surat-surat lainnya yang dilekatkan Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 apabila :
a. Ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan Minuta Akta atau Protokol
Notaris dalam penyimpanan Notaris; b.
Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang pidana;
c. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari para pihak;
d. Ada dugaan pengurangan atau penambahan dari Minuta Akta; atau
e. Ada dugaan Notaris melakukan pengunduran tanggal akta.
Dari pernyataan tersebut di atas, apakah Majelis Pengawas Daerah pernah membuktikan adanya atau terpenuhinya syarat-syarat yang tersebut dalam huruf
a sampai dengan e dalam waktu kurang dari 14 empat belas hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim
dengan resiko apabila melewati waktu tersebut Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui?
2 Apa saja batasan atau tolok ukur Majelis Pengawas Daerah dalam memeriksa
Notaris?
Adapun jawaban dari Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum. adalah sebagai berikut :
1 Dalam praktek dilapangan, mengenai Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007, Majelis Pengawas Daerah belum pernah melaksanakan ketentuan tenggang waktu 14
empat belas hari tersebut. Masalahnya sampai saat ini belum ada sosialisasi dari pusat jika dalam jangka waktu paling lama 14 empat belas hari Majelis
Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis terhitung sejak diterimanya surat permohonan dari
Penyidik. Apabila dalam jangka waktu 14 empat belas hari terlampaui, maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui. Seharusnya Kantor Wilayah
sebagai kepanjangan tangan dari Menteri harus tampil kedepan untuk mensosialisasikan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut.
Jika tugas Majelis Pengawas Daerah hanya mengawasi dilapangan mengenai praktek jabatan Notaris apakah sudah sesuai dengan Undang-undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris, berapa jumlah akta yang dibuat oleh Notaris tersebut dalam waktu 1 satu tahun, membuat surat jawaban Majelis Pengawas
Daerah kepada penyidik, dan lain-lain. Surat jawaban Majelis Pengawas Daerah kepada penyidik terbagi atas 2 dua, yaitu :
a. Diterima, ini berarti Majelis Pengawas Daerah mengijinkan Notaris yang
bersangkutan menghadap ke Penyidik. b.
Ditolak, ini berarti Majelis Pengawas Daerah menilai kalau Notaris tersebut telah melaksanakan jabatannya sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris
dan Kode Etik, ataupun dalam akta Notaris tersebut sudah terjawab permasalahan dari Penyidik.
2 Batasan atau tolok ukur Majelis Pengawas Daerah dalam memeriksa Notaris
pada kasus yang terkait dengan perkara pidana terbagi 2 dua, yaitu : a.
Biasanya Majelis Pengawas Daerah menanyakan bagaimana status pihak- pihak yakni yang tercantum dalam akta. Artinya dalam akta disebutkan pada
tanggal ................. menghadap kepada saya Notaris ............... , si A dan si B. Tetapi dalam praktek dilapangan terjadi penyimpangan, bisa saja si A tidak
hadir dan tidak mengetahui isi akta tersebut. b.
Substansi akta itu tidak benar, kalau ketidakbenaran ini apa yang diucapkan para pihak Notaris memang tidak mengetahuinya, maka Notaris tersebut
tidak ada masalah. Tetapi jika Notaris mengetahuinya, maka inilah yang bermasalah. Contohnya : Perjanjian jual beli, ada baiknya Notaris meminta
bukti penyetoran dan difotokopi kemudian dilekatkan di Minuta Akta sebagai tanda bukti kalau jual beli tersebut sudah lunas. Perjanjian jual beli secara
cicilan, harus dinyatakan secara tegas dalam akta berapa jumlah cicilan yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual setiap bulannya. Jangan sampai
terjadi masalah antara si pembeli dan si penjual di kemudian hari, maka Notaris yang membuat akta jual beli secara cicilan tersebut juga dikaitkan
dengan permasalahan mereka.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN