dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta
tersebut.
c. Non existent
Akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada atau non existent yang disebabkan karena tidak dipenuhinya essensilia dari suatu perjanjian atau
tidak memenuhi salah satu unsur atau semua unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non existent secara dogmatis tidak diperlukan putusan
pengadilan, namun dalam praktik tetap diperlukan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan implikasinya sama dengan batal demi
hukum.
67
B. Prosedur Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris
Prosedur pemeriksaanpenyidikan merupakan administrasi yang harus ditempuh untuk melakukan suatu kegiatan pemeriksaan dalam rangkaian tindakan
Kepolisian, sehingga pemeriksaan yang dilakukan memenuhi syarat yuridis dan administratif.
”Adapun prosedur penyidikan meliputi : a.
Prosedur umum berdasarkan KUHAP Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
b. Prosedur khusus berdasarkan Undang-undang yang mengaturnya.”
68
Adapun tata cara pelaksanaannya sebagai berikut : 1.
Penyidik mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah dengan menyebutkan untuk keperluan apa, apakah untuk mengambil fotokopi Minuta
Akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; ataukah keperluan memanggil Notaris
untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Minuta Akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
67
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, halaman 363-364.
68
Baharudin KS, “Prosedur PemeriksaanPenyidikan Tindak Pidana Terhadap Pejabat Negara”.
http:groups.yahoo.comgroupNotaris_Indonesiamessage4568 19 Juli 2009, halaman
6.
2. Dalam permohonan dijelaskan dengan singkat perkara apa, siapa
tersangkanya. 3.
Setelah mendapat persetujuan maka Penyidik dapat melakukan tindakan Kepolisian sebagaimana disebutkan angka 1 di atas.
69
Dasar hukum pemanggilan terhadap Notaris tertuang dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 66, yaitu :
1 Untuk kepentingan proses peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim
dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : a.
Mengambil fotokopi Minuta Akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2 Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf a, dibuat berita acara penyerahan. Dari ketentuan yang tercantum ini dapat dimengerti bahwa :
a. Penyidik, Penuntut Umum, maupun Hakim hanya diperkenankan untuk :
1. Mengambil fotokopi Minuta Akta danatau surat-surat yang dilekatkan
pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, maupun
2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanannya, sepanjang untuk kepentingan proses peradilan dan telah
memperoleh persetujuan Majelis Pengawas Daerah;
b. Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim tidak dibenarkan mengambil
Minuta Akta danatau surat-surat asli yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;
c. Pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim untuk
hadir dalam pemeriksaan suatu perkara, baik perdata, pidana maupun tata usahaadministrasi negara yang tidak berkaitan dengan akta yang dibuat atau
69
Ibid.
Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris tidak memerlukan persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah;
d. Dalam pengertian Notaris yang tercantum dalam Pasal 66 ini termasuk
didalamnya Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus, baik masih sedang menjalankan tugas jabatannya maupun
telah berhenti;
e. Atas pengambilan fotokopi Minuta Akta danatau surat-surat sebagaimana
terurai di atas dibuat berita acara penyerahan, hanya saja Undang-undang ini maupun penjelasannya tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang
berkewajiban membuat dan menandatangani berita acara tersebut.
70
Mengingat dalam Pasal 66 Undang-undang tentang Jabatan Notaris tidak dijelaskan dalam status apa saja Notaris dapat dipanggil oleh Penyidik, Penuntut
Umum atau Hakim, maka timbul persoalan “apakah persetujuan pemanggilan Notaris yang dimaksud dalam pasal 66 ini hanya sebatas dalam kedudukan
sebagai saksi, baik dalam perkara perdata, pidana maupun tata usahaadministrasi negara ataukah termasuk juga didalamnya sebagai tersangka dalam perkara
pidana maupun sebagai tergugat atau turut tergugat dalam perkara perdata?”.
71
Dalam hubungannya dengan pertanyaan ini, Majelis Pengawas Pusat dalam suratnya tanggal 12 Agustus 2005, nomor C-MPPN.03.10-15
berpendapatmenegaskan bahwa : “dalam hal pemanggilan Notaris sebagai tersangka, maka sebelum persetujuan pemeriksaan diberikan, Majelis Pengawas Daerah terlebih
dahulu mendengar keterangan dari Notaris yang bersangkutan, Dewan Kehormatan Profesi, dan Penyidik atau Penuntut Umum”, sedangkan dalam hal pengambilan
fotokopi Minuta Akta maupun dalam hal pemanggilan sebagai saksi dinyatakan bahwa “sebelum persetujuan pengambilan danatau pemeriksaan diberikan, Majelis
Pengawas Daerah terlebih dahulu mendengar keterangan dari Notaris yang bersangkutan”.
Berkaitan dengan pendapat Majelis Pengawas Pusat sebagaimana yang terurai di atas, dapat dimengerti bahwa :
70
Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia, Op. Cit., halaman 238-239.
71
Ibid., halaman 239.
a. Baik dalam status sebagai saksi maupun tersangka sehubungan dengan akta yang
dibuat oleh atau dihadapannya maupun dengan Protokol Notaris dalam penyimpanannya, pemanggilan Notaris memerlukan persetujuan terlebih dahulu
dari Majelis Pengawas Daerah; b.
Tujuan pemanggilan Notaris adalah untuk menemukan fakta hukum yang mempunyai pengaruh penting dalam proses peradilan, sehingga proses
pemanggilan tersebut diharapkan dapat membantu memperlancar proses peradilan, sebagaimana yang dikemukakan dalam pertimbangan ketiga dari surat
Majelis Pengawas Pusat di atas, maka dalam memproses pemberian persetujuan harus dihindari adanya pendapat atau setidak-tidaknya kesan bahwa Majelis
Pengawas Daerah yang melakukan pemeriksaan menghambat pemberian persetujuan termaksud.
Latar belakang pemikiran dari Majelis Pengawas Pusat yang berpendirian bahwa pemberian persetujuan atas pemanggilan Notaris sebagai tersangka tetap
diperlukan sesungguhnya mudah dipahami oleh orang-orang atau pihak-pihak yang mengerti secara baik dan benar tentang kedudukan dan fungsi Notaris serta
akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, mengingat : a.
Keberadaan dan pelaksanaan tugas jabatan Notaris adalah terutama dalam rangka pembuatan alat bukti yang berupa akta autentik atas perbuatan,
perjanjian dan ketetapan dalam lapangan hukum perdata yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang dikehendaki oleh para pihak;
b. Dalam pelaksanaan tugas jabatannya untuk membuat akta autentik, pada
pokoknya Notaris hanya mengkonstatir atau merelatir kenyataan yang terjadi dihadapannya yang berupa perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang
dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan;
c. Apabila Majelis Pemeriksa Notaris menemukan dugaan adanya unsur pidana
yang dilakukan oleh terlapor Notaris, maka Majelis Pemeriksa wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas, dan selanjutnya Majelis
Pengawas melaporkan adanya dugaan tersebut kepada instansi yang berwenang, sebagimana yang diatur dalam Pasal 32 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 maupun dalam Lampiran Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tanggal 28
Desember 2004 Nomor : M.39.PW.07.10 Tahun 2004 Bagian Ketiga tentang Tugas Majelis Pengawas.
72
Ketentuan Pasal 66 Undang-undang Jabatan Notaris dapat ditafsirkan tidak hanya berlaku dalam peradilan pidana saja. Dalam peradilan perdata pun pasal
tersebut dapat dipergunakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Proses peradilan yang dilakukan oleh Hakim sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat 1 Undang-undang
Jabatan Notaris tidak hanya dalam lingkup pidana saja, tetapi juga dalam lingkup perdata. Oleh karena itu dalam proses perdata berdasarkan Pasal 66 ayat 1 Undang-
undang Jabatan Notaris Hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah MPD berwenang untuk :
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b.
Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Sehubungan belum adanya peraturan pelaksanaan dari Pasal 66 Undang- undang Jabatan Notaris khususnya dalam proses beracara perdata jelas merupakan
tantangan bagi Majelis Pengawas Daerah MPD selaku pengawas yang salah satu kewajibannya adalah melindungi masyarakat atas pelaksanaan jabatan Notaris. Dalam
hal ini Majelis Pengawas Daerah MPD tidak bisa menolak untuk memproses permohonan persetujuan tersebut dengan alasan belum ada peraturan pelaksananya.
Penolakan tersebut jelas akan sangat merugikan masyarakat, karena adanya
72
Ibid., halaman 240.
persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah MPD sebagaimana dimaksud Pasal 66 Undang-undang Jabatan Notaris sangat dibutuhkan dalam proses peradilan.
Oleh karena itu Majelis Pengawas Daerah MPD harus bijaksana dalam arti dengan mengingat salah satu tugas kewajibannya adalah melindungi masyarakat,
maka seharusnya Majelis Pengawas Daerah MPD menerima permohonan tersebut untuk diproses dengan memperhatikan asas-asas yang ada pada kenotariatan.
Apabila ada permintaan untuk mengambil fotokopi Minuta Akta guna proses peradilan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Majelis Pengawas
Daerah, yaitu : 1.
Apabila objek persengketaan yang sedang dalam proses peradilan perdata tersebut pada materi atau substansi akta, maka Majelis Pengawas Daerah
MPD sebelum mengijinkan harus meneliti terlebih dahulu, yaitu apakah sudah pernah dikeluarkan salinan akta dari Minuta Akta tersebut. Apabila atas
Minuta Akta tersebut sudah pernah dikeluarkan salinannya, maka Majelis Pengawas Daerah MPD tidak perlu untuk menyetujui permintaan
mengambil fotokopi Minuta Akta. Alasannya karena salinan akta pada dasarnya sebagaimana telah diuraikan di atas sama isinya dengan Minuta
Akta.
2. Apabila permintaan untuk mengambil fotokopi Minuta Akta disebabkan
adanya keraguan mengenai salinan akta yang ada, maka sudah seharusnya Majelis Pengawas Daerah MPD mengijinkannya. Keraguan yang
dimaksudkan disini adalah keraguan apakah salinan akta isinya sama dengan Minuta Akta, padahal isi salinan akta seharusnya sama persis dengan isi
Minuta Akta.
73
Pasal 66 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris disamping memberi wewenang untuk mengambil fotokopi Minuta Akta dengan seijin Majelis Pengawas
Daerah MPD, juga memberi wewenang untuk memanggil Notaris dalam pemeriksaan sehubungan dengan akta yang dibuatnya Pasal 66 ayat 1 huruf b.
Pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa pemanggilan Notaris tersebut dapat
73
Djoko Sukisno, Op. Cit., halaman 59.
dimaksudkan memanggil Notaris sebagai saksi yang terkait dengan aktanya, atau sebagai salah satu subjek yang diperiksa.
Dalam hal pemanggilan Notaris dimaksudkan sebagai saksi atas akta yang dibuatnya, Majelis Pengawas Daerah MPD sebelum memberikan ijin harus
melihat terlebih dahulu sifat dari akta yang akan dimintakan keterangan dari Notaris pembuat akta itu, yaitu apabila akta tersebut bersifat :
1.
Verbaal acte atau ambtelijke acte dapat disebut juga sebagai akta kesaksian dari Notaris selaku Pejabat Umum. Sebagai suatu akta yang merupakan suatu
kesaksian dari Notaris, maka Notaris bertanggung jawab sepenuhnya atas isi akta tersebut. Isi verbaal acte kadang belum mampu memberikan gambaran
atas suatu peristiwa hukum yang dialami, dilihat atau disaksikan oleh Notaris pembuat akta tersebut. Di samping itu, isi verbaal acte dapat juga tidak bisa
dimengerti maksudnya, sehingga masih diperlukan keterangan tambahan. Dalam hal demikian hanya Notaris pembuat verbaal acte tersebut yang dapat
memberikan keterangan tambahan yang diperlukan. Oleh karena itu, apabila ada permintaaan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 66 Undang-undang
Jabatan Notaris terkait dengan verbaal acte, maka sudah selayaknyalah apabila Majelis Pengawas Daerah MPD memberikan persetujuannya.
2. Partij acte atau akta penghadap, dalam partij acte Notaris hanya menuangkan
saja apa yang dikehendaki para pihak selaku pengadap ke dalam akta autentik. Dengan perkataan lain bahwa dalam partij acte Notaris hanya merumuskan
kemauan para pihak dan selanjutnya menuangkannya ke dalam akta. Notaris dalam partij acte pertanggungjawabannya hanya sebatas pada awal dan akhir
akta sedangkan isi akta merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari para pihak dalam akta.
74
Dalam partij acte para pihak tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya terhadap isi akta dengan alasan bahwa yang merumuskan kemauan para pihak adalah
Notaris dan selanjutnya Notaris pula yang menuangkannya pada akta, bukan para pihak. Sebelum penandatanganan akta oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris, akta
tersebut dibacakan terlebih dahulu oleh Notaris dihadapan mereka. Pembacaan akta oleh Notaris sebelum penandatanganan adalah kewajiban yang harus dilakukan pada
peresmian akta verlijden. Pembacaan akta dapat disimpan yaitu akta tidak dibacakan apabila dikehendaki oleh para pihak bahwa akta tersebut tidak perlu
74
Ibid., halaman 60.
dibacakan. Hal tersebut dijelaskan pada penutup akta bahwa akta ini tidak dibacakan atas kehendak para pihak dan para pihak menyatakan sudah mengetahui isi akta.
Adanya pembacaan akta atau tidak dibacakan atas kehendak para pihak dilanjutkan dengan penandatanganan akta, menunjukkan bahwa para pihak
menyetujui rumusan kehendaknya yang telah dibuat oleh Notaris dan selanjutnya dituangkan dalam akta. Dengan demikian pertanggungjawaban akta khususnya pada
isi akta ada pada para pihak penghadap. Berkaitan pemanggilan Notaris untuk diminta keterangan sehubungan dengan
akta yang dibuatnya khususnya partij acte. Majelis Pengawas Daerah MPD selaku institusi pemberi persetujuan pemanggilan harus memperhatikan hal-hal
tersebut di atas yang antara lain dapat dirinci sebagai berikut : 1.
Apabila persengketaan tersebut berkaitan dengan isi akta, misalnya tentang perjanjian atau kesepakatan mereka yang dituangkan dalam akta serta sudah
ada salinan aktanya. Majelis Pengawas Daerah dalam hal demikian tidak perlu memberi persetujuan pemanggilan Notaris untuk memberi keterangan tentang
materiisi akta, karena sudah ada salinan aktanya. Kesaksian yang akan diberikan oleh Notaris tidak berbeda dengan apa yang ada pada isi salinan
akta. Salinan akta sudah menunjukkan dengan nyata tentang perbuatan hukum para pihak yang dapat berupa kesepakatan atau perjanjian, dan akta autentik
termasuk salinannya mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kecuali apabila akta tersebut
memuat hal-hal yang memerlukan kesaksian ahli, maka Notaris dipanggil tidak dimaksudkan untuk menjelaskan perbuatan hukum yang tertuang dalam
akta akan tetapi diminta penjelasannya sebagai ahli yaitu sebagai saksi ahli. Dalam hal demikian Majelis Pengawas Daerah MPD memberi persetujuan
pemanggilan Notaris sebagai saksi ahli.
2. Apabila persengketaan tersebut terkait dengan bagian akta yang menjadi
tanggung jawab dari Notaris selaku pembuat akta, yaitu bagian awal akta atau akhirpenutup akta termasuk peresmian akta. Maka sudah layak Majelis
Pengawas Daerah MPD menyetujui pemanggilan Notaris untuk menjelaskan hal itu.
3. Apabila pemanggilan Notaris dalam proses peradilan dengan mendudukkan
Notaris sebagai pihak tergugat terkait dengan akta yang dibuatnya, maka Majelis Pengawas Daerah MPD harus menyetujuinya. Hal ini dimaksudkan
agar tidak menghambat jalannya proses peradilan dan Notaris dapat menjawab langsung atas gugatan yang diajukan kepadanya, selanjutnya penilaiannya
diserahkan kepada Hakim yang memeriksanya. Persetujuan tersebut juga
dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari Notaris dalam pelaksanaan jabatannya dan Notaris tidak kebal hukum.
75
Untuk menghindari adanya pendapat atau setidak-tidaknya kesan dari masyarakat awam mengenai Notaris yang berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal
66 Undang-undang tentang Jabatan Notaris maupun dalam peraturan pelaksanaannya seakan-akan memperoleh perlakuan istimewa dihadapan hukum,
maka : a.
Anggota Majelis Pengawas harus dipilih dari orang-orang yang profesional, artinya menguasai tentang hal ikhwal yang berkenaan danatau berhubungan
dengan tugas jabatannya serta integritas moralnya tidak boleh diragukan;
b. Dalam pelaksanaan tugasnya harus benar-benar objektif dan sesuai dengan
hukum yang berlaku; c.
Mampu menentukan skala prioritas secara tepat atas pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dihadapi.
76
75
Ibid., halaman 60-61.
76
Ibid., halaman 61.
BAB III KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENGAMBILAN