BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris
berdasarkan Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 bahwa untuk kepentingan proses peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah MPD berwenang mengambil fotokopi Minuta Akta danatau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau
Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau
Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud, dibuat berita
acara penyerahan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007
Majelis Pengawas Daerah MPD wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14
empat belas hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan. Apabila dalam jangka waktu 14 empat belas hari Majelis Pengawas Daerah MPD
tidak memberikan jawaban maka Majelis Pengawas Daerah MPD dianggap menyetujui pemanggilan Notaris tersebut, dimana Penyidik dapat melakukan
penyitaan atau pengambilan fotokopi Minuta Akta dan Protokol Notaris serta
pemanggilan Notaris tersebut untuk diperiksa lebih lanjut. Pemanggilan Notaris harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh Penyidik
dimana pemanggilan ini juga harus secara tegas mencantumkan status Notaris apakah sebagai saksi atau tersangka, alasan pemanggilan juga harus jelas dan
tegas didalam surat pemanggilan tersebut, dan pemeriksaan seorang Notaris harus dilakukan secara tepat waktu. Notaris dapat berhalangan hadir karena
alasan yang sah dan Penyidik dapat mendatangi kantor Notaris guna melakukan pemeriksaan. Hal ini berdasarkan isi nota kesepahaman atau
memorandum of understanding MoU antara Kepolisian Republik Indonesia POLRI dengan Ikatan Notaris Indonesia INI.
2. Adapun yang menjadi kendala yang dihadapi di dalam pengambilan fotokopi
Minuta Akta dan pemanggilan Notaris adalah dengan adanya sumpahjanji Jabatan Notaris yang akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh di dalam pelaksanaan jabatan, berdasarkan Pasal 4 ayat 2 Undang- undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu,
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tidak dapat diberlakukan kepada Notaris di dalam
pengambilan Minuta Akta dan pemanggilan Notaris terkecuali adanya Undang-undang yang menentukan lain. Disamping itu, Notaris adalah pejabat
umum dan diberikan perlindungan hukum oleh Undang-undang dengan hak ingkar, yaitu hak untuk menolak memberikan kesaksian di pengadilan.
Penolakan itu tidak terbatas pada apa yang tercantum di dalam akta akan tetapi keseluruhan fakta yang terkait dengan akta tersebut. Apabila Notaris
melanggar sumpah jabatan dan kerahasiaan akta serta keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan tersebut maka seorang Notaris dapat
dikenai sanksi administratif sebagaimana terdapat pada Pasal 84 Undang- undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Surat Keputusan atau
Ketetapan Majelis Pengawas dapat dijadikan objek gugatan oleh Notaris ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN sebagai sengketa Tata Usaha Negara,
jika Notaris merasa bahwa keputusan tidak tepat atau memberatkan Notaris yang bersangkutan atau tidak dilakukan yang transparan dan berimbang dalam
pemeriksaan. 3.
Upaya untuk mengatasi kendala di dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim maka
dilakukan kerjasama dalam bentuk nota kesepahaman antara Notaris yang diwakili oleh Organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia INI dengan
Kepolisian negara Republik Indonesia POLRI. Para pihak senantiasa saling menghormati dan menjaga kemandirian masing-masing pihak dalam
melaksanakan tugas, jabatan, dan profesinya, dengan selalu menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila terdapat perbedaan pendapat
dalam penafsiran terhadap pelaksanaan tugas serta wewenang para pihak,
maka penyelesaiannya ditempuh melalui jalur konsultasi secara institusional dan berjenjang.
B. Saran