C. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah
Secara umum pembiayaan Mudharabah dapat dibagi dua jenis yaitu: 1.
Pembiayaan Mudharabah Mutlaqah General Investment Pembiayaan mudharabah mutlaqah adalah suatu pembiayaan dalam bentuk
kerjasama antara shahibul maal dalam hal ini Bank Syariah dengan nasabah atau mudharib yang cakupannya amat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha waktu dan daerah bisnis, kalau dalam pembahasan ulama fiqh salafussaleh seringkali menyebutkan dengan contoh “if al ma syi’ta” artinya lakukan
sesukamu.
22
Pada pembiayaan mudharabah mutlaqah ini pihak bank tidak menentukan bentuk usaha, waktu dan daerah bisnis mudharibnya. Hal ini diserahkan
sepenuhnya kepada pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sehingga boleh dikatakan dana yang diberikan oleh bank tersebut dapat dikelola oleh mudharib
tanpa campur tangan pihak bank, jenis usaha yang akan dijalankan secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dianggap sesuai, sehingga tidak terikat dan
terbatas, akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilakukan mudharib tanpa seizin pihak bank yaitu mudharib atau nasabah tidak boleh meminjamkan
modalnya atau memudharabahkannya lagi kepada pihak lain.
23
2. Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah
Pembiayaan mudharabah muqayyadah disebut juga dengan istilah restrected mudharabahspecifed mudharabah, yaitu kebalikan dari pembiayaan
mudharabah mutlaqah, dalam pembiayaan ini mudharib dibatasi dengan batasan
22
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta, Tazkia, , 1999 hal 173
23
Ascary, Akad dan Produk Bank Syariah, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hal 65
Universitas Sumatera Utara
jenis usaha, waktu, tempat usaha.
24
D. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan shahibul maal dalam memasuki dunia usaha
mudharib. Untuk jenis pembiayaan mudharabah muqayyadah ini pihak bank dapat
memberikan batasan-batasan yang sudah baku kepada mudharib atau nasabah. Pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan pelaksanaan mudharabah muqayyadah
ini hanya dilaksanakan apabila ada kerjasama dengan pemdapemko yang peruntukan dananya untuk para pengusaha kecil didaerah pemdapemko tersebut,
jadi disini yang disalurkan itu adalah dana dari pemdapemko tersebut bukan dana pihak ketiga yang ada pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan.
Bank Konvensional dan Bank Syariah selain memiliki perbedaan juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan. Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat
dilihat dari beberapa segi sebagai berikut: 1.
Akad dan aspek legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apa pun yang dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan syariah,
tidak akan terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan aqd, kata jamaknya al-uqud. Ada beberapa asas al-uqud yang
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit., hal 173
Universitas Sumatera Utara
harus dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang UU Perbankan Syariah. Asas-asas yang dimaksudkan yakni:
a.
Asas Ridha’iyyah
b.
Asas Manfaat
c.
Asas Keadilan
d.
Asas Saling Menguntungkan
Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak
demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.
25
1. Penjual
Ketentuan rukun akad dari transaksi bank syariah berbeda dengan bank
konvensional. Rukun akad dalam bank syariah adalah:
2. Pembeli
3. Barang
4. Harga
5. Akadijab qabul
Syarat dari pelaksanaan transaksi bank syariah juga berbeda dari bank konvensional. Syarat pelaksanaan transaksi dalam perbankan syariah yaitu:
1. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang
haram menjadi batal demi hukum syariah.
25
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal 29
Universitas Sumatera Utara
2. Harga barang dan jasa harus jelas
3. Tempat penyerahan harus jelas, karena berdampak pada biaya transportasi.
4. Barang objek transaksi harus sepenuhnya berada dalam objek
kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale yang terjadi dalam pasar
modal.
26
Ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam suatu akad, yaitu: 1.
Akad yang dilakukan para pihak bank dan nasabah bersifat mengikat. 2.
Para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik. Hal ini sangat penting diperhatikan untuk kelangsungan pelaksanaan akad itu
sendiri. 3.
Memperhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam, dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-uqud.
4. Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral
perekonomian dalam Islam.
26
Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga penyelesaian sengketa
Berbeda dengan bank konvensional dalam bank syariah jika timbul sengketa antara nasabah dengan bank maka kedua belah pihak tidak
menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan materi dan tata cara hukum syariah.
27
Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dilakukan peradilan agama, dan
dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, namun tidak
boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Yang dimaksud penyelesaian sengketa sesuai dengan isi akad adalah penyelesaian sengketa dengan melalui upaya
musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS atau lembaga arbitrase lainnya.
28
3. Struktur organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang
membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah berfungsi atau
bertugas sebagai: a.
Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan syariah.
27
Ibid hal.30
28
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah, Refika Aditama, 2009, hal 110
Universitas Sumatera Utara
b. Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan
sesuai dengan ketentuan syariah. c.
Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
Hal ini sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Dewan Pengawas Syariah diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, atas rekomendasi MUI.
29
4.
Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah bisnis yang dibiayai tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung di
dalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal-hal pokok yang harus dipastikan agar suatu permintaan pembiayaan dapat disetujui yaitu:
30
a. Apakah objek yang dibiayai halal atau haram?
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesumasusila?
d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau
berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal? f.
Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
29
Ibid hal 72
30
Muhammad syafi’i antonio, Op.cit., hal 33
Universitas Sumatera Utara
5. Lingkungan dan budaya kerja
Sebuah bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja dan usaha yang merupakan cerminan dari
sunnah Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah.
Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi perilaku setiap karyawan sehingga tercermin intergritas aksekutif muslim yang
baik. Disamping itu, karyawan bank harus memiliki skillful dan professional, dan mampu melakukan team work dimana informasi merata diseluruh fungsional
organisasi. Demikian pula dalam hal punishment dan reward, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai syariah. Etika juga harus dijaga dalam hal berpakaian aurat
yang tertutup dan tingkah laku para karyawan serta perlakuan yang baik terhadap nasabah sehingga memberikan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah
lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.
31
E. Transaksi yang Dilarang Dalam Perbankan Islam