BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B VHB. Penyakit ini bisa menjadi acut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang hati, gagal hati, sirosis hati, kanker hati, dan kematian Ling dan Lam, 2007.
2.2. Epidemiologi Penyakit Hepatitis B
Hepatitis virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati. Lima kategori virus telah diketahui: virus hepatitis A HAV, virus hepatitis B
HBV, virus hepatitis C HCV, agen delta yang berhubungan dengan HBV atau virus hepatitis D HDV dan virus hepatitis E HEV Isselbacher, 2000. Dari
beberapa penyebab, hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia karena manifestasinya sebagai
hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi kronik. Penyakit hepatitis B sangat berbahaya karena penderita hepatitis B dapat berbentuk carrier
chronic yang merupakan sumber penularan bagi lingkungan dan dapat berkembang menjadi penyakit hati kronik seperti Chronic Active Hepatitis CAH, Sirosis dan
Hepatoselular Carsinoma Gracey dan Burke, 1993.
Pada tahun 1993 dilakukan penelitian pada pendonor darah dengan bantuan Palang Merah Indonesia PMI dan dengan menggunakan metode Elisa oleh
NAMRU-2 Naval American Research Unit 2. Prevalensi HbsAg bervariasi dari 2,5 sampai dengan 36,17, dengan prevalensi sangat tinggi yaitu lebih dari 10
dilaporkan di beberapa tempat di luar Pulau Jawa, yaitu: Ujung Pandang, Manado, Kupang dan Mataram Sulaiman, 1995. Penelitian pada pendonor darah pada PMI
Cabang Kota Yogyakarta tahun 2005, diperoleh prevalensi HbsAg adalah 2,2 Rahayujati, 2005.
2.3. Patofisiologi Penyakit Hepatitis B
Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat kompleks Isselbacher, 2000. Virus hepatitis B berupa virus DNA sirkuler berantai
ganda, termasuk famili Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga jenis antigen tersebut yaitu antigen Surface Hepatitis HbsAg yang terdapat pada
mantel envelope virus, antigen ”cor” hepatitis B HbcAg dan antigen ”e” hepatitis B HbeAg yang terdapat pada nucleocapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat
merangsang timbulnya antibodi spesifik masing-masing yang disebut anti HBs, anti HBc dan anti HBe Sulaiman, 1995.
Bagian virus hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya HbcAg, pembawa sifat DNA, dan enzim pelipatganda DNA DNA polimerase
dan serpihan virus HbeAg. HbsAg terdiri dari 4 subtipe penting yang mempunyai
subdeterminan yang sama yaitu a dan 4 subdeterminan yang berlainan, yaitu d, y, w dan r Isselbacher, et al, 2000.
Berikut ini pola serologi pada darah penderita hepatitis B Isselbacher, 2000.
Tabel 2.1. Pola Serologik yang Sering Ditemukan pada Infeksi Hepatitis B
HbsAg Anti-HBs
Anti-HBc HbeAg
Anti-Hbe Interpelasi
+ -
IgM +
- Infeksi HBV akut, infektivitas
yang tinggi. +
- IgG
+ - Infeksi HBV kronik,
infektivitas yang tinggi. +
- IgG
- +
Infeksi HBV akut atau kronik lambat, infektivitas yang
rendah. +
+ +
+- +-
1. HbsAg dari satu subtipe dan anti HBs heterotipik
sering. 2. Proses serokonversi dari
HbsAg menjadi AntiHBs jarang.
- -
IgM +-
+- 1. Infeksi HBS akut.
2. Jendela Anti-HBc. - - IgG
- +-
1. Carrier HBsAg berkadar
rendah. 2. Infeksi pada masa lalu.
- +
IgG -
+- Sembuh dari infeksi HBV.
- +
- -
- 1. Imunisasi dengan HbsAg
setelah vaksinasi. 2. infeksi pada masa lalu.
3. Positif palsu.
Semua partikel virus hepatitis B bersifat imunogenik dan mampu merangsang pembentukan antibodi. Bila seseorang terinfeksi virus hepatitis B, maka pada tubuh
penderita terdapat antigen yang berasal dari partikel virus dan antibodi humoral yang dibentuk untuk melawan antigen tersebut.
HbsAg telah diidentifikasi pada darah dan produk darah, saliva, cairan serebrospinal, peritonial, pleural, percardial, cairan sinovial, cairan amnion, semen,
sekresi vagina, dan cairan tubuh lainnya. Penularan melalui perkutaneus meliputi intra vena, intra muscular, subkutan atau intra dermal Chin, 2000. Penularan non
perkutaneus melalui ingesti oral telah dicatat sebagai jalur pemajanan potensial tetapi efisiensinya cukup rendah. Di lain pihak dua jalur penularan non perkutaneus yang
dianggap memiliki dampak terbesar adalah hubungan seksual dan penularan perinatal.
Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan dari ibu carrier HBsAg atau ibu yang menderita hepatitis B akut selama kehamilan trimester
ketiga atau selama periode awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10 dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua
infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi akut pada neonatus secara klinis
asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan besar menjadi seorang karir HbsAg Isselbacher, 2000.
Penyebaran perinatal merupakan masalah yang besar di negara-negara di mana terdapat prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi dengan prevalensi
HbeAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan
adanya HbeAg pada ibu sangat dominan untuk penularan. Sebaliknya walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun bila HbeAg dalam darah negatif maka daya
tularnya menjadi rendah Shikata T, 1984, cit Sulaiman, 1995. Masa masuknya virus kedalam tubuh sampai timbulnya gejala masa
inkubasi bervariasi mulai dari 45 – 180 hari dan rata-rata 60 – 90 hari Chin, 2000. Kemungkinan hepatitis B akut menjadi kronik, bervariasi tergantung usia terinfeksi
virus hepatitis B. Infeksi pada saat kelahiran umumnya tanpa manifestasi klinik tapi 90 kemungkinan kasus menjadi kronik, di lain pihak apabila infeksi hepatitis B
terjadi pada usia dewasa muda akan timbul manifestasi klinik namun risiko berkembang menjadi kronik hanya 1 Isselbacher, 2000.
Kurang dari 10 infeksi hepatitis virus akut pada anak-anak dan 30 - 50 pada orang dewasa terdeteksi secara klinis. Penderita umumnya mengalami gejala
klinis nafsu makan menurun, nyeri perut, mual, muntah kadang-kadang disertai dengan nyeri sendi dan rash dan sering berlanjut ke jaundice Chin, 2000.
2.4. Konsep Perilaku Kesehatan