Penyelesaian Melalui Bipartit Analisis Hukum Perjanjian Kerja Outsourcing Di Sumatera Utara (Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003)

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING

YANG MELANGGAR ATURAN KERJA PADA PERUSAHAAN PEMBERI KERJA

A. Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Di Luar Jalur Pengadilan Hubungan

Industrial PHI

1. Penyelesaian Melalui Bipartit

Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa penyelesaian Bipartit dilakukan agar perselisihan dapat dilaksanakan secara kekeluargaan, yang diharapkan masing- masing pihak tidak merasa ada yang dikalahkan atau dimenangkan, karena penyelesaian Bipartit bersifat mengikat. Undang-undang memberikan waktu paling lama 30 hari untuk penyelesaian melalui lembaga ini, jika lebih dari 30 hari maka perundingan Bipartit dianggap gagal. Apabila perundingan mencapai kesepakatan, wajib dibuat perjanjian bersama yang berisikan hasil perundingan. Sebaliknya jika tidak tercapai kesepakatan, harus dibuat risalah perundingan sebagai bukti telah dilakukan perundingan Bipartit. Dalam hal perundingan Bipartit gagal, salah satu pihak wajib mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat, untuk diperantarai. Pejabat yang berwenang pada instansi tersebut wajib menawarkan kepada para pihak untuk menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi untuk perselisihan kepentingan, pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh di satu perusahaan; atau penyelesaian melalui arbitrase untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh di satu perusahaan. Swary Natalia Tarigan : Analisis Hukum Perjanjian Kerja Outsourcing Di Sumatera Utara Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, 2009 Kewenangan yang diberikan kepada mediator dimaksudkan agar kasus-kasus perselisihan dapat diselesaikan dengan cara sederhana dan sejauh mungkin mencegah terjadi penumpukan perkara perselisihan ke pengadilan, selain sebagai filter agar pihak-pihak yang berselisih tidak dengan mudah langsung berperkara ke pengadilan. Apabila salah satu pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, harus melampirkan risalah perundingan, bila tidak dipenuhi, berkas akan dikembalikan. Berkas itu harus memuat risalah-risalah perundingan, sekurang-kurangnya memuat identitas para pihak, tanggal dan tempat perundingan, alasan perselisihan, pendapat para pihak, kesimpulanhasil perundingan, dan lain-lain. Ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 memberi jalan penyelesaian sengketa pekerjaburuh dan tenaga kerja berdasarkan musyawarah mufakat dengan mengadakan asas kekeluargaan antara buruh dan majikan. Apabila terdapat kesepakatan antara pekerjaburuh dan majikan atau antara serikat pekerja dengan majikan, dapat dituangkan dalam perjanjian kesepakatan kedua belah pihak yang disebut perjanjian bersama. Dalam perjanjian bersama atau kesepakatan tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak sebagai dokumen bersama yang merupakan perjanjian perdamaian. Penyelesaian secara Bipartit wajib diupayakan terlebih dahulu sebelum para pihak memilih alternatif penyelesaian yang lain. Hal ini berarti sebelum pihak atau pihak- pihak yang berselisih mengundang pihak ketiga untuk menyelesaikan persoalan, harus terlebih dahulu melalui tahapan perundingan para pihak yang biasa disebut Bipartit. Apabila dalam perundingan Bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama PB yang mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Dalam hal perjanjian bersama PB tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial PHI di Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama PB didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. 118 Dalam hal perundingan Bipartit tidak mencapai kesepakatan, salah satu atau kedua belah pihak memberitahukan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

2. Penyelesaian Melalui