Kewenangan Daerah Kepegawaian Pemda SDM Keuangan Daerah

Suwandi Msoc.sc , jurnal otonomi daerah maupun situs www.parlemen.net, maka dimungkinkan ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan pada tulisan ini, antara lain :

1. Kewenangan Daerah

Secara empiris banyak terjadi masalah dan ketegangan antar tingkatan pemerintahan berkaitan dengan kewenangan tersebut. Ada tiga jenis masalah yaitu: 1. Masalah antara Pusat dengan Daerah, diantaranya : a Masalah kewenangan Pertanahan antara Pusat dengan KabupatenKota ditandai dengan adanya Dinas Pertanahan milik Daerah dan Kantor Pertanahan yang masih menginduk kepada Pusat. b Masalah kewenangan Pelabuhan Laut, Pelabuhan Udara, Otorita kasus Batam, kehutanan, Perkebunan PTP, Pertambangan, dan kewenangan Pengelolaan Sumber daya nasional yang ada di Daerah. c Masalah kewenangan Tenaga Kerja Asing. 2. Masalah antara Daerah Propinsi dengan KabupatenKota, diantaranya : a Masalah kewenangan atas ijin HPH Hutan, Penambangan Pasir Laut, Ijin Pengadaan Garam, Pertambangan. b Masalah ijin bagi BupatiWalikota kepada Gubernur dalam hal mengikuti kegiatan keluar daerah. 3. Masalah antar Daerah KabupatenKota sendiri, diantaranya : a Masalah batas laut yang menimbulkan bentrok dalam penangkapan ikan. b Masalah pelarangan pendatang tanpa tujuan jelas. MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008

2. Kepegawaian Pemda SDM

Terbatasnya jumlah PNS yang sarjana dan profesional, terutama untuk bidang bidang teknis penganggaran, akuntansi dan pengelolaan keuangan merupakan tantangan yang berat, terutama dalam menerapkan peraturan yang didasari ide-ide yang kompleks misalnya, penganggaran berbasis kinerja, akuntansi berbasis akural. Perubahan peraturan tentang keuangan daerah tidak dapat disikapi secara langsung oleh SDM-nya, ini dapat dilihat dari lamanya penyusunan laporan anggaran dan realisasi dari jadwal yang ditetapkan.

3. Keuangan Daerah

Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan. Beberapa contoh yang lebih spesifik antara lain: Keterpaduan Perencanaan dan Penganggaran. Keterkaitan antara UU No 251999, UU No 172003 dan UU No 322004 dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM. Perencanaan Tahunan Kebijakan Umum Anggaran KUAPPAS, dan anggaran tahunan tidak jelas. Sedang tujuan dari PP No 582005 dan MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008 Permendagri No 132006 adalah untuk mengaitkan perencanan dan penganggaran. Dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 dokumen perencanaan dan anggaran tertentu disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkan Daerah SKPD. Dan ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja. Dalam Kep. Mendagri No 29 Tahun 2002, DPRD pihak legislatif menetapkan Arah Kebijakan Umum AKU, yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran RAPBD. Sementara, dalam Permendagri No 13 Tahun 2006, DPRD mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU tapi dengan program dan kegiatan yang jauh lebih rinci. AKU membatasi eksekutif dalam penyusunan rancangan anggaran sampai batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antaran DPRD dan Eksekutif. Tertundanya pengesahan APBD juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008 ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada DPRD pada bulan februari. Sementara DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan. 4. Pengawasan Sepanjang yang berkaitan dengan pengawasan, permasalahan permasalahan aktual yang terjadi adalah sbb: 1. Kurangnya Pengawasan dari Gubernur Kepada Daerah Hal ini disebabkan karena Daerah menganggap bahwa hubungan Propinsi dengan Kabupaten bersifat tidak hirarkhis sehingga dianggap Gubernur tidak berhak lagi mengawasi kabupatenKota di wilayahnya. MHD Karya Satya Azhar: Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah, 2008. USU e-Repository © 2008 2. Kurangnya Sanksi Terhadap Pelanggaran Peraturan Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Pemda khususnya yang berkaitan dengan alokasi anggaran yang tidak ada sanksinya. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas bagi Daerah yang melanggar ketentuan PP 1092000 dan PP 1102000. 3. Kurangnya Supervisi, Sosialisasi ke daerah banyak penyimpangan yang terjadi di Daerah disebabkan oleh karena kurangnya kegiatan supervisi. Penyimpangan juga terjadi karena kurangnya sosialisasi ke Daerah sehingga Daerah melakukan berbagai inisiatif yang kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi.

5. Politik