26
maka sumber dan jenis datanya terfokus pada data sekunder yang meliputi bahan- bahan hukum dan dokumen hukum termasuk kasus-kasus hukum yang menjadi
pijakan dasar peneliti dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Bahan-bahan hukum dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. a.
Bahan hukum primer yaitu : 1 Hukum dan Peraturan Perundang – undangan tentang Perkawinan
2 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 b.
Bahan hukum sekunder yaitu : 1 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
2 Undang – Undang Perlindungan Anak 3 Peraturan Perundangan dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan
pelaksanaan Hukum Perkawinan di Indonesia 4 Buku – buku , literatur, artikel, makalah, dan tulisan – tulisan yang berkaitan
dengan perkawinan yang tidak didaftarkan c.
Bahan hukum tersier yaitu : Ensiklopedia, kamus, jurnal hukum, media massa, dan lain – lain, sebagai
pendukung.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sumber data , karena dengan pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk
selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan penelitian
Universitas Sumatera Utara
27
yuridis normatif maka metode pengumpulan data berstandar pada data sekunder yaitu dengan cara studi pustaka, wawancara dengan informan, studi lapangan,
studi dokumenter, dan masalah – masalah hukum yang telah dibukukan.
4. Analisis Data
“Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.
46
Metode ini tidak bisa dipisahkan dengan pendekatan masalah, spesifikasi penelitian, dan jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian yang dilakukan. Pada
penelitian yuridis normatif ini teknik analisa datanya bersifat analisis data kualitatif normatif. Analitis kualitatif merupakan suatu tata cara penelitian yang menghasilkan
data deskiriptif analitis.
47
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah,
peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi
kepustakaan. Kemudian data primer dan data sekunder dianalisis secara kuantitatif, untuk pembahasan yang lebih mendalam dilakukan secara kualitatif, setelah
pengolahan data
selesai dilakukan
maka akan
ditarik kesimpulan
dengan menggunakan metode deduktif, sehingga diharapkan akan dapat memberikan
jawaban atas permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.
46
Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.101.
47
Soerjono Soekanto , dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB II PERCERAIAN ATAS PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT
TIONGHOA DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP HARTA PERKAWINAN
A. Syarat-Syarat dan Tata Cara Perkawinan Menurut Hukum Adat Tionghoa 1.
Pengertian Perkawinan
Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dirumuskan pengertian perkawinan yang di dalamnya terkandung tujuan dan dasar
perkawinan dengan rumusan “ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Tujuan perkawinan menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan berpegang kepada rumusan Pasal 1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu pada bagian kalimat kedua yang berbunyi : “dengan
tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Rumusan tujuan perkawinan tersebut mengandung arti bahwa diharapkan perkawinan dapat memberikan kebahagian lahir batin untuk jangka waktu yang lama,
bukan hanya bersifat sementara bagi suami isteri yang terikat dalam perkawinan tersebut. Sehingga berdasarkan rumusan tersebut, Undang – Undang membuat
pembatasan yang ketat terhadap perceraian atau pemutusan hubungan perkawinan.
28
Universitas Sumatera Utara
29
Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang disana-sini mengandung unsur
agama.
48
Menurut Kusumadi Pudjosewojo, “ adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat sudah, sedang, akan diadakan. Dan adat itu ada yang tebal,
ada yang tipis, dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan- aturan tingkah laku manusia dalam masyarakat seperti yang dimaksudkan tadi adalah aturan-aturan
adat.”
49
Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber pada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi
melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya, yaitu
disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau.
50
Hukum adat Tionghoa merupakan kebiasaan adat istiadat yang dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa secara turun temurun dan berulang- ulang dalam
kehidupan sehari-hari. Hukum adat Tionghoa berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat Tionghoa itu sendiri. Hukum adat Tionghoa merupakan hukum yang tidak tertulis dan diundangkan, sebagaimana peraturan perundang-
undangan lainnya.
48
Sulaiman.B.Taneka, Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Depan, E.esco,Bandung, 1987, hal.11.
49
Iman Sudiyat, Asas- asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 1978 , hal.14.
50
K.Ginarti B, Adat Pernikahan, Majalah Jelajah Volume 3, Tahun 1999, Tanggal 20 Desember 1999, hal.12.
Universitas Sumatera Utara
30
Penerapan dan kelangsungan Hukum adat Tionghoa di dalam masyarakat Tionghoa sangat bergantung pada masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri, apakah
masih diterapkan dalam perkembangan sehari-hari, apakah masih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman di dalam masyarakat etnis Tionghoa.
Agama memiliki peran yang sangat penting di dalam menentukan kelangsungan budaya Tionghoa. Bagi masyarakat etnis Tionghoa yang memeluk
agama Budha dan Taoisme memiliki kedekatan yang erat dengan kebudayaan Tionghoa karena masih banyaknya upacara keagamaan yang digunakan seperti
penggunaan dupa hio dalam pemujaan leluhur yang terkait dengan kebudayaan Tionghoa.
51
Makna perkawinan menurut adat Tionghoa Konghucu dapat ditemukan dalam Kitab LI JI buku XLI : 1 3 tentang Hun Yi kebenaran makna upacara pernikahan,
dinyatakan bahwa : Upacara pernikahan bermaksud akan menyatu padukan benih kebaikan kasih antara dua manusia yang berlainan keluarga; keatas mewujudkan
pengabdian kepada Tuhan dan leluhur Zong Miao ,dan ke bawah meneruskan
generasi.
52
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia melalui Musyawarah Nasional Rokhaniwan Agama Konghucu seIndonesia yang diselenggarakan di
Tangerang, pada tanggal 21 Desember 1975 telah mensahkan Hukum perkawinan Agama Konghucu Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan upacara peneguhan
perkawinan bagi umat Konghucu. Ada beberapa hal yang diatur dalam Hukum
51
Aimee Dawis, Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, hal.21.
52
MATAKIN, Kitab Li Ji, Pelita Kebajikan, Jakarta, 2005, hal.686.
Universitas Sumatera Utara
31
Perkawinan bagi umat yang beragama Konghucu sebelum melaksanakan upacara peneguhan Liep Gwan pernikahan, diantaranya:
53
1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang
perempuan dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
2 Dasar perkawinan umat Konghucu adalah monogami seorang laki-laki hanya
boleh mempunyai seorang istri, dan monoandri seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.
3 Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai tanpa
paksaan dari pihak manapun. 4
Kedua calon mempelai masing – masing tidak atau belum terikat dengan pihak-pihak lain yang dapat dianggap sebagai sudah hidup bersama berumah
tangga layaknya suami isteri. 5
Pengakuan Iman atau peneguhan iman adalah wajib bagi calon – calon mempelai yang belum melaksanakannya.
6 Saat pelaksanakan Liep Gwan pernikahan wajib dihadiri oleh orang tua dari
kedua belah pihak, dan apabila orang tua dari salah satu pihak atau dari kedua pihak sudah tiada, dapat digantikan oleh kerabat dari angkatan tua sebagai
wali dari calon mempelai. Orang tua atau wali dari kedua calon mempelai, dalam upacara menyulut lilin pada altar sebagai wujud restu bagi calon
mempelai.
7 Apabila salah satu atau kedua pihak calon mempelai tidak memenuhi
persyaratan ketentuan dari Hukum Perkawinan, maka dari pihak MAKIN Majelis Agama Konghucu Indonesia dapat membatalkan atau menolak
upacara peneguhan perkawinan.
8 Oleh karena hakikat dari perkawinan mengandung nilai-nilai luhur dan tersirat
amanat mulia sebagaimana dapat disimak dari acuan ayat-ayat suci, maka perceraian tidak dikenal dalam kehidupan umat Konghucu.
9 Sebagai upaya untuk menghindari perceraian kedua pihak terkait, perlu untuk
melakukan instrospeksi diri memerikasa ke dalam diri sendiri atau tidak merasa benar sendiri, dan tidak ingkar dari prasetia yang diikrarkan dalam
peneguhan pernikahannya.
10 Bilamana terjadi sesuatu yang tidak lagi dapat diupayakan rujuk bagi kedua pihak, maka Pengadilan Negeri sebagai Instansi yang dapat menanganinya.
11 Bagi mempelai yang sudah di Liep Gwan, hendaknya segera mencatatkan
pernikahannya di Kantor Catatan Sipil.
54
53
Hasil wawancara dengan Bhaktiar Kamil, Majelis Agama Konghucu Indonesia MAKIN, tanggal 19 Juli 2013
54
MATAKIN, Panduan Tata Cara dan Upacara Liep Gwan Li Yuan Pernikahan, Pelita Kebajikan, Jakarta, 2008, hal.6-7.
Universitas Sumatera Utara
32
Masyarakat Tionghoa Indonesia adalah masyarakat patrilineal yang terdiri atas margasuku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial yang selanjutnya
telah menjadi satu dengan suku-suku di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya.
55
Dalam hal ini berarti, anak laki – laki memegang peran yang sangat penting di dalam keluarga, karena merupakan penerus
marga atau nama keluarga. Anak laki – laki dalam masyarakat etnis Tionghoa memiliki kedudukan yang
lebih istimewa dibandingkan dengan anak perempuan. Anggapan ini disebabkan oleh karena anak perempuan tidak dapat meneruskan marga atau nama keluarga, anak
perempuan yang telah dewasa dan akhirnya menikah akan menjadi bagian dari anggota keluarga dari pihak suaminya dan meneruskan marga atau nama keluarga
dari pihak suami.
56
Tidak ada pengertian secara tertulis untuk mendefinisikan pengertian perkawinan menurut adat Tionghoa, namun berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa perkawinan menurut hukum adat Tionghoa adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama dalam membina rumah
tangga dan mendapatkan keturunan untuk meneruskan nama keluarga atau marga dari ayahnya.
57
55
K.Ginarti B, Op.Cit., hal.12.
56
Natasya Yunita Sugiastuti, Tradisi Hukum Cina : Negara dan Masyarakat , Studi Mengenai Peristiwa-Peristiwa Hukum di Pulau Jawa Zaman Kolonial 1870-1942,
Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal.42.
57
Lodewik Loka, Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat Tionghoa Oleh Hakim,
Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universtias Sumatera Utara,Medan, 2011, hal.33.
Universitas Sumatera Utara
33
2. Syarat – Syarat Perkawinan