14
digunakan oleh perusahaan. Oleh karena itu, power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimiliki stakeholder atas sumber ekonomi
tersebut Ghozali dan Chariri, 2007. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas
modal dan tenaga kerja, akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau juga kemampuan untuk
mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan Deegan, 2000.
Adanya teori stakeholder ini memberikan landasan bahwa suatu perusahaan harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Manfaat
tersebut dapat diberikan dengan cara menerapkan program Corporate Social Responsibility CSR. Adanya program tersebut pada perusahaan diharapkan
akan meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pelanggan, dan masyarakat lokal. Sehingga diharapkan terjalin hubungan yang baik antara perusahaan
dengan lingkungan sekitar.
3. Teori Legitimasi
Teori legitimasi mengungkapkan bahwa perusahaan secara kontinyu berusaha untuk bertindak sesuai dengan batas-batas dan norma-norma dalam
masyarakat. Atas usahanya tersebut perusahaan berusaha agar aktivitasnya diterima menurut persepsi pihak eksternal Deegan, 2000.
15
Ghozali dan Chariri 2007 menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, karena teori legitimasi
adalah hal yang paling penting bagi organisasi. Batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial serta reaksi terhadap
batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Teori legitimasi dilandasi oleh kontrak sosial
yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Legitimasi organisasi dapat
dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat.
Adanya teori legitimasi memberikan landasan bahwa perusahaan harus menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat dimana perusahaan berada
agar operasi perusahaan juga dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya konflik dari masyarakat sekitar. Untuk hal tersebut, perusahaan dapat
menyesuaikan diri dengan cara mengembangkan program Corporate Social Responsibility
CSR. Dengan
adanya program
Corporate Social
Responsibility CSR, perusahaaan dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sekitar sehingga masyarakat sekitar dapat menerima baik
keberadaan perusahaan di lingkungannya.
16
4. Sejarah Singkat Corporate Social Responsibility
Gema CSR mulai terasa pada tahun 1950-an. Pada waktu itu, persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang semula terabaikan
mulai mendapatkan perhatian lebih luas dari berbagai kalangan. Beberapa kalangan bahkan menyebutkan bahwa saat inilah era modern dari Corporate
Social Responsibility CSR dimulai. Mereka menggangap buku yang bertajuk Social Responsibility of the Businessman karya Howard R. Bowen yang
ditulis pada tahun 1953 merupakan literature awal yang menjadi tonggak sejarah modern CSR dan karena karyanya itu Bowen diganjar dengan sebutan
“Bapak CSR” Wibisono, 2007. Dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai
ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep “Iron Law of Social Responsibility”. Dalam konsepnya, Davis
berpendapat bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan ukuran perusahaan, studi ilmiah yang
dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat
sekitar, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya Untung, 2008.
Pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam “The Future Capitalism” yang ditulis Lester Thurow tahun 1966.
Menurutnya, kapitalisme yang menjadi mainstream saat itu tidak hanya
17
berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya disebut sustainabla societ.
Pada dasawarsa 1070- an terbitlah “The Limits to Growth”. Buku yang hingga
kini terus diperbaharui itu merupakan hasil pemikiran para cendikiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome. Buku ini menginggatkan kepada
masyarakat dunia bahwa bumi yang kita pijak ini mempunyai keterbatasan daya dukung. Sementara disisi lain, manusia bertambah secara eksploitasial.
Karenanya eksploitasi alam mesti dilakukan secara hati-hati supaya pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan Wibisono, 2007.
Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi Eart Summit. KTT yang diadakan di Rio de Jenairo Brazil ini menegaskan konsep
pembangunan berkelanjutan sustainable development yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal
yang harus dilakukan. Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakannya World Summit on Sustainable Development WSSD tahun 2002 di
Johannesburg, Afrika Selatan. Sejak itulah, definisi CSR mulai berkembang Wibisono, 2007.
5. Definisi Corporate Social Responsibility