Pengaruh Karakteristik Dan Persepsi Kepala Keluarga Tentang Program Pemberantasan Filariasis Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis Di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Tahun 2010

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DAN PERSEPSI TENTANG PROGRAM PEMBERANTASAN FILARIASIS TERHADAP

PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DESA SIGARA-GARA KECAMATAN PATUMBAK TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

DWI WAHYUNI NIM. 051000145

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010  


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DAN PERSEPSI TENTANG PROGRAM PEMBERANTASAN FILARIASIS TERHADAP

PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DESA SIGARA-GARA KECAMATAN PATUMBAK TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : DWI WAHYUNI

NIM. 051000145

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010  


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI KEPALA KELUARGA TENTANG PROGRAM PEMBERANTASAN FILARIASIS TERHADAP

TINDAKAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI DESA SIGARA-GARA KECAMATAN PATUMBAK TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : DWI WAHYUNI

NIM. 051000145

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 23 Juli 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Siti Khadijah Nasution SKM, M.Kes dr. Fauzi. SKM NIP. 19730803 199903 2 001

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Aman Nasution, MPH dr. Heldy BZ, MPH NIP. 19520601 198203 1 003

Medan, 25 September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria, dengan vektor berbagai jenis nyamuk. Pada tahun 2009, ada satu penderita filariasis kronis di Desa Sigara-gara. Wilayah Sigara-gara daerah endemis filariasis (Mf 1,4%) sejak tahun 2005.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi kepala keluarga tentang program pemberantasan filariasis (pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan pencegahan filariasis di Desa Sigara-gara tahun 2010. Populasi adalah seluruh Kepala Keluarga Desa Sigara-gara dan penetapan jumlah sampel menggunakan metode “simple random sampling” diperoleh sampel sebanyak 95 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah pendapatan (p=0,003), persepsi tentang pengobatan massal (p=0,000), dan persepsi tentang survei darah jari (0,019). Variabel yang tidak memiliki pengaruh dengan tindakan pencegahan filariasis adalah umur, pendidikan, dan persepsi tentang penyuluhan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Patumbak melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang filariasis dan program pemberantasan filariasis agar menjadi lebih optimal dan keberhasilan pengobatan dapat dicapai.


(5)

ABSTRACT

Filariasis is chronic infectious disease caused filarial worm, of which its vectors are many kinds of mosquitoes. In 2009, there was one sufferer in Desa Sigara-gara . Distric Sigara-gara is a filariasis endemic area (MF rate 1.4%) since 2005.

The type of research was explanatory approach that aimed to explain the influence of individual characteristics (age, education, and income) and perception head of family on filariasis eradication program (the mass treatment of filariasis, finger blood taking, and health education) on the filariasis prevention practice at Sigara-gara village in 2010. The population were all the head of family in Sigara-gara village and the sample was determined by simple random sampling technique was obtained sample of 95 people. Data were collected by using questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression.

The results of research showed that variables which had significant influence on the filariasis prevention practice were income (p= 0,003), perception of mass treatment (p = 0.000), and perception of finger blood taking (0,019). The variables which had no influence on preventing filariasis were age, education, and perception of health education.

Based on the result,iIt is expected that Patumbak health care to do health promotion about filariasis and filariasis eradication program to be more optimal and successful treatment can be achieved.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dwi Wahyuni

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Gading, 08 Juni 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Anggota Keluarga : 4 (anak ke-2 dari 4 bersaudara)

Alamat Rumah : Jl. Salak Blok S-12 No. 20 Tanjung Gading, Kabupaten Batu Bara

Riwayat Pendidikan :

1. 1992 - 1993 : TK Gajah Yayasan Mitra Inalum 2. 1993 - 1999 : SDN 016397 Kecamatan Air Putih 3. 1999 - 2002 : SMPN 2 Kecamatan Air Putih 4. 2002 - 2005 : SMA 1 Tebing Tinggi


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Dan Persepsi Kepala Keluarga Tentang Program Pemberantasan Filariasis Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis Di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Tahun 2010” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan, saran dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.


(8)

3. Siti Khadijah Nst, S.K.M, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, masukan, dan kemudahan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik.

4. dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing skripsi II atas keluangan waktu, bantuan, bimbingan dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

6. Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H selaku Dosen Penguji Skripsi

7. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dosen Penasehat Akademik (PA) yang telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan nilai terbaik.

8. Para Dosen dan Staf Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah mengajarkan ilmu dan seni sehingga penulis dalam menyelesaikan pendidikan di FKM USU.

9. Kepala Desa Sigara-gara dan para staf kantor kepala Desa Sigara-gara yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10.dr. Lenni Estiani selaku Kepala Puskemas Patumbak yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

11.Emirose Saragih petugas Pemberantasan Filariasis Puskesmas Patumbak yang telah banyak memberikan kemudahan dalam hal data penelitian.

12.Neti Aritonang selaku petugas seksi Pencegahan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P3B2) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam kelengkapan data penelitian.


(9)

13.Teman-teman dan kakanda seperjuangan di Departemen AKK: Lidya, Suaidah, Ria, Fani, Sri, Elina, Rina, Bertha, Etri, Aida, Vina, Ferni, Siti, Husein, Wisana, Julham, dan yang lainnya serta alumni mahasiswa peminatan AKK: Ade, Tini, Risty, Fitri, Elfira dan Franky yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman di Smart Generation Community (SGC) USU: Kak Aida, Aisyah, Devi, Sitha, Hafidz, Agus, dan Andre yang memberikan kepercayaan kepada penulis; dan Rahmi, Uswah, Siska, Ade, dan Shintya atas kebersamaan dan persahabatan mulai dari awal perkuliahan di FKM USU hingga saat ini.

15.Pengurus harian PHBI FKM USU: Faizal, Arinil, Rahmi, Sri Erlina, Nina, Dina, Sukma, Amenk, Yeyen, dan pengurus lainnya yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan tugas belajar ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada ayahanda Ratman dan ibunda Supini, atas segala doa kepada ananda. Selanjutnya kepada abangda Fahryanto, ST, yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis, dan adinda Tri Setyaningsih dan Indra Kurniawan atas dukungan dan doanya

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan

Medan, September 2010

Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Filariasis ... 12

2.1.1. Pengertian Filariasis ... 12

2.1.2. Etiologi ... 12

2.1.3. Vektor ... 12

2.1.4. Hospes ... 13

2.1.5. Lingkungan ... 14

2.1.6. Cara Penularan ... 15

2.1.7. Pola Penyebaran ... 16

2.1.8. Gejala ... 17

2.1.9. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis ... 18

2.2. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis ... 18

2.3. Program Pemberantasan Filariasis di Sumatera Utara ... 20

2.3.1. Pengobatan Massal ... 20

2.3.2. Survei Darah Jari ... 21

2.3.3. Penemuan dan Penatalaksanaan Kasus Kronis ... 21

2.3.4. Pelaksanaan Kegiatan Promosi ... 22

2.4. Persepsi ... 22

2.4.1. Persepsi Kesehatan ... 23

2.4.2. Pengaruh persepsi tentang program pemberantasan Filariasis terhadap Perilaku Pencegahan Filariasis .. 24

2.5. Perilaku ... 25

2.5.1. Perilaku Kesehatan ... 25


(11)

2.5.3. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga terhadap

Perilaku Pencegahan Filariasis... 27

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 28

2.7. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi ... 30

3.3.2. Sampel ... 31

3.4. Metode Pengambilan Data ... 32

3.5. Definisi Operasional... 32

3.6. Aspek Pengukuran ... 34

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 34

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 35

3.7. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Letak Geografis ... 37

4.1.2. Data Demografis ... 37

4.2. Gambaran Pelaksanaan Program Pemberantasan Filariasis 39 4.3. Analisis Univariat ... 41

4.3.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 41

4.3.1.1. Umur ... 41

4.3.1.2. Pendidikan ... 42

4.3.1.3. Pendapatan ... 42

4.3.2. Deskripsi Persepsi tentang Program Pemberantasan Filariasis ... 42

4.3.2.1. Persepsi tentang Pengobatan Massal ... 42

4.3.2.2. Persepsi tentang Survei Darah Jari ... 46

4.3.2.3. Persepsi tentang Penyuluhan ... 48

4.3.3. Deskripsi Tindakan Pencegahan Filariasis ... 51

4.4. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 56

4.5. Hasil Uji Statistik Multivariat ... 58

4.6. Hasil Wawancara ... 60

BAB V PEMBAHASAN ...62

5.1. Variabel Karakteristik Kepala Keluarga yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis .. 62

5.1.1. Pendapatan ... 62

5.2. Variabel Persepsi tentang Program Pemberantasan Filarisis yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis ... 63


(12)

5.2.1. Persepsi tentang Pengobatan Massal ... 63

5.2.2. Persepsi tentang Survei Darah Jari ... 64

5.3. Variabel Karakteristik Kepala Keluarga yang Tidak Berpengaruh Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis .. 65

5.3.1. Umur ... 65

5.3.2. Pendidikan ... 66

5.4. Variabel Persepsi tentang Program Pemberantasan Filarisis yang Tidak Berpengaruh Terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis ... 67

5.4.1. Persepsi tentang Penyuluhan ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.1. Distribusi Kasus Filariasis di Propinsi Sumatera Utara

Tahun 2007, 2008, 2009 ... 18

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Umur, Pendidikan, Pendapatan ... 34

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Persepsi tentang Program Pemberantasan Filariasis ... 35

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 35

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 38

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 4.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Umur ... 41

Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendidikan ... 42

Tabel 4.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendapatan... 42

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang Pengobatan Massal ... 43

Tabel 4.8. Distribusi Kategori Persepsi Tentang Pengobatan Massal ... 46

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang Survei Darah Jari ... 46

Tabel 4.10. Distribusi Kategori Persepsi Tentang Survei Darah Jari ... 48

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang Penyuluhan. ... 48

Tabel 4.12. Distribusi Kategori Persepsi Tentang Penyuluhan ... 41

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Filariasis ... 51 Tabel 4.14. Distribusi Alasan Ketidakikutsertaan dalam


(14)

Pengobatan Massal dan Survei Darah Jari ... 54

Tabel 4.15. Distribusi Kategori Tindakan Pencegahan Filariasis ... 55

Tabel 4.16. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1. Cara Penularan... 16 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 28


(16)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner


(17)

ABSTRAK

Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria, dengan vektor berbagai jenis nyamuk. Pada tahun 2009, ada satu penderita filariasis kronis di Desa Sigara-gara. Wilayah Sigara-gara daerah endemis filariasis (Mf 1,4%) sejak tahun 2005.

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi kepala keluarga tentang program pemberantasan filariasis (pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan pencegahan filariasis di Desa Sigara-gara tahun 2010. Populasi adalah seluruh Kepala Keluarga Desa Sigara-gara dan penetapan jumlah sampel menggunakan metode “simple random sampling” diperoleh sampel sebanyak 95 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah pendapatan (p=0,003), persepsi tentang pengobatan massal (p=0,000), dan persepsi tentang survei darah jari (0,019). Variabel yang tidak memiliki pengaruh dengan tindakan pencegahan filariasis adalah umur, pendidikan, dan persepsi tentang penyuluhan.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Patumbak melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang filariasis dan program pemberantasan filariasis agar menjadi lebih optimal dan keberhasilan pengobatan dapat dicapai.


(18)

ABSTRACT

Filariasis is chronic infectious disease caused filarial worm, of which its vectors are many kinds of mosquitoes. In 2009, there was one sufferer in Desa Sigara-gara . Distric Sigara-gara is a filariasis endemic area (MF rate 1.4%) since 2005.

The type of research was explanatory approach that aimed to explain the influence of individual characteristics (age, education, and income) and perception head of family on filariasis eradication program (the mass treatment of filariasis, finger blood taking, and health education) on the filariasis prevention practice at Sigara-gara village in 2010. The population were all the head of family in Sigara-gara village and the sample was determined by simple random sampling technique was obtained sample of 95 people. Data were collected by using questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression.

The results of research showed that variables which had significant influence on the filariasis prevention practice were income (p= 0,003), perception of mass treatment (p = 0.000), and perception of finger blood taking (0,019). The variables which had no influence on preventing filariasis were age, education, and perception of health education.

Based on the result,iIt is expected that Patumbak health care to do health promotion about filariasis and filariasis eradication program to be more optimal and successful treatment can be achieved.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Diperkirakan penyakit ini telah menginfeksi sekitar 120 juta penduduk di 80 negara, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis. Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembengkakan kaki, lengan, payudara, dan alat kelamin baik pada wanita maupun pria. Meskipun filariasis tidak menyebabkan kematian, tetapi merupakan salah satu penyebab timbulnya kecacatan, kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya (Depkes RI, 2005).

Filaria limfatik yang terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori merupakan spesies cacing filaria yang ditemukan di dunia. Penyebarannya tergantung dari spesiesnya. Wuchereria bancrofti tersebar luas di berbagai negara tropis dan subtropis, menyebar mulai dari Spanyol sampai di Brisbane, Afrika dan Asia (Jepang, Taiwan, India, Cina, Filippina, Indonesia) dan negara-negara di Pasifik Barat (Sudomo, 2008).

Filariasis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Haga dan van Eecke pada tahun 1889 di Jakarta yaitu dengan ditemukannya penderita filariasis skrotum. Pada saat itu pula Jakarta diketahui endemik filariasis limfatik yang disebabkan oleh Brugia malayi (Sudomo, 2008).


(20)

Tingkat endemisitas penyakit filariasis di Indonesia berdasarkan hasil survei darah jari pada tahun 1999 mencapai rata-rata Microfilaria rate (Mf-rate) 3,1 % dengan kisaran 0,5 – 19,64 % hal ini berdasarkan perhitungan jumlah semua yang positif dibagi dengan jumlah yang diperiksa dikali seratus persen (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan hasil survei cepat yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2000, diperkirakan ± 10 juta penduduk sudah terinfeksi filariasis dengan jumlah penderita kronis (elephantiasis) ± 6500 orang yang tersebar di 1.553 desa, di 231 Kabupaten dan 26 Propinsi. Data ini belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena hanya 3.020 Puskesmas (42%) dari 7.221 Puskesmas yang menyampaikan laporan (Depkes, 2005).

Di Propinsi Jambi kasus filariasis mengalami peningkatan dari 127 penderita tahun 2003 menjadi 139 penderita tahun 2005. Kabupaten Tanjung Jabung Barat daerah endemis filariasis (Mf rate 2,63%) dengan keadaan daerah banyak hutan dan berawa gambut, lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan (Putra, 2007).

Di Kabupaten Kepulauan Mentawai telah ditemukan kasus kronis filariasis limfatik. Pada tahun 2003 pemerintah mengambil langkah dan melakukan survei darah jari di Desa Simalegi Kecamatan Siberut Utara. Hasil survei diperoleh jumlah slide positif spesies Brugia malayi sebanyak 11 orang dengan kepadatan Microfilaria rate (Mf –rate) sebanyak 2,92% (Tomar, 2007).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Propinsi Jawa Timur diketahui bahwa jumlah kasus kronis filariasis yang ditemukan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 hanya ditemukan 7 kasus namun pada tahun 2003, 2004 dan 2005 meningkat berturut-turut menjadi 34, 39, dan 42 kasus sedangkan


(21)

pada tahun 2006 ditemukan 48 kasus kronis filariasis Pada tahun 2005 juga telah dilakukan kegiatan survei darah jari di salah satu desa di Kecamatan Tirto yang menunjukkan Microfilaria rate (Mf rate) 2,8% (Febriyanto, 2008).

Secara keseluruhan jumlah penderita filariasis di Indonesia sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ada 8.243 dan meningkat menjadi 11.699 pada tahun 2008. Ada tiga propinsi di Indonesia dengan kasus terbanyak berturut-turut, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Timur, dan Papua (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan survei darah jari yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2005 terdapat enam Kabupaten di Sumatera Utara yang dinyatakan endemis filariasis; Tapanuli Selatan (3%), Nias (2,2%), Asahan (2,1%), Deli Serdang (1,4), Serdang Bedagai (1,3%), dan Labuhan Batu (1,%). Sesuai ketentuan yang dibuat World Health Organization (WHO), jika Survei Darah Jari (SDJ) diatas 1% hal itu berarti daerah tersebut sudah dalam kategori endemis transmisi filariasis dan memenuhi syarat pengobatan massal (Dinkes Propinsi Sumut, 2005).

Berdasarkan laporan tahunan Program P3B2 didapat data mengenai distribusi kasus filariasis di Sumatera Utara tahun 2007, 2008, 2009 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:


(22)

Table 1.1. Distribusi Kasus Filariasis di propinsi Sumatera Utara Tahun 2007, 2008, dan 2009

No Kabupaten/Kota Tahun

2007 2008 2009

1 Nias 7 - -

2 Mandailing Natal 3 7 10

3 Tapanuli Selatan 8 14 14

4 Tapanuli Tengah 2 5 5

5 Tapanuli Utara - - -

6 Toba Samosir - - -

7 Labuhan Batu 28 20 20

8 Asahan 18 - -

9 Simalungun - - -

10 Dairi - 1 1

11 Karo - - -

12 Deli Serdang 7 - 2

13 Langkat 1 - -

14 Nias Selatan 1 - -

15 Humbang Hasundutan - - -

16 Pak-pak Barat - 2 2

17 Samosir - - -

18 Serdang Bedagai 12 1 1

19 Batubara - - -

20 Padang Lawas - 2 1

21 Padang Lawas Utara - - 2

22 Sibolga - - -

23 Tanjung Balai 1 - -

24 Pematang Siantar - - -

25 Tebing Tinggi - - -

26 Medan 1 - -

27 Binjai 5 - -

28 Padang Sidempuan - - -

Jumlah 94 52 58

Sumber: Laporan Tahunan Pencegahan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P3B2) Tahun 2007, 2008, dan 2009.


(23)

Berdasarkan penuturan petugas di Seksi Pencegahan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P3B2) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara ibu Neti Aritonang, terjadi penurunan jumlah penderita filariasis pada tahun 2009. Penderita filariasis meninggal dunia karena berusia lanjut. Pada saat penemuan kasus kronis filariasis, penderita telah menderita filariasis puluhan tahun.

Berdasarkan survei pendahuluan di Seksi Pencegahan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P3B2) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara didapatkan informasi bahwa ada empat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang aktif menyelenggarakan program pemberantasan filariasis. Empat Kabupaten/Kota itu adalah Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Nias dan Deli Serdang.

Program pemberantasan filariasis yang dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota adalah program yang disepakati secara nasional oleh Menteri Kesehatan, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh propinsi di Indonesia. Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Utara mempunyai program pemberantasan filariasis yang meliputi pengobatan massal yang sudah berjalan dua putaran sampai dengan tahun 2009 di Kabupaten Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Deli Serdang dan Nias; survei darah jari yang sudah berjalan dua kali di Kabupaten Tapanuli Selatan, Labuhan Batu dan Deli serdang; dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara mengundang para Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota beserta Bupati/Walikota untuk membahas program pemberantasan filariasis yang memerlukan kerja sama di berbagai sektor. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara melakukan pembinaan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota dalam pemberantasan filariasis dengan mengadakan penyuluhan ketika


(24)

hendak melakukan pengobatan massal dan survei darah jari (Dinkes Propinsi Sumut, 2005).

Hasil penelitian Departemen Kesehatan RI bersama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) pada tahun 2000 menunjukkan bahwa biaya pengobatan dan perawatan yang diperlukan oleh seseorang penderita filariasis sekitar 17,8 % dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3 % biaya makan. Dengan demikian penderita akan menjadi beban keluarga dan negara (Depkes RI, 2005). Pada tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa penyakit kaki gajah dapat dieliminasi. Pada tahun 1997 World Health Assembly (WHA) membuat resolusi tentang eliminasi penyakit kaki gajah. Pada tahun 2000 WHO telah menetapkan komitmen global untuk mengeliminasi penyakit kaki gajah. Menyusul kesepakatan global tersebut, pada tahun 2002 Indonesia mencanangkan gerakan eliminasi penyakit kaki gajah disingkat Elkaga pada tahun 2020 (Depkes RI, 2002). Eliminasi filariasis bertujuan untuk menurunkan angka Mikrofilaria rate menjadi < 1 % sehingga filariasis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Dalam program tersebut diatas disepakati bahwa pemberantasan filariasis limfatik digunakan metode yang sama di semua negara endemis yang telah berkomitmen untuk memberantas filariasis limfatik, yaitu dengan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole setahun sekali selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Selain itu dilakukan perawatan terhadap penderita filariasis kronis (Sudomo, 2008).


(25)

Dari hasil penelitian Partono tahun 1985 dalam Helfenida (2007) dinyatakan bahwa di Sumatera Utara cacing Brugia malayi tipe subperiodik nokturna (mikrofilaria berada pada darah tepi pada siang dan malam hari) terdapat di Pantai Utara dengan ciri daerah hutan bakau dan rawa-rawa serta di beberapa tempat di perkebunan karet. Ada indikasi vektornya berupa Mansonia uniformis.

Berdasarkan survei pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, pelaksanaan pemberantasan filariasis dipusatkan pada daerah endemis filaria yang didasarkan pada Survei Darah Jari yang dilakukan pada tahun 2005 dan di mana ditemukan penderita filariasis. Daerah endemis filaria di Kabupaten Deli Serdang adalah Kecamatan Patumbak dan Kecamatan Pagar Merbau. Di dua kecamatan ini telah dilakukan pengobatan massal sebanyak 2 kali putaran (pada tahun 2008 dan 2009) dan survei darah jari sebanyak dua kali (pada tahun 2005 dan 2007) serta dilakukan penyuluhan oleh petugas puskesmas ketika hendak melakukan pembagian obat anti filariasis.

Daerah di Kecamatan Patumbak yang ditetapkan sebagai daerah endemis filaria yaitu Desa Sigara-gara dan Desa Lantasan Lama. Hal ini ditetapkan berdasarkan hasil survei darah jari yang dilakukan pada tahun 2005 daerah tersebut yang mencapai angka Mf-rate 1,4%. Sebuah daerah dikatakan endemis filaria bila mempunyai Mf-rate di atas 1%. Dengan Mf-rate di atas 1 %, maka desa Sigara-gara dapat dikatakan daerah endemis filaria.

Berdasarkan laporan Puskesmas Patumbak, terdapat dua orang penderita filariasis yang terdaftar di Puskesmas Patumbak. Penderita filariasis itu tinggal di dusun I Desa Sigara-gara dan Lantasan Lama. Pada saat ini penderita filariasis


(26)

tersebut sudah berusia lanjut. Dahulunya mereka bekerja sebagai petani. Penderita filariasis itu mengalami pembengkakan di daerah kaki.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai puskesmas yang menangani program pemberantasan Filariasis, Puskesmas Patumbak melakukan pengobatan massal yang sudah berjalan dua kali putaran (Desember 2009 – Januari 2010 dan Desember 2009 – Maret 2010), survei darah jari satu tahun setelah pengobatan massal dilakukan dan terlaksana dua kali (tahun 2005 dan 2007), serta penyuluhan kepada warga desa ketika akan dilakukan pengobatan massal. Mekanisme pembagian obat anti filariasis dilakukan oleh bidan desa dengan mendatangi rumah warga. Pembagian obat anti filariasis dilakukan pada pagi hari. Obat anti filariasis yang dibagikan kepada warga terdiri dari DEC, Albendazole dan Paracetamol. Pada saat pembagian obat anti filariasis, petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang filariasis dan pengobatan massal.

Jumlah penduduk Kecamatan Patumbak yang berpartisipasi dalam pengobatan massal pada bulan Desember 2008 - Januari 2009 sebanyak 50.608 jiwa (77,9%) sedangkan dalam pengobatan massal pada bulan Desember 2009 – Januari 2010 sebanyak 45.191 jiwa (75,04%). Jumlah penduduk Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak yang berpartisipasi dalam pengobatan massal pada bulan Desember 2008 - Januari 2009 sebanyak 4896 jiwa (75%) sedangkan pada bulan Desember 2009 – Januari 2010 hanya 4635 jiwa (71,60%). Terdapat penurunan jumlah warga yang ikut dalam pengobatan massal.

Perilaku manusia menjadi faktor yang menentukan terjangkitnya seseorang akan penyakit filariasis sebab sebagus apapun program yang dilakukan oleh


(27)

pemerintah tanpa peran aktif masyarakat dalam program pemberantasan filariasis ini tidak akan mencapai hasil yang diharapkan (Yustina, 2005).

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang diamati maupun yang tidak diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan meliputi mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lainnya, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

Perilaku kesehatan, yang dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam program kesehatan dipengaruhi oleh karakteristik manusia itu sendiri, lingkungan kondusif yang memungkinkan tumbuhnya partisipasi meliputi norma, keberadaan institusi lokal, dukungan tokoh masyarakat, dan pelayanan kesehatan yang memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan (Soetomo, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Helfenida di Kabupaten Labuhan Batu tahun 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap, tindakan penggunaan kelambu, dan pernah tinggal serumah dengan penderita mempunyai pengaruh terhadap kejadian filariasis.

Mendukung penelitian Helfenida, penelitian yang dilakukan oleh Azhari di Kabupaten Asahan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap, pendapatan, dan pendidikan memengaruhi partisipasi masyarakat dalam tindakan pencegahan penyakit filariasis

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang bagaimana pengaruh karakteristik (meliputi: umur, pendidikan, dan


(28)

pendapatan) dan persepsi kepala keluarga tentang program Pemberantasan Filariasis (meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan Pencegahan Filariasis di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah: Bagaimana pengaruh karakteristik (meliputi: umur, pendidikan, pendapatan) dan Persepsi Kepala Keluarga tentang program Pemberantasan Filariasis (meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan Pencegahan Filariasis di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (meliputi: umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi Kepala Keluarga tentang program Pemberantasan Filariasis (meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan Pencegahan Filariasis di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan bagi masyarakat di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak dalam meningkatkan perilaku hidup sehat terhadap pencegahan penyakit filariasis dan mematuhi pengobatan massal secara berkala terhadap pemberantasan filariasis.


(29)

b. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Patumbak dalam upaya pemberantasan filariasis.

c. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam proses pengambilan kebijakan dalam pemberantasan filariasis.

d. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan FKM USU.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis

2.1.1. Pengertian

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI, 2005).

2.1.2. Etiologi

Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu: 1. Wuchereria bancrofti

2. Brugia malayi

3. Brugia timori (Gandahusada, 1998). 2.1.3. Vektor

Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria


(31)

bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan.

Perlu kiranya mengetahui bionomik (tata hidup) vektor yang mencakup tempat berkembangbiak, perilaku menggigit, dan tempat istirahat untuk dapat melaksanakan pemberantasan vektor filariasis. Tempat perindukan nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat teduh, seperti semak-semak sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam memilih jenis mangsanya berbeda-beda, ada yang hanya suka darah manusia (antrofilik), darah hewan (zoofilik), dan darah keduanya (zooantrofilik). Terdapat perbedaan waktu dalam mencari mangsanya, ada yang di dalam rumah (endofagik) dan ada yang di luar rumah (eksofagik). Perilaku nyamuk tersebut berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis. Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk yang berbeda-beda (Depkes RI, 2005).

2.1.4. Hospes A. Manusia

Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang


(32)

mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada, 1998).

B. Hewan

Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005).

2.1.5. Lingkungan A. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup, dan keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan reservoir (kera, lutung, dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran Brugia malayi sub periodik nokturna dan non periodik.


(33)

B. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya, adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp. Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.

C. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya

Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan tidur berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak dengan vektor pada saat bekerja (Depkes RI, 2005). 2.1.6. Cara Penularan

Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung mikrofilaria, mikrofilaria akan terbawa masuk ke dalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya kemudian menembus dinding lambung nyamuk bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Mikrofilaria akan mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium I (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250µm x 10-17µm dengan ekor runcing seperti cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2) disebut larva preinfektif yang berukuran 200-300µm x 15-30µm dengan ekor tumpul atau memendek setelah 6 hari. Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan. Kemudian larva tumbuh menjadi larva stadium


(34)

III (L3) yang berukuran 1400µm x 20µm. Larva stadium L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan 10-14 hari pada spesies Wuchereria. Larva stadium III (L3) disebut sebagai larva infektif.

Apabila seseorang mendapat gigitan nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk kemudian menuju sistem limfe. Larva L3 Brugia malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes RI, 2005).


(35)

2.1.7. Pola Penyebaran

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan Pekalongan. Wuchereria bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya mikrofilaria banyak terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga, sedangkan Wuchereria bancrofti tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai spesies antara lain Anopheles, Culex, dan Aedes.

Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbirostis pada daerah persawahan. Brugia malayi tipe subperiodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih banyak pada siang hari dalam darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada daerah rawa.

Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan Sumba. Brugia timorii tipe non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam maupun siang hari. Nyamuk penularnya adalah Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba. Brugia timori tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tenggara (Gandahusada, 1998).


(36)

2.1.8. Gejala

Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).

2.1.9. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis

Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang dapat dilakukan adalah:

1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara.

2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas kesehatan.

3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.

4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular. 5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada


(37)

2.2. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis

Menyusul kesepakatan global pada tahun 1997, WHA yang menetapkan filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat dan diperkuat dengan keputusan WHO pada tahun 2000 untuk mengeliminasi fiariasis pada tahun 2020, Indonesia sepakat untuk melakukan program eliminasi filariasis yang dimulai pada tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Menteri Kesehatan nomor 612/MENKES/VI/2004 maka kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia melaksanakan pemetaan eliminasi filariasis gobal, pengobatan massal daerah endemis filariasis, dan tata laksana penderita filariasis di semua daerah. Program pelaksaan kasus filariasis ditetapkan sebagai salah satu wewenang wajib pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kota.

Kebijakan yang ditetapkan dalam program pemberantasan filariasis adalah: 1. Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam program

pemberantasan penyakit menular.

2. Melaksanakan eliminasi filariasis di Indonesia dengan menerapkan program eliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah serta membatasi kecacatan.

3. Satuan lokasi pelaksanaan (implementation unit) eliminasi filariasis adalah Kabupaten/Kota.

4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan negara.

Strategi yang dilakukan dalam mendukung kebijakan dalam program pemeberantasan filariasis adalah:


(38)

1. Memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal di daerah endemis filariasis.

2. Mencegah dan membatasasi kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klinis filariasis.

3. Pengendalian vektor secara terpadu.

4. Memperkuat kerjasama lintas batas daerah dan negara. 5. Memperkuat survailans dan mengembangkan penelitian.

2.3. Program Pemberantasan Filariasis di Propinsi Sumatera Utara

Strategi pemberantasan filariasis yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Utara adalah:

1. Melaksanakan pengobatan massal yang selektif untuk memutuskan mata rantai penularan.

2. Penatalaksaan kasus klinis untuk mencegah perkembangan penyakit dan kecacatan.

3. Menciptakan lingkungan bersih dan sehat serta bebas vektor. 4. Survei darah jari di Kabupaten/Kota endemis filariasis. 2.3.1. Pengobatan Massal

Pengobatan massal menggunakan kombinasi Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dosis tunggal 6mg/kg berat badan, Albendazol 400 mg (1 tablet) dan Paracetamol (sesuai takaran) yang diberikan sekali setahun selama 5 tahun pada penduduk yang berusia 2 tahun ke atas. Sebaiknya minum obat anti filariasis sesudah


(39)

makan dan dalam keadaan istirahat/tidak bekerja. Upaya ini dimaksudkan untuk membunuh mikrofilaria dalam darah dan cacing dewasa.

Sasaran pengobatan massal adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah endemis, kecuali:

1. Anak-anak berusia < 2tahun 2. Ibu hamil dan menyusui 3. Orang yang sedang sakit 4. Orang tua yang lemah 5. Penderita serangan epilepsi

Setiap orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak menjadi sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 2005).

2.3.2. Survei Darah Jari

Survei darah jari adalah identifikasi mikrofilaria dalam darah tepi pada suatu populasi yang bertujuan untuk menentukan endemisitas daerah tersebut dan intensitas infeksinya. Survei darah jari dilakukan di desa yang mempunyai kasus kronis terbanyak. Populasi survei adalah penduduk berusia >13 tahun. Jumlah sampel yang diambil di setiap desa lokasi survei adalah 500 orang. Apabila jumlah sampel tidak mencukupi maka sampel diambil dari desa yang bersebelahan. Cara pengambilan sampel adalah mengumpulkan penduduk sasaran survei yang tinggal di sekitar kasus kronis yang ada di desa lokasi survei. Pengambilan darah dilakukan pada pukul 20.00 malam (Depkes RI, 2005).


(40)

2.3.3. Penemuan dan Penatalaksaan Kasus Kronis

Survei kasus kronis merupakan cara menemukan kasus kronis. Apabila pada desa ditemukan kasus kronis terbanyak akan dilaksanakan survei darah jari. Cara menemukan kasus kronis adalah dari laporan masyarakat, kartu status di puskesmas dan rumah sakit, dan penemuan kasus oleh petugas kesehatan. Dari data kasus kronis dapat ditentukan Angka Kesakitan Kronis.

Penatalaksanaan kasus klinis dilakukan pada semua kasus yang ditemukan untuk mencegah dan membatasi kecacatan. Penatalaksaan dilakukan dengan pemberian obat dan perawatan (Depkes RI, 2005).

2.3.4. Pelaksanaan Kegiatan Promosi

Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, sosialisasi, distribusi informasi, dan penyelenggaraan eliminasi filariasis. Kegiatan promosi dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, cara penularan dan upaya pencegahan serta pemerantasan filariasis. Kegiatan promosi dapat berupa penyuluhan. Penyuluhan dilakukan pada saat akan melakukan survei darah jari dan pengobatan massal (Depkes RI, 2005). 2.4. Persepsi

Menurut Desiderato dalam Rakhmat (2005), perpepsi adalah pengalaman objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi.


(41)

Persepsi juga merupakan suatu proses internal untuk menyaring dan mengorganisasikan stimulus serta terjadi proses seleksi sehingga didapatkan gambaran total tentang lingkungan yang diwakili oleh stimulus tersebut. Seorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, tetapi berperilaku sesuai apa yang dilihatnya atau diyakininya tentang situasi tertentu (Winardi, 2007).

2.4.1. Persepsi Kesehatan

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi kesehatan adalah pengalaman individu mengenai rasa sakit, penyakit, pelayanan kesehatan, dan program kesehatan yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama (Notoatmodjo, 2003).

Menurut David Krech dan Richard S, persepsi dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Dan faktor lain yang sangat memengaruhi persepsi adalah perhatian. Mengenai faktor-faktor yang memengaruhi persepsi akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan faktor personal (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya). Yang menentukan persepsi adalah karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimuli. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu, seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, kebudayaan, dan kerangka rujukan (Rakhmat, 2005).


(42)

2. Faktor struktural

Mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Pendidikan dan budaya adalah beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan dalam melihat kesamaan (Rakhmat, 2005).

3. Perhatian

Menurut Andersen dalam Rakhmat (2005), perhatian adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah. Faktor-faktor yang memengaruhi perhatian adalah kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan.

2.4.2. Pengaruh Persepsi tentang Program Pemberantasan Filariasis terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis

Manusia adalah makhluk yang berusaha memahami lingkungannya dan makhluk yang selalu berpikir. Manusia tidak memberikan respons kepada suatu stimulus secara otomatis. Sebelum memberikan respons, manusia akan menangkap ‘pola’ stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna. Walaupun orang-orang mengalami peristiwa yang sama, orang-orang akan menanggapinya secara berbeda sesuai dengan keadaan dirinya. Secara psikologis dapat dikatakan bahwa setiap orang mempersepsikan stimulus sesuai dengan karakteristik personalnya (Rakhmat, 2005).


(43)

Begitu pula dalam bidang kesehatan. Setiap orang akan mempersepsikan program kesehatan yang sedang bergulir secara berbeda. Ada yang mengangggapnya penting apabila mereka merasa penyakit tersebut parah atau sebaliknya. Perbedaan dalam mempersepsikan program kesehatan dipengaruhi oleh faktor internal (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, suku bangsa, dan sebagainya), pengetahuan dan sikap tentang penyakit, serta persepsi tentang keparahan penyakit (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Snehandu B Karr dalam Notoatmodjo (2005), seseorang akan ikut dalam program kesehatan apabila ia memperoleh penjelasan lengkap tentang program tersebut (meliputi tujuan program, cara ikut dalam program, dan kelebihan serta keuntungan yang akan didapat apabila ikut ambil bagian dalam program). Sehingga terjangkaunya informasi (accessibility of information) memengaruhi perilaku seseorang.

2.5. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. Setiap orang berbeda dalam memberikan respon. Faktor yang mempengaruhi perilaku dalam memberikan respon dibagi menjadi dua, yaitu: faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan, persepsi, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, motivasi, emosi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik,


(44)

sosiol, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya (Notoatmodjo, 2003).

2.5.1. Perilaku Kesehatan

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungannya. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2.5.2. Determinan Perilaku

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku terbuka (overt) dan perilaku tertutup (covert), tetapi perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Benyamin Bloom(1908), membedakan adanya 3 domain perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik (Notoatmodjo, 2005).

Dalam perkembangan selanjutnya, untuk kepentingan pendidikan praktis dikembangkan menjadi 3 domain perilaku yang dapat diamati antara lain:

1. Pengetahuan (knowledge) 2. Sikap (attitude)


(45)

Untuk mengukur perilaku dan perubahan dalam kesehatan juga mengacu pada 3 domain perilaku yang dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dati tahu (know) yang terjadi setelah seseorang melakukan pengideraan terhadap suatu objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).

3. Tindakan (practice)

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau situasi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2003).

2.5.3. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Filariasis

Manusia diciptakan dengan ciri khas yang melekat pada dirinya dan di sebuah lingkungan, dimana ciri yang melekat dan lingkungan tersebut berkontribusi pada perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk perilaku kesehatan. Kepala Keluarga sebagai individu mempunyai ciri-ciri yang melekat padanya. Ciri –ciri yang


(46)

melekat pada diri individu disebut faktor internal. Faktor internal tersebut antara lain adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, tingkat ekonomi, dan status perkawinan (Notoatmodjo, 2003).

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Definisi Konsep:

1. Karakteristik Kepala Keluarga adalah ciri khas yang melekat pada diri mereka yang dapat dibedakan satu sama lainnya yang berhubungan dengan perilaku pencegahan filariasis. Karakteristik ini meliputi umur, pendidikan, dan pendapatan.

Tindakan Pencegahan Filariasis Persepsi KK tentang Program

Pemberantasan Filariasis: 1. Pengobatan Massal 2. Survei Darah Jari 3. Penyuluhan Karakteristik KK: 1. Umur

2. Pendidikan 3. Pendapatan


(47)

2. Persepsi tentang program pemberantasan filariasis adalah pandangan mengenai program pemberantasan filariasis yang meliputi pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan.

3. Tindakan Pencegahan Filariasis adalah gambaran keseluruhan tindakan pencegahan filariasis dari Kepala Keluarga .

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh karakteristik kepala keluarga (meliputi umur, pendidikan, dan

pekerjaan) terhadap tindakan pencegahan filariasis di desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

2. Ada pengaruh persepsi tentang program pemberantasan filariasis (meliputi pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan pencegahan filariasis di desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

3. Ada pengaruh karakteristik kepala keluarga dan persepsi tentang program pemberantasan filariasis terhadap tindakan pencegahan filariasis di desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel dengan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1995). Dalam penelitian ini menjelaskan pengaruh karakteristik (meliputi: umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi Kepala Keluarga tentang program Pemberantasan Filariasis (meliputi: persepsi pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan Pencegahan Filariasis di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak. Penentuan lokasi ini berdasarkan pertimbangan hasil survei mikrofilaria pada tahun 2005 didapat hasil Mf-rate ≥1% dan masyarakat di daerah ini paling rendah angka cakupan dalam pengobatan massal dibanding dengan desa lainnya di Kecamatan Patumbak pada tahun 2008. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah Kepala Keluarga di desa Sigara-gara. Berdasarkan data dari Puskesmas Patumbak Tahun 2009, jumlah Kepala Keluarga di desa Sigara-gara 1.822 KK. Pertimbangan memilih kepala keluarga sebagai populasi


(49)

karena diasumsikan bahwa kepala keluarga memengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk berperilaku aktif dalam bidang kesehatan.

3.3.2. Sampel

Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa tenaga, waktu, maupun biaya maka peneliti menetapkan sampel dengan menggunakan rumus Slovin yang dikutip dari buku Riduwan (2007):

N n =

1 + N (d2 )

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Derajat ketepatan yang diinginkan (sebesar = 0,1) maka:

1822 n =

1 + 1822 (0,12 )

n = 94,79 n = 95 orang

Berdasarkan perhitungan diatas, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 95 KK. Pengambilan sampel menggunakan cara stratified proportional random sampling di desa Sigara-gara. Pengambilan sampel dari populasi secara acak dan berstrata berdasarkan jumlah dusun di Desa Sigara-gara secara proporsional. Jumlah sampel yang diambil harus sama porsinya dengan jumlah Kepala Keluarga sesuai


(50)

dengan Dusun yang ada di Desa Sigara-gara (Riduwan, 2007). Dalam kenyataan di lapangan, peneliti mewawancarai 100 orang Kepala Keluarga.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data primer diperolah dari wawancara langsung dengan responden yang

berpedoman pada kuesioner.

2. Data sekunder dengan cara melihat catatan yang berkaitan dengan penelitian di Puskesmas Patumbak, Kantor Camat Patumbak, dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

3.5. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi terhadap penelitian, maka definisi operasional penelitian ini adalah:

1. Kepala keluarga adalah kepala rumah tangga dalam suatu rumah tangga.

2. Umur adalah jumlah tahun hidup yang dimiliki responden berdasarkan ulang tahun terakhir. Umur dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan Badan Pusat Statistik, yaitu Orang Muda umur 15-24 tahun, Dewasa umur 25-49 tahun dan Orang Tua umur ≥ 50 tahun.

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh responden, yang dinyatakan dengan tingkat kelulusan seperti: Tidak sekolah/tidak lulus SD, SD, SLTP, SLTA, Diploma/ Sarjana.

4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh responden (dalam nilai rupiah) dalam satu bulan. Pendapatan diukur memakai skala ordinal dan


(51)

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara tahun 2009 Upah Minimum Regional Kabupaten Deli Serdang tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 980.000,- per bulan. Pendapatan dibagi atas dua kategori yaitu:

1). <UMR (<Rp. 980.000,-) 2). ≥UMR (≥Rp. 980.000,-)

5. Persepsi adalah pandangan responden tentang program pemberantasan filariasis (meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) Dinas Kesehatan Kabupaten/Puskesmas di Kecamatan Patumbak.

a) Baik, diartikan sebagai pandangan responden tentang program pemberantasan filariasis yang ada dapat memenuhi kebutuhan responden untuk melindungi diri dari filariasis.

b) Sedang, diartikan sebagai pandangan responden tentang program pemberantasan filariasis yang ada memenuhi sebagian kebutuhan responden untuk melindungi diri dari filariasis.

c) Buruk, diartikan sebagai pandangan responden tentang program pemberantasan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan responden untuk melindungi diri dari filarisis.

6. Tindakan Kepala Keluarga adalah gambaran keikutsertaan kepala keluarga dalam melaksanakan program pemberantasan filariasis (meliputi pengobatan massal, survei darah jari, penyuluhan, dan perilaku hidup bersih dan sehat).

a) Baik, apabila responden melakukan minimal sepuluh tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis.


(52)

b) Sedang, apabila renponden melakukan maksimal sembilan tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis.

c) Kurang, apabila responden melakukan maksimal enam tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis.

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas

Variabel karakteristik individu meliputi skala pengukuran rasio dan ordinal. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Umur, Pendidikan, dan Pendapatan

No Variabel Indikator Kriteria Skala Ukur

1 Umur 1 1. Orang Muda

2. Dewasa 3. Orang Tua

Rasio

2 Pendidikan 1 1. Tidak sekolah/tidak lulus SD

2. SD 3. SLTP 4. SLTA

5. Diploma/Sarjana

Ordinal

3 Pendapatan 1 1. <Rp. 980.000,- 2. ≥Rp. 980.000,-

Ordinal

Variabel karakteristik individu meliputi skala pengukuran interval dengan kriteria penilaian baik, sedang, dan buruk. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut:


(53)

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Persepsi tentang Program Pemberantasan Filariasis

No Variabel Jumlah Indikator Kategori Jawaban Bobot Nilai Kategori Variabel Persepsi Nilai Interval Skala 1 Persepsi tentang Pengobatan massal

7 Sangat setuju 5 Baik 25-35

Interval Setuju 4

Netral 3 Sedang 16-24

Tidak Setuju 2 Kurang 7-15 Sangat Tidak Setuju 1 2 Persepsi tentang Survei Darah Jari

3 Sangat setuju 5 Baik 11-15 Setuju 4

Netral 3 Sedang 7-10

Tidak Setuju 2 Kurang 3-6 Sangat Tidak Setuju 1 3 Persepsi tentang Penyuluhan

5 Sangat setuju 5 Baik 19-25 Setuju 4

Netral 3 Sedang 12-18

Tidak Setuju 2 Kurang 5-11 Sangat Tidak

Setuju

1

3.6.2. Variabel Terikat

Variabel terikat meliputi skala pengukuran interval dan kategori penilaian baik, sedang, dan kurang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut:

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat No Variabel Jumlah

Indikator Kategori Jawaban Bobot Nilai Kategori Variabel Perilaku Nilai Interval Skala 1 Tindakan 12 Ya 2 Baik 20-24 Interval

Tidak 1 Sedang 16-19


(54)

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik regresi linear berganda, yaitu untuk menguji pengaruh variabel karakteristik kepala keluarga (meliputi: umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi kepala keluarga tentang program pemberantasan filariasis (meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap variabel tindakan pencegahan filariasis dengan taraf uji nyata () = 0,05.

Rumus :

Keterangan :

Y = variabel dependen X = variabel independen X1 = umur

X2 = pendidikan X3 = pendapatan

X4 = persepsi tentang Pengobatan Massal X5 = persepsi tentang Survei Darah Jari X6 = persepsi tentang Penyuluhan a = konstanta

β = koefisien regresi

e = komponen kesalahan

Regresi Linier Berganda :


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Luas Kecamatan Patumbak secara keseluruhan adalah 4,679 Ha atau 46,79 Km2. Kecamatan Patumbak memiliki 8 Desa, diantaranya Desa Patumbak I, Desa Lantasan Baru, Desa Patumbak Kampung, Desa Marindal II, Desa Lantasan Lama, Desa Sigara-gara, Desa Marindal I, dan Desa Patumbak II.

Desa Sigara-gara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Patumbak Kampung

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Lantasan Lama dan Patumbak II c. Sebelah Timur berbatasan dengan STM

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Marindal I 4.1.2. Data Demografi

Desa sigara-gara memiliki 5 dusun, diantaranya Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, dan Dusun V dengan jumlah penduduk sebanyak 8.843 jiwa / 1.822 KK yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 4.519 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.324 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin. No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 4.519 51,1

2 Perempuan 4.324 48,9

Jumlah 8.843 100


(56)

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat di Desa Sigara-gara adalah Buruh tani yaitu sebanyak 1.108 jiwa. Secara rinci dapat silihat pada tabel 4.2. berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian. No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 PNS 124 7,2

2 ABRI 15 0,9

3 Pegawai Swasta 13 0,8

4 Wiraswasta 366 21,3

5 Tani 65 3,8

6 Buruh Tani 1.108 64,4

7 Jasa 6 0,4

8 Pensiunan 20 1,2

Jumlah 1.717 100

Sumber: Data Potensi Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak tahun 2009.

Berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan, diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Sigara-gara paling banyak adalah SLTA, yaitu sebanyak 4.605 jiwa. Secara rinci dapat silihat pada tabel 4.3. berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

No Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 704 8,45

2 SD 679 7,68

3 SLTP 1.810 20,99

4 SLTA 4.605 50,08

5 Akademi 369 4,66

6 Sarjana 283 3,2

7 Pendidikan Keagamaan 90 1,02

8 Dll 303 3,92

Jumlah 8.843 100


(57)

4.2. Gambaran Program Pemberantasan Filariasis

Program pemberantasan filariasis yang berjalan di Desa Sigara-gara adalah pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan. Pengobatan massal telah berjalan dua kali putaran, pertama pada bulan Desember tahun 2008 dan kedua pada bulan Desember tahun 2009. Survei darah jari dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara berkerja sama dengan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2005 dan survei darah jari yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2007 sehingga jumlah survei darah jari yang telah berjalan sebanyak 2 kali yang bertempat di Desa Sigara-gara dan Desa Lantasan Lama Kecamatan Patumbak. Survei darah jari dilakukan di Balai Desa dan rumah kepala dusun I Desa Sigara-gara. Penyuluhan dilakukan di Balai desa pada tahun 2008 sebelum dilakukan pengobatan massal dan pada tahun 2009 penyuluhan dilakukan door to door dibarengi dengan pembagian obat anti filariasis.

Pada tahun 2008, pembagian obat dilakukan di Balai Desa setelah dilakukan penyuluhan dan door to door ke rumah warga. Pada tahun 2009, pembagian obat anti filariasis dilakukan oleh petugas puskesmas, bidan desa, kepala dusun, dan kader kesehatan. Di Dusun I,II, dan III, pembagian obat dilakukan oleh bidan desa, kader posyandu, dan istri kepala dusun. Pembagian obat dilakukan door to door mulai pukul 08.00 pagi sampai dengan 09.30. Bagi warga desa yang tidak berada di rumah pada saat pembagian obat, dapat mengambil obat tersebut di Puskesmas, rumah Kadus dan Bidan Desa. Di Dusun IV, pembagian obat dilakukan oleh bidan desa tanpa mendatangi penduduk. Di Dusun V, pembagian obat dilakukan oleh bidan desa dan kader posyandu dengan mekanisme pembagian obat dilakukan di mesjid.


(58)

Pada tahun 2007, survei darah jari dilakukan di Desa Sigara-gara dan Desa Lantasan Lama karena di dua desa inilah terdapat penderita filariasis. Survei darah jari melibatkan warga yang bersedia diperiksa darahnya pada malam hari. Survei darah jari dilakukan di Balai Desa dan Rumah Kepala Dusun.

Penyuluhan dilakukan di Balai Desa pada tahun 2008. Untuk tahun selanjutnya (tahun 2009), penyuluhan dilakukan door to door bersamaan dengan pembagian obat anti filariasis. Pemakaian alat peraga penyuluhan berupa brosur, leaflet, dan poster tidak merata pada setiap kepala keluarga. Hal ini menyebabkan informasi yang disampaikan kurang dipahami oleh warga. Satu poster bergambar penderita filariasis ditempel di warung nasi sehingga menimbulkan efek psikis dan tidak efektif dalam hal promosi kesehatan.

Pada saat penyuluhan, petugas kesehatan dan kader kesehatan menjelaskan cara minum obat, dosis obat yang harus diminum bagi anak-anak, waktu minum obat, sasaran pengobatan ini, dan apabila warga mendapat efek samping obat dapat mendatangi petugas di Puskesmas maupun di tempat prakteknya. Terdapat perbedaan materi penyuluhan yang berbeda antara petugas kesehatan dan kader kesehatan mengenai tujuan pengobatan ini. Kader kesehatan menjelaskan bahwa pengobatan ini bertujuan untuk mencegah penyakit yang disebabkan cacing. Selama penyuluhan petugas menyebutkan “ Ini obat cacing”, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat seperti pengakuan 18 responden yang menyatakan “Obat ini hanya untuk anak-anak. Jadi gak saya minum”. Pada saat penyuluhan, petugas kesehatan tidak menjelaskan bahwa program pengobatan massal ini akan dilakukan


(59)

setiap tahun selama 5 tahun berturut turut sehingga masyarakat tidak memahami apa saja yang menjadi program pemberantasan filariasis yang dilakukan Puskesmas. 4.3. Analisis Univariat

4.3.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang bertempat tinggal di Desa Sigara-gara. Dari hasil penelitian pada 100 orang responden dapat digambarkan karakteristik berdasarkan umur, pendidikan, dan pendapatan, sebagai berikut:

4.3.1.1. Umur

Dalam pengkategorian variabel umur, penulis membagi umur menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS), yaitu: Orang Muda umur 15-24 tahun, Dewasa umur 25-49 tahun, Orang tua umur 50 tahun ke atas. Dari 100 responden, sebanyak 78 responden (78%) responden berada pada umur 25-49 tahun dan 22 responden (22%) lainnya berada pada umur 50 tahun ke atas. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut:

4.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Umur. No Karakteristik Responden dalam Umur f %

1 15-24 tahun (Orang Muda) 0 0

2 25-49 tahun (Dewasa) 78 78

3 ≥50 tahun (Orang Tua) 22 22


(60)

4.3.1.2. Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan responden terbanyak adalah pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 36 responden (36%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5. sebagai berikut:

4.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendidikan. No Karakteristik Responden dalam Pendidikan f %

1 Tidak Sekolah/Tidak tamat SD 10 10

2 SD 20 20

3 SLTP 25 25

4 SLTA 36 36

5 D3/Sarjana 9 9

Jumlah 100 100

4.3.1.3. Pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan responden yang dijumpai adalah di atas UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten Deli Serdang yaitu sebanyak 64 responden (100%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.6:

4.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendapatan. No Karakteristik Responden dalam Pendapatan f %

1 <UMR 36 36

2 ≥UMR 64 64

Jumlah 100 100

4.3.2. Deskripsi Persepsi Tentang Program Pemberantasan Filariasis 4.3.2.1. Persepsi tentang Pengobatan Massal

Persepsi responden tentang program pengobatan massal, meliputi mengonsumsi obat anti filariasis selama satu tahun, jadwal pembagian obat, ukuran obat, jumlah obat yang dikonsumsi, keamanan obat, manfaat obat anti filariasis untuk


(61)

mencegah filariasis, dan menganjurkan ART yang berusia di atas dua tahun untuk mengkonsumsi obat anti filariasis. Berikut merupakan uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi persepsi responden tentang pengobatan massal.

Tabel 4.7. Distribusi Reseponden Berdasarkan Persepsi Tentang Pengobatan Massal.

No Persepsi tentang mengkonsumsi obat anti filariasis

selama satu tahun f %

1 Sangat Setuju 4 4

2 Setuju 48 48

3 Netral 3 3

4 Tidak Setuju 33 33

5 Sangat Tidak Setuju 12 12

Jumlah 100 100

No Persepsi tentang jadwal pembagian obat f %

1 Sangat Setuju 12 12

2 Setuju 63 63

3 Netral 8 8

4 Tidak Setuju 17 17

5 Sangat Tidak Setuju 0 0

Jumlah 100 100

No Persepsi tentang ukuran obat yang dikonsumsi f %

1 Sangat Setuju 5 5

2 Setuju 43 43

3 Netral 16 16

4 Tidak Setuju 32 32

5 Sangat Tidak Setuju 4 4

Jumlah 100 100

No Persepsi tentang jumlah obat yang dikonsumsi f %

1 Sangat Setuju 6 6

2 Setuju 33 33

3 Netral 12 12

4 Tidak Setuju 35 35

5 Sangat Tidak Setuju 14 14


(62)

4.7. (Lanjutan)

No Persepsi tentang keamanan obat anti filariasis f %

1 Sangat Setuju 4 4

2 Setuju 28 28

3 Netral 8 8

4 Tidak Setuju 11 11

5 Sangat Tidak Setuju 49 49

Jumlah 100 100

No Persepsi tentang manfaat obat anti filariasis dalam

mencegah filariasis f %

1 Sangat Setuju 9 9

2 Setuju 45 45

3 Netral 12 12

4 Tidak Setuju 23 23

5 Sangat Tidak Setuju 11 11

Jumlah 100 100

No Persepsi tentang menganjurkan ART ≥ 2 tahun untuk

minum obat anti filariasis f %

1 Sangat Setuju 10 10

2 Setuju 38 38

3 Netral 5 5

4 Tidak Setuju 20 20

5 Sangat Tidak Setuju 27 27

Jumlah 100 100

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang mengkonsumsi obat anti filariasis, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 4 (4%), setuju 48 orang (48%), netral 3 orang (3%), tidak setuju 33 orang (33%), dan sangat tidak setuju 12 orang (12%).

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang jadwal pembagian obat, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 12 orang (12%), setuju 63 orang (63%), netral 8 orang (8%), dan tidak setuju 17 orang (17%).


(63)

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang ukuran obat, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 5 orang (5%), setuju 43 orang (43%), netral 16 orang (16%), tidak setuju 32 orang (32%), dan sangat tidak setuju 4 orang (4%).

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang jumlah obat, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 6 orang (6%), setuju 33 orang (33%), netral 12 orang (12%), tidak setuju 35 orang (35%), dan sangat tidak setuju 14 orang (14%).

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang keamanan obat, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 4 orang (4%), setuju 28 orang (28%), netral 8 orang (8%), tidak setuju 11 orang (11%), dan sangat tidak setuju 49 orang (49%).

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang manfaat obat anti filariasis, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 9 orang (9%), setuju 45 orang (45%), netral 12 orang (12%), tidak setuju 23 orang (23%), dan sangat tidak setuju 11 orang (11%).

Distribusi frekuensi menurut persepsi tentang menganjurkan ART ≥ 2 tahun untuk minum obat anti filariasis, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju 10 orang (10%), setuju 38 orang (38%), netral 5 orang (5%), tidak setuju 20 orang (20%), dan sangat tidak setuju 27 orang (27%).


(64)

Berdasarkan tabulasi distribusi variabel persepsi tentang pengobatan massal di atas, setelah dilakukan pengolahan data maka diketahui bahwa persepsi responden tentang pengobatan massal berada dikategori baik, yaitu sebanyak 40 responden (40%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.8. berikut:

Tabel 4.8. Distribusi Kategori Persepsi Tentang Pengobatan Massal

No Kategori Pengobatan Massal f %

1 Baik 40 40

2 Sedang 33 33

3 Kurang 27 27

Jumlah 100 100

4.3.2.2. Persepsi tentang Survei Darah Jari

Persepsi responden mengenai program survei darah jari, meliputi persepsi tentang pengambilan darah pada malam hari, persepsi tentang pentingnya SDJ, dan persepsi tentang mengumpulkan ART yang berusia di atas 13 tahun untuk ikut dalam SDJ. Berikut merupakan uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi persepsi responden tentang survei darah jari.

Tabel 4.9. menunjukkan distribusi responden berdasarkan persepsi tentang survei darah jari:

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang Survei Darah Jari.

No Persepsi tentang pengambilan darah pada malam hari f %

1 Sangat Setuju 6 6

2 Setuju 38 38

3 Netral 21 21

4 Tidak Setuju 35 35

5 Sangat Tidak Setuju 0 0


(1)

Masyarakat tidak mengetahui bahwa pengobatan massal mengharuskan masyarakat minum obat anti filariasis satu kali dalam setahun selama lima tahun berturut-turut.

Terjadi ketidakmerataan pemakaian alat bantu penyuluhan (leaflet, brosur, dan poster) pada saat penyuluhan. Hal ini dapat dilihat dari distribusi frekuensi persepsi tentang alat bantu penyuluhan memudahkan dalam memahami informasi yang disampaikan, dimana sebanyak 46 orang (46%) berada dalam persepsi tidak setuju. Promosi kesehatan bertujuan memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran. Pendidikan kesehatan harus memperhatikan faktor metode, faktor materi atau pesan, petugas yang melakukan, dan alat-alat bantu yang digunakan. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran tertentu) harus menggunakan cara tertentu, materi yang disesuaikan dengan sasaran, dan alat bantu yang juga disesuaikan (Notoatmodjo, 2005). Strategi promosi kesehatan juga harus memperhatikan aspek tempat. Hasil penelitian di lapangan, didapatkan bahwa poster ditempel di warung nasi.

Pada akhirnya penyuluhan yang dilakukan akan memengaruhi persepsi terhadap program kesehatan yang disampaikan. Persepsi terhadap program pemberantasan filariasis akan baik apabila dilakukan pengulangan (repetition) informasi mengenai filariasis, program kesehatan dan manfaatnya terhadap masyarakat (Notoatmodjo, 2005). Dimana hal ini tidak terjadi dalam pelaksanaan penyuluhan program pemberantasan filariasis di Desa Sigara-gara yang hanya dilakukan sekali pada saat pembagian obat tanpa ada pengulangan penyampaian informasi.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari 100 responden dalam penelitian ini, 27 responden (27%) memiliki tindakan pencegahan filariasis baik, 32 responden (32%) memiliki tindakan pencegahan filariasis sedang, dan 41 responden (41%) memiliki tindakan pencegahan filariasis buruk.

2. Variabel karakteristik Kepala Keluarga yang berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah variabel pendapatan. Variabel pendapatan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,003<0,05.

3. Variabel persepsi tentang program pemberantasan filariasis yang berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah persepsi tentang pengobatan massal dan persepsi tentang survei darah jari. Variabel persepsi tentang pengobatan massal berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,000<0,05. Variabel persepsi tentang survei darah jari berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,019<0,05.

4. Variabel karakteristik Kepala Keluarga yang tidak mempunyai hubungan terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah pendidikan. Variabel pendidikan tidak berhubungan terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,673>0,05.

5. Variabel umur tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,376>0,05.


(3)

6. Variabel persepsi tentang program pemberantasan filariasis yang tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis adalah persepsi tentang penyuluhan. Variabel persepsi tentang penyuluhan tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan filariasis dengan p=0,178>0,05.

7. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa variabel karakteristik kepala keluarga dan persepsi tentang program pemberantasan filariasis yang memengaruhi variabel dependen yaitu tindakan pencegahan filariasis dengan nilai F=41,904 dan p=0,000.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan fungsi pengawasan terhadap program pemberantasan filariasis yang berjalan agar program bergulir membawa manfaat bagi masyarakat dalam hal pemberantasan filariasis.

2. Diharapkan Puskesmas Patumbak memiliki rencana pemberantasan filariasi yang baik meliputi strategi penyuluhan mengenai filariasis dan program pemberantasan filariasis.

3. Diharapkan penempelan poster filariasis dan program pemberantasan filariasis dilakukan di tempat keramaian seperti Balai Desa, Paskesmas Patumbak, dan sekolah-sekolah.

4. Diharapkan petugas Puskesmas Patumbak agar dapat melakukan penyuluhan yang benar, dapat diterima dan mudah dipahami, melakukan penyuluhan dengan


(4)

brosur, leaflet, poster hendaknya dilakukan dengan merata agar masyarakat dapat memahami informasi yang disampaikan.

5. Diharapakan petugas kesehatan dapat memaksimalkan usaha agar warga dari semua golongan pendidikan dan pendapatan mendapatkan informasi jelas mengenai program pemberantasan.

6. Diharapkan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam tindakan pencegahan filariasis dan aktif ketika petugas melakukan penyuluhan.

7. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai program pemberantasan filarasis yang telah berjalan agar tercapai Eliminasi Kaki Gajah tahun 2020.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, 2007, Partisipasi Masyarakat Petani dalam Pencegahan Penyakit

Filariasis di Kabupaten Asahan tahun 2007, Tesis, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Depkes RI, 2002, Pedoman Pengobatan Massal Penyakit Kaki Gajah (Filariasis), Direktorat Jendral PP & PL, Jakarta

---, 2005, Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia, Direktorat Jendral PP & PL, Jakarta.

---, 2005, Epidemiologi Filariasis, Direktorat Jendral PP & PL, Jakarta ---, 2005, Pedoman Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Filariasis,

Direktorat Jendral PP & PL, Jakarta

---, 2009, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Dinkes Prop. Sumut, 2005, Laporan Tahunan Program P3B2. Medan. ---, 2007, Laporan Tahunan Program P3B2. Medan. ---, 2008, Laporan Tahunan Program P3B2. Medan. ---, 2009, Laporan Tahunan Program P3B2. Medan.

Febriyanto, dkk, 2008, Faktor Resiko Filariasis di Desa Samberejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan Volume 36, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depatemen Kesehatan, Jakarta. http://litbang.depkes.go.id/ (akses tanggal 8 Desember 2009).

Gandahusada, 1998, Parasitologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Helfenida. 2007, Analisis Hubungan Karakteristik Individu, Perilaku dan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat dengan Kejadian Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Labuhan Batu tahun 2007. Tesis, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

---, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, PT. Rineka Cipta Jakarta.


(6)

Putra, Ahmad, 2007, Faktor Resiko Filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi, Tesis, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Lapangan, Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta. http://ugm.ac.id/lprm.ugm.

Rakhmat, J, 2005, Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Riduwan, 2007, Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur, Alfabeta,

Bandung.

Riduwan, 2009, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Singarimbun, M, 1995, Metode Penelitian Survei. Lembaga Penelitian pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.

Soetomo, 2006, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sudomo, M. 2008, Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depatemen Kesehatan,

Jakarta. http://litbang.depkes.go.id/update/orasi/OrasiSudomo. (akses tanggal 25 Februari 2010).

Suherni, 2007, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Minum Obat Filariasis pada Kegiatan Pengobatan Massal di Kabupaten Subang Jawa Barat, Skripsi FKM-UI, Jakarta. Http://digilib.ui.ac.id. (akses tanggal 31 Agustus 2010) .

Tarigan, Ukurtha S, 2007, Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007, Skripsi FKM-USU, Medan, Sumatera Utara.

Tomar, SB, 2007, Proses Pengobatan Massal Filariasis di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Winardi, 2007, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Yustina, 2005, Waspadai Ancaman Filariasis, Info Kesehatan Masyarakat Volume X, Medan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

1 32 76

Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 30 98

Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 desa Cimanggis

0 4 157

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis

0 5 157

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN FILARIASIS DENGAN PRAKTEK MINUM OBAT DALAM PROGRAM PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN (POMP) FILARIASIS KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

1 24 115

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DI DESA SIGARA-GARA, KECAMATAN PATUMBAK, KABUPATEN DELI SERDANG.

1 4 24

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG FILARIASIS TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Su

0 4 16

SKRIPSI PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG FILARIASIS TERHADAP Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Subang.

0 3 17

PENDAHULUAN Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Subang.

0 3 11

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG.

0 0 1