Pola Penyebaran Gejala Filariasis 1. Pengertian

2.1.7. Pola Penyebaran

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan Pekalongan. Wuchereria bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya mikrofilaria banyak terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga, sedangkan Wuchereria bancrofti tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai spesies antara lain Anopheles, Culex, dan Aedes. Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbirostis pada daerah persawahan. Brugia malayi tipe subperiodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih banyak pada siang hari dalam darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada daerah rawa. Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan Sumba. Brugia timorii tipe non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam maupun siang hari. Nyamuk penularnya adalah Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba. Brugia timori tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tenggara Gandahusada, 1998. Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Gejala

Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal akut dan gejala lanjut kronik. Gejala awal akut ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut kronis ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap Depkes RI, 2005.

2.1.9. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

1 32 76

Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Peunayan Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 30 98

Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 desa Cimanggis

0 4 157

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis

0 5 157

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN FILARIASIS DENGAN PRAKTEK MINUM OBAT DALAM PROGRAM PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN (POMP) FILARIASIS KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

1 24 115

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DI DESA SIGARA-GARA, KECAMATAN PATUMBAK, KABUPATEN DELI SERDANG.

1 4 24

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG FILARIASIS TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Su

0 4 16

SKRIPSI PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG FILARIASIS TERHADAP Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Subang.

0 3 17

PENDAHULUAN Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Filariasis Terhadap Sikap Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Daerah Pantura Kabupaten Subang.

0 3 11

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG.

0 0 1