adalah orang yang lemah atau tertindas baik lemah sebab dirinya sendiri atau dari luar.
b. Ruang Lingkupan Kaum Dhu’afa Timbulnya komunitas dhu’afa bukan timbul sendirinya dengan
fenomena ini merupakn pengejawaan dari sunnatullah, layaknya sunatullah seperti adanya siang dan malam seperti dalam firman Allah
SWT dalam surat Al-Baqoroh ayat :164 :
☺
☺ ⌧
☺
⌧ ☺
☺
“Sesungguhnya dalam openciptaan lagit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di bawah laut membawa apa
yang berguna bagi manusia,dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air. Lalu dengan air itu dia hidupkan bumi yang sudah mati
kering-Nya dan Dia sebarkan itu di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang di kendalikan antara langit dan bumi;
sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”.
Kondisinya ini yang kerap mendapatkan perlakukan tak layak di kalang masyarakat bukanlah suatu yang hina dan ajang berputus asa
karena boleh jadi yang kita benci sekarang akan membawa ke bahagiaan.
Al-Qur’an ketika menyinggung masalah ini menyebutkan beberapa kelompok yang tergolong orang-orang yang lemah atau dhu’afa, yaitu :
a. Orang Kafir Surat Al-Qoshas ayat 24, surat Al-Baqoroh ayat 273
b. Orang Miskin Surat Al-Baqoroh ayat 83
c. Anak Yatim Surat An-Nisaa ayat 2
d. Ibnu Sabil Surat At-Taubah ayat 60
e. Kaum Manula Surat Ar-Rum ayat 54
f. Tawanan perang Surat An-Nisaa ayat 61
g. Kaum Cacat Surat An-Nur ayat 61
h. Al-Gharimorang-orang yang berhutang Surat Al-Baqoroh ayat 61
i. Al-Abdu wa Al-Riqad hamba sahaya dan budak Surat An-Nisaa ayat
92 Pada dasarnya setiap individu yang lahir ke dunia tidak ingin tidak
mau di lahirkan dalam keadaan miskin atau lemah maupun keduanya akan melalui seretan sebab musabab.
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Faktor internal manusia, yaitu faktor yang muncul dari manusia itu
sendiri, seperti : sifat malas, kurang disiplin, lemah etos kerja dan lain- lain.
b. Faktor non-individu, yaitu kemiskinan dari faktor luar individu seperti
penyelenggaraan pemerintah yang korup dan sejenisnya atau sistem ekonomi yang otoriter yang hanya menguntungkan pemilik modal
saja.
c. Faktor visi teologi atau refresif, faktor ini terlihat berkembang luas di
tengah masyarakat yang beragama yaitu adanya kecenderungan umat beragama memperlakukan kemiskinan sebagai suratan takdir dari
Tuhan
48
. Harus dipahami bahwa kaum Dhu’afa bukanlah orang-orang
diciptakan untuk menderita. Tetapi Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini untuk mewujudkan
kesejahteraan. Derita kaum dhu’afa beraneka ragam bentuk dan coraknya mulai yang ringan sampai yang berat. Namun sekurang-kurangnya
penderitaan mereka menyangkut beberapa hal, yaitu : 1.
Kelaparan akibat tingkat ekonomi yang lemah 2.
Kekurangan akibat berbagai kesulitan dan kurang pangan 3.
Kebodohan karena tidak mendapat pendidikan yang cukup 4.
Keterbelakangan karena lemahnya posisi mereka di masyarakat
49
c.Langkah-Langkah Membantu Pengembangan Kaum Dhu’afa Kaum dhu’afa adalah orang yang benar-benar dalam keadaan lemah,
menderita sengsara tak berdaya bahkan tertindas, mereka yang lemah dalam ekonomi, sosial, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan bahkan
agama. Akibatnya mereka mudah didzolimi, diperdaya, dieksploitasi dan diperlakukan sewenang-wenang.
Mereka membutuhkan bantuan, perhatian, pertolongan, perlindungan dan pembelaan. Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam mencegah dalam
masalah dan membantu kaum dhu’afa agar kehidupan mereka tidak lemah,
48
Syahri Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999, h 86
49
Ibid
sengsara dan menderita. Secara global Islam mengajarkan cara memberikan bantuan antara lain: memberikan pendidikan, bantuan sosial,
memberikan perlindungan pemberdayaan dan jaminan sosial. a.
Memberikan Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi manusia demikian
juga bagi kaum dhu’afa untuk menanggulangi kebodohan dan keterbelakangan mereka. Mengenai kewajiban menuntut ilmu yaitu dalam
Surat At-Taubah ayat 122 :
⌧ ☺
⌧ ⌧
⌧
⌧
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka ke beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-Nya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Al-Qur’an telah menjelaskan kewajiban orang-orang yang memiliki kelebihan dan kelapangan harta untuk memberikan pendidikan termasuk
kepada kaum dhu’afa. b.
Bantuan Sosial Bantuan sosial ini merupakan salah satu aktifitas yang kongkrit dan riil
dalam masyarakat, bangsa dan Negara. Bantuan sosial ini dapat dilakukan perorangan, kelompok atau Negara untuk membantu meringankan beban
hidup kaum dhu’afa. Bantuan sosial bagi kaum dhu’afa dapat berupa
pemberian harta, makanan, obat-obatan, pakaian dan lain-lain sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ma’arij ayat 24-25 :
☺
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-
apa yang tidak mau meminta”. c.
Jaminan Sosial Jaminan sosial merupakan salah satu cara mengurangi kemiskinan
kaum dhu’afa yang telah direalisasikan sejak zaman Rasulullah yaitu ketika seorang janda datang kepada beliau mengadukan keyatiman anak-
anaknya memberikan jaminan sosial, sebagaimana pernyataan beliau berikut “Tanggungan keluarga yang engkau takutkan atas diri mereka itu,
padahal akulah penanggung jawab mereka di dunia dan akhirat”.
50
Ahmad Zaki Yamani mantan menteri keminyakan Kerajaan Arab Saudi mengemukakan pendapat mengenai jaminan sosial dalam Islam, ia
menyatakan bahwa langkah pertama yang mengarah kepada jaminan sosial dalam Islam tertitik tolak dari atas wajib dan larangan atas
pengangguran meminta-minta, kecuali bagi kaum lemah, orang yang membutuhkan dan tidak memiliki jalan untuk berusaha.
51
Adapun dana yang digunakan untuk memberikan jaminan sosial berasal dari sumber-sumber yang digariskan dari Allah SWT dan
Rasululloh SAW, serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang diambil dan
50
Yamani, Ahmad Zaki, Syariat Islam Kekal Dan Persoalan Masa Kini Jakarta: Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan, 1978 h. 77
51
Ibid, h.73.
tidak memberatkan seperti: zakat, infak, shadaqah, ritaz, washiyah dan lain-lain.
d. Perlindungan
Bantuan perlindungan yang diperlukan oleh kaum dhu’afa adalah bantuan dalam bentuk perlindungan jiwa, harta, harga diri, hal-hal dan
masa depan. Jiwa mereka perlu mendapat perlindungan adalah tidak ada orang lain yang melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan diri
mereka terganggu dan menjadi korban. Seperti dalam firman Allah SWT dalam Surat Adh-Dhuha ayat 9-10 :
⌧ ⌧
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka
janganlah kamu menghardiknya”. Hak-hak kaum dhu’afa juga perlu mendapat perlindungan. Jika hak-
hak mereka tidak mendapat perlindungan maka dikhawatirkan akan dirampas oleh orang lain yang bukan haknya, padahal Allah SWT telah
mengingatkan dalam surat Ar-Ruum ayat 38 :
☺
☺
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian pula kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah dan mereka itulah orang-orang beruntung”.
e. Pemberdayaan
Kata pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu: empowerment, yang berasal dari kata “power” yang berarti
kemampuan berbuat, mencapai melakukan atau memungkinkan. Awalan “em” berasal dari bahasa latin yunani yang berarti di dalamnya. Karena itu
pemberdayaan berarti kekuatan dalam diri manusia.
52
Bantuan pemberdayaan perlu diberikan bagi kaum dhu’afa agar mereka dapat keluar dari masalah kehidupan yang mereka hadapi. Ada
beberapa manfaat yang akan mereka peroleh, yaitu : 1
Menjadikan mereka hidup mandiri, sehingga tidak tergantung kepada orang lain dan belas kasih orang lain. Dengan kemandirian
mereka dapat mengatasi masalahnya sendiri. 2
Mengurangi bahkan jika menghilangkan kelemahan, penderitaan, kesengsaraan, ketidakberdayaan dan keterbatasan mereka.
3 Agar mereka menjadi orang yang berguna dan manfaat bagi orang
lain bahkan mereka dapat memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
53
Oleh karena itu, pemberdayaan kaum dhu’afa perlu dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang riil dan kongkrit sehingga dapat dirasakan
secara langsung. Bentuk-bentuk kegiatan yang kongkrit dan riil antara lain sebagai berikut :
1 Membangkitkan harga diri mereka Dhu’afa yaitu dengan
mendekatkan diri dan pergaulan dengan mereka seperti
52
Lili Bariadi, et all, Zakat Dan Wirausaha Jakarta: CV. Pustaka Amri, 2005 h. 53
53
M. K. Muhsin, Menyayangi Dhuafa Jakarta: Gema Insani Press, 2004 h. 146
memberikan perhatian, pujian, kegembiraan, do’a, kasih sayang dan lain-lain.
2 Memberikan motivasi. Motivasi diberikan kepada kaum dhu’afa
untuk memancing dan memacu untuk berusaha dan bekerja seperti mereka yang kelaparan, sengsara, kesulitan, sakit agar diberikan
motivasi agar meminta pertolongan dengan sabar dan shalat serta do’a kepada Allah SWT.
3 Memberikan pekerjaan agar kaum dhu’afa keluar dari masalah
yang dihadapi terutama kemiskinan, kesulitan dan kelaparan tidak cukup dengan memberikan motivasi tetapi juga memberikan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka dan pengetahuan yang mereka miliki.
C. Pelayanan Sosial dan Panti Asuhan