Bahaya Kerja Ergonomi pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel

bahwa batas syarat maksimal yang diperbolehkan untuk parameter debu di tempat kerja yakni 0.26 mgm 3 untuk waktu pemaparan selama satu jam. Maka dapat disimpulkan bahwa bahaya debu di bagian kerja casting melebihi NAB yang telah ditetapkan sehingga diperlukan adanya pengendalian. Sedangkan pengukuran atas paramater bahaya kimia dari aluminium belum pernah dilakukan oleh pihak perusahaan. Berdasarkan Permenakertrans RI nomor 13 tahun 2011, disebutkan bahwa NAB untuk aluminium metal dan senyawa tidak terlarut di tempat kerja yakni 1 mgm 3 . NAB untuk debu logam sebesar 10 mgm 3 , NAB uap las sebagai aluminium sebesar 5 mgm 3 , dan NAB untuk aluminium oksida sebesar 10 mgm 3 . Apabila paparan aluminium melebihi NAB, maka pekerja yang berada di lingkungan kerja dan terpapar dengan aluminium tersebut berpotensi mengalami PAK seperti pneumokoniosis, iritasi saluran pernafasan bawah, dan keracunan saraf.

4.2.4 Bahaya Kerja Ergonomi pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel

Universal Sidoarjo Berdasarkan hasil observasi pada Maret 2015, diketahui bahwa posisi kerja dari sebagian besar pekerja pada bagian casting yakni berdiri dan duduk. Posisi pekerja saat sedang berdiri dapat ditemukan hampir pada setiap langkah kerja bagian casting. Adapun posisi berdiri pada beberapa pekerja diketahui berdiri dengan tumpuan satu kaki. Maksud dari tumpuan satu kaki disini yakni badan dicondongkan ke kiri atau ke kanan selama proses bekerja sehingga posisi badan tampak miring. Pada saat posisi kerja duduk, pekerja melakukan proses kerja dengan duduk pada sebuah kursi yang terbuat dari kayu. Ada beberapa pekerja yang juga melakukan proses bekerja dengan posisi kerja duduk pada tumpukan velg. Adapun posisi tubuh pekerja saat duduk yakni membungkuk dimana tulang belakang condong ke depan dan tidak disandarkan. Jika posisi kerja tersebut tidak segera diberikan pengendalian, maka pekerja berpotensi untuk mengalami PAK berupa nyeri punggung dan nyeri otot. Sutajaya dalam Sutarna 2011 menyebutkan bahwa masalah yang dihadapi pekerja akibat stasiun kerja yang tidak ergonomis antara lain timbulnya sikap kerja yang tidak alamiah. Sikap kerja yang tidak alamiah meliputi membungkuk, mengangkat lengan dan bahu, serta menyangga beban berat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya kelelahan otot. Sutarna 2011 mengungkapkan bahwa sikap membungkuk, berdiri, maupun berdiri miring merupakan sikap kerja yang tidak alamiah yang memungkinkan tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan usaha otot yang besar. Sikap kerja membungkuk dapat terjadi karena pekerja tidak tahu bagaimana yang benar, terpaksa dilakukan karena ruangan terbatas, maupun alat atau mesin yang dioperasikan tidak dapat dilakukan dengan cara sikap alamiah. Pada pekerja di bagian casting, posisi kerja membungkuk atau berdiri miring terjadi karena sebagaian pekerja tidak tahu bagaimana sikap kerja yang benar. Berdasarkan studi dokumentasi, diketahui bahwa pihak perusahaan belum pernah melakukan pengukuran terkait pelaksanaan ergonomi di area kerja casting. Pengukuran ergonomi dapat meliputi antropometri, lifting index, pulsemeter, dan lain sebagainya. Gambar 4.18 Posisi Kerja Berdiri dan Duduk Pekerja di Bagian Casting Bahaya kerja juga dapat ditimbulkan dari display ruang kerja. Berdasarkan hasil observasi, bagian casting PT. PASU Sidoarjo khususnya di area kerja casting I masih beralaskan lantai cor dan tanah. Kondisi lantai tampak kotor dimana ditemukan beberapa tumpahan oli yang berasal dari alat angkut forklift. Di samping itu, tanah yang terkena air dari proses cutting menyebabkan area kerja tampak basah atau becek. Pada bagian atap area kerja casting, ditemukan sejumlah lubang. Atap pada area casting terbuat dari asbes dan berbentuk papan. Jika terjadi hujan, disebutkan oleh informan bahwa area kerja akan mengalami kebocoran. Tetesan air hujan dapat masuk ke dalam area kerja casting. Di samping potensi kejadian kebocoran akibat atap yang berlubang, area kerja juga dipenuhi oleh sejumlah bahan baku, mesin, dan produk velg. Akses untuk berpindah cukup untuk dilalui bagi pekerja yang berjalan, namun untuk dilalui oleh forklift dapat dikatakan cukup sulit. Hal ini sebagaimana hasil observasi yang dilakukan Maret 2015, saat forklift berjalan maka pekerja yang awalnya sedang berjalan harus minggir ke bahu jalan. Adapun jalan yang dilalui oleh forklift sama dengan jalan yang dilalui oleh pekerja tanpa ada garis pembatas yang jelas. Hal ini berpotensi untuk terjadinya kejadian pekerja tertabrak atau terserempet oleh forklift. Potensi kejadian tersebut dapat meningkat sejalan dengan kondisi forklift di area casting I PT. PASU Sidoarjo yang tidak difasilitasi oleh klakson ataupun spion. Gambaran umum layout area kerja casting dapat dilihat pada Lampiran E. Menurut Murdatmono 2010, lingkungan kerja yang meningkat maka produktivitas kerja akan meningkat pula. Maksud dari lingkungan kerja yang meningkat yakni bahwa area kerja dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pekerja yang berada di dalamnya. Suma’mur 2014 menyatakan bahwa ergonomi dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi berkurang. Salah satu contoh penerapannya yakni penggunaan forklift untuk membawa velg. Namun, jika area lintasan forklift terlalu sempit, maka hal tersebut akan membuat pekerja tidak merasa aman dan nyaman. Gambar 4.19. Forklift Membawa Tumpukan Velg Tampak Melewati Area Casting Gambar 4.20 Kondisi Lantai Kerja Area Casting Gambar 4.21 Kondisi Atap Area Kerja Casting yang Berlubang

4.2.5 Bahaya Kerja Psikologi pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel