rata-rata pekerja yang terpapar oleh panas. Adapun konsumsi air minum yang dianjurkan bagi pekerja yang terpapar panas yakni 250 ml per jam atau
disesuaikan dengan kebutuhan air minum untuk tenaga kerja di lingkungan kerja yang panas. Batas minimal konsumsi air minum pekerja yakni 1.9 liter
per hari.
4.2.2 Bahaya Kerja Biologi pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel
Universal Sidoarjo
Bahaya biologis sebagaimana disebutkan oleh informan dapat berupa serangga ataupun tikus, namun keberadaannya tidak selalu ada. Keberadaan
serangga maupun tikus tersebut dikatakan tidak mengganggu proses produksi maupun keselamatan pekerja. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh informan
utama sebagai berikut : “Tidak mengganggu. Dan dia itu hanya lewat, sekali jalan atau hanya
melintas saja”. Tallip, 14 Maret 2015, Line 22
Berdasarkan hasil observasi penelitian, kondisi tempat kerja yang penuh dengan alat dan peralatan kerja berupa mesin, bahan baku velg, sisa bahan baku
ingot dan potongan bagian velg, maupun keberadaan velg yang telah melalui proses heating berpotensi untuk menjadi tempat hidup vektor maupun rodent
seperti tikus dan kecoa. Tekstur lantai area kerja cutting yang becek menambah potensi dari keberadaan vektor maupun rodent. Pada bagian kamar mandi dan
toilet di area kerja casting, ditemukan dalam kondisi kotor dengan kotoran berwarna coklat pada bagian dinding kamar mandi dan water closet WC. Kran
air di kamar mandi juga diketahui terus menyala dan mengeluarkan air. Pihak perusahaan tidak memiliki data pemeriksaan bahaya biologi terkait
keberadaan vektor dan rodent. Berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja, disebutkan bahwa standar
bahaya biologi di tempat kerja untuk serangga berupa lalat yakni maksimal 8 ekor
dalam 30 menit pengukuran, kecoa maksimal 2 ekor per plate dalam pengukuran 24 jam, nyamuk dengan indeks tidak melebihi 5, serta rodent berupa tikus tidak
ditemukan pada area kerja.
4.2.3 Bahaya Kerja Kimia pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel
Universal Sidoarjo
Bahaya kerja kimia berasal dari bahan kimia yakni bahan baku ingot yang mengandung unsur aluminium maupun bahan tambahan produksi velg berupa
Nitrogen N
2
. Bahaya kimia tersebut dapat masuk ke dalam tubuh pekerja melalui kontak kulit absorbsi serta saluran pernafasan inhalasi. Pihak operator
selaku informan menyatakan bahwa pernah terjadi kasus PAK yang disebabkan oleh bahan baku ingot. Kasus tersebut terjadi pada pekerja baru di bagian casting
yakni berupa gatal-gatal pruritis pada tangan. Rasa gatal yang disertai dengan bentol ini dapat terjadi selama satu minggu. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh
informan utama sebagai berikut : “... Pada waktu itu mungkin hanya menyesuaikan, belum menyesuaikan
dengan lingkungan. Akhirnya timbul gatal- gatal. Itu aja. ...”.
Tallip, 14 Maret 2015, Line 34 Di samping risiko timbulnya gatal-gatal pada pekerja akibat terpapar oleh
aluminium, potensi gangguan saraf juga dapat dialami oleh pekerja yang memiliki masa kerja cukup panjang. Menurut Health Canada 2007, ditemukan hubungan
antara paparan aluminium dengan neurogical dementia pada pasien yang mengalami gagal ginjal. Disebutkan pula bahwa paparan aluminium dapat
mengganggu kesehatan tubuh manusia dengan ditemukannya penyakit Alzheimer, Parkinson, dan penyakit
Lou Gegrig’s yang berdasarkan penelitian diketahui salah satu faktor penyebabnya yakni akibat paparan aluminium. Hal serupa juga
disampaikan oleh WHO 2011 dimana mereka menyebutkan bahwa peneliti menyimpulkan beberapa dampak kesehatan akibat aluminium. Beberapa dampak
kesehatan tersebut antara lain gangguan saraf seperti Alzheimer, gangguan pada
paru khususnya akibat paparan debu aluminium, gangguan kehamilan, gangguan pada janin dan perkembangannya, serta terjadinya kanker. Paparan dari fume
aluminium juga dapat menyebabkan penyakit fume fever.
Gambar 4.16 Bahan Baku Ingot dalam Bentuk Batangan
Gambar 4.17 Sisa Velg yang akan Dicairkan Kembali Re-Melting
Pada tahun 1995 dan 1999 pihak perusahaan pernah melaksanakan pemeriksaan kimia fisika gas dan udara bekerjasama dengan Balai Tehnik
Kesehatan Lingkungan Surabaya. Beberapa parameter yang diperiksa terkait bahaya kimia di bagian casting antara lain sulfur oksida SO
2
, karbon monoksida CO, oksida nitrogen NO
x
, oksidan O
3
, debu, timah hitam Pb, hidrogen sulfida H
2
S, ammonia NH
3
, dan hidrokarbon. Hasil pemeriksaan bahaya kerja untuk parameter debu di area kerja casting PT. PASU Sidoarjo pada tahun 1995
yakni 0.38 mgm
3
dan pada tahun 1999 sebesar 1.193 mgm
3
. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 129 tahun 1996 tentang Baku Mutu
bahwa batas syarat maksimal yang diperbolehkan untuk parameter debu di tempat kerja yakni 0.26 mgm
3
untuk waktu pemaparan selama satu jam. Maka dapat disimpulkan bahwa bahaya debu di bagian kerja casting melebihi NAB yang telah
ditetapkan sehingga diperlukan adanya pengendalian. Sedangkan pengukuran atas paramater bahaya kimia dari aluminium belum pernah dilakukan oleh pihak
perusahaan. Berdasarkan Permenakertrans RI nomor 13 tahun 2011, disebutkan bahwa
NAB untuk aluminium metal dan senyawa tidak terlarut di tempat kerja yakni 1 mgm
3
. NAB untuk debu logam sebesar 10 mgm
3
, NAB uap las sebagai aluminium sebesar 5 mgm
3
, dan NAB untuk aluminium oksida sebesar 10 mgm
3
. Apabila paparan aluminium melebihi NAB, maka pekerja yang berada di lingkungan kerja dan terpapar dengan aluminium tersebut berpotensi mengalami
PAK seperti pneumokoniosis, iritasi saluran pernafasan bawah, dan keracunan saraf.
4.2.4 Bahaya Kerja Ergonomi pada Bagian Casting PT. Prima Alloy Steel