Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Madiun

commit to user 43 pemberian insentif untuk diberikan kepada pihak-pihak yang mempertahankan lahan dari alih fungsi. Pola pemberian insentif ini antara lain dalam bentuk pemberian subsidi input, keringanan pajak bumi dan bangunan serta kemudahan sarana produksi pertanian. Sebaliknya disisentif diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan alih fungsi lahan yang implementasinya berlawanan dengan perundang-undangan dan peaturan yang berlaku. Memberikan kompensasi untuk pihak-pihak yang dirugikan akibat alih fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan atau kepada yang mecegah terjadinya alih fungsi demi kelestarian lahan sebagai sumber produksi pertanian pangan. Kemudian yang ketiga adalah kebijakan zonasi yang berhubungan dengan ketatalaksanaan tata ruang wilayah melalui pengelompokkan lahan menjadi tiga kategori zona pengendalian, yaitu lahan yang dilindungi tidak boleh dialih fungsikan, alih fungsi terbatas dan tidak boleh dialih fungsikan. Zonasi diatur berdasarkan kriteria klasifikasi irigasi, intensitas tanam dan produktivitas lahan sawah. Kriteria irigasi dibedakan atas lahan sawah beririgasi dan non irigasi. Kriteria intensitas tanam adalah satu hingga dua kali tanam per tahun, sedangkan kriteria produktivitas yaitu dibawah 4,5 tonHektarPanen.

B. Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabupaten Madiun

Penetapan kawasan pertanian sebagai kawasan budidaya terutama kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Madiun dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensinya di setiap wilayah kecamatan. Pengembangan kawasan pertanian lahan basah diarahkan untuk meningkatkan peran, efisiensi, produktivitas yang berkelanjutan, peluang ekstensifikasi, mempertahankan saluran irigasi teknis dan peningkatan irigasi sederhana dalam skala wilayah. Untuk memaksimalkan tujuan daripada pengembangan kawasan lahan pertanian tersebut, Kabupaten commit to user 44 Madiun melakukan strategi kebijakan penataan dan pengembangan kawasan pertanian, yaitu: 1. Mempertahankan dan meningkatkan keberadaan sawah beririgasi teknis, meningkatkan sawah beririgasi setengah teknis menjadi sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi sederhana menjadi sawah beririgasi setengah teknis serta sawah beririgasi lainnya menjadi sawah beririgasi sederhana; 2. Saluran irigasi tidak boleh diputus atau disatukan dengan drainase dan penggunaan bangunan sepanjang saluran irigasi harus dihindari; 3. Lahan pertanian tanaman yang dikelola masyarakat harus diberikan insentif dan tidak diperbolehkan terjadi ali fungsi untuk peruntukan lain; 4. Pembagian hasil produksi hortikultura dan pengolahan hasil serta diupayakan menjadi komoditas ekspor; 5. Upaya pelestarian kawasan hortikultura dengan mengembangkan sebagian lahan untuk tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi lindung; 6. Peningkatan ketrampilan masyarakat untuk menjaga areal persawahan dai ancaman banjir dan hama melalui penyuluhan. Seperti yang diuraikan di atas, maka pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun tidak serta merta setiap permohonan selalu dikabulkan, permohonan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus memenuhi syarat, baik secara administratif maupun teknis. Secara administratif dalam Peraturan Pemeritah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, proses administrasi meliputi biaya, tarif penerimaan bukan pajak, secara rinci syarat administratif yang harus dipenuhi pemohon adalah sebagai berikut: 1. Formulir permohonan yang sudah di isi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup; 2. Surat kuasa apabila dikuasakan; commit to user 45 3. Foto copy identitas KTP, KK pemohon dan kuasa apabila dikuasakan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 4. Foto copy NPWP, Akta pendirian dan pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket bagi Badan Hukum 5. Proposal rencana kegiatan tekhnis pada lokasi yang akan dilakukan pengalihan fungsi lahan; 6. Sket lokasi yang dimohon; 7. Foto copy dasar penguasaan tanah; 8. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket. Formulir permohonan memuat: 1. Identitas diri; 2. Luas, letak dari penggunaan tanah yang dimohon; 3. Pernyataan tanah tidak sedang bersengketatanah sengketa; 4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik. Selain itu pemohon harus melampirkan: 1. Alasan: berisi mengenai alasan pemohon mengajukan permohonan, akan diperuntukkan untuk apa lahan yang akan dikeringkan atau alih fungsi tersebut; 2. Sertifikat Tanah: serifikat tanah pertanian dari pemohon yang tanahnya aan dikeringkan menjadi lahan non pertanian; 3. Identitas Subyek dan Obyek: identitas subyek merupakan identitas jelas pemohon yang mengajukan permohonan alih fungsi lahan tersebut, sedangkan identitas obyek merupakan data mengenai letak, wilayah dan luas dari lahan pertanian yang akan dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian; 4. Rencana Penggunaan: berisi mengenai tujuan dari alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang dimohonkan, missal untuk toko, rumah makan ataupun tempat tinggal. commit to user 46 Setelah semua syarat-syarat lengkap, mekanisme pengajuan permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian kepada BupatiWalikota Kepala Daerah setempat lewat Kepala Kantor Pertanahan dengan mengisi formulir permohonan dan pernyataan yang telah disediakan di Kantor Pertanahan, masing-masing rangkap 3 tiga. 2. Pada saat mengajukan permohonan, maka pemohon sudah membayar biaya untuk kebutuhan antara lain : a Pembelian blankopengetikanpembukuanadministrasi. b Perjalanantransport Panitia dalam pemeriksaan ke tanah lapang. c Honorarium sidang, peninjauan lapang Panitia. 3. Selambat-lambatnya 6 enam hari setelah menerima permohonan dan telah membayar biaya di atas maka panitia melakukan sidang dan pemeriksaan tanah yang dimohon ke lapangan. 4. Berdasarkan Berita Acara Sidang Pemeriksaan Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dan Tata Guna Tanah yang diterbitkan Kantor Pertanahan setempat, maka BupatiWalikota mengeluarkan Surat Keputusan tentang diterima atau tidaknya permohonan tersebut dan memberikan rekomendasi kepada Gubernur atau Kepala Direktorat Agraria yang kewenangannya sesuai dengan luas tanahnya pada Propinsi. 5. Surat Keputusan dan Rekomendasi yang sebagaimana tersebut di atas sudah diterbitkan selambat-lambatnya 3 tiga hari sesudah Berita Acara dimaksud telah diterima BupatiWalikota Kepala Daerah Tingkat II setempat. 6. Selanjutnya 2 dua hari setelah Surat Keputusan diterima oleh Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, maka sudah dikirim surat panggilan kepada commit to user 47 pemohon, mengenai keputusan atas permohonan ijin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. Namun jika lahan yang diajukan untuk alih fungsi lahan pertanian tersebut merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis, maka permohonannya tidak dapat dikabulkan karena adanya pertimbangan- pertimbangan tertentu yang mendasarinya, antara lain: 1. Lahan yang dimohonkan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut berupa lahan sawah beririgasi teknis yang merupakan lahan produktif. Sehingga apabila permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dikabulkan, akan berdampak pada berkurangnya jumlah produksi pertanian. 2. Adanya keinginan menjaga kelestarian lahan, karena merupakan sumber produksi pertanian yang menjadi pertimbangan untuk tidak mengabulkan permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut, mengingat di sekitar lahan yang dimohonkan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut merupakan lahan sawah beririgasi teknis sehingga kontur tanahnya tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai area pemukiman dan merupakan kawasan irigasi teknis yang sayang sekali apabila dilakukan alih fungsi lahan. Akan tetapi dalam kenyataan yang terjadi di Kabupaten Madiun, berdasarkan wawancara dengan Ibu Lilik Sulistiyani salah satu staff di dinas pertanian, tanaman pangan dan holtikultura Kabupaten Madiun, pada tahun 2010 akhir, terjadi alih fungsi lahan pertanian beririgasi teknis di Kelurahan Bagi Kecamatan Balerejo. Pada saat permohonan masuk dan tim teknis melakukan rapat koordinasi untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan tekhnis kepada Bupati perihal permohonan tersebut, hasil daripada BAP dari panitia pertimbangan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian adalah tidak mengabulkan permohonan untuk dilakukannya IPPT Izin Perubahan Penggunaan Tanah dari tanah pertanian ke non pertanian. Semua tim teknis commit to user 48 bermaksud untuk mempertahankan tanah tersebut, karena tanah tersebut termasuk dalam kawasan lahan beririgasi tekhnis. Namun yang terjadi adalah meski semua tim teknis tidak menyetujui perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut, Bupati Madiun selaku kepala daerah Kabupaten Madiun menyetujui perubahan penggunaan tanah petanian ke non pertanian itu, bupati menandatangani permohonan dari pemohon, yang artinya permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian terhadap tanah beririgasi teknis tersebut dikabulkan, bahkan yang terjadi sekarang adalah tanah yang awalnya merupakan lahan sawah beririgasi tersebut, sekarang telah berubah menjadi lahan kering, karena telah dilakukan pengeringan terhadap lahan tersebut. Dalam hal ini Bupati telah melanggar Pasal 44 undang-undang Nomor 41 Tahun 2009, mengabaikan pertimbangan dari tim teknis dan mengabaikan kebijakan- kebijakan mengenai perlindungan lahan yang ada di Kabupaten Madiun dan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Pasal 82 tentang ketentuan dalam pengalih fungsian lahan sawah beririgasi bahwa untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat irigasi, Bupati sesuai dengan kewenangannya mengupayakan ketersediaan lahan beririgasi dan atau mengendalikan alih fungsi lahan di wilayahnya. Meskipun perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi teknis tersebut tidak mempengaruhi hasil dari pertanian Kabupaten Madiun, namun keputusan Bupati Kabupaten Madiun untuk menyetujui permohonan perubahan penggunaan lahan tersebut, sangat mempengaruhi terhadap kebutuhan beras secara nasional. Mengingat bahwa Kabupaten Madiun merupakan salah satu lumbung padi provinsi Jawa Timur. Dengan kasus demikian, untuk mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan tanah, maka perlu disusun ketentuan dan syarat-syarat dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang disusun dalam bentuk Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah. Pedoman commit to user 49 Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah ini menjadi pedoman dalam menyusun dan menerbitkan Pertimbangan Teknis Pertanahan, dengan tetap memperhatikan kekhususan karakteristik dan kondisi wilayah masing-masing. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memenuhi ketentuan dan syarat sebagai berikut undang-undang Nomor 41 Tahun 2009: 1. Lahan yang ditetapkan sebagai sebagai lahan beririgasi teknis dilindungi dan dilarang di alih fungsikan; 2. Dapat dialih fungsikan apabila sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pasal 44 Apabila terjadi pengalih fungsian lahan terhadap lahan pertanian beririgasi teknis tersebut, maka: 1. Pihak yang mengalih fungsikan memberikan ganti rugi kepada pemilik; 2. Mengganti nilai investasi infrastruktur serta menyiapkan lahan pengganti. Persediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian beririgasi teknis yang dialih fungsikan untuk kepentingan umum, mempunyai ketentuan sebagai berikut: 1. Paling sedikit 3x luas lahan apabila yang dialih fungsikan adalah lahan sawah beririgasi; 2. Paling sdikit 2x luas lahan apabila yang dialih fungsikan adalah tanah rawa pasang surut; 3. Paling sedikit 1x luas lahan apabila yang dialih fugsikan adalah lahan tidak beririgasi Pasal 46 Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, dalam Pasal 5 yang dimaksud dengan lahan untuk kepentingan umum, meliputi: 1. jalan umum, jalan tol, rel kereta api di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah, saluran air minumair bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; commit to user 50 2. waduk, bendungan, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; 3. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; 4. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; 5. peribadatan; 6. pendidikan atau sekolah; 7. pasar umum; 8. fasilitas pemakaman umum; 9. fasilitas keselamatan umum; 10. pos dan telekomunikasi; 11. sarana olah raga; 12. stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; 13. kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa- Bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; 14. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; 15. lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; 16. rumah susun sederhana; 17. tempat pembuangan sampah; 18. cagar alam dan cagar budaya; 19. pertamanan; 20. panti sosial; 21. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Tujuan daripada penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian teknis yang dialih fungsikan adalah menjamin bahwa lahan pengganti tersebut akan dimanfaatkan, sehingga meski terjadi alih fungsi lahan di daerahnya, tidak mempengaruhi hasil pertanian, karena adanya lahan pengganti, lahan pengganti tersebut merupakan lahan bekas hutan, tanah rawa atau tanah terlantar, yang kemudian dirubah menjadi lahan potensial baik secara irigasi maupun teknis, sehingga dengan dibukanya lahan pengganti pasca terjadinya alih fungsi lahan lahan sawah beririgasi commit to user 51 teknis tersebut, diharapkan tetap dapat memberikan keuntungan serta manfaat bagi masyarakat sekitar, sehingga adanya alih fungsi lahan pertanian ken non pertanian tersebut, tidak mempengaruhi hasil serta pendapatan dari hasil pertanian. Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk infrastruktur ataupun untuk kepentingan umum lainnya, dilakukan paling lama 24 dua puluh empat bulan setelah alih fungsi dilakukan. Sedangkan syarat teknis yang harus dipenuhi pemohon adalah: 1. Tidak boleh mengorbankan kepentingan umum; 2. Tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya; 3. Harus m emenuhi azas keberlanjutan; 4. Memperhatikan azas keadilan; dan 5. Memenuhi ketentuan peraturan perundangan. Praktek daripada seleksi teknis yaitu melakukan peninjauan lapangan secara langsung dan rapat koordinasi, rapat koordinasi ini terdiri dari beberapa tim koordinasi atau yang disebut dengan tim teknis yang terdiri dari tim tetap dan tim tidak tetap. Tim tetap adalah Kantor Pertanahan sendiri, BAPPEDA, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Pengairan dan Pertanian sedangkan tim tidak tetap adalah Kepala Kecamatan, Kepala Desa di daerah obyek atau daerah alih fungsi lahan tersebut, sedangkan instansi teknis tidak tetap yang diundang dalam koordinasi tergantung dengan peruntukkan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tersebut. Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional, susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan KabupatenKota sebagaimana dimaksud, terdiri atas: 1. Penanggung jawab : Kepala Kantor Pertanahan; 2. Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan; 3. Sekretaris merangkap anggota : Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu; dan commit to user 52 4. Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan dan diluar Kantor Pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dibantu oleh petugas sekretariat dan petugas lapangan yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan luas dan jenis kegiatan yang dimohon. Jika secara teknis tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan tata ruang Kabupaten Madiun, pemohon mendapat kebijakan untuk mengajukan permohonannya kembali jika memindahkan obyek lokasi, namun kebijakan tersebut dapat pula ditolak kembali apabila bertabrakan dengan kepentingan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun, dapat pula permohonan tersebut ditolak apabila salah satu atau lebih tim tekhnis tidak menyetujui alih fungsi lahan tersebut. Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian akan turun ke lapangan untuk meneliti lokasi yang dimohonkan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, apakah telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang KotaRencana Detail Tata Ruang KotaIbukota Kecamatan RUTRKRDTRKIKK, apabila lokasi terletak di KotaIbukota Kecamatan, serta Pola Tata Ruang Desa PTRD, apabila lokasi terletak di pedesaan, yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun. Tugas pokok panitia pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian tersebut adalah membantu Bupati dalam menyelesaikan permohonan izin perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian dengan menyajikan bahan-bahan pertimbangan tentang tanah yang dimohon, sebagai hasil-hasil kegiatan: 1. Mengadakan peninjauan ke lokasi terhadap keadaan tanah yang bersangkutan; 2. Mengadakan musyawarah guna menentukan disetujui atau tidaknya tanah tersebut diadakan perubahan status dari pertanian ke non pertanian; commit to user 53 3. Membuatmenandatangani Berita Acara Perubahan Tanah disertai pertimbangan-pertimbangan; 4. Menyiapkan persyaratan administrasi oleh seketaris panitia dalam Kabupaten Madiun; 5. Melaporkan dan bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah Madiun. Dalam proses peninjauan lokasi, masing-masing anggota panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian akan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan keadaan fisik tanah yang dimohonkan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dan lingkungan sekitar yang mempengaruhinya, antara lain keterangan mengenai kepemilikan tanah yang diajukan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian oleh pemohon: 1. Kesesuaian izin permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian dengan Undang-Undang yang terkait. 2. Keadaan fisik tanah yang dimohon, apakah merupakan tanah sawah atau tanah tegalan. 3. Kesesuaian lokasi yang dimohon dengan RUTRKRDTRKIKK serta PTRD. 4. Pertimbangan mengenai kondisi saluran pengairan yang ada di sekitarnya, apakah beririgasi sederhana atau beririgasi teknis. Pertimbangan-pertimbangan yang diberikan tersebut akan mempengaruhi dikabulkan atau tidaknya permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Pertimbangan yang telah diberikan oleh masing-masing anggota Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan BAP tentang perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut yang ditandatangani oleh semua anggota Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertaniantim teknis. commit to user 54 Setiap perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di wilayah Kabupaten Madiun harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bupati Kabupaten Madiun. Namun dalam hal pemutusan pemberian izin, tidak serta merta semua permohonan yang masuk dikabulkan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun. Adapun dasar-dasar yang menjadi pertimbangan dikabulkannya permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut adalah : 1. Rencana penggunaan tanah telah jelas. 2. Permohonan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. 3. Permohonan tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan Izin Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Madiun 4. Permohonan tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan Perubahan Pola Tata Ruang Desa oleh Bupati Madiun. 5. Perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun. Jika permohonan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian tersebut dikabulkan, maka kewajiban pemohon setelah menerima Surat Keputusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian tersebut yaitu : 1. Menggunakan Surat Keputusan segera mungkin dalam jangka waktu 12 dua belas bulan dan harus sesuai dengan permohonannya. 2. Mengajukan Izin Mendirikan Bangunan dan perijinan lainnya. 3. Pencatatan perubahan penggunaan tanah pada Sertifikat atau pemindahan hak belum boleh dilakukan apabila fisik tanah secara nyata belum berubah penggunaannya. commit to user 55 Dasar-dasar yang menjadi pertimbangan tidak dikabulkannya permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tersebut adalah : 1. Rencana penggunaan tanah tidak jelas. 2. Permohonan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. 3. Permohonan tersebut tidak mendapatkan Surat Keputusan Izin Perubahan Pemanfaatan Lahan dari Bupati Kabupaten Madiun 4. Permohonan tersebut tidak mendapatkan Surat Keputusan Perubahan Pola Tata Ruang Desa oleh Bupati Kabupaten Madiun Permohonan yang ditolak oleh Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian karena tidak sesuai dengan RUTRKRDTRKIKK serta PTRD, pemerintah Kabupaten Madiun memberikan kesempatan untuk merubah zonasi agar sesuai dengan permohonan awal sesuai dengan tata ruang Kabupaten Madiun yaitu dengan cara memindahkan obyek lokasi. Permohonan dapat juga ditolak pada saat proses administrasi, karena pemohon tidak dapat memenuhi syarat-syarat administrasi, adapun alurnya sebagai berikut: Ragaan 3: Alur Pengajuan Permohonan Alih Fungsi Lahan. Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun Penerimaan dan Pemeriksaan Dokumen Permohonan Penerimaan Pembayaran Biaya Pelayanan Peninjauan Lapangan Pemohon Harus Hadir Proses Penelitian, Pengolahan Data dan Penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan Penyerahan Pertimbangan Teknis Pertanahan Pemohon Pemohon commit to user 56 Pada saat proses penerimaan dan pemeriksaan dokumen permohonan, pemohon sudah tidak memenuhi syarat, sehingga secara sah permohonan ditolak pada langkah pertama tersebut, namun pemohon tetap dapat mengajukan permohonan dan permohonannnya akan diproses jika pemohon telah melengkapi syarat-syarat administratifnya. Dalam pemberian izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tersebut, Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Jika pengajuan permohonan alih fungsi lahan tersebut diperuntukkan untuk tempat tinggal hanya diperkenankan seluas kurang dari 1 Ha, jika lebih dari 1 Ha Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun memprediksikan lahan tersebut tidak digunakan untuk tempat tinggal atau rumah, menghadapi seperti ini, Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun secara tegas menolak ijin perubahan penggunaan lahan, dasar yang digunakan adalah disposisi langsung dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun. Berdasarkan BAP yang telah disetujui oleh Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, maka Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun akan segera mengeluarkan ketetapan berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan yang menyatakan bahwa permohonan izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian yang diajukan oleh pemohon dikabulkan atau ditolak. Apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran terhadap isi Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, maka dapat berakibat batalnya Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan tersebut. Surat Keputusan berlaku sampai dengan 12 dua belas bulan sejak tanggal ditetapkan dan atas permohonan yang bersangkutan, ijin dapat diperpanjang 1 satu kali. Luasan kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten Madiun adalah 31.171,79 Ha, dimana diarahkan di setiap kecamatan dan untuk pengembangannya dialokasikan di Kecamatan Kebonsari, Geger, commit to user 57 Dolopo, Sawahan, Jiwan, Madiun, Mejayan, Balerejo, Pilangkenceng, Wonosari, Wungu. Penyebaran lahan sawah di Kabupaten Madiun terpusat di bagian tengah wilayah Kabupaten Madiun. Berdasarkan dari data baku sawah per DKP tahun 20092010, diketahui luas lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Madiun adalah 19.704 Ha, tabel berikut menjelaskan tentang luasan sawah dan luas lahan beririgasi teknis di Kabupaten Madiun. Tabel 2. Luas Total Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 Ha No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kebonsari 3.029,32 3.029,32 3.029,32 3.029,32 3.029,32 2 Geger 2.284,00 2.284,00 2.242,00 2.242,00 2.242,00 3 Dolopo 1.871,00 1.871,00 1.820,00 1.820,00 1.830,00 4 Dagangan 2.567,00 2.567,00 2.480,00 2.480,00 2.480,00 5 Wungu 2.352,00 2.352,00 2.341,00 2.341,00 2.319,00 6 Kare 1.114,48 1.114,48 1.146,00 1.146,00 1.114,00 7 Gemarang 773,05 773,05 716,00 716,00 716,00 8 Saradan 2.902,00 2.902,00 2.459,00 2.469,00 2.886,00 9 Plngknceng 3.009,94 3.009,94 3.069,00 3.069,00 2.998,00 10 Mejayan 1.994,11 1.994,11 1.942,00 1.942,00 1.942,00 11 Wonoasri 1.455,70 1.455,70 1.455,00 1.456,00 1.455,70 12 Balerejo 3.746,93 3.746,93 3.759,00 3.759,00 3.759,00 13 Madiun 1.890,00 1.890,00 1.890,00 1.890,00 1.890,00 14 Sawahan 1.458,38 1.458,38 1.409,00 1.409,00 1.409,00 15 Jiwan 1.795,00 1.795,00 1.800,36 1.800,36 1.795,00 Jumlah 32.184,31 32.184,31 31.559,68 31.559,68 31.856,02 Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun. commit to user 58 Tabel 3. Perubahan Luas Lahan Sawah Beririgasi Teknis Tahun 2006-2010 No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kebonsari 0.000 0.000 0.000 -0.298 0.000 2 Geger 0.000 0.000 0.000 -1.461 0.000 3 Dolopo 0.000 0.000 0.000 -4.525 0.880 4 Dagangan 0.000 0.000 0.000 -3.418 0.000 5 Wungu 0.000 0.000 0.000 0.149 -1.508 6 Kare 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7 Gemarang 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 8 Saradan 0.000 0.000 0.000 4.303 -4.497 9 Pilangkenceng 0.000 0.000 0.000 4.050 -4.303 10 Mejayan 0.000 0.000 0.000 5.563 0.000 11 Wonoasri 0.000 0.000 0.000 2.198 -2.248 12 Balerejo 0.000 0.000 0.000 -7.275 0.000 13 Madiun 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 14 Saradan 0.000 0.000 0.000 -0.382 0.000 15 jiwan 0.000 0.000 0.000 0.298 -0.243 Jumlah 0.000 0.000 0.000 -0.340 -0.916 Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun. Dari tabel di atas dapat dilihat mulai dari tahun 2006 tercatat tidak ada peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis yang berarti. Hanya di tahun 2009 terjadi peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis di beberapa kecamatan seperti kecamatan Saradan, Pilangkenceng, Mejayan dan Wonoasri. Akan tetapi di selain kecamatan tersebut tidak terjadi peningkatan luas lahan sawah beririgasi teknis, bahkan cenderung berkurang hingga tahun 2010. commit to user 59 Tabel 4. Data Luas Perubahan Penggunaan Tanah Dari Pertanian ke Non Pertanian tahun 2006-2010. NO. KECAMATAN 2006 2007 2008 2009 2010 JUMLAH M 2 M 2 M 2 M 2 M 2 1 BALEREJO 1.053 1.260 18.511 8.541 6.540 41.652 2 DAGANGAN - 4.666 - 11.373 2.210 34.350 3 DOLOPO - 1.489 1.098 7.612 106.550 127.283 4 GEGER 10.344 6.608 12.613 107.144 8.597 175.180 5 GEMARANG - - - - 217 3.092 6 JIWAN - 182 1.488 2.928 15.819 38.804 7 KARE - - - 3.827 - 8.088 8 KEBONSARI 2.806 1.346 605 - 875 24.269 9 MADIUN 1.275 280 5.100 2.707 5.048 36.488 10 MEJAYAN 2.729 2.764 2.586 20.176 2.957 125.303 11 PILANGKENCENG 2.505 2.405 9.090 - 15.272 53.412 12 SARADAN - 1.380 4.503 12.387 1.315 39.559 13 SAWAHAN 3.493 199 895 2.446 1.820 14.021 14 WONOASRI 1.047 1.566 1.455 10.243 3.190 21.314 15 WUNGU 43.233 7.883 75.902 26.994 8.941 198.901 J U M L A H 68.485 32.028 133.846 216.378 179.351 941.716 Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun commit to user 60 Tabel 5. Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Kabupaten Madiun Tahun 2006-2009 Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun. commit to user 61 Dari data serta grafik di atas terlihat bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun, dalam kurun waktu 2006-2009 adalah masih dengan batasan wajar. Dapat dikatakan demikian, karena dilihat perkembangan terjadi tidak begitu meningkat belum sampai mengalami lonjakkan yang signifikan dalam luasan meter persegi secara signifikan. Hal tersebut menurut nara sumber adalah karena Kabupaten Madiun ketat dalam melakukan penyeleksian permohonan lokasi yang akan dilakukan pengalihan fungsi dari lahan pertanian ke non pertanian. Kenaikan yang terbilang tinggi dari kurun waktu 2006-2009 adalah terjadi pada tahun 2009, yaitu 216,378 M2 dari yang semula pada tahun 2008, 133,846 M2. Menurut narasumber yang penulis temui, pada tahun 2009 tersebut, Kabupaten Madiun melakukan pembangunan infrastruktur baik meliputi sarana maupun pra sarana untuk mempermudah mobilitas masyarakat daerah Kabupaten Madiun seta agar perekonomian daerah kabupaten madiun lebih meningkat daripada tahun- tahun sebelumnya, terlihat dari data bahwa penggunaan terbanyak diperuntukkan untuk perumahan, mini market, SPBU, ruko dan pabrik, hal ini menadakan bahwa perkembangan kabupaten madiun makin pesat, adapun data penggunaan lahan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: commit to user 62 Tabel 6: Realisasi IPPT Tahun 2009 No Desa Kecamatan Luas Penggunaan Tanah 1 Bangunsari Mejayan 6,938 Perumahan 2 Sumberejo Geger 400 Rumah Tinggal 3 Sidorejo saradan 10,876 SPBE 4 Mejayan Mejayan 190 Rumah Tangga 5 Munggut Wungu 3,300 Perumahan 6 Sumberejo Geger 2,570 RTBahan Bangunan 8 Karangrejo Wungu 1,490 Gudang Air Minum 9 Klitik Wonoasri 1,752 RTCuci Mobil 10 Kaibon Geger 100,000 Perumahan 11 Klitik Wonoasri 1,221 Kavling 12 Mejayan Mejayan 1,500 Kayu Glugu 13 Sangen Geger 2,675 Perumahan 14 Buduran Wonoasri 2,800 Perumahan 15 Sidomulyo Wonoasri 4,530 SPBU 16 Pacinan Balerejo 6,585 Huller 17 Mlilir Dolopo 5,186 Gudang Pupuk 18 Banjarsari Dagangan 6,640 Gudang Hasil Bumi 19 Munggut Wungu 10,465 Perumahan 20 Sewulan Dagangan 3,843 Kavling 21 Kajang Sawahan 1,446 RTBidan 22 Kradinan Dolopo 250 RTToko Buah 23 Mojopurno Wungu 225 Tower Axis 24 Cermo Kare 284 Ruko Sumber : Kantor Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun. Namun setelah tahun 2009, perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun terkendali kembali, dari tabel 3 tampak bahwa pada tahun 2010, perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian sudah menurun, bahkan sangat menurun, yaitu yang pada tahun 2009, 216.378 M 2 , pada tahun 2010 menjadi 179.351 M 2 . commit to user 63 Meski demikian adanya pengalihan lahan pertanian menjadi non pertanian tersebut, tetap saja memberikan dampak pada hasil produksi padi di Kabupaten Madiun, adapun untuk memperjelas mengenai dampak pada hasil produksi padi yang timbul akibat konversi lahan adalah sebagai berikut: Tabel 7. Perkembangan Hasil Produksi Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010 . No Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010 1 Kebonsari 13.5907 -3.5095 3.3905 9.6209 -5.2764 2 Geger 0.8000 5.8805 -6.2479 16.1366 -9.8796 3 Dolopo -8.2140 -7.8050 7.2399 2.4661 1.2209 4 Dagangan -10.4272 14.7523 -17.3052 -17.9173 33.9080 5 Wungu 0.4832 -1.6198 1.5940 -28.2661 -8.5481 6 Kare -31.9759 8.9368 -9.8139 -14.4759 26.0807 7 Gemarang -16.2450 8.8205 -9.6738 33.5974 70.4265 8 Saradan -15.8135 5.2948 -5.5908 -0.5493 -10.3708 9 Pilangkenceng 11.7520 0.2787 -0.2795 0.5605 -16.0713 10 Mejayan -11.3729 -5.4353 5.1551 -0.8324 3.5382 11 Wonosari 3.8557 4.6479 -4.8744 -1.6683 5.2199 12 Balerejo 12.0246 -2.1670 2.4076 5.1607 -3.7599 13 Madiun 14.2908 -4.8171 4.5957 -6.0609 -11.7193 14 Sawahan -2.7984 -1.8337 1.8007 -3.7618 1.1317 15 Jiwan -10.9501 1.5791 -1.6044 0.7673 16.2594 Jumlah 0.3516 0.2611 -0.2618 0.7127 1.0423 Sumber : Kantor Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan hasil produksi padi di Kabupaten Madiun tidak mengalami peningkatan yang berarti, bahkan cenderung menurun hingga tahun 2008. Namun pada tahun 2010, terlihat bahwa peningkatan hasil produksi menjadi nampak lebih meningkat daripada 4 tahun sebelumnya. commit to user 64 Tabel 8. Perkembangan Luas Panen, Produksi, Produktvitas dan Kelebihan Setara Beras Tanaman Padi Di Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010 Sumber: Dinas Pertanian, Tanman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Madiun. Dari data di atas dapat diketahui bahwa, lahan di Kabupaten Madiun meningkat dari tahun ke tahun, menurut wawancara yang penulis lakukan di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikulutura Kabupaten Madiun, lahan tersebut meningkat karena adanya peralihan lahan yaitu yang mulanya merupakan hutan, dirubah menjadi lahan pertanian terjadi di daerah Kecamatan Saradan, selain itu adanya pengoptimalan lahan yang dilakukan Kabupaten Madiun, yaitu mengubah tanah terlantar menjadi tanah produksi, sehingga dapat menghasilkan dan mendatangkan keuntungan untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu Kantor Pertanian, Tanaman dan Holtikultura Kabupaten Madiun melakukan ubinan atau tekhnologi tepat guna yang bekerjasama dengan BPS. Tekhnologi tepat guna ini dilakukan untuk mengoptimalkan hasil pertanian, yaitu dengan adanya bantuan dari pemerintah pusat dan dari Dinas Pertanian Kabupaten Madiun. Dari pemerintah pusat tersebut dapat berupa bantuan sarana, pemberian traktor di kelurahan, diesel dan pupuk yang murah, sedangkan dari dinas pertanian sendiri adalah melakukan sosialisasi penggunaan pupuk yang baik, cara menanam yang baik serta pemberantasan hama dan sebagainya. Dengan adanya upaya tersebut, produksi padi di Kabupaten Madiun terus meningkat meskipun penduduk di Kabupaten Madiun terus bertambah, hal itu dapat dibuktikan dengan adanya sisa No Tahun Luas lahan Ha Luas Panen Ha Produkti vitas KwtHa Produksi Beras Ton Jumlah Penduduk Jiwa Kebutuhan Penduduk Ton Sisa Produksi Beras Ton 1 2006 62.963 62.962 59.20 242.491,85 686.875 86.546,25 155.945,60 2 2007 62.966 62.965 59.37 243.243,14 689.534 86.881,28 156.361,86 3 2008 62.985 62.982 62.17 254.821,08 769.497 96.956,62 157.864,46 4 2009 65.171 65.165 64.15 265.873,20 770.440 97.075,44 168.797,76 5 2010 75.627 75.617 64.17 308.614,15 771.203 97.171,58 211.442,57 commit to user 65 produksi beras Kabupaten Madiun di tiap tahunnya. Adanya IPPT atau Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Ke Non Pertanian, tidak berpengaruh terhadap hasil produksi padi di Kabupaten Madiun. Meski demikian sebagai negara yang berbasis agraris, Indonesia selayaknya tetap mengendalikan atau menjaga lahan pertanian. Sehingga di beberapa tahun yang akan datang dan untuk seterusnya Indonesia tetap menjadi salah satu negara penghasil beras terbesar. Ada berbagai alasan untuk melindungi pertanian. Pertama, bahwa tanah pertanian harus dilindungi untuk menjamin produksi pangan yang cukup, dan untuk memenuhi persyaratan tumbuh masyarakat nasional dan dunia populasi, tanah harus dilindungi untuk menjamin kelanjutan produksi pertanian di daerah geografis tertentu. Kedua, melindungi lahan pertanian dipandang perlu untuk memastikan lebih rapi pembangunan perkotaan. Pertanian zonasi disarankan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan tanah. dengan melindungi pertanian. Melindungi lahan pertanian adalah dibenarkan atas dasar manfaat ekonomi lokal yang berasal dari industri pertanian yang layak. Pentingnya pertanian dan agribisnis terhadap perekonomian suatu daerah merupakan salah satu masalah utama dalam perencanaan penggunaan lahan untuk daerah pedesaan. Teori kesejahteraan Konvensional menunjukkan bahwa lahan pertanian dan sumberdaya tanah harus dipertahankan E.C Pasour, 2007: 18. C. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Madiun Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian Secara semantic, istilah pengendalian mengandung makna melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan agar proses, output, dan outcomes yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan dan secara normatif langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mencakup lima aspek yaitu: commit to user 66 1. penentuan cakupan, tujuan dan sasaran 2. penentuan pendekatan dan metode 3. identifikasi instrumen kebijakan 4. implementasi kebijakan, dan 5. evaluasi. Penentuan cakupan, tujuan, dan sasaran pengendalian lahan sangat penting dengan adanya kompetisi penggunaan lahan untuk tujuan konsumsi perumahan, produksi dan pelestarian lingkungan sehingga diperlukan pengaturan yang ditujukan untuk menjamin ketersediaan lahan untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian, pengendalian lahan juga berfungsi untuk mengamankan kepentingan publik. Mengingat pengendalian lahan bersifat spatial maka perlu adanya harmonisasi antar wilayah administrasi sehingga pengendalian lahan merupakan kebijakan berlingkup nasional. Penentuan pendekatan dan metode. Pendekatan dan metode yang diterapkan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian tergantung pada tiga aspek secara simultan yaitu: cakupan, tujuan, dan sasaran pengendalian alih fungsi lahan pertanian itu sendiri, permasalahan empiris yang terkait dengan penyebab, pola, dan dampak alih fungsi lahan pertanian, dan sumberdaya yang dimiliki yang diperkirakan dapat dipergunakan untuk mendukung pendekatan atau metode pengendalian yang akan diterapkan. Pertimbangan untuk menentukan pendekatan dan metode yang akan diterapkan harus mengacu pada azas efisiensi dan efektivitasnya. Efisiensi mengacu pada seberapa banyak sumberdaya waktu, tenaga, dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; sedangkan efektivitas mengacu pada sejauhmana sasaran dicapai dalam konteks cakupan, kualitas dan peluang keberlanjutannya. Identifikasi instrumen kebijakan. Pendekatan dan metode yang berbeda berimplikasi pada instrumen kebijakan yang akan diterapkan. Sebagai contoh, jika pendekatan yang ditempuh adalah commit to user 67 regulasi dan metode yang akan diterapkan adalah zonasi, maka instrumen yang sesuai adalah peraturan perundang-undangan beserta kelembagaan pendukungnya, dana yang diperlukan untuk sosialisasi, kontrol terhadap pelaksanaan perundang-undangan, dan sebagainya. Jika pendekatan yang digunakan berupa incentive and charges dan metode yang diterapkan adalah peningkatan insentif kepada petani untuk mempertahankan usahataninya. Penentuan instrumen kebijakan harus mempertimbangkan kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan politik. Implementasi kebijakan . Jika langkah-langkah di atas telah dilaksanakan, maka tahap paling krusial tentu saja implementasi dari strategi kebijakan yang telah ditentukan. Evaluasi. Diperlukan untuk mengukur sejauh mana strategi kebijakan yang diterapkan tersebut mencapai sasarannya dan sangat diperlukan untuk memperoleh masukan yang bermanfaat penyempurnaan lebih lanjut. Hal ini mempertimbangkan bahwa secara empiris alokasi lahan merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang sangat kompleks. Sejumlah perbaikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya maupun dalam rangka mengantisipasi dinamika yang dihadapi di lapangan Makalah Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun, 2008 Pemerintah Kabupaten Madiun memiliki strategi-strategi tertentu dalam usahanya untuk mengendalikan laju perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, antara lain : a. Adanya RUTRKRDTRKIKK dan Pola Tata Ruang Desa PTRD. b. Setiap permohonan perubahan zonasiperubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian maupun perubahan pemanfaatan lahan perkotaan tidak semuanya dikabulkan. c. Setiap permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian menjadi rumah tinggal, hanya diberikan ijin seluas 500m 2 untuk setiap pemohon, meskipun berada pada zonasi pemukiman. commit to user 68 d. Setiap ijin perubahan pemanfaatan lahan perkotaan dimohon untuk menyediakan akses jalan selebar 2,5m x panjang tanah yang dimohon. Adanya RUTRKRDTRKIKK dan PTRD merupakan sarana pengendali yang utama bagi pemerintah Kabupaten Madiun. RUTRKRDTRKIKK dan PTRD berperan sebagai faktor penentu dikabulkan atau tidaknya terhadap permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian yang telah diajukan oleh pemohon. Apabila tidak sesuai dengan zonasi-zonasi yang telah ditetapkan dalam RUTRKRDTRKIKK dan PTRD, maka permohonan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak dapat dikabulkan meskipun tetap tidak menutup kemungkinan untuk dapat dikabulkan, antara lain dengan mengajukan permohonan ijin perubahan pemanfaatan lahan perkotaan dan dengan ijin perubahan PTRD. Adapun pengendalian ahli fungsi lahan yang dimaksud adalah bagaimana bentuk, cara melindungi lahan sawah di Kabupaten Madiun agar tidak dikonversi oleh pemilik lahan atau pihak lain. Bentuk perlindungan pertanian tersebut, tentunya tidak mengabaikan norma- norma hak manusia sebagai pemilik lahan, maka perlindungan yang dimaksud terbagi atas dua macam yaitu perlindungan berupa pemberian insentif dan disisentif. Penghargaan atau pemberian insentif dan perlindungan berupa sanksi atau pemberian disisentif merupakan suatu upaya awal, dengan harapan timbul kesadaran masyarakat akan pentingya menjaga luasan dan keberadaan lahan sawah. Penentuan kategori perlindungan sawah mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pengan Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, yang menyatakan perlu adanya perlindungan terhadap lahan sawah. Penentuan perlindungan lahan sawah adalah dengan pertimbangan sebagai berikut: commit to user 69 a. Luas kawasan pertanian pangan; b. Produktivitas kawasan pertanian pangan; dan c. Keandalan infrastruktur. 1. Bentuk dan Mekanisme Insentif a Bentuk Insentif Bentuk insentif terhadap lahan pertanian merupakan upaya untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian dengan cara memberikan penghargaan bagi petani pemilik lahan pertanian khususnya sawah, warga yang turut mempertahankan lahan pertanian sawah, lembaga pertanian dan pemerintah. Diupayakan jika terjadi alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi pertanian lainnya, agar tidak terjadi alih fungsi. Maka insentif yang diberikan tepat guna, efektif dan efisien. b Mekanisme Insentif Penyaluran insentif yang akan diterapkan berawal dari BAPPEDA diteruskan ke instansi yang berkepentingan dengan informasi dari Dinas Pertanian. Sasaran pemberian bentuk insentif adalah petani dengan pendapatan rendah, petani pemilik lahan yang memiliki lahan maksimal 2 Ha, Kepala Desa dan atau Lurah, Camat, Amggota Kelompok Tani dan Petani difungsikan sebagai pengawas dan pengontrol pemberian insentif. 1 Kelancaran Subsidi Input, diarahkan kepada petani, yaitu dengan cara subsidi langsung dan subsidi tidak langsung. Subsidi langsung, dimana petani menerima langsung besaran subsidi dalam bentuk uang tunai. Subsidi tidak langsung yaitu melalui harga, dimana petani membeli pupuk dibawah harga pasar. 2 Insentif Bantuan Modal Usaha, pemberian bantuan modal usaha kepada petani, dengan jaminan lahan pertanian mereka atau hasil panen. Tujuannya adalah commit to user 70 agar petani bisa mendapatkan kemudahan dalam pencarian modal untuk tanam pertanian. 3 Asuransi Bidang Pertanian, merupakan kegiatan penjaminan petani dari kegiatan pertanian yang mengalami gagal panen. Asuransi pertanian perlu dilakukan dengan tujuan agar petani memiliki jaminan hidup ketika mengalami gagal panen, sehingga mampu untuk melakukan kegiatan pertanian kembali. 4 Kemudahan Sertifikasi, pemerintah Kabupaten Madiun bekerjasama dengan Kantor Pertanahan baik pusat, provinsi maupun kabupaten untuk membuat program kemudahan dan keringanan pengurusan sertifikat tanah sawah. Mekanisme pelaksanaan sertipikasi tanah petani dilakukan melalui Surat Perjanjian Kerjasama SPKS antara Dinas Pertanian KabupatenKota dengan Kantor Pertanahan. 5 Keringanan Pajak, mekanisme insentif keringanan pajak dilakukan dengan menurunkan nilai Pajak Bumi dan Bangunan PBB lahan pertanian dengan nilai pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan PBB penggunaan lahan jenis lainnya. 6 Fasilitasi Pendidikan dan Pelatihan, mekanisme bentuk insentif fasilitas pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh pemerintah khususnya Dinas Pertanian dengan cara mengadakan pendidikan dan pelatihan bidang pertanian pada sawah, dengan tujuan agar petani memiliki informasi, pengetahuan dan teknik bertani dengan teknologi yang tepat guna. 7 Jaminan Kesehatan Dasar, mekanisme bentuk insentif jaminan kesehatan dasar dilakukan oleh pemerintah khususnya Dinas Kesehatan, berupa potongan biaya commit to user 71 pengobatan, pemeriksaan kesehatan secara gratis dan obat-obatan gratis bagi petani dan keluarga petani. 8 Penghargaan, mekanisme bentuk insentif penghargaan adalah kegiatan pemberian hadiah bidang pertanian oleh pemerintah daerah kepada petani. Penghargaan ini diberikan kepada petani pemilik lahan yang mampu mempertahankan fungsi lahan sawah selama 5 tahun, memiliki produktifitas padi paling tinggi secara kuantitas maupaun kualitas. Ragaan 4: Alur Mekanisme Insentif Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun 2. Bentuk dan Mekanisme Disisentif a Bentuk Disisentif BAPPEDA · Kantor Pelayanan pajak · Badan Pertanahan Nasional Dinas Kesehatan Dinas Pertanian · Keringanan Pajak · Kemudahan Sertifikasi Jaminan Kesehatan Dasar · Kelancaran subsidi input · Insentif bantuan modal usaha · Asuransi bidang pertanian · Fasilitas pendidikan dan pelatihan · Penghargaan Kelompok Tani PETANI commit to user 72 Penentuan bentuk disisentif yang akan ditawarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007, maka bentuk disisentif yang akan ditawarkan adalah sebagai berikut: 1 Tidak mengeluarkan izin mendirikan bangunan; 2 Tidak mengeluarkan surat izin usaha; 3 Penerapan ganti rugi lahan; 4 Pencabutan insentif yang diberikan dan 5 Penerapan pajak tinggi. b Mekanisme Disisentif Penerapan mekanisme disisentif memiliki acuan yang dapat dijadikan sebagai syarat-syarat yang dimaksud, didasari oleh perbedaan sarana irigasi berupa irigasi teknis, semi teknis dan non teknis. Sehingga syarat-syarat izin perubahan penggunaan lahan berdasarkan perbedaan jenis irigasi. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut: 1 Irigasi Teknis Lahan yang termasuk dalam klasifikasi irigasi teknis tidak boleh dikonversi menjadi penggunaan jenis lain. Jika ada sekelompok orang dan atau individu yang akan merubah fungsi penggunaan lahan sawah beririgasi bukan untuk kepentingan umum, maka pemerintah tidak akan mengeluarkan surat izin mendirikan bangunan IMB dan izin usaha juga tidak diberikan. Perubahan penggunaan lahan boleh dilakukan untuk kegiatan kepentinangan umum, diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Kategori kepentingan umum tersebut adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, waduk, commit to user 73 bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, stasiun, jalan kereta, jaringan listrik, dan lain-lain. Adapun syarat-syarat alih fungsi tersebut adalah: a. Adanya ganti rugi bagi pelaku konversi, yang ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan yang digunakan; b. Pajak bumi dan bangunan dikenankan menyesuaikan dengan fungsi penggunaan lahan dan bangunan penggantinya; c. Pelaku alih fungsi lahan pertanian tersbut, harus mengganti biaya infrastruktur yang telah di investasikan pada sawah irigasi teknis yang telah di alih fungsikan. Besarnya biaya yang harus diganti ditentukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Pengairan. Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka secara otomatis hak insentif pada lahan tersebut dihapus atau ditiadakan. 2 Irigasi Semi Teknis Perubahan penggunaan fungsi lahan boleh dilakukan untuk kegiatan kepentingan umum, diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Kategori kepentingan umum tersebut adalah kepentingan sebagian besar masyarakat yang meliputi kepentingan untuk pembuatan jalan umum, irigasi, drainase dan sanitasi, bangunan perairan, stasiun, jaringan listrik dan lain-lain. Syarat-syarat merubah fungsi lahan beririgasi semi teknis adalah sebagai berikut: a. Pelaku alih fungsi lahan sawah beririgasi semi teknis harus menyediakan lahan sebagai pengganti lahan commit to user 74 sawah beririgasi dua kali luas dari lahan yang akan di alih fungsikan. b. Pelaku alih fungsi lahan beririgasi semi teknis harus merubah sarana irigasi semi teknis menjadi saranan irigasi teknis. Jika syarat-syarat tidak terpenuhi, maka Pemerintah daerah mempersulit pengurusan Izin Mendirikan bangunan IMB, Surat izin Usaha, dikenakan pajak sebanyak 3 kali lipat dari biasanya, pencabutan insentif yang telah dan akan diberikan dan wajib mengganti lahan seluas dua kali lipat dari lahan yang dikonversikan. 3 Irigasi Non Teknis Syarat-syarat merubah fungsi lahan sawah beririgasi non teknis adalah sebagai berikut: a. Pelaku alih fungsi lahan sawah beririgasi non teknis harus menyediakan lahan sebagai pengganti lahan sawah beririgasi non teknis seluas lahan yang akan di alih fungsikan. b. Pelaku alih fungsi lahan beririgasi non teknis harus merubah sarana irigasi non teknis menjadi irigasi semi teknis. Jika syarat-syarat tidak terpenuhi, maka Pemerintah daerah mempersulit pengurusan Izin Mendirikan Bangunan IMB dan tidak menerbitkan Surat Izin Usaha, jika alih fungsi tersebut akan diperuntukkan untuk usaha, dikenakan pajak sebanyak 2 dua kali lipat dari biasanya, pencabutan insentif yang telah dan akan diberikan wajib mengganti lahan seluas 2 dua kali lipat dari lahan yang dikonversikan. commit to user 75 Dari tiga klasifikasi lahan berdasarkan jenis sarana irigasi, maka mekanisme pemberian disisentif oleh pemerintah adalah sebagai berikut: a. Melakukan cek lahan yang akan dan atau telah dilakukan alih fungsi lahan berdasarkan peta zoning regulation dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Terbaru; b. Berkoordinasi dengan departemen dan atau instansi terkait dengan pengenaan pajak dan pertahanan; c. Mengeluarkan surat keputusan berkaitan dengan penerapan bentuk disisentif yang akan diberikan. Jika pemerintah Kabupaten Madiun dalam hal ini adalah instansi atau lembaga dan atau individu yang mengeluarkan izin yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tetap memberikan izin alih fungsi lahan pertanian selain untuk kepentingan umum dan tidak sesuai dengan perundang-undangan, maka pihak-pihak tersebut diberikan sanksi berupa dipidana dengan pidana minimal penjara 1satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. Selain sanksi pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya Pasal 73 UU 41 2009 Sikap pemilik lahan akan selalu berusaha memaksimumkan land rent, sementara itu pemerintah akan berusaha memaksimumkan net social benefit atau jumlah surplus konsumen dan produsen dari lahan tersebut. Inti persoalannya adalah, total land rent yang dilihat oleh petani tidak sama nilainya dengan net social benefit yang ada. Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Madiun, ada faktor-faktor pendorong yang mendukung terjadinya pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun dengan baik, sehingga menurut penulis merupakan faktor dari sulitnya melakukan pengendalian alih fungsi commit to user 76 lahan pertanian, menurut hasil penelitian, faktor-faktor pendorongnya tersebut adalah : a. Adanya persyaratan yang relatif mudah dipenuhi bagi pemohon yang ingin mengajukan permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. b. Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk berusaha mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Madiun sehingga kebijakan pembangunan diarahkan pada sektor industrimanufaktur yang dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Kemudahan persyaratan dalam pengajuan permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian bagi pemohon mengakibatkan proses pelaksanaan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian menjadi lancar. Apabila persyaratan dinyatakan lengkap, diakui kebenarannya dan sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan dalam RUTRKRDTRKIKK, maka Panitia Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian harus mengabulkan permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk berusaha mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Madiun merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Pemerintah Daerah menganggap dengan pembangunan sektor industri, maka dapat merekrut tenaga kerja sebanyak-banyaknya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Madiun. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor pelaksanaan hukum yang mempunyai pengaruh terhadap faktor pendorong terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun, yaitu : 1 Faktor administrasi yang relatif mudah dipenuhi dalam pengajuan permohonan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. commit to user 77 2 Faktor sosial, yaitu adanya upaya Pemerintah Daerah untuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat untuk mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Madiun. Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun, tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan, namun juga timbul berbagai hambatan-hambatan yang mempengaruhi. Menurut hasil penelitian, faktor-faktor penghambat tersebut adalah : 1 Adanya kebijakan Pemerintah Daerah yang bersifat dualisme, yaitu kebijakan untuk melarang terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, dan kebijakan untuk menumbuhkan sektor industrimanufaktur serta sektor lainnya. 2 Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang RUTRKRDTRKIKK sebagai instrumen utama pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun. Kebijakan pemerintah yang bersifat dualisme ini, memberikan pengaruh pada upaya untuk mengendalikan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun, di lain sisi pemerintah ingin mempertahankan lahan agar tidak terjadi perubahan fungsinya, namun di lain sisi pemerintah ingin mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Kabupaten Madiun. Pemerintah seolah-olah justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri ataupun manufaktur dan sektor non pertanian lainnya, yang dalam kenyatannya lebih banyak menggunakan lahan pertanian. Pemerintah seakan lupa akan dampak negatif akibat perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian sebagai persoalan yang perlu ditangani secara serius dan konsisten. Pemerintah daerah lebih mengoptimalkan sektor industri dan sektor non pertanian lainnya, karena dianggap mampu meningkatkan kemakmuran dan tingkat commit to user 78 perekonomian daerah. Padahal apabila diteliti lebih dalam, optimalisasi sektor industri dan sektor non pertanian lainnya justru menekan sektor pertanian karena pembangunan industri pasti akan menggunakan lahan pertanian sehingga akan berdampak pada produksi pertanian di Kabupaten Madiun. Jangka panjang dari alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial. Di sisi lainnya, efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Kurangnya dukungan data dan minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan sawah tersebut yang terkait dengan itu, terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana, yaitu: 1 Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industrimanufaktur dan sektor non pertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah pertanian. 2 Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan pengendaliah alih fungsi lahan baru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan merubah lahan pertanian ke non pertanian. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan sawah ke non pertanian yang dilakukan secara individualperorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut, dimana perubahan lahan yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat luas. 3 Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan mekanisme pemberian izin lokasi, commit to user 79 merupakan instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi non pertanian. Salah satu persoalan mendasar yang menyebabkan gagalnya berbagai upaya yang pernah dilakukan dalam pengendalian alih fungsi lahan, terutama di lahan sawah adalah belum terbentuknya komitmen yang kuat dan persamaan persepsi tentang tingkat alih fungsi lahan sawah dan perlu tidaknya upaya khusus dalam pengendalian alih fungsi lahan tersebut. Selain itu, persepsi tentang kerugian akibat konversi lahan sawah yang cenderung bias ke bawah under estimate menyebabkan dampak negatifnya tidak dianggap sebagai persoalan yang perlu ditangani secara serius dan konsisten. Hal lain yang menyulitkan dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah adalah belum adanya instrumen kebijakan yang dapat dioperasionalkan di tingkat lapangan, bahwa efektivitas instrumen hukum masih sangat rendah, demikian juga instrumen ekonomi dan zonasi. Selain ketepatan dalam memilih instrumen kebijakan, efektivitas instrument kebijakan untuk pengendalian alih fungsi lahan sawah dipengaruhi oleh bagaimana penjabarannya secara operasional. Dalam hal ini ternyata penjabaran secara operasional dari peraturan tentang zonasi masih belum berhasil diwujudkan dengan baik. Sedangkan perlu disadari dan dipahami bahwa keberadaan zonasi yang cukup rinci dan terarah dapat melindungi alih fungsi lahan sawah, yang sampai sekarang belum berhasil dirumuskan. Upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian ini tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multifungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendaliannya harus memperhitungkan berbagai aspek yang- melekat pada eksistensi lahan commit to user 80 itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa service yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat adalah dengan melibatkan peran serta aktif segenap pemangku kepentingan stakeholders sebagai entry point perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian fokus analisis perundang-undangan dan peraturan yang ada. Namun partisipasi masyarakat ini tidak akan terwujud bila tidak diiringi dengan pendekatan dalam bentuk sosialisasi dan advokasi dari pemerintah daerah. Dalam melaksanakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, Kabupaten Madiun tentunya menggunakan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar daripada pelaksanaan pengendaliannya. Adapun peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; b. Undang-Undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; d. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar; e. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tetang Penatagunaan Tanah; f. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kewenangan Pertanahan Kepada Pemerintah KabupatenKota; g. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik IndonesiaMenteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin Lokasi; commit to user 81 h. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah KabupatenKota; i. Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Madiun. Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan Kasubsi Penatagunaan Tanah Kawasan Tertentu, Bapak Sucipto, dinyatakan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut sudah efektif dalam pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Madiun. Selain itu juga terbukti dari data-data yang penulis lampirkan di atas, terlihat bahwa dari waktu ke waktu alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Madiun semakin menurun atau dapat dikendalikan. Meskipun ada penyimpangan dari Bupati Kabupaten Madiun sendiri terhadap salah satu izin permohonan. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi produktivitas Kabupaten Madiun, hanya saja jangka panjangnya akan mempengaruhi kelestarian tanah pertanian nasional. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan-peraturan pokok-pokok Agraria, terutama pasal 14 yang berbunyi: 1 Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka Sosialisasi Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya: a. Untuk keperluan Negara b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa c. Untuk keperluan-keperluan pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu commit to user 82 e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi, dan pertambangan. 2 Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dapat mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan, penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Dalam izin Perubahan dan penggunaan tanah, baik yang ada di kantor pertanahan tingkat kabupatenpropinsi maupun yang ada di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional tingkat provinsi harus berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupatenkotamadya. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Disebutkan pula dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan. KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat Daerah. Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa semua keputusan yang berkenaan dengan pembangunan diputuskan oleh Kepala Daerah, dalam hal ini adalah Bupati yang berkaitan dengan pembangunan. Pada intinya Tim Teknis, Kepala Kantor Pertanahan dan Bupati ikut andil dalam pengendalian alih fungsi lahan yang terjadi. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi, pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ini jelas menjelaskan bahwa penataan ruang commit to user 83 dikendalikan seperti yang disebutkan di atas, Kabupaten Madiun telah mempunyai kesemuanya, sehingga dalam pelaksanaan pengendalian pembangunan dan pengendalian alih fungsi tersebut dapat berjalan dengan efektif, karena Kabupaten Madiun telah menerapkan zonasi dalam tiap proses izin pembangunan, jika tidak sesuai zonasinya, maka surat izin pembangunannya tidak akan keluar dan Kabupaten Madiun telah melaksanakan pemberian insentif dan disentif kepada petani yang lebih mempertahankan lahan pertaniannya untuk digunakan sebagai lahan pangan, sehingga dengan begitu peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat di kendalikan. Dalam pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, yang menjelaskan bagi setiap orang yang memiliki Lahan Pangan Berkelanjutan dan kemudian menjual atau mengalihkan hak miliknya, maka fungsi daripada lahan tersebut tidak boleh diubah. Jika mengubah dan menyebabkan saluran irigasi, infrastruktur serta mengurangi kesuburan tanah, maka sesuai dengan Pasal 51 ayat 2, orang tersebut berkewajian untuk melakukan rehabilitasi lahan, dengan cara penyempurnaan sarana dan prasarana mencakup irigasi, jalan usaha tani, ketersediaan alat pengolahan tanah mekanis dan membangun saluran irigasi kembali agar tanah disekitar lahan yang dilakukan alih fungsi tersebut, masih tetap berfungsi dengan baik sebagai tanah pertanian yang produktif. Lebih lanjut mengenai sanksi yang harus diterima bagi pelaku alih fungsi lahan yang menyimpang dari aturan, diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pangan Berkelanjutan: 1 Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. commit to user 84 2 Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 2 dan Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. 3 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 13 satu pertiga dari pidana yang diancamkan. Sedangkan sanksi yang akan diterima bagi pejabat pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin atas permohonan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, namun meberikan izin atas permohonan yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak memenuhi syarat-sayarat baik administratif maupun teknis dan melanggar semua ketentuan yang digunakan Kabupaten Madiun dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, maka sesuai dengan pasal 73, pejabat tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun danatau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. Dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa perundang- undangan yang digunakan Kantor Pertanahan Kabupaten Madiun dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sangat lengkap, karena selain mengatur tentang pengajuan permohonan, zonasi wilayah, tim teknis, pengambilan keputusan permohonan hingga ketentuan pidana. Sehingga aturan perundang- undangan yang digunakan dapat digunakan untuk mencegah danatau mengendalikan alih fungsi lahan pertnaian ke non pertanian di Kabupaten Madiun. commit to user 85

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Bahwa pelaksanaan izin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Madiun kurang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang digunakan. Dapat dikatakan demikian karena pada tahun 2010 akhir terjadi perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi untuk dilakukan pengeringan, hal ini tentunya telah melanggar dari peraturan perundang-undangan yang digunakan Kabupaten Madiun dalam mengupayakan pengendalian alih fungsi lahan, salah satunya dalam Pasal 44 UU Nomor 41 Tahun 2009. Meskipun akibat perubahan penggunaan lahan tersebut tidak mempengaruhi terhadap hasil beras Kabupaten Madiun terlihat sampai kurun waktu 2006-2010 produksi beras di Kabupaten Madiun tidak berkurang, bahkan cenderung meningkat, namun perubahan penggunaan lahan tersebut kedepannya akan mempengaruhi kebutuhan beras nasional, mengingat Kabupaten Madiun merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Jawa Timur. Dikabulkannya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian tersebut, juga telah melanggar ketentuan dalam RUTRK Kabupaten Madiun, karena lahan yang diajukan untuk dirubah penggunaannya menjadi lahan non pertanian tersebut, tidak sesuai dengan zonasi-zonasi yang telah ditetapkan dalam RUTRK Kabupaten Madiun. 2. Pemerintah Kabupaten Madiun menerapkan mekanisme insentif dan disisentif dalam hal pengupayaan pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, antara lain: