Maserasi dan Ekstrak Sinar Ultraviolet UV dan Sunscreen

Etil p-metoksisinamat ethyl 3-4-methoxyphenylprop-2-enoate gambar 1 merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur yang merupakan bahan dasar senyawa agen sunscreen karena mempunyai inti benzena yang tersubstitusi pada posisi para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil Taufikkurohmah, 2005. EPMS merupakan senyawa golongan sinamat sebagai bahan dasar sunscreen yang mampu melindungi kulit dari UV-B, bahkan dapat menggantikan derivat PABA yang sudah sering digunakan sebagai agen sunscreen Paye, Barel, dan Maibach, 2001. EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, methanol, air, dan heksan Taufikkurohmah, 2005. Rimpang kencur Kaempferia galanga L. biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai obat antibakteri, hipertensi, asma, dan reumatik Othman, Ibrahim, Mohd, Mustafa, dan Awang, 2002. Penggunaan yang lainnya dari kencur sebagai obat masuk angin, obat mulas, obat batuk, obat muntah-muntah, obat anak telinga meradang, dan obat sakit lambung Ramli dan Yatizar, 1984.

B. Maserasi dan Ekstrak

Ekstraksi merupakan proses penyarian zat dari suatu bahan. Metode ekstraksi yang paling umum dilakukan adalah maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut akan terus berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel Departemen Kesehatan RI, 2000. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan RI, 2000. Ekstrak dapat dibedakan menjadi: ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering. Ekstrak kental adalah ekstrak cair dimana sebagian besar pelarut diuapkan sehingga kandungan pelarut tinggal 10 Sumaryono, 2004. Kualifikasi ekstrak yang bagus dilihat dari parameter non spesifik, yaitu susut pengeringan, bobot jenis, kadar air dan kadar abu. Parameter spesifik yang terdiri dari identitas, organoleptis, kadar sari, dan pola kromatogram juga digunakan untuk melihat kualifikasi ekstrak yang bagus dilihat dari nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan Departemen Kesehatan RI, 2000.

C. Sinar Ultraviolet UV dan Sunscreen

Sinar ultraviolet terdiri dari tiga kelompok berdasar panjang gelombangnya, yaitu sinar UV-A 320-400 nm, UV-B 290-320 nm, dan UV-C 200-290 nm. Sinar UV-A memiliki panjang gelombang yang paling panjang diantara sinar UV lainnya sehingga sinar ini seluruhnya dapat melewati lapisan ozon dan mencapai permukaan bumi, dan dengan efektivitas tertinggi 340 dapat menimbulkan tanning atau pigmentasi yang menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan. Sinar UV-B memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dan dengan aktivitas tertinggi sekitar 297,6 dapat mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar. Sinar UV-C umumnya tidak mencapai permukaan bumi karena memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga terserap lapisan ozon, namun apabila mencapai permukaan bumi dapat menyebabkan kerusakan jaringan Taufikkurohmah, 2005; Windono, Jany, dan Soeratri, 1997. Sunscreen merupakan suatu bentuk sediaan yang mengandung senyawa yang mampu menyerap dan atau memantulkan radiasi ultraviolet sehingga mengurangi energi radiasi yang terpenetrasi ke kulit akibat paparan langsung sinar UV-A maupun sinar UV-B Shaath, 2005. Syarat-syarat untuk penggunaan sunscreen antara lain: 1. Efektif dalam menyerap sinar eritmogenik pada rentang panjang gelombang UV-B 290-320 nm tanpa menimbulkan gangguan yang akan mengurangi efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi. 2. Tidak mudah menguap dan resisten terhadap air dan keringat. 3. Tidak toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi. 4. Dapat mempertahankan daya proteksinya selama beberapa jam. 5. Stabil dalam penggunaan. Tranggono dan Latifah, 2007 Sebagai kosmetik, sunscreen sering digunakan dalam penggunaan harian pada daerah permukaan tubuh yang luas. Tujuan penggunaan sunscreen adalah untuk mencegah atau meminimalkan efek bahaya dari radiasi matahari Harry, 2000. Berdasarkan penggunaannya, sunscreen dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Sunburn preventive agents, yaitu sunscreen yang mengabsorbsi 95 atau lebih radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320 nm UV-B. 2. Suntanning agents, yaitu sunscreen yang mengabsorbsi sedikit 85 dari radiasi UV dengan rentang panjang gelombang dari 290-320 nm UV-B tetapi meneruskan sinar UV pada panjang gelombang yang lebih besar dari 320 nm UV-A dan menghasilkan tanning ringan yang bersifat sementara. Bahan-bahan ini akan menghasilkan eritema tanpa adanya sakit. 3. Opaque sunblock agents bertujuan untuk memberikan perlindungan maksimum dalam bentuk penghalang secara fisik. Senyawa yang sering digunakan adalah titanium dioksida yang memantulkan dan memencarkan semua radiasi pada rentang UV-Vis 290-777 nm, sehingga dapat mencegah atau meminimalkan kulit terbakar dan pencoklatan kulit. Tingkat perlindungan efektivitas produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF Sun Protecting Factors. Definisi nilai SPF adalah: Nilai SPF = ........................................................................... 1 dimana MED PS adalah dosis eritema minimum untuk kulit yang terlindungi setelah penggunaan 2 mg cm -2 atau 2 µl cm -2 dari produk sunscreen, dan MED US adalah dosis eritema minimum untuk kulit yang tidak terlindungi dari penggunaan produk sunscreen. Semakin besar nilai SPF, maka semakin besar perlindungan yang diberikan oleh produk sunscreen tersebut Harry, 2000. SPF dapat ditentukan dengan cara in vitro dengan spektrofotometer dan dengan cara in vivo. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum terbagi dalam dua metode. Metode pertama adalah dengan menggunakan serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran. Metode kedua yaitu dengan menentukan karakteristik serapan sunscreen menggunakan analisis spektrofotometri larutan hasil pengenceran sunscreen yang diuji. Tabel I. Keefektifan sediaan sunscreen berdasarkan nilai SPF SPF Kategori Proteksi Tabir Surya 2-4 Proteksi minimal 4-6 Proteksi sedang 6-8 Proteksi ekstra 8-15 Proteksi maksimal ≥15 Proteksi ultra Harry, 2000 Sinar UV merupakan radiasi polikromatis sehingga SPF dapat ditentukan dengan persamaan Petro, 1981 sebagai berikut : Log SPF = ⅀ ............................................................................. 2 Keterangan: λn = panjang gelombang besar diatas 290 nm dengan absorbansi 0,05 λ 1 = panjang gelombang terkecil 290 nm AUC = area di bawah kurva pada rentang λn-λ 1

D. Spektrofotometri UV-Vis

Dokumen yang terkait

Identifikasi Medication Error pada fase Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Depo Farmasi Rawat Inap Penyakit Dalam Gedung Teratai, Isntalasi Farmasi RSUP Fatmawati Periode 2013

43 215 72

TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008.

0 1 15

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing.

0 1 128

Kajian medication error pada resep racikan pasien pediatrik di unit farmasi Rumah Sakit "X" bulan Juli 2007 (tinjauan fase dispensing).

0 1 20

Inkompatibilitas Farmasetika Resep Racikan di Apotek Ubaya Surabaya Periode Maret-Mei 2011.- - Ubaya Repository

0 0 1

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR DALAM PROSES PRESCRIBING, TRANSCRIBING DAN DISPENSING RESEP RACIKAN DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS WILAYAH SELATAN

0 1 17

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing - USD Repository

0 0 126

Medication error dalam fase prescribing dan transcribing pada resep racikan : studi kasus di empat apotek di Kabupaten Sleman - USD Repository

0 1 123

Medication error fase prescribing dan fase transcribing pada resep racikan untuk pasien pediatrik di rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Februari 2014 - USD Repository

0 1 119

Medication error resep obat racikan pasien pediatri rawat inap di RSUP Dr. Sardjito pada periode Februari 2014 (tinjauan fase dispensing dan fase administration) - USD Repository

0 1 116