Deskripsi Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Mak Sumeh, perempuan Tegal, juga datang dengan warung nasinya. Mak Sumeh yang wartegnya ada di mana-mana, tak pernah absen dalam setiap
proyek Tohari, 2015 : 17.
Pak Tarya, pemancing tua yang gemar bermain seruling untuk sendiri itu, tinggal agak jauh. Namun dia selalu melewati proyek setiap kali pergi
memancing di bawah pohon arah ke hulu. Atau Pak Tarya malah singgah untuk sekadar melihat-lihat. Maka dia jadi Mas Kabul, pelaksana proyek.
Adakalanya juga Pak Tarya masuk ke warung Mak Sumeh, minum kopi, menikmati senyum dan tawa segar gadis-gadis Tohari, 2015 : 18-19.
Wati, yang disodorkan tokoh setempat, bekerja sebagai penulis kantor proyek itu. Sama seperti jagoan kampung dan pensiunan tentara yang
direkrut jadi satpam, juga tukang batu dan kuli-kuli lokal, Wati diterima dalam rangka pemberdayaan tenaga setempat untuk menekan dampak
sosial negatif proyek Tohari, 2015 : 26-27.
“Seperti Kabul, saya juga sarjana dan mantan aktivis. Tapi di sini saya adalah kepala desa yang wajib tunduk kepada orang pemerintah dan
orang partai golongan. Kalau mereka tidak
ngrusuhi
proyek, tak masalah. Tapi nyatanya?”
Basar berhenti, tersenyum tawar. Pak Tarya tertawa. Maklum Tohari, 2015 : 51.
4.2.1.2 Bagian II
Pada bagian ini, tokoh mulai berkembang dan bertambah. Jalan ceritanya mulai menjelaskan perkembangan proyek jembatan yang dipenuhi tukang,
kuli beserta seluruh aktivitasnya. 3
Pada bagian ini, tokoh yang memiliki kemunculan dan interaksi yang menonjol adalah interaksi Basar yang menemui Kabul yang kemudian
memberitahu bahwa Samad adik Kabul sudah lulus kuliah. Kemudian Basar menasihati Kabul untuk menjaga jarak dengan Wati.
“Ya, mulailah ngomong. Aku mau mendengar.” “Ah, tunggu dulu. Kamu seperti sedang punya tamu? Aku mendengar ada
suara di kamar mandi, Wati?” “Yang bener Itu adikku, Samad, datang bemarin sore. Dia mau pamer
karena sudah lulus. Insinyur hidro. Jadi di sini saat ini ada tiga orang dari satu almamater; kamu, aku, dan adikku.” Tohari, 2015 : 118.
“Begini. Ini soal kamu dan Wati…” Kabul mengangkat wajah. Mata berkedip cepat.
“Ya, kenapa?” “ Suara di luar kian santer. Orang bilang, kamu pacaran sama Wati.
Betul?” Kabul mengeluh. Kabul gelisah. Cengar-cengir seperti anak kecil merasa
akan dipermalukan.
“ Kok cengengesan?” “Aku mau bilang apa ya? Rasanya aku biasa saja. Ya, jujur saja, aku
menganggap Wati teman yang punya daya Tarik. Tapi aku tahu dia sudah punya pacar. Jadi, aku sampai saat ini tetap menjaga jarak.”
“Begitu?” “Sungguh.”
“Aku percaya kamu. Aku juga akan ikut malu bila punya teman, ya kamu itu, merebut pacar orang. Tapi bagaimana dengan Wati sendiri? Aku
dengar dia mulai menjauh dari pacarnya gara- gara kamu.”
Kamu boncengan sama Wati. Iya, kan? Tiap hari
rantang-runtung
makan siang bersama. Juga nonton bareng. Ini kampung, Bul. Jadi jangan
salahkan orang yang mengatakan kamu ada apa- apa dengan Wati.”
Makin gelisah. Kabul minum kopi, mengambil keripik, tapi tak dimakan. Terbayang wajah Wati ketika merengut. Dan garuk-garuk kepala.
“Ah, tolong. Aku harus bagaimana?” “He, kok kamu jadi tolol, Saudara Insinyur?” gurau Basar. Namun
gurauan itu tak mempan. Alih-alih Kabul tertawa, tersenyum pun tidak. “Ini serius; aku harus bagaimana?”
“Begini. Kamu jangan lagi pernah memberi harapan kepada Wati.” Tohari, 2015 : 121.
4 Tokoh lain yang hadir dan mendukung tokoh Kabul pada bagian ini ialah
Tante Anna, Pak Tarya, Tiga pria partai GLM, Mak Sumeh, Wati, Samad. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut: