Konflik batin tokoh utama novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari dalam tinjauan psikologi sastra dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1.

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVELORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA KELAS XI SEMESTER 1 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh Zusron Zuhdi

081224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

i

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVELORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMA KELAS XI SEMESTER 1 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh Zusron Zuhdi

081224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kehadirat Allah SWT, karya ini

kupersembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, yang telah menjadi pahlawan bagiku:

Bapak Badawi

Ibu Wasiti

Adikku, yang selalu memberikan keceriaan bagiku:

Windi Asti Putranti

Sahabat hati, yang dengan sabar mendampingiku:

B. Lisa Andika Permatasari


(6)

v MOTTO

Senantiasa,

Beriman

Berdoa

Berusaha

Bersabar


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Juli 2013 Penulis


(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Zusron Zuhdi

Nomor Mahasiswa : 081224021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL ORANG-ORANG PROYEK

KARYA AHMAD TOHARI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI SEMESTER 1

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 12 Juli 2013 Yang menyatakan,


(9)

viii ABSTRAK

Zuhdi, Zusron. 2013. Konflik Batin Tokoh Utama Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari dalam Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester 1.Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan alur, tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Orang-orang Proyek untuk mengetahui konflik batin tokoh utama dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengungkapkan alur, tokoh, penokohan, latar, psikologi novel, dan konflik batin tokoh utama. Langkah yang ditempuh peneliti adalah: (1) menganalisis alur, tokoh, penokohan, dan latar (2) mendeskripsikan psikologi novel berdasarkan analisis kebutuhan menurut teori Abraham Maslow, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dan (4) mendeskripsikan relevansi novel Orang-orang Proyek

dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 yang dikaji dari segi bahasa, perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya siswa.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: (1) Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, (2) tokoh Kabul merupakan tokoh utama, sedangkan tokoh tambahan dalam novel ini, yaitu Pak Tarya, Mak Sumeh, Wati, Ir. Dalkijo, Basar, Tante Ana, dan Samad, (3) konflik batin tokoh utama muncul dikarenakan tidak terpenuhinya beberapa aspek berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan keberadaan, tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan, dan tidak terpenuhinya akan aktualisasi diri, (4) relevansi novel sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 dengan mempertimbangkan a) tiga aspek penting, yaitu aspek bahasa, aspek psikologi, aspek latar belakang budaya dan b) silabus, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.


(10)

ix ABSTRACT

Zuhdi, Zusron. 2013. The Inner Conflict of Main Character in a Novel Orang-orang Proyek Written by Ahmad Tohari in Terms of Physcological Literatur and Its Relevance on the Literature Learning in Senior High School Grade XI Semester 1.Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This research reviews the inner conflict of the main character in a novel entitled “Orang-Orang Proyek” written by Ahmad Tohari. The purpose of this research is to describe a plot, characters and characterization in a novel entitled

Orang-Orang Proyek in order to find out the inner conflict of the main character and its relevance to the literature learning in Senior High School grade XI, semester 1.

This research is a descriptive qualitative research. Descriptive method is used to reveal the plot, character, and characterization and an inner conflict of the main character. The steps which are taken by the researcher are (1) Analyzing the plot, character, characterization, and background (2) Describing the physcological novel according Abraham Maslo, (3) Describing the inner conflict of the main character based on the needs analysis of Abraham Maslow’s theory, (4) Describing the relevance of the novel “Orang-Orang Proyek” to the literature learning of Senior High School students, grade XI, semester 1 which is assessed in terms of language, psychological development, and cultural background of the students.

The result of the analysis can be concluded that (1) A plot which is used in this novel is an advance plot (2) Kabul is the main character, while the additional characters in this novel are Pak Tarya, Mak Sumeh, Wati, Ir. Dalkijo, Basar, Tante Ana, and Samad, (3) The inner conflict in this novel appears because there is no fulfillment of some aspects such as the needs of love and existence, needs of appreciation, and there is no fulfillment in self-actualization based on a theory which is proposed by Abraham Maslow, (4) The relevance of the novel is used as the literature learning materials in Senior High school, grade XI, semester 1 with the consideration of (a) three important aspects such as language aspect, physiology aspect, cultural background aspect, and (b) syllabus, standard competence, competence standard, and lesson plan.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan ridho-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel “Orang-orang Proyek” Karya Ahmad Tohari Dalam Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya pada Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester 1. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan, nasihat, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan penghargaan sebagai rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah,

3. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar dan pengertian memberikan nasihat dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelasikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen PBSID yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu kepada penulis.

6. Sekretariat PBSID yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis.

7. Karyawan perpustakaan USD yang telah membantu penulis untuk mendapatkan segala referensi,


(12)

xi

8. Orang tuaku tercinta, Badawi, S.Pd., dan Wasiti, S.Pls., yang selama ini dengan tulus mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis.

9. Adikku tercinta, Windi Asti Putranti yang selalu memberikan keceriaan kepada penulis.

10. B. Lisa Andika Permatasari, S.Pd., yang telah memberi dukungan yang luar biasa selama penyusuan skripsi ini.

11. Teman-teman PBSID angkatan 2008, yang selalu menjadi inspirator bagi penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis


(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Batasan Istilah 5

1.6 Sistematika Penyajian 6

BAB II LANDASAN TEORI 8

2.1 Penelitian Terdahulu 8

2.2 Kajian Pustaka 9

2.2.1 Unsur Intrisik Karya Sastra 9


(14)

xiii

2.2.1.2 Tokoh 13

2.2.1.3 Penokohan 14

2.2.1.4 Latar 16

2.2.2 Psikologi Sastra 18

2.2.3 Psikologi Abraham Maslow 20

2.2.3.1 Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan 22 2.2.3.2 Kebutuhan akan Penghargaan 23 2.2.3.3 Kebutuhan akan Aktualisasi Diri 23

2.2.4 Konflik Batin 24

2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA 25

2.2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 25 2.2.5.2 Bahan Ajar Pembelajaran Sastra di SMA 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32

3.1 Jenis Penelitian 32

3.2 Sumber Data 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data 33

3.4 Teknis Analisis Data 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34

4.1 Deskripsi Data 34

4.2 Analisis Struktural Novel 34

4.2.1 Alur 35

4.2.2 Tokoh 47

4.2.3 Penokohan 47

4.2.4 Latar 66

4.3 Analisis Psikologi dalam Novel Orang-orang Proyek 72 4.3.1 Tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan keberadaan 72 4.3.2 Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan 74 4.3.3 Tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri 77


(15)

xiv

4.4 Konflik Batin Tokoh Utama 80

4.5 Pembahasan 87

4.6 Relevansi Novel sebagai Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia

di SMA Kelas XI Semester 1 92

4.6.1 Aspek Bahasa 93

4.6.2 Aspek Psikologi 95

4.6.3 Aspek Latar Belakang Budaya 97

4.6.4 Silabus 100

4.6.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 101

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 113

5.1 Kesimpulan 113

5.2 Implikasi 117

5.3 Saran 117

DAFTAR PUSTAKA 119

LAMPIRAN 121


(16)

xv

DAFTAR TABEL


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra tidak akan pernah lepas dari pembelajaran Bahasa Indonesia karena bahasa merupakan bahan pokok dari sastra. Pembelajaran dan pengajaran sastra sangat penting karena sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata. Karya sastra sebagai wujud penggambaran dari dunia nyata bisa dijadikan ukuran bagi siapa saja untuk introspeksi, tidak terkecuali untuk dunia pendidikan dan pembelajaran. Dunia pendidikan pada saat ini sangat membutuhkan solusi yang tepat agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan cara yang berpendidikan. Oleh karena itu, melalui pengajaran sastra yang tepat dan bahan ajar yang menarik serta relevan, pembelajaran bahasa Indonesia dapat memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah dalam masyarakat.

Rahmanto (1988: 16) memaparkan terdapat empat manfaat dari pengajaran sastra terhadap dunia pendidikan. Manfaat yang pertama adalah pengajaran sastra mampu membantu keterampilan berbahasa siswa. Kedua, melalui pengajaran sastra, siswa diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan budayanya. Ketiga, pengajaran sastra mampu mengembangkan cipta dan rasa. Keempat, pengajaran sastra mampu menunjang pembentukan watak siswa.

Dalam kenyataannya, pengajaran sastra kurang menarik bagi siswa. Bagi siswa, bahan yang digunakan dalam pembelajaran sastra terlalu membosankan.


(18)

Apakah dari materi yang disampaikan atau dari segi penyampaian materi oleh pendidik? Pembelajaran di sekolah, khususnya sastra, terkadang membuat sastra sendiri semakin ditinggalkan karena pemanfaatan bahan yang monoton dan kurang menarik bagi siswa. Ketika siswa merasa bosan dalam pembelajaran, konsentrasi belajar mereka akan semakin berkurang. Akibatnya, tujuan pembelajaran sastra tidak akan tercapai secara maksimal.

Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, pendidik harus mempertimbangkan relevansi bahan ajar, nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, dan psikologi siswa. Oleh karena itu, penulis mencoba memanfaatkan bahan yang menarik, mengandung nilai kejujuran dan keteguhan, serta sesuai dengan tahap psikologi siswa. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menemukan relevansi novelOrang-orang Proyek karya Ahmad Tohari dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1.

Penulis memilih karya sastra tersebut karena di dalamnya banyak sekali digambarkan bagaimana nilai kejujuran serta keteguhan hati diuji. Kabul, sebagai tokoh utama mampu menggambarkan bagaimana nilai-nilai kejujuran serta keteguhan hati dihadapkan dengan situasi dan kondisi yang sama sekali tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dimiliki Kabul. Tindakan korupsi yang marak terjadi di lingkungan sekitarnya tidak membuatnya tertarik untuk mengikutinya. Ia justru tetap pada pendiriannya untuk selalu bersikap jujur, walaupun ia harus menemui berbagai rintangan dalam hidupnya. Perasaan (batin) dalam diri Kabul selalu mendapatkan tentangan dari luar, sehingga membuat perasaan Kabul selalu bergejolak.


(19)

Pikiran-pikiran Kabul yang konsisten terhadap prinsip yang dia pegang lagi-lagi dihadapkan oleh permasalahan yang dia hadapi. Konflik batin yang dialami Kabul tidak membuatnya goyah akan pendiriannya. Meski Kabul mendapat tentangan yang membuat perasaan batinnya diuji, dia tetap menjunjung tinggi prinsip yang dia pakai, terlihat melalui sikap jujurnya.

Nilai-nilai dalam diri Kabul itulah yang akan diterapkan dalam diri siswa melalui pembelajaran sastra. Sebelumnya, peneliti akan menganalisis kepribadian tokoh Kabul dalam novel tersebut untuk lebih meyakinkan bahwa karakter tokoh yang diciptakan oleh Ahmad Tohari itu patut diterapkan dalam kehidupan siswa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, penulis membatasi dan merumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut.

a. Bagaimanakah unsur alur, tokoh, penokohan, dan latar yang membentuk konflik batin tokoh utama dalam novelOrang-orang Proyek karya Ahmad Tohari?

b. Bagaimanakah konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek

karya Ahmad Tohari?

c. Bagaimanakah relevansi konflik batin tokoh utama dalam novelOrang-orang Proyek karya Ahmad Tohari dengan pembelajaran sastra di SMA Kelas XI Semester 1?


(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan unsur alur, tokoh, penokohan, dan latar yang membentuk konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari.

b. Mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek

karya Ahmad Tohari.

c. Mendeskripsikan relevansi konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari dengan pembelajaran sastra di SMA Kelas XI Semester 1.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan sumbangan sebagai berikut.

a. Bagi dunia sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kajian sastra, khususnya kajian sastra dari sudut psikologi.

b. Bagi peneliti sastra, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberikan informasi mengenai karya sastra, khususnya novelOrang-orang Proyekkarya Ahmad Tohari.

c. Bagi pembelajaran sastra di SMA, khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian mengenai novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari,


(21)

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa bahan ajar yang relevan.

1.5 Batasan Istilah a. Novel

Novel adalah cerita rekaan yang menyajikan tentang aspek kehidupan manusia yang lebih mendalam yang senantiasa berubah-ubah dan merupakan kesatuan dinamis yang bermakna (Wahyuningtyas, 2010: 47)

b. Konflik

Konflik adalah sesuatu yang dramatis, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi-aksi balasan (Wellek dan Warren via Nurgiyantoro, 2007: 122).

c. Konflik batin(internal conflict)

Konflik batin adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang (atau: tokoh-tokoh) cerita. Jadi, konflik batin merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia (Nurgiyantoro, 1995: 124).

d. Alur(plot)

Alur (plot) adalah kontruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan atau dialami oleh para pelaku (Luxemburg via Fananie, 1984: 149)


(22)

e. Tokoh

Tokoh adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam sutau karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu aeperti yang diekspresikan dalamu capan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 165)

f. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones via Nurgiyantoro, 1995: 165)

g. Latar

Latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 206)

h. Psikologi

Psikologi adalah ilmu jiwa yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson via Minderop, 2010: 3)

i. Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra (Endraswara via Minderop, 2010: 59).

1.6 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam skripsi ini akan terbagi dalam lima bab. Bab I akan menguraikan mengenai (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah,


(23)

(c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) batasan istilah, dan (f) sistematika penyajian. Bab II menguraikan mengenai landasan teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang terdiri dari (a) penelitian terdahulu yang relevan, (b) kajian pustaka yang meliputi unsur intrinsik karya sastra, psikoanalisis Abraham Maslow, Psikologi Sastra, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan Pembelajaran Sastra di SMA. Bab III adalah metodologi penelitian yang berisi (a) jenis penelitian, (b) data penelitian, (c) teknik pengumpulan data, dan (d) teknik analisis data. BAB IV berisi hasil dan pembahasan, meliputi (a) analisis alur, tokoh, penokohan, dan latar yang membentuk konflik batin tokoh utama, (b) analisis psikologi novel, (c) konflik batin tokoh utama, dan (d) relevansi novel sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. BAB V berisi tentang (a) kesimpulan, (b) implikasi, (d) dan saran. Bagian akhir skripsi ini terdapat daftar pustaka.


(24)

8 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti menemukan penelitian yang serupa dan ada hubungannya dengan topik penelitian. Penelitian yang relevan dengan topik ini, yaitu penelitian Andrey Pranata (2009) dan Ardiyonsih Pramudya (2012).

Penelitian Andrey Pranata, berjudulNovel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra yang disusun pada tahun 2009. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra dan menggunakan metode deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut adalah analisis latar, alur, penokohan, tema, serta menguraikan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam novelOrang-orang Proyek. Persoalan yang diangkat dalam novel ini adalah persoalan korupsi yang terjadi dalam pembangunan jembatan di Sungai Cibawor dan masalah percintaan yang dialami oleh Kabul dan Wati.

Penelitian Ardiyonsih Pramudya yang berjudulProblem Sosial Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Budaya yang disusun pada tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa problem sosial yang terdapat dalam novel Orang-orang Proyek

adalah korupsi, kemiskinan, pelanggaran terhadap norma masyarakat, pencurian, dan permasalahan birokrasi.


(25)

Kedua penelitian diatas sama-sama membahas novel Orang-orang Proyek

dari segi sosiologi sastra. Berkaitan dengan penelitian ini, kedua penelitian di atas membahas novel tersebut dari segi sosiologi sastra, sedangkan peneliti membahas novel tersebut dari segi psikologi sastra. Untuk itu, kedua penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran awal bagi peneliti untuk mengembangkan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Unsur Intrinsik Karya Sastra

Unsur intrinsik karya sastra yang digunakan dalam penelitian ini ada empat hal, yaitu, alur, tokoh, penokohan, dan latar. Empat hal tersebut nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui hal apa saja yang menimbulkan konflik batin tokoh utama. Karena konflik batin tokoh utama akan terbentuk melalui empat hal tersebut.

2.2.1.1 Alur(plot)

Secara sederhana alur dapat didefinisikan sebagai sebuah rangkaian cerita dalam cerkan yang menunjukkan hubungan sebab akibat (Wahyuningtyas, 2010: 4). Dalam analisis cerita, alur sering juga disebut dengan plot. Sebuah urutan peristiwa yang ingin disampaikan pastilah menggunakan urutan waktu yang runtut, entah dari awal peristiwa itu terjadi maupun sebaliknya. Plot dapat diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam suatu cerita (Siti Sundari via Fananie, 2002: 93). Dapat dikatakan bahwa alur adalah suatu urutan cerita atau


(26)

peristiwa yang teratur dan padu. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian saling berhubungan dan saling terkait. Kaitan antara peristiwa tersebut hendaknya jelas, logis, dapat di awal, tengah, atau akhir (Nurgiyantoro, 1995: 142). Alur atau plot dapat diartikan sebagai jalan atau urutan cerita yang menunjukkan sebab akibat dan mewakili keseluruhan isi cerita.

1. Unsur-unsur Plot a) Peristiwa

Dalam sebuah karya sastra pastilah ada kejadian atau peristiwa yang diangkat. Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan lain (Luxemburg via Nurgiyantoro, 1995: 117). Peristiwa dapat dibedakan dalam tigal, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, peristiwa acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembengan plot. Urut-urutan peristiwa yang fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan. Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang secara tidak langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsure-unsur lain. Dalam hubungan ini, bukannya alur dan peristiwa penting, melainkan bagaiman suasana alam dan batin dilukiskan.


(27)

b) Konflik

Konflik adalah tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan (Hariyanto, 2000: 39). Menurut Nurgiyantoro (1995: 122), konflik adalah kejadian yang tergolong penting (jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama), merupakan unsur yang esensial dalam pengambangan plot. Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek & Warren via Nurgiyantoro, 1995: 122). Dalam hal ini, konflik mengarah pada hal yang negatif. Bisa dikatakan, konflik adalah pertentangan antara dua pihak yang keduanya saling mempertahankan pendirian masing-masing. Dalam sebuah cerita, apabila tidak ada konflik akan membuat cerita tersebut menjadi monoton dan biasa-biasa saja. Konflik yang ada pada sebuah cerita akan membuat cerita semakin menarik dan menimbulkan rasa penasaran oleh penikmatnya. Menurut Nurgiyantoro, konflik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik antara satu tokoh dengan yang lain, atau antara tokoh dengan lingkungan (Baribin, 1985: 62). Sementara konflik internal adalah adalah pertentangan dan keinginan di dalam diri seorang tokoh.

c) Klimaks

Klimaks merupakan hal yang sangat penting dalam struktur plot. Apabila konflik eksternal dan konflik internal telah mencapai titik puncak maka akan menyebabkan konflik. Klimaks adalah saat konflik sudah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat itu dan saat itu merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari


(28)

kejadiannya (Stanton via Nurgiyantoro, 1995: 127). Klimaks akan muncul tergantung pada konflik yang dibuat oleh pengarang.

2. Tahapan alur

Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal, tahap tengah, tahap akhir (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 142). Ketiga tahap tersebut perlu dikenali, terutama jika bermaksud menelaah plot karya fiksi yang bersangkutan.

a) Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut dengan perkenalan. Tahap perkenalan biasanya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.

b) Tahap tengah

Tahap tengah cerita dapat juga disebut dengan tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau komflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari sebuah karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah cerita disajikan tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa penting fungsional dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegang, dan mencapai klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna cerita pokok diungkapkan.


(29)

c) Tahap akhir

Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut dengan tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini berisi tentang kesudahan cerita, atau menyaran bagaimanakah akhir dari sebuah cerita.

2.2.1.2 Tokoh

Menurut Sumardjo (1986: 144), tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam plot. Tokoh dalam sebuah cerita merupakan objek yang menjalankan sebuah cerita.

Pada dasarnya tokoh dibagai menjadi dua jenis yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di dalam suatu peristiwa (Stanton via Santoso, 2010: 7). Dalam sebuah cerita, tokoh menjadi pemeran utama yang mewakili topik yang diangkat. Tugas pokok tokoh dalam cerkan adalah melaksanakan atau membawa tema cerita menuju ke sasaran tertentu. Oleh karena itu, cerita tanpa pelaku sulit menggiring masalah ke tujuan yang ingin dicapai (Santoso, 2010: 6). Abrams mengemukakan, tokoh adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang diakukan dalam tindakan.

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, tokoh utama dan tokoh tambahan. Menurut


(30)

Nurgiyantoro (1995: 176-178), tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di lain pihak, kehadiran tokoh tambahan lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh utama.

2.2.1.3 Penokohan

Penokohan adalah sifat dan sikap para pelaku cerita. Menurut Sumardjo (1986: 63), sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk menaikkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Hubungan tokoh dengan aspek lain dalam sebuah karya sastra tidak bisa dipisahkan. Istilah tokoh menunjuk pada orang (pelaku cerita), sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Jones (dalam Nurgiyantoro, 1995: 165) menyebutkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 165) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Untuk menilai


(31)

karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan (Abrams via Fananie, 2002: 87).

Dalam menentukan karakteristik sebuah tokoh, penulis sastra harus memperhatikan kewajaran watak tokoh tersebut. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan (Nurgiyantoro, 1995: 167).

1. Teknik Pelukisan Tokoh

Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh – dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori

(expository) dan teknik dramatik(dramatic). (Abrams via nurgiyantoro, 1995: 194). Sebenarnya para ahli menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan mereka sendiri. Contoh, Abrams menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan teknik uraian

(telling) dan teknik ragaan(showing) tapi pada dasarnya mempunyai pengertian dan esensi yang sama. Dalam penokohan, kedua cara itu yang paling dominan digunakan oleh para pengarang tergantung pada selera pengarang dan penceritaan. (a) Teknik Ekspositori

Dalam hal ini pelukisan tokoh cerita dihadirkan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja dan langsung diberikan deskripsi kehadirannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,


(32)

watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 1995: 195). Cara ini cukup efektif dan ekonomis. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan kehadiran tokoh ceritanya. Contoh dari metode ekspositori dapat dilihat dari penggalan novelKatak Hendak Jadi Lembuberikut ini.

Bapaknya yang masih senang duduk di atas kursi rotan itu jadi menteri di kantor kabupaten patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya–sudah masuk bilangan orang tua, tua umur -tetapi bedanya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali-kali belum boleh dikatakan “tua” lagi, jauh dari itu. Barang dimana ada keramaiandi Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hamper ia selalu kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permaianan seperti tari menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang jadi tontonan! Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada berhenti-hentinya. Hampir disegala perkara dia selalu di atas dan terkemuka …. Rupanya dan cakapnya. Memang dia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat manteri kabupaten dan “semah” pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana.

Terlihat dari contoh di atas, mulai kalimat pertama cerita telah mengarah pada deskripsi kehadiran tokoh.

(b) Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatic, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilkukan secara tak langsung (Nurgiyantoro, 1995: 198). Dalam hal ini, pengarang tidak mendeskripsikan secara langsung tokoh yang ditampilkan. Pengarang menampilkan tokoh melalui berbagai aktivitas yang dilakukan. Teknik ini tidak langsung mencakup karakterisasi melalui dialog-apa yang dikatakan penutur, jati diri tokoh, nada suara, penekanan dialeg, kualitas mental tokoh, dan kosa kata tokoh.


(33)

Latar, dalam sebuah prosa tidak dapat ditingglkan, karena latar berfungsi sebagai penggambaran sebuah peristiwa itu dilukiskan atau terjadi. Biasanya, latar mengarah kepada tempat kejadian atau dimana peristiwa itu terjadi. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 216) menyatakan, latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa itu terjadi. Latar dibedakan atas tiga hal, yaitu: 1. Latar Tempat

Menurut Nurgiyantoro (1995: 227), latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat dimaksukkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita. Penggunaan latar tempat adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Terlepas dari itu, tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional (Nurgiyantoro, 1995: 228).

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan “kapan” peristiwa itu terjadi. Masalah waktu dalam karya naratif, menurut Genette (dalam Nurgiyantoro, 1995: 231) dapat bermakna ganda. Latar waktu menyaran pada waktu penceritaan dan waktu penulisan cerita, selain itu, menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Kejelasan waktu yang diceritakan sangat penting dalam sebuah cerita. Karena tanpa kejelasan urutan waktu, pembaca tidak akan memahami jalannya cerita.


(34)

Waktu yang dijadikan latar dalam cerita harus wajar, sesuai dengan perkembangan waktu sejarah yang menjadi acuannya. Masalah waktu dalam karya fiksi juga sering dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995: 232). Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat dan sosial. Keadaan suatu yang diceritakan harus mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995: 233). Tata cara lehidupan sosial masyarakt mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar, khususnya latar tempat, menjadi khas.

2.2.2 Psikologi Sastra

Pada hakikatnya ilmu sastra dapat dikaitkan atau dapat didekati dengan ilmu ilmu lain. Feminis, sosiologi, poskolonial, psikologi adalah beberapa pendekatan yang bisa diterapkan untuk menelaah sebuah karya sastra. Sastra mempunyai sifat komplek dan imajintif, karena sastra adalah hasil imajinasi pengarangnya. Maka proses pemikiran dari pengarang yang melahirkan sebuah karya sastra erat kaitannya


(35)

dengan kejiwaan pengarang. Melihat hal itu, salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk menelaah karya sastra adalah psikoanalisis atau psikologi sastra. Psikologi sastra bukan hanya meneliti mengenai hasil karya sastra seseorang namun sekaligus juga meneliti aspek kejiwaan dari pengarang karya sastra tersebut.

Psikologi berasal dari kata Yunani, psyche, yang mempunyai pengertian jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson via Minderop, 2010: 3). Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar-dasar asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal-usul karya, artinya, psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang (Minderop, 2010;52). Dalam psikologi sastra tidak akan bisa lepas dengan aspek kejiwaan pengarang. Pengarang sebagai ‘dalang’ dari sebuah karya sastra sangat mempengaruhi hasil karya sastra tersebut. Kejiwaan pengarang mampu membuat suatu karya sastra menjadi baik untuk dinikmati atau tidak, karena kejiwaan orang tidak mungkin bisa sama atau stabil.

Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sangat indah, karena dapat memahami sisi kedalaman manusia (Endraswara via Minderop, 2010: 59).

Untuk penerapan psikologis sebagai salah satu cara menganalisis sebuah karya sastra, peneliti diharapkan terlebih dahulu mengetahui sedikit mengenai ilmu psikologis. Abrams menyatakan, sebelum dilakuakan telaah bagaimana hubungan


(36)

antara kepribadian pengarang dan karya sastra, terdapat beberapa unsur yang perlu diketahui. Pertama,Kita perlu mengamati si pengarang untuk menjelaskan karyanya. Telaah dilakukan terhadap eksponen yang memisahkan dan menjelaskan kualitas khusus suatu karya sastra melalui referensi kualitas nalar, kehidupan, dan lingkungan si pengarang. Kedua, kita perlu mengamati si pengarang terlepas dari karyanya, caranya, kita amati biografi pengarang untuk merekonstruksi si pengarang dari sisi kehidupannya dan menggunakan karyanya sebagai rekaman kehidupan dan perwatakan. Ketiga, kita perlu membaca suatu karya sastra untuk menemukan cerminan kepribadian si pengarang di dalam karya tersebut.

Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan, dan kepakaran penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki keistimewaan dalam hal gaya dan perasaan pengarang. Ketiga,masalah gaya, struktur dan tema karya sastra harus saling terkait dengan elemen-elemen yang mencerminkan pikiran dan perasaan individu, tercakup didalamnya:pesan utama, permintaan, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan yang memberikan kesinambungan dan hubungan terhadap kepribadian.

2.2.3 Psikologi Abraham Maslow

Teori yang ditemukan Maslow ini terkenal dengan sebutan teori kepribadian. Namun, Maslow menyebutnya dengan teori holistik-dinamis karena teori ini


(37)

menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus-menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang mempunyai potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri. Kaitannya dengan dunia psikologi, menurut Maslow psikologis haruslah manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi haruslah mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari perilaku yang nampak juga mempelajari perilaku yang tidak nampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran (Walgito, 2010: 91). Maslow melandasi teori kepribadiannya dengan motivasi sebagai penggerak tingkah laku manusia. Motivasi adalah dorongan yang timbul dari dalam individu sebagai hasil kesatuan terpadu yang memiliki tujuan atau keinginan tertentu, yaitu mewujudkan kebutuhan-kebutuhan manusiawi sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan tidak sadar.

Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia memiliki tingkatan, tingkatan kebutuhan manusia yang dimaksud, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Naisaban, 2004: 278—279). Kebutuhan dasar dan universal tersebut jika disusun tampak sebagai berikut.

1. Kebutuhan akan aktualisasi diri

2. Kebutuhan akan penghargaan


(38)

4. Kebutuhan akan keamanan

5. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan yang ada di bawah, pemuasnya lebih mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawah harus terpenuhi paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di atasnya menjadi hal yang memotivasi (Feist & Feist, 2010: 331). Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan berkaitan dengan konflik batin tokoh utama, yaitu kebutuhan akan cinta dan keberadaan, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ketiga kebutuhan ini berkaitan erat dalam membentuk konflik batin tokoh utama.

2.2.3.1 Kebutuhan akan cinta dan keberadaan

Pada tahun 1970 Maslow berpendapat, orang akan membutuhkan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara (via Feist & Feist, 2010: 333). Maslow menambahkan (via Feist & Feist, 2010: 334), cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga untuk memberi dan mendapatkan cinta. Kebutuhan ini wajar karena seseorang memang membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain. Kebutuhan ini muncul dalam


(39)

bentuk merasa diterima dalam keanggotaan kelompok, mengalami rasa kekeluargaan, persahabatan antara dua orang, kekaguman, dan kepercayaan (Naisaban, 2004: 279). Manusia diciptakan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.

2.2.3.2 Kebutuhan akan penghargaan

Hal-hal yang mencakup kebutuhan akan penghargaan ialah penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan (via Feist & Feist, 2010: 335) Maslow mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Penghargaan dari orang lain sanggat di perlukan dalam kehidupan karena dengan penghargaan itu seseorang akan menjadi lebih kreatif, mandiri, percayaakan diri dan juga lebih produktif. Sementara harga diri ialah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan harga diri menjadi rendah. Harga diri di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.

2.2.3.3 Kebutuhan akan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang muncul setelah semua kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Ini adalah puncak dari kebutuhan manusia yang


(40)

dikemukakan oleh Maslow. Maslow berpendapat (via Goble, 1987: 77) bahwa manusia perlu mengembangkan potensi dalam dirinya. Pemaparan tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan menggunakan kemampuannya disebut aktualisasi diri. Manusia berhak menjadi apa saja sesuai dengan kemampuannya. Kepercayaan diri akan muncul apabila setiap rintangan dapat dihadapi dengan sukses. Dengan kepercayaan diri dan hati yang tenang, persoalan akan dapat mudah terselesaikan. Maslow menambahkan, kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin. Dalam hal ini, manusia yang sampai tahap aktualisasi diri akan menjadi manusia yang alami, mereka mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan mendasar mereka tanpa mendapat tekanan (via Feist & Feist, 2010: 336).

2.2.4 Konflik Batin

Konflik jiwa atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama (Daradjat, 1985: 26-27).

Menurut Baribin (1985: 62), konflik internal/ kejiwaan adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita; yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini, konflik bisa dialami oleh siapa saja dalam sebuah prosa atau cerkan. Konflik batin mengarah pada suatu individu dimana terjadi pergulatan batin dalam dirinya yang dihasilkan dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri.


(41)

Maslow (dalam Goble, 1987: 130) menyatakan bahwa konflik antarindividu awal mulanya disebabkan adanya konflik dalam diri individu. Dalam diri individu sering terjadi konflik batin antara dorongan dan kontrol, antara hasrat pribadi dan tuntutan masyarakat, serta antara tanggung jawab dan kenikmatan diri yang tidak bertanggung jawab. Jadi, konflik batin adalah adanya dua gejolak atau pertentangan dalam diri seseorang yang mengakibatkan perasaan atau batin orang tersebut merasa bingung dalam menentukan pilihan yang tepat.

2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA

2.2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP mempunyai pengertian sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah (Muslich, 2007:10). KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK yang disebut dengan Pengelolaan Kurikulum Berbasis sekolah. Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka.

Menururt Sanjaya (2008:129), kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dalam kurun waktu tertentu, kurikulum sebagai seluruh aktivitas siswa untuk memperoleh pengalaman, serta kurikulum sebagai program pelaksanaan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang memuat semua unsur desain kurikulum.


(42)

Menurut Muslich (2007:11), KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.

- Beragam dan terpadu.

- Tanggapan terhadap pekembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. - Relevan dengan kebutuhan kehidupan.

- Menyeluruh dan berkesinambungan. - Belajar seoanjang hayat.

- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran, KTSP dengan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tidak mungkin bisa dipisahkan. Materi yang diajarkan disesuaikan dengan KTSP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk pelajaran Bahasa Indonesia.

Tujuan umum pelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa mampu menguasai kompetensi berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun tujuan khusus pembelajaran Bahasa Indonesia adalah:

- Berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan etika yang berlaku, beik secara lisan meupun tulis.


(43)

- Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

- Memehamai bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

- Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

- Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

- Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 1

Tabel 2.1 SK dan KD Keterampilan Berbahasa

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Mendengarkan 1. Memahami berbagai

informasi dari

sambutan/khotbah dan wawancara

1.1 Menemukan pokok-pokok isi sambutan/khotbah yang didengar 1.2 Merangkum isi pembicaraan dalam

wawancara Berbicara

2. Mengungkapkan secara lisan indformasi hasil membaca dan wawancara

2.1 Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku)

2.2 Menjelaskan hasil wawancara tentang tanggapan narasumber terhadap topik


(44)

tertentu Membaca

3 Memahai ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring

3.1 Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif 3.2 Membacakan berita dengan intonasi, lafal,

dan sikap membaca yang baik Menulis

4 Mengungkapkan

informasi dalam bentuk proposal, surat dagang, karangan ilmiah

4.1 Menulis proposal untuk berbagai keperluan 4.2 Menulis surat dagang dan surat kuasa 4.3 Melengkapi karya tulis dengan daftar

pustaka dan catatan kaki Mendengarkan

5. Memahami pementasan drama

5.1 Mengidentifikasi peristiwa, perilaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama

5.2 Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan

Berbicara

6. Memerankah tokoh dalam pementasan drama

6.1 Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh 6.2 Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh

protagonis dan atau antagonis Membaca

7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan

7.1 Menemukan unsurunsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat

7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan Menulis

8. Mengungkapkan informasi melalui penulisan resensi

8.1 Mengungkapkan prinsip-prinsip penulisan resensi

8.2 mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi


(45)

Silabus dapat diidefinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pembelajaran” (Salim via Muslich, 2007:23). BSNP (dalam Sanjaya, 2008: 54-55) merumuskan silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi penilaian. Kaitannya dalam pembelajaran, silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan system penilaian.

c. RPP

Mengajar adalah proses mengatur lingkungan supaya siswa/anak mendapatkan hal/pengetahuan baru yag sebelumnya belum pernah mereka dapatkan. Untuk itu perlu adanya rancangan-rancangan/rencana-rencana agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal, salah satu cara adalah dengan membuat RPP. RPP merupakan pengembangan dari silabus yang sebelumnya dibuat. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich, 2007: 45). Menurut Sanjaya (2008: 59), rencana pelaksanaan pembelajaran adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran.


(46)

2.2.5.2 Bahan Ajar Pembelajaran Sastra di SMA

Masalah yang kita hadapi sekarang adalah menentukan bagaimana pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh (Rahmanto, 1998;16). Untuk itu bahan ajar yang akan disampaikan hendaknya mencakup:

1. Membantu keterampilan berbahasa

Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih ketrampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit ketrampilan meyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya.

2. Meningkatkan pengetahuan budaya

Setiap karya sastra selalu menghadirkan ‘sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan yang menghayatinya. Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk dalam masyarakat adalah pengetahuan tentang budaya yang dimilikinya.

3. Mengembangkan cipta dan rasa

Penting sekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan. Oleh karenanya, hendaknya kecakapan itu dikembangkan secara harmonis. Dalam hal pengajaran sastra,


(47)

kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapanyang bersifat indra; yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif, yang bersifat sosial.

4. Menunjang pembentukan watak

Dalam hal ini hendaknya mampu membina perasaan siswa agar menjadi lebih tajam. Hal lain yang bisa disumbangkan adalah memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa.

Selanjutnya, Rahmanto (1988; 26-33) memberikan pendapatnya mengenai tiga aspek yang dipertimbangkan jika ingin memilih bahanpengajaran sastra, yaitu sebagai berikut.

1. Bahasa

Agar pengajaran sastra berhasil, guru perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan siswa.

2. Psikologi

Dalam memilih bahanpengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologi diperhatikan karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam segala hal.

3. Latar Belakang Budaya

Dalam memilih bahan pengajaran sastra, guru mengutamakan karya sastra yang latar ceritanyadikenal siswa dan memahami karya sastra apa yang diminati.


(48)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode deskriptif.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini, yaitu: Judul Buku : Orang-orang Proyek Pengarang : Ahmad Tohari

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2007

Jumlah Halaman : 220

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini sekaligus yang dikaitkan dengan penelitian pembelajaran siswa adalah novel Orang-orang Proyek. Data


(49)

penelitian ini ialah hasil analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diawali dengan peneliti membaca novel Orang-orang Proyek dengan teliti kemudian mencatat hal-hal yang berkaitan dengan struktur novel, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar. Data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel Orang-orang Proyek yang berkaitan dengan masalah dan telah dicatat kemudian diidentifikasi berdasarkan kesamaan masalah yang akan dikupas, yaitu konflik batin tokoh utama.

3.4 Teknik Analisis Data

Peneliti menganalisis data dengan jalan bekerja dengan data itu sendiri. Data yang diperoleh diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut.

1. Membaca novelOrang-orang Proyek karya Ahmad Tohari.

2. Menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan tokoh, penokohan, alur, dan latar yang terdapat pada novelOrang-orang Proyek.

3. Mencatat berbagai masalah yang telah ditemukan.

4. Mengidentifikasi data yang diperoleh sesuai dengan objek yang diteliti, dalam hal ini konflik batin yang dialami oleh tokoh utama yaitu Kabul dalam novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari.


(50)

34 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data

Data yang dianalisis berupa kalimat dan paragraf yang berkaitan dengan unsur struktur novel, psikologi dalam novel, konflik batin tokoh utama, dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1. Data yang berkaitan dengan unsur struktur novel sebanyak 93 kutipan, yang terbagi atas alur, tokoh, dan penokohan. Pada bagian alur, data yang dianalisis sebanyak 35 kutipan yang terdiri dari 25 kalimat dan 10 paragraf serta tokoh dan penokohan data yang dianalisis sebanyak 58 kutipan, yang terdiri dari 44 kalimat dan 14 paragraf. Pada bagian latar, data yang dianilis sebanyak 29 kutipan, yang terdiri dari 25 kalimat dan 4 paragraf. Pada bagian psikologi novel, data yang dianilis sebanyak 24 kutipan, yang terdiri dari 17 kalimat dan 7 paragraf. Pada bagian konflik batin tokoh utama, data yang dianalisis sebanyak 21 kutipan, yang terdiri dari 13 kalimat dan 8 paragraf. Pada bagian relevansi novel sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI, data yang dianalisis sebanyak 29 kutipan, yang terdiri dari 27 kalimat dan 2 paragraf. Seluruh data tersebut dikutip dari novelOrang-orang Proyekkarya Ahmad Tohari. 4.2 Analisis Struktural Novel

Pada bagian ini, akan dipaparkan analisis struktur novel, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar. Analisis dilakukan dengan cara menemukan kalimat dan


(51)

paragraf yang mempunyai kaitan dengan unsur struktur novel. Kalimat dan paragraf tersebut kemudian dideskripsikan agar unsur struktur novel yang membentuk konflik batin tokoh utama tampak lebih jelas.

4.2.1 Alur

Alur yang digunakan dalam novel ini menggunakan tiga tahapan, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Setiap tahap yang dianalisis mempunyai hubungan dengan peristiwa yang dialami tokoh utama dan yang membentuk konflik batin tokoh utama.

a. Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita juga disebut sebagai perkenalan. Tahap ini memperkenalkan suasana proyek, peristiwa, dan masalah yang menimbulkan konflik batin tokoh utama. Dalam novel ini, pengarang mencoba menggambarkan situasi latar pembangunan jambatan dan suasana proyek melalui deskripsi tempat dan suasana. Kutipan yang menggambarkan hal tersebut dapat dilihat di bawah ini.

(1) Pagi ini sungai Cibawor kelihatan letih. Tiga hari yang lalu hujan deras di hulu membuat sungai ini banjir besar. Untung sudah jadi watak sungai di pegunungan, banjir yang terjadi berlangsung cepat. (hlm. 5)

(2) Tampak proyek pembangunan jembatan sungai Cibawor terletak di tengah

bulak, di wilayah kosong. Di sekeliling tempat itu tak ada rumah penduduk. Hanya ada hamparan tanah pertanian kering dan hutan bambu. (hlm. 15) (3) “Pak Tarya, sekarang tanggal berapa?”

“Kalau tidak salah 13 Juni 1991. Kenapa?” (hlm.70)

Berlangsungnya cerita digambarkan melalui proyek pembangunan jembatan di sungai Cibawor pada tahun 1991, yaitu pada kutipan (3). Di dalam lokasi proyek,


(52)

banyak orang yang terlibat, misalnya mandor, tukang besi, kuli-kuli, dan lain-lain. Suasana proyek tersebut dapat dilihat dalam kutipan (4) berikut ini.

(4) Lebih dari seratus orang lebih bekerja di situ. Mereka adalah tukang batu, perancang besi, mandor, beberapa insyinyur sipil, dan kuli-kuli. Operator alat-alat berat. Sopir-sopir truk dan kernetnya. Preman-preman kampong dan pensiunan tentara yang direkrut menjadi satpam. Warung-warung juga bermunculan. Rokok, minuman, dan nasi rames bisa dibeli. Juga obat nyamuk juga aspirin. Bakso dan jamu pegal linu. Rujak atau es cendol. (hlm. 15)

Selain tempat di mana lokasi penceritaan berlangsung, berikut adalah pengenalan masalah dalam pembangunan jembatan yang memicu munculnya konflik batin dalam diri tokoh utama. Sedikit demi sedikit konflik mulai dimunculkan. Awal munculnya masalah dapat dilihat dalam kutipan (5) dan (6) berikut ini.

(5) “Karena kerugian itu sesungguhnya bisa dihindarkan bila awal pelaksanaan pembangunan jembatan itu ditunda sampai musim kemarau tiba beberapa bulan lagi. Itulah rekomendasi dari para perancang. Namun rekomendasi itu diabaikan, konon demi mengejar waktu.” (hlm. 10)

(6) “Penguasa yang proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki jembatan itu selesai sebelum Pemilu 1992. Karena, saya kira, peresmian akan dimanfaatkan sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa. Menyebalkan. Dan inilah akibatnya bila perhitungan teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik.” (hlm. 10)

Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa pembangunan jembatan bukan murni untuk kepentingan warga. Melainkan disisipi dengan kepentingan-kepentingan golongan, dalam hal ini adalah partai GLM. Campur tangan itu menyebabkan konflik batin tokoh dalam diri Kabul karena berlawanan dengan idealismenya. Melalui kutipan berikut akan terlihat bagaimana perasaan Kabul melihat hal tersebut.


(53)

(7) Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu bangunan menjadi tahruhannya. Padahal bila mutu bangunan dipermainkan, masyarakatlah yang akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini adalah pengkhianatan terhadap derajat keinsinyurannya. (hlm. 28)

Masalah yang muncul bukan hanya masalah dalam proyek pembangunan jembatan. Dalam diri tokoh utama, muncul permasalahan lain dalam dirinya, yaitu cinta. Munculnya tokoh Wati dalam proyek pembangunan jembatan, membawa angin sejuk dalam diri tokoh utama sekaligus konflik. Kutipan (8) dan (9) dibawah ini akan menunjukkan permasalahan pribadi tersebut.

(8) Kabul juga senang ada Wati di proyek itu. Berbicara dengan Wati terasa menjadi selingan yang enak, karena sehari-hari terlalu banyak omong dengan ratusan lelaki. Suara wati yang riang seperti gadis kecil bisa menjadi penawar bagi kerasnya teriakan para mandor atau suara benturan godam yang memecah batu kali. Atau bunyi mesin molen yang datar dan amat menjemukan. (hlm. 24-25)

(9) Wati manja. Sedikit bersungut. Kabul terdiam. Terasa ada satu detik yang aneh. Yakni ketika Kabul merasa dalam sepersekian detik muncul daya pikat dari penampilan Wati. Apanya? Sungutnnya? Mungkin. Atau entah. Yang pasti ada sesuatu yang baru terasa dalam beberapa detik ini. (hlm. 54)

Tahap awal dalam novel menperkenalkan latar tempat, suasana, peristiwa dalam proyek serta idealisme Kabul sebagai tokoh utama. Di tahap awal, idealisme Kabul tampak bertabrakkan dengan suasana yang terjadi dalam proyek. Kabul, seorang yang jujur dan tidak mudah terpengaruh, masuk ke dalam dunia proyek yang penuh dengan permainan dan campur tangan golongan penguasa. Oleh karena itu, masalah demi masalah mulai muncul di tahap ini.


(54)

b. Tahap tengah

Tahap tengah dapat disebut juga sebagai tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap sebelumnya menjadi semakin meningkat dan menegangkan. Pada novelOrang-orang Proyek, tahap tengah dimulai sejak Kabul merasa bahwa diri dan idealismenya tidak sanggup lagi mengurangi korupsi dalam proyek. Semakin lama proyek itu berjalan, semakin tampak pula kekotorannya. Kabul mulai didesak oleh atasannya yang anggota GLM, yaitu Dalkijo. Dalkijo mendesak untuk memanipulasi anggaran agar mereka mendapat untung yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan kualitas jembatan. Konflik yang mulai meningkat tersebut dapat dilihat dalam kutipan (10) dan (11) berikut.

(10) Dan campur tangan itu ternyata tidak terbatas pada penentuan awal pekerjaan yang menyalahi rekomendasi para perancang, tapi masuk juga ke hal-hal lain. Proyek ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban masyarakat, mereka anggap sebagai milik pribadi. …. Malah pernah terjadi pelaksana proyek diminta mengeraskan jalan yang menuju rumah ketua partai golongan karena tokoh itu akan punya hajat. …. Belum lagi dengan oknum sipil maupun militer, juga oknum-oknum DPRD yang suka minta uang saku kepada bendahara proyek kalau mereka mau pelesir ke luar daerah. (hlm. 25-26)

(11) Dan tak salah lagi. Sebagai ketua renovasi masjid, Baldun mengajukan surat permohonan bantuan kepada pelaksana proyek. Bantuan yang diharapkan berupa uang serta material bangunan, terutama besi beton dan semen. … Lampirannya lengkap. …. Basar jadi salah satu pelindung. …. Rekomendasi-rekomendasi. Sudah ada di posisi dan pembuatnya manejer proyek, Ir. Dalkijo. Kepala Kabul mulai pening. (hlm 137-138)

Selain anggaran dana yang dipermainkan, mutu jembatan juga dinomorduakan. Bagaimana tidak, penggunaan bahan bangunan serta perhitungan rancang bangunan yang tidak tepat sudah menjadi hal yang wajar. Hal itu tidak sesuai


(55)

dengan prinsip yang dipegang Kabul. Melalui kutipan berikut akan menunjukkan hal tersebut.

(12) Dalam musim hujan, mutu pasir sungai juga turun Karena kandungan tanahnya bertambah. Kabul akan mengalami kesulitan mencari pasir sungai yangmemnuhi baku mutu untuk pengecoran. Repotnya, katanya karena keterbatasan dana, Manajer Proyek sudah memutuskan menggunakan pasir sungai untuk pembuatan lantai jembatan. Masih pusing dengan masalah pasir, kemarin pikiran Kabul dibuat puyeng lagi. Permintaan atas kekurangan besi rancang yang diajukan kepada Dalkijo dijawab dengan kedatangan truk tronton; isinya besi rancang bekas bongkaran jembatan di pantura. (hlm. 180)

Kepentingan golongan atau penguasa begitu tampak dalam novel ini. GLM sebagai partai yang memegang kendali atas pembangunan jembatan dengan leluasa mengatur proyek tanpa mempertimbangkan mutu bangunan. Melalui Dalkijo, GLM mengambil alih waktu serta proses pembuatan jembatan. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan bagaimana partai politik sangat memegang kendali dalam proyek pembangunan jembatan.

(13) “Lusa pengecoran tiang terakhir selesai. Jadi pemasangan balok paling cepat tujuh belas hari ke depan.”

“Apa? Kok lama betul? Nanti bisa terlambat. Apa jadinya bila di hari peresmian jembatan belum sempurna? Ingat, peresmian akan dilakukan Wapres dan disaksikan juga oleh Ketua Umum GLM. Jangan main-main.” (hlm. 156)

Kepentingan golongan yang diwakili Dalkijo membuat ideologi Kabul diuji untuk kesekian kalinya. Namun, hati nurani Kabul tidak bisa dikalahkan oleh kepentingan sekelompok orang saja. Perdebatan Dalkijo dengan Kabul memanas. Perdebatan antara Kabul dan Dalkijo dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

(14) “Aduh, Dik Kabul ini bagaimana? Sudahlah, ikuti perintahku. Gunakan besi itu. Toh itu hanya untuk menutup kekurangan. Aku tahu penggunaan besi bekas memang tidak baik. Tapi bagaimana lagi, dana sudah habis. Makanya, kita pun tak mampu membeli pasir giling. Dana benar-benar sudah habis.”


(56)

“Pak, kali ini saya tidak bisa berkompromi,” jawab Kabul penuh percaya diri. “Tak bisa kompromi bagaimana? ....

“Saya bertanggu ng jawab atas kualitas struktur jembatan. (hlm. 180-181)

Silang pendapat antara Dalkijo dan Kabul semakin memanas. Melihat kesewenang-wenangan Dalkijo, akhirnya Kabul berpikiran untuk mengundurkan diri dari proyek pembangunan jembatan. Sikap Kabul tersebut ditunjukkan melalui kutipan di bawah ini.

(15) “Ya, saya tahu. Meskipun begitu saya tidak mau menggunakan besi bekas itu. Bila dipaksakan, lebih baik saya mengundurkan diri.”

“Apa? Mengundurkan diri? Tunggu, Dik Kabul. Jangan bilang begitu. (hlm. 182)

GLM, Dalkijo terus menyebut sekaligus membawa nama itu. Dalkijo menganggap proyek yang sedang dikerjakannya bersama Kabul adalah milik GLM, bukan milik rakyat dan hal itu terlihat melalui kutipan dibawah ini.

(16) “Ya. Keputusan itu kuambil tadi malam setelah aku berbicara dengan pihak pemilik proyek, tokoh-tokoh partai, dan khususnya jajaran GLM. Mereka telah setuju kebijakan yang kuambil. (hlm. 198)

Kabul tidak tahan lagi melihat tingkah Dalkijo yang semakin menjadi. Akhirnya dengan keputusan yang sudah bulat Kabul mengundurkan diri dari proyek pembangunan jembatan. Keputusan itu terlihat pada kutipan (17), (18), dan (19) berikut.

(17) “Maaf, Pak Dalkijo. Kalau keputusan Anda sudah final, saya pun tak mungkin berubah. Saya tetap mengundurkan diri.” (hlm. 198)

(18) “Maaf, Pak. Keputusan saya tak bisa ditarik lagi. Saya keluar!” (hlm. 200)

(19) “Mumpung Mas Kabul belum pergi, Mak. Dia sudah berhenti bekerja di proyek ini. (202)


(57)

Keputusan yang diambil Kabul tidak bisa diterima oleh Dalkijo. Atasan Kabul itu pun sangat marah dengan memaki Kabul, bahkan hingga mengancam Kabul dengan mengatasnamakan pemerintah yang sedang berkuasa. Ancaman Dalkijo kepada Kabul terlihat melalui kutipan berikut ini.

(20) “Dik, Kabul, sampeyan memang insinyur. Tapi terlalu lugu. Dengar, Dik. Untuk memeriksa atau bahkan menahan Dik Kabul, mereka akan menemukan banyak alasan. Misalnya, menghambat pelaksanaan proyek pembangunan, tidak loyal kepada pemerintah, menentang Orde Baru, sampai kepada indikasi bahaya laten komunis. Dan sekali lagi Dik Kabul berurusan dengan aparat keamanan, nama Dik Kabul akan masuk daftar hitam. (hlm. 199-200)

Selain permasalahan dalam dunia kerja, masalah pribadi yang dihadapi Kabul cukup mengganggu pikirannya. Wati, perhatian yang selalu diberikan kepada Kabul membuat pelaksana proyek pembangunan jembatan itu merasa bingung. Dalam penceritaan, Wati sudah mempunyai pacar namun selalu memberikan perhatian lebih kepada dirinya. Hal itulah yang sering kali membuatnya bingung. Perhatian lebih Wati kepada Kabul serta sikap Kabul yang ambigu dapat dilihat melalui kutipan (21) berikut.

(21) Dan agaknya Wati sudah pulang. Tapi kok nganyar-anyari Jumat-jumat sebelumnya Wati tidak pernah peduli apakah Kabul pergi salat atau tidak. …. Keluar dari kamar mandi Kabul kembali memandang perangkat yang belum disentuh di atas meja itu. Mau pakai atau tidak. Kabul ragu. Karena memakai atau tidak memakai sama-sama ada bayaran moralnya. Kalau memakai berarti Kabul menerima sikapngayar-anyariyang ditunjukkan Wati. (hlm 36-37)

Semakin lama, perhatian Wati kepada Kabul semakin tampak. Perasaan Kabul pun juga sedikit berubah walau tanpa dia sadari. Perasaannya luluh ketika melihat Wati merengut. Kabul belum menyadari perasaan itu. Yang jelas, ketika melihat Wati


(58)

merengut, hati Kabul merasa berbeda dan dia tidak bisa menolak permintaan Wati. Kutipan berikut akan memperlihatkan sikap Kabul terhadap Wati.

(22) “Nggak boleh apa?” Sedikit merengut. Ah, entahlah. Kabul ingat detik yang aneh itu. Yakni detik ketika Kabul menyadari Wati yang sudah berbulan-bulan bersamanya dalam satu ruangan memang cantik. Detik itu datang ketika Wati sedang merengut. (hlm. 74)

(23) Wati diam. Lalu merengut. Dan selalu, hati Kabul tersedot oleh nuansa merengut yang menyaput wajah Wati. (hlm. 76)

(24) “Tapi aku ingin naik motor.” Kabul masih menikmati nuansa merengut itu. Luluh. (hlm. 76)

Kabul bingung sikap mana yang harus dipilihnya. Menerima atau tidak? Berbagai peristiwa telah dilalui bersama Wati. Kabul mulai sedikit menyadari perasaannya. Namun kenyataannya, Wati sudah mempunyai pacar. Akhirnya Kabul memilih untuk menjaga jarak dari Wati. Kabul melakukan hal itu karena dia sudah tahu bahwa Wati telah memiliki pacar. Sikap Kabul tersebut bisa dilihat dalam kutipan berikut ini.

(25) “Mas malu nonton bersama aku? Iya kan?” tanya Wati. Matanya naik. Kabul nyengir janggal.

“Tidak, sungguh tidak.” “Lalu?”

“Kamu pasti tahu alasan saya; bagaimana nanti perasaan pacar kamu. (hlm. 99)

Kabul memang seorang yang berprinsip kuat. Baginya, mendekati seorang wanita yang mempunyai pacar adalah salah. Oleh karena itu, Kabul lebih memilih untuk tidak terlalu dekat dengan Wati.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahap tengah ini menimbulkan konflik batin dalam diri Kabul sebagai tokoh utama. Kutipan (10), (11), dan (13)


(59)

memaparkan ketidakjujuran yang terjadi dalam proyek. Hal itu sangat bertentangan dengan prinsip Kabul yang ditunjukkan dalam kutipan (12). Ketidakjujuran juga dilakukan oleh Ir. Dalkijo, atasan Kabul. Atasan yang seharusnya berlaku adil, justru menganggap biasa ketidakjujuran. Perdebatan antara Kabul dan Ir. Dalkijo dalam kutipan (14) juga menimbulkan konflik batin tersendiri bagi Kabul. Pada kutipan (15), konflik batin dalam diri Kabul mulai memuncak. Pada kutipan (17), (18), dan (10), tampak bahwa ia memilih untuk mengundurkan diri. Namun, Ir. Dalkijo tetap mencoba mempertahankannya dengan ancaman-ancaman yang terdapat pada kutipan (16) dan (20). Satu masalah belum selesai, muncul secara bersamaan masalah lain yang menimbulkan konflik batin dalam diri Kabul. Pada kutipan (21) sampai (25), terlihat bahwa Wati, sekretaris proyek mencoba mendekati Kabul. Konflik batin pada diri Kabul muncul karena Wati sudah mempunyai pacar dan Kabul terlanjur mencintai Wati.

c. Tahap akhir

Tahap akhir atau penyelesaian menunjukkan konflik batin yang dialami tokoh utama berakhir. Dalam novel ini, konflik batin tokoh utama ditunjukkan melalui Kabul yang sudah benar-benar tidak bekerja di proyek itu. Dalam benak Kabul terlintas bahwa dia akan kembali ke kampus atau bekerja di proyek milik swasta. Selama menunggu itu, Kabul memilih beristirahat di rumah Biyung. Pikiran Kabul untuk meninggalkan pekerjaan di proyek dapat dilihat melalui ktipan berikut.

(26) “Istirahat barang sebentar, mungkin di rumah Biyung. … “Terus pindah kerja atau bagaimana?”


(60)

“Sebenarnya aku ingin kembali ke kampus, sebab bekerja di lapangan berat buatku. Tapi entahlah bila aku bekerja di proyek milik swasta.” (hlm. 201)

Dalam masa peristirahatannya, Kabul benar-benar merasa tenang. Dekat bersama Biyung membuat Kabul menjadi damai. Kutipan berikut akan menunjukkan bagaimana perasaan Kabul tersebut.

(27) Ibu dan anak bersitatap. Bersalaman. Kabul merasa tangan biyung sejuk, mengimbaskan rasa damai. (hlm. 206)

(28) Malam hari Kabul tidur nyenyak. Berada di rumah biyung rasanya ayem, mengendap. Masih ada suara tokek di bumbungan. Suara tikus busuk berkejaran di kolong-kolong balai-balai. Atau kirap kelelawar dalam kerimbunan pohon mangga di halaman. Semuanya mengantar Kabul hanyut ke alam mimpi. (hlm. 208)

Di sisi lain, proyek tetap dikerjakan hingga selesai. Meski Kabul sudah tidak menjadi anggota proyek pembangunan jembatan, namun dia tetap menyempatkan hadir dalam acara peresmian yang dikuasai para elit politik GLM. Sikap Kabul itu bisa dilihat dalam kutipan berikut.

(29) Meski tidak lagi jadi anggota proyek, pada HUT GLM Kabul menyempatkan diri hadir. Dia ingin menonton peresmian jembatan yang akan dilaksanakan sehabis upacara HUT sekaligus mengawali pawai besar-besaran massa GLM. (hlm. 208)

Setelah jembatan Cibawor diresmikan, proyek pembangunan di sungai Cibawor juga resmi ditutup. Hal itu ditandai dengan ditutupnya warung-warung yang ada di lokasi proyek, tidak terkecuali warung milik Mak Sumeh yang dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(30) Mereka menuruni tebing, melintasi jembatan, dan kemudi an mendapati Mak Sumeh sedang mengemasi barang-barang dibantu Sri dan Sonah. Agaknya warung siap tutup untuk selamanya. (hlm. 213)


(61)

Selang setahun Kabul keluar dari proyek, akhirnnya apa yang diinginkannya terlaksana. Kabul bekerja pada proyek milik swasta. Melalui kutipan di bawah ini akan menunjukkan keinginan Kabul sudah terpenuhi.

(31) Akhir Desember 1992, hanya setelah satu tahun Kabul meninggalkan proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Keinginan Kabul bekerja di proyek milik swasta terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager pembangunan hotel di Cirebon. (hlm, 216)

Di lain pihak, hubungan Kabul dengan Wati berakhir dengan kebahagian. Beberapa hari sebelum Kabul keluar dari proyek, dia mengetahui bahwa hubungan Wati dengan pacarnya dulu telah berakhir. Dengan begitu, tidak salah jika dia mendekati Wati. Akhirnya, Kabul dan Wati menikah. Hubungan itu tidak secara langsung dapat terjalin. Desakan dari Biyung juga turut mengambil peran dalam hubungan mereka. Melalui kutipan (32) dan (33) di bawah ini akan memperlihatkan bahwa hal itu sudah terjadi.

(32) “Aduh anak lanang, kamu sungguh menyenangkan hati Biyung. Cepatlah menikah supaya Biyung cepat menimang cucu. Ya, memang sudah tiba titi mangsane kamu harus berumah tangga. Ya, Anak Lanang, ya…” (hlm. 208)

(33) Libur akhir tahun dinikmatinya di rumah Biyung bersama Wati yang sudah menjadi Nyonya Kabul. Mereka baru sebulan menikah. (hlm 216-217)

Di akhir novel, diceritakan bahwa selang satu tahun setelah Kabul meninggalkan proyek, jembatan Sungai Cibawor sudah rusak. Hal itu membuktikan bahwa proses pembangunan jembatan selama ini memang tidak bersih. Banyak korupsi di berbagai sektor sehingga kualitas jembatan juga berkurang. Hasilnya, jembatan sudah rusak sebelum berumur dua tahun. Kutipan di bawah ini akan


(1)

(hlm. 147)

153 Sebagai sarjana teknik Kabul sering bertanya-tanya mengapa terlalu sedikit insinyur yang bisa jadi panutan seperto Rooseno, Sudiarto, atau Sutami. Selain berdedikasi tinggi, mereka meninggalkan karya yang monumental. Kehidupan pribadinya sangat bermartabat, ora kagetan, ora gumunan, apalagi kemaruk. Sutami malah hidup dengan sangat bersahaja dalam status sebagai menteripun. Apakah karena mereka masih mengalami pendidikan zaman Belanda yang sangat menekankan idealism serta kedisiplinan ilmu? Apa karena kepribadian mereka memang kuat? Atau lagi, apa karena mereka hidup pada masa yang relative belum korup? (hlm. 148)

154 Pembicaraan habis. Kabul bersungut-sungut. Bagaimana kalu mesin derek datang sebelum tujuh belas hari? Apakah balok-belok jembatan harus dipasang juga? Apakah dua balok yang cacat itu tidak diganti? Kabul mencoba mengusir pertanyaan-pertanyaan itu dengan menggaru-garuk kepala yang tidak gatal. Bangkit, membayar hidangan, dan keluar. Mak Sumeh memandangnya sambil menggeleng. Dan mengisap rokoknya dalam-dalam. (hlm. 156-157)

155 Apakah pembangunan jembatan atau bangunan sipil lain di seantero negeri diselimuti dengan ke-sontoloyo-an yang sama? Apakah semuanya digerogoti tikus-tikus primitive yang hidup makmur di atas beban yang ditanggung oleh masyarakat miskin? (hlm. 216)

156 Setiap hari mereka membawakan hidangan makan siang ke kantor proyek untuk Kabul dan Wati. Sebenarnya Kabul menyesal. Memang dialah yang kali pertama mengusulkan makan siang di ruang kantor. Sebab, yang dikatakan Wati ternyata benar-privasi. Situasi dan nuansa pribadi pun hadir. Seperti ada jarak yang semakin hari semakin pendek. Atau ruang yang semakin padat. (98)

157 Kabul tercenung. Apa selama ini aku member harapan? Jangan-jangan, ya. Kalau begitu aku tidak akan membocengkan Wati lagi. Tidak akan nonton bareng lagi. Dan juga tidak akan makan siang bersama. Apa makan siang bersama bukan hal yang biasa saja? (hlm. 106)

158 Hari-hari yang terasa kaku. Meski hanya berdua berada di kantor proyek itu, Kabul dan Wati jarang berbicara, kecuali urusan resmi. Suasana terasa kering seperti kemarau di luar yang belum juga berkhir. Kabul jadi tidak betah. Dan dia merasa bahwa dirinya menjadi sebab kegaguan itu di ruang itu, yang sudah berlangsung hamper dua minggu. Wati makin sering minta izin pulang awal. Bahkan, pagi ini di meja Kabul ada surat keterangan dokter; Wati sakit dan mendapat istirahat tiga hari. (hlm. 114)

159 Wati menderita? Jangan-jangan, ya. Dan bila ya, akulah penyebabnya? Pertanyaan ini lama-lama berputar di depan mata Kabul. Lalu masuk menembus dan mengejar dirinya dari dalam. Kabul tergagap. Aku telah menyebakan Wati menderita?(hlm. 115)

160 Sesaat memandang Wati, muncul rasa iba di hati Kabul. Atau mungkin rasa bersalah? Timbul juga keinginan, kalau bisa, membantu mengakhiri penderitaan Wati. Tapia pa, dan bagaimana? (hlm. 117)


(2)

LAMPIRAN 7 – RELEVANSI NOVEL SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN

Aspek Bahasa No.

Kutipan

Kutipan

161 Banjir kali ini memang besar. Setelah air surut hanya beberapa jam kemudian, banyak sampah tersangkut di ranting pepohonan. (hlm. 5)

162 Kabul berhenti bicara karena melihat istri Basar datang membawa mangkuk besar. Bau segar sudah tercium sebelum mangkuk berisi sayur asem panas itu sampai ke meja. (hlm. 39)

163 Dan siang ini Tante Ana datang. Ketika para mandor hampir selesai membagi-bagi gaji tukang dan kernet. Kebetulan Wati belum pulang. Sejauh ini Wati baru pertama kali menyaksikan penampilan tante ana. (hlm. 159)

164 Dan bila matahari tenggelam, proyek seakan berubah menjadi pasar malam bagu penduduk kampung di sekitarnya. (hlm. 15)

165 Maka kehadiran Wati di proyek itu seakan menjadi penyeimbang bagi neraca yang miring.(hlm. 24)

167 “Kau yang bertalak tiga dengan apapun yang berbau kemiskinan bisa melupakan teman-teman sekampung ….” (hlm. 33)

168 “Yah, sampeyan tidak tahu saya suka main seruling karena kita belum lama berkenalan.” (hlm. 8)

169 “Dalam istilah Jawa, Mas Kabul ngenom-ngenomi candu, atau mementahkan pembicaraan.” (hlm. 41)

170 “He-he. ‘Wakil Rakyat’ kan Cuma topeng. Isinyanggih sami.” (hlm. 69)

Aspek Psikologi

No. Kutipan

Kutipan

38 “Mungkin ya. Tapi tak bisa lanjut karena saya harus cari uang untuk menghidupi ibu yang sudah sendiri, dan adik-adik. Kami sama seperti kebanyakan orang kampung ini, miskin.” (hlm. 22)

44 Proyek itupun bagi Kabul harus dilihat dari perspektif idealismenya, maka harus dibangun demi sebesar-besarnya kemaslahatan umum. Artinya, kualitas harus sempurna dengan memanfaatkan setiap sen anggaran sesuai dengan ketentuan yang semestinya. (hlm. 53)

46 “Untuk gadis yang sudah punya pacar, salah,” jawab Kabul tanpa mengangkat kepala. “Ah, Mak Sumeh, kenapa kamu terus nyinyir? Soal jodoh kan, nanti akan ketemu bila sudah tiba waktunya.” (hlm. 47)

47 Di kalangan jemaah masjid kampung, Kabul sudah menjadi sosok yang sangat dikenal karena sudah puluhan kali salat jumat di sana. (hlm. 36)

102 Di proyek jembatan Sungai Cibawor itu, bangunan warung Mak Sumeh yang terbesar. (hlm. 15-16)


(3)

103 Ceramah panjang Dalkijo, yang membuat beberapa pengunjung rumah makan itu menolah, agaknya belum akan berakhir. (hlm. 30)

104 Dengan kegembiraan yang tidak ditutup-tutupi Wati bersicepat keluar menuju warung Mak Sumeh. … Waktu istirahat tiba. Terdengar sambutan gembira puluhan pekerja. (hlm. 97)

105 Habis salat Jumat, Basar mengajak Kabul singgah ke rumahnya. Tapi Kabul keberatan karena ada dua penumpang dalam jipnya yang harus kembali bekerja di proyek. … Kembali dari proyek, Kabul mendapati Basar tidak main-main. Istrinya telah menghidangkan makan siang. (hlm. 37)

107 Pagi ini, Kabul ingin menjenguk Wati di rumahnya. … Di rumah, Wati hanya ditemani ibu dan pembantu. (hlm. 116)

143 Kalau terjadi demikian, toleransiku habis. Demi perasaanku sendiri, aku kan berhenti. Ya, aku akan meninggalkan proyek ini. (hlm. 158)

Aspek Latar Belakang Budaya No.

Kutipan

Kutipan

171 “Ah, saya malu. Saya kan hanya tukang mancing dan Mas Kabul insinyur, pelaksana pembangunan jembatan. Kok Mas Kabul mau ngumpul dengan saya di tempat yang kurang pantas ini?” (hlm. 8)

172 “Baik, anak muda. Hati-hati, masih banyak lumpur. Jangan sampai terpeleset.” (hlm. 11)

173 Pak Tarya membantu temannya yang tak berpengalaman. (hlm. 17)

174 Mas Kabul, banyak orang bilang Anda masih bujangan. Betul? Eh, tapi maafkan mulut saya yang usil ini,” (hlm. 22)

175 “Dik Kabul, karena sudah tobat melarat, lihatlah. Saya tak mau pakai sepatu kalau bukan yang asli dari merek terkenal. Juga baju dan celana, bahkan selana dalam. Soal makan, apa lagi. Saya tak sudi seperti sampeyan, makan di warung Mak Sumeh di proyek itu. (hlm. 29)

176 Dalkijo menarik kedua kakinya dari atas meja dan membantingnya ke lantai. Berdiri dengan kaki terbuka seperti koboi siap berkelahi. (hlm 200)


(4)

144

BIODATA PENULIS

Zusron Zuhdi, lahir di Bantul pada tanggal 6 Maret 1989. Memulai pendidikan formal di TK Aisyiah Bustanul Atfal pada tahun 1995. Melanjutkan sekolah di SD N Pacar dan selesai pada tahun 2001. Setelah lulus SD melanjutkan pendidikan di SMP N 2 Pleret dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Muhammadiyah 1 Bantul.

Tahun 2008, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Lulus pada tahun 2013 dengan skripsi berjudul Konflik Batin Tokoh Utama Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari dalam Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester 1.


(5)

viii

ABSTRAK

Zuhdi, Zusron. 2013. Konflik Batin Tokoh Utama Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari dalam Tinjauan Psikologi Sastra dan Relevansinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester 1.Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh utama dalam novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan alur, tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Orang-orang Proyek untuk mengetahui konflik batin tokoh utama dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengungkapkan alur, tokoh, penokohan, latar, psikologi novel, dan konflik batin tokoh utama. Langkah yang ditempuh peneliti adalah: (1) menganalisis alur, tokoh, penokohan, dan latar (2) mendeskripsikan psikologi novel berdasarkan analisis kebutuhan menurut teori Abraham Maslow, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dan (4) mendeskripsikan relevansi novel Orang-orang Proyek dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 yang dikaji dari segi bahasa, perkembangan psikologis, dan latar belakang budaya siswa.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: (1) Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, (2) tokoh Kabul merupakan tokoh utama, sedangkan tokoh tambahan dalam novel ini, yaitu Pak Tarya, Mak Sumeh, Wati, Ir. Dalkijo, Basar, Tante Ana, dan Samad, (3) konflik batin tokoh utama muncul dikarenakan tidak terpenuhinya beberapa aspek berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan keberadaan, tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan, dan tidak terpenuhinya akan aktualisasi diri, (4) relevansi novel sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 dengan mempertimbangkan a) tiga aspek penting, yaitu aspek bahasa, aspek psikologi, aspek latar belakang budaya dan b) silabus, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.


(6)

ix

ABSTRACT

Zuhdi, Zusron. 2013. The Inner Conflict of Main Character in a Novel Orang-orang Proyek Written by Ahmad Tohari in Terms of Physcological Literatur and Its Relevance on the Literature Learning in Senior High School Grade XI Semester 1.Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This research reviews the inner conflict of the main character in a novel entitled “Orang-Orang Proyek” written by Ahmad Tohari. The purpose of this research is to describe a plot, characters and characterization in a novel entitled Orang-Orang Proyek in order to find out the inner conflict of the main character and its relevance to the literature learning in Senior High School grade XI, semester 1.

This research is a descriptive qualitative research. Descriptive method is used to reveal the plot, character, and characterization and an inner conflict of the main character. The steps which are taken by the researcher are (1) Analyzing the plot, character, characterization, and background (2) Describing the physcological novel according Abraham Maslo, (3) Describing the inner conflict of the main character based on the needs analysis of Abraham Maslow’s theory, (4) Describing the relevance of the novel “Orang-Orang Proyek” to the literature learning of Senior High School students, grade XI, semester 1 which is assessed in terms of language, psychological development, and cultural background of the students.

The result of the analysis can be concluded that (1) A plot which is used in this novel is an advance plot (2) Kabul is the main character, while the additional characters in this novel are Pak Tarya, Mak Sumeh, Wati, Ir. Dalkijo, Basar, Tante Ana, and Samad, (3) The inner conflict in this novel appears because there is no fulfillment of some aspects such as the needs of love and existence, needs of appreciation, and there is no fulfillment in self-actualization based on a theory which is proposed by Abraham Maslow, (4) The relevance of the novel is used as the literature learning materials in Senior High school, grade XI, semester 1 with the consideration of (a) three important aspects such as language aspect, physiology aspect, cultural background aspect, and (b) syllabus, standard competence, competence standard, and lesson plan.


Dokumen yang terkait

Konflik batin tokoh utama dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di MTS Al-Mansuriyah, Kec Pinang, Kota Tangerang

4 44 99

ASPEK MORAL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Moral Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

ASPEK MORAL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Aspek Moral Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 3 24

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastr

0 2 12

BAB I Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 4 7

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 14

KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 0 11

PENDAHULUAN KONFLIK BATIN TOKOH KABUL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 1 33

Konflik batin tokoh utama Elin dalam novel Novelist Undercover dan relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas XI (suatu tinjauan psikologi sastra).

3 24 108

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI SEMESTER 1 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

0 1 161