12
guru,  sekaligus  menemukan  langkah  kongkrit  dalam  langkah selanjutnya.
C. Pembelajaran Konstruktivistik
1. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat  konstruktivisme  adalah  filsafat  yang  mempelajari hakikat  pengetahuan  dan  bagaimana  pengetahuan  itu  terjadi.
Menurut  filsafat  konstruktivisme,  pengetahuan  itu  adalah  bentukan konstruksi  kita  yang  sedang  menekuninya.  Bila  yang  sedang
menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri.  Maka  pengetahuan  bukanlah  sesuatu  yang  sudah  jadi,  yang
ada di  luar kita, tetapi  sesuatu  yang harus kita bentuk  sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. Pengetahuan bukanlah  suatu  yang  lepas  dari  subyek,  tetapi  merupakan  ciptaan
manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya.  Proses  pembentukan  itu  berjalan  terus  menerus  dengan
setiap  kali  mengadakan  reorganisasi  karena  adanya  suatu pemahaman yang baru Piaget dalam Suparno, 2007: 8. Oleh karena
pengetahuan  itu  merupakan  konstruksi  seseorang  yang  sedang mengolahnya,  maka  jelas  bahwa  pengetahuan  ini  bukanlah  sesuatu
yang sudah jadi dan tidak terubahkan. Pengetahuan merupakan suatu peroses  menjadi  tahu.  Suatu  proses  yang  terus  akan  berkembang
13
semakin  luas,  lengkap,  dan  sempurna.  Pembentukan  pengetahuan jelas bukan sekali jadi, tetapi bertahap Suparno, 2007.
2. Sosiokulturalisme Vygotsky
Vygotsky juga
mulai meneliti
pembentukan dan
perkembangan  pengetahuan  anak  secara  psikologis.  Namun, Vygotsky  menekankan  pentingnya  interaksi  sosial  dengan  orang
– orang  lain  terlebih  yang  punya  pengetahuan  lebih  baik  dan  sistem
yang  secara  kultural  telah  berkembang  dengan  baik  Menurut  Cobb dalam  Suparno,  2007:11.  Itulah  sebabnya  dalam  pendidikan,  siswa
perlu  berinteraksi  dengan  para  ahli  dan  juga  terlibat  dengan  situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti. Dalam interaksi
dengan mereka
itulah, para
siswa ditantang
untuk mengkonstruksikan  pengetahuannya  lebih  sesuai  dengan  konstruksi
para ahli.
Menurut sosiokulturalis, kegiatan seseorang dalam mengerti sesuatu selalu  dipengaruhi  oleh  partisipasinya  dalam  praktik
–  praktik  sosial  dan kultural  yang  ada,  seperti  situasi  sekolah,  masyarakat,  teman,  dll.  Situasi
sekolah  jelas  dapat  membantu  dan  menghambat  siswa  dalam  mendalami ilmu  pengetahuan.  Masyarakat  dapat  juga  memacu  siswa  mengerti,  tetapi
juga dapat menghalangi.
Menurut  Cobern  dalam  Suparno.  2007:11,  konstruktivisme adalah  kontektual.  Pelajar  selalu  membentuk  pengetahuan  mereka
14
dalam situasi yang khusus dan konteks yang khusus. Bila konteksnya berbeda, mereka akan mengerti konsepnya secara lain pula.
D. Pembelajaran Kooperatif