1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan  merupakan  satu  kunci  yang  menjadi  elemen  penting dalam  perkembangan  dan  kemajuan  bangsa.  Pembelajaran  fisika  di
sekolah  dimaksudkan  supaya  siswa  mampu  menguasai  konsep-konsep fisika  dan  mampu  mengaplikasikan  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Sampai
saat  ini  pembelajaran  yang  digunakan  oleh  guru  cenderung  tidak memperlihatkan  kemampuan  berfikir  siswa  dan  tidak  melibatkan  mereka
secara aktif dalam proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran yang  digunakan  tidak  memberikan  kesempatan  dan  waktu  bagi  siswa
untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan berinteraksi dengan teman  sebaya.  Guru  belum  memanfaatkan  sumber
– sumber belajar yang ada salah satunya adalah interaksi  teman sebaya  dalam rangka konstruksi
pengetahuan oleh siswa. Kebanyakan  metode  pembelajaran  yang  digunakan  oleh  guru
adalah  metode  ceramah,  dalam  metode  ceramah  siswa  cenderung mendengarkan  apa  yang  disampaikan  oleh  guru  sehingga  proses  belajar
mengajar  terpusat  pada  guru,  sehingga  oleh  para  ahli  disebut  sebagai paradigma  mengajar  yang  menunjuk  pada  kegiatan  seseorang  yang  aktif
menyampaikan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang dalam
1
2
waktu  tertentu  Marpaung,  2003  terkadang  metode  ceramah  dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa.
Untuk  saat  ini  pendidikan  di  Indonesia  sedang  mengupayakan perubahan  dari  paradigma  mengajar  ke  paradigma  belajar.  Dalam
paradigma belajar siswa tidak hanya belajar mendengarkan instruksi guru dalam  mentransfer  pengetahuan  ke  siswa,  akan  tetapi  siswa  perlu
mengkontruksi pengetahuan fisika sendiri. Menurut paham kontruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang
lain  tetapi  harus  di  interpretasikan  sendiri  oleh  masing –  masing  orang.
Konstruktivisme  adalah  proses  membangun  atau  menyusun  pengetahuan baru  dalam  struktur  kognitif  siswa  berdasarkan  pengalaman.  Filsafat
Konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari
kemampuan  individu  sebagai  subjek  yang  menangkap  setiap  obyek  yang diamatinya.  Menurut  Konstruktivisme,  pengetahuan  ini  memang  berasal
dari  luar,  akan  tetapi  dikonstruksikan  oleh  dan  dari  dalam  diri  seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek
yang  menjadi  bahan  pengamatan  dan  kemampuan  subjek  untuk mengintrepestasikan  objek  tersebut.  Kedua  faktor  itu  sama  pentingnya.
Dengan  demikian  pengetahuan  itu  tidak  bersifat  statisbtetapi  bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Aliran
filsafat konstruktivisme
berangkat dari
pemikiran epistemologi
Giambatista Vico dalam Suparno, 1997.
3
Dengan memberikan banyak waktu kepada siswa untuk melakukan aktifitas  belajar  bersama  dengan  teman  diharapkan  dapat  maningkatkan
interaksi  teman  sebaya  dalam  pembelajaran.  Pembelajaran  yang  dapat dimanfaatkan  adalah  pembelajaran  kooperatif.  Model  pembelajaran
kooperatif  sering  disebut  dengan  pembelajaran  dalam  bentuk  kerja kelompok  yang  kooperatif  lebih  dari  kompetitif.  Pada  pembelajaran  ini
siswa belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan tugas – tugas yang
diberikan  gurunya,  saling  membantu  menyelesaikan  tugas  atau memecahkan masalah.
Pembelajaran  kooperatif  dari  berbagai  penelitian  di  luar  negeri menunjukkan  manfaat  yang  besar,  antara  lain  Lundgren  dalam  Suradi,
2003  mengemukakan  bahwa  pembelajaran  kooperatif  memiliki  dampak yang  amat  positif  terhadap  siswa  yang  rendah  hasil  belajarnya.  Slavin
mengemukakan  bahwa  pembelajaran  kooperatif  dapat  meningkatkan pencapaian  dan  kemahiran  kognitif  siswa.  Jika  pembelajaran  tersebut
dijalankan  dengan  sempurna,  maka  setiap  siswa  mempunyai  tanggung jawab  untuk  menguasai  materi  melalui  interaksi  dengan  siswa  lainnya.
Dengan  demikian,  siswa  benar –  benar  memahami  materi  yang
dipelajarinya. Dalam  Jigsaw  II,  para  siswa  bekerja  dalam  tim  yang  heterogen.
Para  siswa  tersebut  diberikan  tugas  untuk  membaca  beberapa  bab  atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik
– topik yang berbeda yang  harus  menjadi  fokus  perhatian  masing
–  masing  anggota  tim  saat
4
mereka membaca. Setelah semua anak selesei membaca siswa – siswa dari
tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam kelompok  ahli  untuk  mendiskusikan  topik  mereka.  Para  ahli  tersebut
kemudian  kembali  kepada  tim  mereka  dan  secara  bergantian  mengajari teman  satu  timnya  mengenai  topik  mereka.  Yang  terakhir  adalah  para
siswa  menerima  penilaian  yang  mencakup  seluruh  topik  dan  skor  kuis akan menjadi skor tim.
Skor –  skor  yang  dikontribusikan  para  siswa  kepada  timnya
didasarkan  pada  sistem  skor  perkembangan  individual,  dan  para  siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk
– bentuk  rekognisi  tim  lainya.  Sehingga,  para  siswa  termotivasi  untuk
mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli  mereka  supaya  mereka  dapat  membantu  timnya  melakukan  tugas
dengan  baik.  Kunci  metode  Jigsaw  ini  adalah  interpedensi:  tiap  siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi
yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Bentuk adaptasi  Jigsaw  yang  lebih  praktis  dan  mudah,  yaitu  Jigsaw  II  Slavin,
1986. Berdasarkan uraian diatas, paradigma yang baru lebih menekankan
pada  peserta  didik  sebagai  manusia  yang  memiliki  potensi  untuk  belajar dan  berkembang.  Siswa  harus  aktif  dalam  pencarian  dan  pengembangan
pengetahuan. Guru berperan sebagai fasilitator. Model pembelajaran yang dapat  digunakan  adalah  model  pembelajaran  kooperatif  tipe  jigsaw  II,
5
maka  peneliti  bermaksud  untuk  mengadakan  penelitian  mengenai pembelajaran  fisika  dikelas  dengan  menggunakan  model  pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw II pada pokok bahasan suhu. Dipilih  model  pembelajaran  tipe  jigsaw  II  karena  pada  model  ini
pembagian kelompok berdasarkan kemampuan siswa yaitu rendah, sedang, dan tinggi sehingga diharapkan siswa dapat saling membantu dalam suatu
kelompok  dan  dapat  memanfaatkan  interaksi  teman  sebaya  sebagai  tutor dalam  membantu  kesulitan  belajar  temannya.  Hal  ini  memberikan
kemungkinan  siswa  terlibat  aktif  dalam  siskusi  dan  saling  komunikasi sehingga  dapat  meningkatkan  keterlibatan  siswa  dalam  pembelajaran
fisika pada pokok bahasan Suhu.
B.  Pembatasan Masalah