BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos
Mencoba menelusuri sejarah harian ini memang mengasikkan. Kali
pertama diterbitkan 1 Juli 1949. Memang dilihat dari hari lahirnya, Jawa Pos
termasuk salah satu surat kabar tertua di Indonesia. Waktu itu namanya Java Post.
Lalu pernah juga Djawa Post, Djawa Pos, Jawa Pois dan kemudian Jawa Pos sampai
sekarang. Riwayat
pendiriannya pun sederhana saja. Waktu itu, The Chung Sen, seorang
WNI kelahiran Bangka, bekerja dikantor film di Surabaya. Dialah yang bertugas
untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan filmnya lancar. Dari
sini pula The Chung Sen mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan.
Maka didirikanlah Java Post. Saat itu, harian ini tentunya juga dikenal
sebagai harian Melayu – Tionghoa. Sebab pengelola dan modalnya dari kalangan
itu. Harian ini tentunya bukan satu – satunya harian Melayu – Tionghoa di
Surabaya. Yang terbesar saat itu adalah Pewarta Soerabaia Trompet Masyarakat dan
perdamaian. The Chung Sen tentunya melirik keuntungan yang berhasil diraih oleh
harian Pewarta Soerabaia yang sudah berhasil memantapkan diri sebagai
koran dagang di Surabaya. Tapi cita – cita dan impiannya itu rasanya tidak pernah
tercapai. Dalam perjalanan sebagai koran Melayu – Tionghoa yang berhaluan
republikein, harian ini tidak pernah kondang di kalangan pembacanya, keturunan
Tionghoa. Mereka misalnya lebih suka memilih Pewarta Soerabaia yang kiblatnya
masih ke arah tanah leluhur mereka. Juga harian Melayu – Tionghoa yang terbit di
Jakarta kebanyakan berhaluan sama dengan Pewarta Soerabaia. Jadi harian ini
kemudian mempunyai ciri yang khas sebagai harian Melayu Tionghoa.
Masalah ini tentunya bukan satu masalah yang kecil. Karena waktu itu,
masalah orang Tionghoa atau keturunan Tionghoa belum diatur oleh undang –
undang. Masalah mereka baru diatur sekitar tahun enam puluhan. Sehingga
memihak kepada republik dalam situasi masih jauh dari Konferensi Meja Bundar
tentunya satu gagasan yang menarik untuk dikaji. Ini tentunya tak lepas dari
wawasan The Chung Sen yang jauh ke depan. Jika hanya untuk memperoleh uang,
ia tentunya bisa memerintahkan pimpinan redaksinya untuk berorientasi ke tanah
leluhur. Tapi itu tak pernah dilakukan, pimpinan redaksi pertamanya adalah Goh
Tjing Ilok. Yang kedua yang memangku jabatan ini sejak tahun 1953 adalah Thio
Oen Sik. Keduanya memang dikenal sebagai orang – orang republikein yang tak
pernah goyah pendiriannya.
Dalam perkembangan selanjutnya The Chung Sen bisa disebut “ raja “
surat kabar di Surabaya. Dialah yang di tahun 1950‐an memiliki tiga surat kabar
sekaligus. Satu berbahasa Indonesia, satu berbahasa Tionghoa dan satu berbahasa
Belanda. Yang berbahasa Belanda tersebut kemudian diubah menjadi Indonesia
Daily News yang berbahasa Inggris. Sebab ketika Bung Karno gencar – gencarnya
anti Belanda, hal – hal yang berbau Belanda di minta diubah. Termasuk koran milik
The Chung Sen, Vrije Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa
mengalami hal yang sama, bahkan tidak bisa terbit sama sekali, maka tinggallah
JAWA POS. Bahkan yang satu itupun kian hari kian redup. Apalagi The Chung Sen
harus berpacu dengan usia, sementara tiga orang putranya tidak satupun yang
tinggal di Indonesia.
Pada awal terbitnya Jawa Pos memiliki ciri utama terbit pada pagi hari
dengan menampilkan berita‐berita umum.Terbitan Jawa Pos pertama kali dicetak
di Percetakan Aqil di Jalan Kiai Haji Mas Mansyur Surabaya dengan oplah 100
eksemplar.Semenjak 1 April 1954 Jawa Pos dicetak di percetakan De Vrije Pers di
Jalan Kaliasin 52 Surabaya.Dan selanjutnya dari tahun ke tahun oplah Jawa Pos
terus meningkat.
Tercatat pada tahun 1954‐1957 dengan oplah sebesar 400 eksemplar dan
mulai tahun 1958‐1964 oplahnya mencapai 10.000 eksemplar. Karena perubahan
ejaan pada tahun 1958 Java Post berganti nama menjadi Jawa Pos. Pada periode
tahun 1971‐1981 oplah tercatat pada 10.000 eksemplar, namun pada tahun 1982
terjadi penurunan oplah ke 6700 eksemplar. Dengan jumlah pendistribusian 2000
eksemplar pada kotaSurabaya dan sisanya pada kota yang lain.
Penurunan tersebut terjadi karena sistem manajemen yang semakin
kacau, tiadanya penerus yang mengelola usaha tersebut serta kemajuan teknologi
percetakan yang tidak terkejar.The Chung Shen alias Soeseno Tedjo sebagai
pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas sahamnya pada
PT. Grafiti Pers penerbit Tempo pada tanggal 1 April 1982. Pada tanggal itu juga
Dahlan Iskan ditunjuk sebagai Pimpinan Utama dan Pimred oleh Dirut PT. Grafiti
Pers, Bapak Eric Samola SH untuk membenahi kondisi PT. Java Post Concern Ltd.
Hanya dalam waktu dua tahun oplah Jawa Pos mencapai 250.000 eksemplar, dan
semenjak saat itulah perkembangan Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi
surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya.
Pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi menjadi 320.000 eksemplar.
Pada tanggal 29 Mei 1985 sesuai dengan Akta Notaris Liem Shien Hwa No.8 Pasal 4
menyatakan nama PT. Java Post Concern Ltd diganti dengan nama PT. Jawa Pos
dan sesuai dengan surat MENPEN No.1per1Menpen84 mengenai SIUPP,
khususnya pemilikan saham maka 20 dari saham harus dimiliki karyawan untuk
menciptakan rasa saling memiliki.
Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak merubah
secara esensial isi pemberitaannya yang menyajikan berita‐berita umum.Berita‐
berita umum ini meliputi peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa ekonomi,
politik, hukum, sosial, dan budaya, pemerintah, serta informasi dunia olahraga
disamping pemberitaan peristiwa yang terjadi di daerah Jawa Timur dan Indonesia
Bagian Timur.
4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas