Implementasi kebijakan Konsep Implementasi Kebijakan Teori Pancasila

kebijakan, keuntungan benefit, atau suatu jenis keluaran yang nyata tangible output. Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan –tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat dan birokrat pembuat keputusan. Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran output maupun sebagai suatu dampak outcome ,. Misalnya, implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan- keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Sementara itu, Grindle 1980 juga memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan linkage yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan kepemerintahan. 2.2.3 Implementasi kebijakan 2.2.3 Konsep Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn dalam winarno 2007:146 mengatakan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu- individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah kepetusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan- keputusan kebijakan. Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa setiap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

2.2.4 Aktor – Aktor yang Berperan dalam Proses Kebijakan

Pembahasan mengenai siapa saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan dapat dilihat misalnya dalam tulisan James Anderson 1979, Charles Lindblom 1980, maipun James P. Lester dan Joseph Stewart,Jr 2000 dalam Winarno 2006:123. Aktor aktor atau pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk kedalam pemeran resmi adalah agen- agen pemerintah birokrasi, presiden eksekutif, legislative, dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk kedalam kelompok pemeran tidak resmi meliputi; kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, dan warga Negara individu. Menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 empat golongan atau tipe aktor pelaku yang terlibat, yakni: golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis. Sungguhpun demikian, patut hendaknya patut diingat bahwa pada kesempatan tertentu dan untuk satu jenis tertentu kemungkinan hanya satu atau dua golongan aktor tertentu yang berpengaruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan oleh keempat golongan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan, nilai-nilai, dan tujuan yang mereka kejar serta gaya kerja mereka yang berbeda satu sama lain. Berikut ini akan menguraikan bagaimana perilaku masing-masing golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan. Golongan Rasionalis, cirri- ciri dari golongan aktor rasionalis ialah bahwa dalam melakukan pilihan alternative kebijaksanaan mereka selalu menempuh metode dan langkah-langkah berikut: 1 mengidentifikasi masalah; 2 merumuskan tujuan dan menyusunnya dalam jenjang tertentu; 3 mengidentifikasikan semua alternatif kebijaksanaan; 4 meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap alternatif. Golongan aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijaksanaan. Golongan rasionalis ini metode-metode seperti itu kerap kali merupakan nilai-nilai yang amat dipuja-puja. Golongan rasional ini diasumsikan bahwa segala tujuan dapat ditetapkan sebelumnya dan bahwa informasi atau data yang serba lengkap dapat disediakan. Gaya kerja golongan rasionalis cenderung seperti gaya kerja seorang perencana yang komprehensif, yakni seorang yang berusaha untuk menganalisis semua aspek dari setiap isu yang muncul dan menguji setiap alternatif dari akibat dan dukungannya terhadap tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Golongan Teknisi. Seorang teknisi tidak lebih dari golongan rasionalis, sebab ia adalah seorang yang bidang keahliannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijaksanaan. Golongan teknisi dalam melaksanakan tugasnya boleh jadi memiliki kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya. Namun apa yang harus mereka Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain, nilai-nilai yang mereka yakini adalah nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang keahlian professional mereka. Golongan teknisi umumnya menunjukkan enggan untuk melakukan pertimbangan yang amat luas melampaui batas-batas keahliannya tersebut. Golongan Inkrementalis. Golongan aktor inkrementalis memendang tahap-tahap perkembangan kebijaksanaan dan implementasinya sebagai suatu rangkaian preses penyesuaian yang terus menerus terhadap hasil akhir yang berjangka dekat maupun berjangka panjang dari suatu tindakan. Nilai-nilai yang terkait dengan metode pendekatan ini ialah hal-hal yang berhubungan dengan masa lampau atau hal-hal yang berhubungan dengan terpeliharanya status quo kestabilan dari system dan terpeliharanya status quo. Tujuan kebijaksanaan dianggap sebagai konsekuensi dari adanya tuntutan- tuntutan, baik karena didorong kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang baru. Gaya kerja golongan inkrementalis ini dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu melakukan tawar menawar atau bargaining yakni dengan secara teratur mendengarkan tuntutan, menguji seberapa jauh intensitas tuntutan tersebut dan menawarkan kompromi. Golongan Reformis pembaharu. Pendekatan semacam itu umumnya ditempuh oleh para lobbyist orang-orang yang berperan selaku juru kasak-kusuk perunding diparlemen. Nilai-nilai yang mereka junjung tinggi ialah yang berkaitan dengan upaya untuk melakukan perubahan social, namun lebih sering bersangkut paut dengan kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Tujuan kebijaksanaan biasanya ditetapkan dalam lingkungan kelompok-kelompok Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber tersebut, melalui berbagai macam proses, termasuk diantaranya atas dasar keyakinan pribadi bahwa hasil akhir dari tidakan pemerintah sekarang telah melenceng arahnya atau bahkan gagal. Gaya kerja golongan aktor reformis ini umumnya sangat radikal, kerapkali disertai dengan tindakan-tindakan demonstrasi dan konfrontasi dengan pihak pemerintah. Golongan Rasionalis sering dikecamdikritik tidak memahami kodrat manusia. Braybroke dan Lindblom, sebagai penganjur teori inkrementalis, malahan menyatakan bahwa golongan aktor rasionalis itu terlalu idealistis sehingga tidak cocok dengan keterbatasan kemampuan manusia dalam mengatasi masalah. Golongan aktor teknisi kerapkali dituduh memiliki pandangan yang picik karena hanya peduli terhadap masalah-masalah publik yang luas, yang kemungkinan melampaui bidang keahlian yang dikuasainya. Golongan aktor inkrementalis dilain pihak, seringkali dianggap memiliki sikap konservativ, sebab mereka tidak terlalu tanggap terhadap perubahan social atau bentuk-bentuk inovasi yang lain. Akhirnya golongan aktor reformis dituduh mau menangnya sendiri, tidak sabaran, tidak kenal kompromi dan karena itu tidak realistis. Oleh sebab itulah para pelaksana memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan public dari golongan rasionalis menjadi kedudukan yang sangat dominan dalam pengambil pembuatan kebijakan, mempunyai motivasi yang rendah dan seringkali terbatas pada pemahaman rasionalis. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber Berikut ini adalah skema sederhana yang menunjukkan ciri-ciri perilaku dari masing-masing golongan aktor tersebut diatas beserta kritik-kritik yang dilontarkan orang terhadapnya. Tabel 1 Aktor-aktor yang terlibat Dalam Proses Kebijaksanaan Dan perilakunya Sumber: Charles O. Jones, An Introduction to the Study of Public Policy, Wodsworth, Belmont, CA., 1970 halaman 32 2.2.5 Model – model implementasi Kebijaksanaan publik

2.2.5.1 Teori Donald S. Van Meter dan Carl E.Van Horn

Van Meter dan van Horn dalam Winarno 2007:155 menawarkan suatu model dasar dalam implementasi kebijakan, yaitu mempunyai enam variable yang KARAKTERISTIK Golongan actor Peran Nilai - nilai Tujuan Kritik Gaya Kerja Rasionalis Teknisi Inkrement alis Reform is Analis Kebijaksana- an Perencana ahli Spesealis Polit isi Pelobi M et ode Pendidikan keahlian St at us quo Perubahan sosial Dapat dit et apkan sebelum nya Dit et apkan pihak lain Karena t unt ut an baru karena M asalah m endesak Kom prehensif Eksplisit Juru t aw ar Akt ivis Tidak m em aham i ket erbat asa n m anusia Terlam paui picik Konservat if Tidak realist is t ida k kenal kom prom i Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber membentuk kaitan linkage antara kebijakan dan kinerja performance. Dimana menjelaskan implementasi kebijakan Negara dalam hubungan – hubungan antara variable-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi Dengan menggunakan pendekatan seperti ini dalam pandangan van Meter dan van horn, mempunyai harapan yang besar untuk menguraikan proses-proses dengan cara melihat bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dilaksanakan dibandingkan hanya sekedar menghubungkan variable bebas dan variable terikat dalam suatu cara yang semena- mena. Implementasi yang berhasil seringkali membutuhkan mekanisme-mekanisme dan prosedur-prosedur lembaga. Variabel-variabel tersebut diklasifikasikan menjadi 6 enam kategori, yaitu: 1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan; 2. Sumber-sumber kebijakan; 3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan: 4. Karakteristik-karakteristik badan-badan pelaksana; 5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik; 6. Kecenderungan pelaksana-pelaksana. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber Gambaran mengenai model implementasi kebijakan ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut : Gambar 2 Variabel-variabel Implementasi Kebijakan Ukuran-ukuran Dasar dan tujuan Tujuan komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-kegiatan pelaksanaan Kebijaksanaan Kinerja Karakteristik-karak kecenderungan Teristik dari badan pelaksana- Badan pelaksana pelaksana Sumber- Sumber Kondisi-kondisi Ekonomi,social Dan politik Sumber : Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 2007:157 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber Menurut Van Meter dan van Horn dalam Winarno 2007:156-165, variable- variabel yang mempengaruhi proses kebijakan tersebut, dijelaskan sebagai berikut: 1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna didalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Disamping itu, ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah dalam beberapa kasus. 2. Sumber-sumber kebijakan Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang incentive lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. 3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksananan Komunikasi didalam dan antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan-pesan kebawah dalam suatu organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lainnya, para komunikator dapat menyimpannya atau menyebarluaskannya, baik sengaja atau tidak sengaja. Lebih dari itu, jika sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang tidak konsisten, terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan atau jika sumber-sumber yang sama memberikan interpretasi-interpretasi yang bertentangan, para pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan maksud-maksud kebijakan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber Dalam hubungan-hubungan antar organisasi maupun antar Pemerintah, dua tipe kegiatan pelaksanaan yaitu : a. Nasihat dan bantuan teknis yang diberikan; b. Atasan dapat menyandarkan pada berbagai sanksi, baik positif maupun negative 4. Karakteristik badan pelaksana Struktur birokrasi diartikan sebagai karakteristik-karakteristik norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan, baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan: a Kompetensi dan ukuran staf suatu badan; b Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan- keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana; c Sumber-sumber politik suatu organisasi misalnya dukungan diantara anggota-anggota legislative dan eksekutif; d Vitalitas suatu organisasi; e Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu diluar organisasi; f Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan”. 6. Kecenderungan pelaksana Arah kecenderungan-kecenderungan pelaksana terhadap ukuran- ukuran dasar dan tujuan-tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat penting. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan- kebijakan dengan tepat karena mereka menolak tujuan-tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Dan sebaliknya, penerimaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan akan menjadi pendorong bagi implementasi kebijakan yang berhasil. Penggunaan model-model diatas, sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas permasalahan kebijakan yang dikaji. Dalam menganalisa implementasi kebijakan Undang-undang No.13 Tahun 2003, tentang penerapan Tenaga Kerja Waktu Tertentu pada PT.Inti Cakrawala Citra INDOGROSIR Surabaya, menggunakan model Van Meter dan Van Horn. Mengingat masalah ketenagakerjaan diIndonesia merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga diperlukan model yang relatif operasional. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber

2.2.5.2 Faktor penghambat dan pendukung implementasi kebijakan

Hogwood dan Gunn dalam Wahab 2002 : 61 membagi pengertian kegagalan kebijaksanaan policy failure kedalam 2 dua kategori yaitu non implementation tidak terimplementasikan dan unsuccessfull implementation implementasi yang tidak berhasil. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal tidak menguntungkan, kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Kemudian Suharto 2005 : 136 mengemukakan bahwa kegagalan pelaksanaan kebijakan itu seringkali terjadi bukan karena adanya kebijakan sosial itu sendiri, melainkan bersumber pada beberapa faktor, seperti : 1. Mekanisme dan proses perumusan kebijakan tidak tepat; 2. Tidak sejalannya perencanaan dan implementasi kebijakan; 3. Orientasi kebijakan tidak sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat; 4. Kebijakan yang terlalu kaku dan mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat sampai yang sekecil-kecilny;. 5. kebijakan yang bersifat` top down ` dan elitis dalam arti hanya melibatkan kelompok tertentu saja yang dianggap ahli. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Tanpa adanya implementasi kebijakan, sebuah keputusan kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan kecil diatas meja para pejabat. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber Implementasi kebijakan yang berhasil menjadi faktor penting dari keseluruhan proses kebijakan. Untuk memperbaiki implementasi kebijakan ada beberapa langkah yaitu 1.dalam mengusulkan langkah-langkah perbaikan harus dipahami lebih dulu hambatan yang muncul dalam proses implementasi dan mengapa hambatan tersebut timbul, 2.mengubah keadaan yang menghasilkan faktor penghambat tersebut Winarno,2007:217 Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan juga dikemukakan faktor pendukung pelaksanaan suatu kebijakan. Hal ini dikemukakan oleh Soenarko 2000:186 yaitu: a Persetujuan, dukungan dan kepercayaan masyarakat. b Pelaksanaan haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi kelompok sasaran c Desentralisai komunikasi yang berkesinambungan tentang saluran transmisi pada setiap lini pemahaman yang konseptual.

2.2.6 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut ketentuan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya, dari peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga keputusan – keputusan menteri yang terkait, dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa pengertian ketenagakerjaan, sebagai berikut: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 1. Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenagakerja pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesainya masa hubungan kerja. 2. Tenaga kerja adalah obyek, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk kebutuhan sendiri dan orang lain. 3. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain dengan menerima upah berupa uang atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam buku “Hak-Hak Pekerja Bila di PHK” yang ditulis oleh Jehani 2006 mengatakan, Dalam hukum ketenagakerjaan pekerja adalah setiap orang yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain . imbalan dalam bentuk lain yang dimaksud adalah berupa barang atau benda yang nilainya ditentuka atas dasar kesepakatan pengusaha dan pekerja. Unsur – unsur dalam pengertian pekerja itu adalah : 1. Bekerja pada orang lain 2. Dibawah perintah orang lain 3. Mendapat upah Dengan demikian, orang yang mendapat dan menerima imbalan upah gaji disebut dengan buruhpekerja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber

2.2.6.1 Pekerja Kontrak Waktu Tertentu PKWT

Pekerja Kontrak adalah apabila jangka waktu sudah habis maka dengan sendirinya terjadi PHK dan para karyawan tidak berhak mendapatkan kompensasi PHK seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah. Dasar Hukum PKWT UU No.13 Tahun 2003 Pasal 56 ayat 2 Jo. KEP.100MENVI2004 UU No.13 tahun 2003 adalah undang-undang ketenagakerjaan terbaru, yang mencabut UU ketenagakerjaan yang lama, yaitu UU no 25 Tahun 1997. Tentang aspek – aspek ketenagakerjaan, Sementara itu, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP. 100MENVI2004 adalah petunjuk pelaksanaan yang terfokus pada ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Yang perlu diketahui bahwasanya PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. PKWT harus dibuat tertulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia b. PKWT yang tidak sah dibuat tertulis dianggap sebagai PKWTT dengan demikian pekerja dianggap pekerja tetap pada perusahaan tersebut c. PKWT tidak mempersyaratkan adanya masa percobaan. d. Apabila ada PKWT ditetapkan masa percobaan maka akan batal demi hukum Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber e. PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau tidak terputus-putus pasal 56 sd 58 UU No.13 Tahun 2003

2.2.7 Teori Pancasila

Pancasila merupakan suatu ideologi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bukan hanya merupakan suatu symbol melainkan sebagai dasar acuan hukum yuridis yang memuat aspek ideologi berbangsa dan bernegara. Berangkat dari pancasila dengan dasa sila ke limanya sehingga penyeimbang sila-sila nya dapat menjadi ispirasi kemajuan suatu bangsa bahkan hingga saat ini masih dirasakan. Hubungan pancasilais menurut Syafii 2003 : 51 suatu kebulatan dan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh sehingga jalinan keterpaduan dapat disinkoronkan atau terselaraskan. Hubungan pancasilais tentang kajian antara pemberi kerja dengan pencari kerja dimungkinkan menjadi jembatan penyerpurna dan penyeimbang konsep dasar perpaduan asas bernegara dalam berdaulat Peranan pancasila dalam pengimplementasian bernegara merupakan rangkaian yang kait-mengait, secara lengkap dan sebagai objek Negara secara lengkap dengan berbagai syarat Negara itu sendiri sampai kepada bentuk Negara. Dalam suatu Negara yang tidak berlandaskan pancasila dan tidak adanya kepemimpinan pemerintahan sama sekali tidak menutup kemungkinan terjadi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber berbagai dekadensi moral yang anarkis seperti penindasan dan perilaku moral lainnya. Berdasarkan paradigm dan kenyataan yang ada, maka hubungan pancasilais berkaitan erat dengan tendensi subyek vital bernegara dan menimbulkan rasa kepuasan terhadap kelompok sosial yang bernegara dan bermartabat tinggi. Pengembangan nilai pancasila menjadi pertanggung jawaban accountability speech bagi pengabdi moral yang bermartabat dalam rangka mewujudkan cita-cita berbangsa bangsa dan mencapai tujuan nasional maka sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 dan pancasila menjadi suatu sistim ke administrasian Negara dari berbagai sub sistem yang ada. Oleh sebab itu menurut Robert Dahl 2003 : 15 pancasila mencakup dua hal, yaitu pola yang tetap dan dari hubungan antar manusia, kemudian melibatkan sesuatu yang luas tentang kekuasaan, aturan dan kesewenangan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber

2.3 Kerangka berpikir

Undang – undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Penerapan Pekerja Kontrak Waktu Tertentu PKWT sesuai dengan UU No.132003 Ketenagakerjaan Bab IX Hubungan Kerja PT. Int i Cakraw ala Cit ra Tercapainya hubungan pancasilais antara pemberi kerja dengan pekerja yang terarah sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di Indonesia - Pelaksanaan masa percobaan pada Pekerja Kontrak Waktu Tertentu - Jenis-jenis pekerjaan yang boleh di PKWT kan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber

Dokumen yang terkait

Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu)

0 41 176

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

4 75 129

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PELAKSANAAN PENGUPAHAN PEKERJA WAKTU TERTENTU BERDASARKAN PELAKSANAAN PENGUPAHAN PEKERJA WAKTU TERTENTU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI KASUS PADA PT.ESHAM DIMA MANDIRI YOGYAKARTA).

0 2 12

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PENGUPAHAN PEKERJA WAKTU TERTENTU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI KASUS PADA PT.ESHAM DIMA MANDIRI YOGYAKARTA).

0 3 14

PEMBERIAN UPAH PEKERJA WAKTU TERTENTU PADA SAAT BULAN RAMADHAN DI PERUSAHAAN KARAOKE DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 1

PELAKSANAAN MOGOK KERJA OLEH PEKERJA KONTRAK PADA PT DONGAN KREASI INDONESIA DALAM MASA KONTRAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 3 2

STATUS PEKERJA OUTSOURCING DALAM HAL TERJADINYA PELANGGARAN JANGKA WAKTU PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 1 55

PERLINDUNGAN PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI PT. INTERNATIONAL CHEMICAL INDUSTRY.

0 1 1

undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

0 0 77

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DAN SISTEM PENGUPAHAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN - repo unpas

0 0 15